Claim Missing Document
Check
Articles

Found 4 Documents
Search

OSTRACODA MIOSEN DARI FORMASI CIMANDIRI, SUKABUMI, JAWA BARAT LILI FAUZIELLY; . Winantris; Lia Jurnaliah; . Solihin; Ria Fitriani
Bulletin of Scientific Contribution: GEOLOGY Vol 17, No 2 (2019): Bulletin of Scientific Contribution : GEOLOGY
Publisher : Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (606.201 KB) | DOI: 10.24198/bsc geology.v17i2.22735

Abstract

ABSTRAKLima belas spesies fosil ostracoda berumur Miosen dari Formasi Cimandiri telah dianalisis dari 6 conto sedimen yang berasal dari penampang stratigrafi lintasan S. Cimerang, Sukabumi. Analisis mikrofosil secara kuantitatif , memperlihatkan ostracoda Miosen tersebar pada litologi batulempung. Ostracoda yang melimpah pada lintasan ini adalah Hemicytheridea ornata, Cytherella hemipuncta, Hemicytheridea reticulata, Cytherelloidea excavata, Cyherella javaseanse, and Keijella carrirei.Berdasarkan kumpulan ostracoda, diketahui bahwa lingkungan pengendapan daerah penelitian adalah laut dangkal.Kata kunci: Ostracoda, Miosen, Cimandiri, Lingkungan Pengendapan, Batulempung.ABSTRACTFifteen species of fossil Ostracoda are describe from six sediment samples from Middle Miocene Cimandiri Formation, Sukabumi, West Java define from geological measure section profile Cimerang River. Microfossil Analysis based on quantitatively method, the distribution of Miocene Ostracoda be discovered in claystone lithology. Abundant ostracods are Hemicytheridea ornata, Cytherella hemipuncta, Hemicytheridea reticulata, Cytherelloidea excavata, Cyherella javaseanse, and Keijella carrirei. Based on the distribution of Ostracoda, it is known that the depositional environment of the study area is shallow sea.Keyword: Ostracoda, Miocene, Cimandiri, Depositional Environment, Claystone.
METODE KUANTITATIF FORAMINIFERA KECIL DALAM PENENTUAN LINGKUNGAN Lia Jurnaliah; . Winantris; Lili Fauzielly
Bulletin of Scientific Contribution: GEOLOGY Vol 15, No 3 (2017): Bulletin of Scientific Contribution:GEOLOGY
Publisher : Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (467.58 KB) | DOI: 10.24198/bsc geology.v15i3.15099

Abstract

ABSTRAKForaminifera adalah hewan uniseluler yang dapat berperan sebagai indikator lingkungan.  Metode kuantitatif foraminifera merupakan salah satu cara dalam penentuan lingkungan, diantaranya adalah rasio foraminifera plangtonik dan bentonik (rasio P/B), Triangular plot Murray dan Indeks αFisher.  Berdasarkan studi pustaka dan ulasan yang dilakukan terhadap ketiga metode tersebut dapat disimpulkan bahwa metode rasio P/B dapat digunakan dalam penentuan lingkungan laut dangkal dan laut dalam, tetapi tidak dapat digunakan untuk menentukan karakteristik ekologi dari lingkungannya.  Sementara itu, Metode Triangular Plot Murray dan Indeks α Fisher dapat digunakan hanya terbatas pada penentuan lingkungan laut dangkal, tetapi dapat digunakan untuk menentukan karakteristik ekologi lingkungannnya. Kata Kunci:  Foraminifera, rasio P/B, Triangular Plot Murray, Indeks α Fisher, lingkungan. ABSTRACTForaminifera is a unicellular animal can act as indicators of the environment. Quantitative methods foraminifera is one way in the determination of the environment, such as ratio of planktonic and benthonic foraminifera ratio (P/B ratio), triangular plot murray and the index α.Fisher. Based on the literature reviews of the third methods, it can be concluded that the ratio of P/B methods can be used in the determination of shallow marine and deep marine environment, but cannot be used to determine the characteristics ecology of its environment. On the other hand, method of Triangular Plot Murray and the index α Fisher can be used is limited to the determination of the shallow marine environments, but can be used to determine the characteristics ecology of its environment. Keywords:  Foraminifera, ratio P/B, triangular plot murray, index α fisher, environment
DISTRIBUSI SPASIAL FORAMINIFERA DI PERAIRAN TELUK CENDERAWASIH, PAPUA BARAT Eko Saputro; Lili Fauzielly; Imelda Rosalia Silalahi; Winatris Winatris
JURNAL GEOLOGI KELAUTAN Vol 17, No 2 (2019)
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Kelautan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (2471.509 KB) | DOI: 10.32693/jgk.17.2.2019.602

Abstract

Sebanyak 20 sampel sedimen dari perairan Teluk Cenderawasih telah digunakan sebagai bahan studi foraminifera, yang bertujuan untuk mengetahui bagaimana sebaran spasial dan struktur komunitas foraminifera di perairan Teluk Cenderawasih. Hasil penelitian menunjukkan komposisi foraminifera planktonik yang terdiri dari 7 Genus dan 13 Spesies sedangkan foraminifera bentonik terdiri dari 57 Genus dan 87 Spesies. Foraminifera planktonik yang paling umum ditemukan karena muncul di seluruh sampel adalah genus Globigerinoides, terutama G. trilobus dan G. ruber. Sedangkan foraminifera bentonik didominasi oleh subordo Rotaliina, dan yang paling banyak ditemukan adalah genus Cibicidiodes dan Lenticulina. Keanekaragaman foraminifera planktonik dan bentonik termasuk dalam kategori tinggi dengan kisaran antara 0.82 – 0.90 (planktonik) dan 0.79 – 0.95 (bentonik). Kemerataan foraminifera planktonik dan bentonik juga termasuk dalam kategori tinggi dengan kisaran antara 0.83 – 0.99 (planktonik) dan 0.82–0.99 (bentonik). Sedangkan untuk dominasi foraminifera planktonik dan bentonik berada dalam kategori rendah dengan kisaran 0.10 – 0.18 (planktonik) dan 0.05 – 0.21 (bentonik). Hal ini menunjukkan bahwa Teluk Cendrawasih meskipun merupakan perairan yang semi tertutup, namun kondisinya masih sangat bagus bagi perkembangan foraminiferaKata Kunci : foraminifera, distribusi spasial, struktur komunitas, dan Teluk Cenderawasih A total of 20 marine sediment samples from Cenderawasih Bay waters have been used for foraminiferal study, . The purpose to describe the spatial distribution and structure of the foraminifera community in the waters of Cenderawasih Bay. The results indicate that marine sediments are composed of 7 genera and 13 species of planktonic foraminifera, and 57 genera and 87 species belong to benthic foraminifera. The most common planktonic foraminifera is Globigerinoides which is found in all location, particularly G. trilobus and G. ruber. Furthermore, benthonic foraminifera is dominated by subordo Rotaliina, particularly genera Cibicidoides and Lenticulina as the most common genera. Diversity of both Planktonic and benthonic foraminifera are categorized as high, the values are between 0.82 and 0.90, and between 0.79 and 0.95 respectively. Planktonic and benthonic foraminiferal evenness are also high with range value between 0.83 and 0.99 (planktonic), and between 0.82 and 0.99 (benthonic). In contrast, dominance of both foraminiferal type are low, between 0.10 and 0.18 for planktonic, and between 0.05 and 0.21 (benthonic).This indicates that despite a semi–enclosed bay, Cendrawasih Bay is still considered as a good environment for foraminiferal community. Keywords: foraminifera, spatial distribution, community structure, and Cenderawasih Bay.
STUDI PERBANDINGAN KARAKTERISTIK KIMIA DAN PETROGRAFI BATUBARA LAPANGAN X CEKUNGAN SUMATERA SELATAN DAN LAPANGAN Y CEKUNGAN SUMATERA TENGAH INDONESIA Azmi Baihaqi; Rita Susilawati; Lili Fauzielly; Budi Muljana
Buletin Sumber Daya Geologi Vol. 12 No. 2 (2017): Buletin Sumber Daya Geologi
Publisher : Pusat Sumber Daya Mineral Batubara dan Panas Bumi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (4583.66 KB) | DOI: 10.47599/bsdg.v12i2.35

Abstract

Karakteristik batubara dari dua wilayah prospek batubara di Sumatera dievaluasi dengan menggunakan metode kimia dan petrografi batubara. Penelitian terfokus pada evaluasi peringkat (tingkat pembatubaraan di daerah penelitian), tipe (komposisi material organik dan lingkungan pengendapan batubara) serta grade (kandungan material inorganik yang bisa berpengaruh terhadap proses utilisasi) batubara. Lapangan X memiliki lapisan batubara yang merupakan bagian dari Formasi Muaraenim dan Kasai Cekungan Sumatera Selatan sedangkan batubara pada lapangan Y merupakan bagian dari Formasi Petani Cekungan Sumatera Tengah. Sebanyak enam conto batubara dari lapangan X dan 8 conto dari lapangan Y digunakan dalam penelitian ini. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kedua lapangan memiliki batubara dengan karakteristik yang berbeda. Walaupun batubara di kedua daerah termasuk dalam kategori lignit, nilai rata-rata reflektansi huminit batubara Lapangan Y sedikit lebih tinggi dari lapangan X. Hal ini mengindikasikan bahwa batubara lapangan Y mengalami pengaruh peningkatan termperatur dan pembebanan yang lebih tinggi dari lapangan X. Berdasarkan hasil analisis komposisi maseral, batubara lapangan X dapat dibedakan ke dalam 3 fasies: fasies 1 (huminit >90%, kandungan inertinit dan liptinit <10%), fasies II (huminit 80% s.d. 90%, inertinite 10% s.d. 15%, dan liptinit 10%) serta fasies III (huminit 75% s.d. 85%, inertinit 15% s.d. 20% dan liptinit <10%). Sementara batubara lapangan Y lebih homogen dan dapat digolongkan ke dalam satu fasies (huminit >90% dan liptinit serta inertinite <10%). Hasil plot Gelification index (GI) dan Tissue preservation index (TPI) menunjukkan bahwa batubara lapangan X diendapkan pada lingkungan limnic-marsh hingga limno telmatic sedangkan batubara lapangan Y pada lingkungan limnic hingga telmatic marsh. Banyaknya konkresi pirit pada batubara lapangan Y mengindikasikan bahwa batubara tersebut mendapat pengaruh laut yang lebih besar daripada batubara lapangan X Batubara di kedua lapangan dapat dianggap sebagai batubara grade tinggi atau batubara bersih karena memiliki kandungan sulfur (<10%) dan abu yang relatif rendah (<10%). Hanya satu conto (SJ2) yang memiliki kadar abu tinggi (>50%) menunjukkan bahwa conto tersebut bukan batubara. Sebagai kesimpulan, perbedaan karakteristik batubara lapangan X dan Y mendukung teori bahwa batubara dengan sejarah pengendapan yang berbeda akan menghasilkan karakteristik yang berbeda.