Adang Agustian
Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian

Published : 11 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 11 Documents
Search

Analisis Daya Saing Usaha Tani Jagung di Indonesia Achmad Suryana; Adang Agustian
Analisis Kebijakan Pertanian Vol 12, No 2 (2014): Analisis Kebijakan Pertanian
Publisher : Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/akp.v12n2.2014.143-156

Abstract

Jagung merupakan sumber karbohidrat kedua setelah beras yang berperan dalam menunjang ketahanan pangan, kecukupan pasokan pakan ternak, dan bahkan akhir-akhir ini dijadikan sebagai bahan baku energi alternatif (biofuel). Pentingnya peran jagung dalam sistem pangan nasional tercermin dari kebijakan pemerintah saat ini yang menargetkan pencapaian swasembada jagung dalam tiga tahun atau pada tahun 2017. Untuk merumuskan kebijakan operasional pencapaian swasembada jagung yang akurat diperlukan berbagai informasi, di antaranya mengenai kinerja usahatani dan dayasaing komoditas ini. Kajian ini bertujuan untuk menganalisis tingkat profitabilitas usahatani, dayasaing, dan strategi peningkatan dayasaing usahatani jagung menggunakan Policy Analysis Matrix (PAM). Data utama yang digunakan adalah struktur ongkos usahatani 2011/2012 dari Badan Pusat Statistik. Hasil kajian menunjukkan bahwa usahatani jagung di Indonesia menguntungkan, dengan keuntungan finansial sekitar Rp6,7 juta/ha dengan R/C rasio sebesar 1,73; dan secara ekonomi keuntungannya mencapai Rp8,7 juta/ha dengan R/C rasio sebesar 1,90. Usahatani jagung secara nasional juga memiliki dayasaing kuat. Hal ini ditunjukkan oleh nilai koefisien DRCR dan PCR masing-masing sebesar 0,48, dan 0,54. Dengan demikian, usahatani jagung efisien secara ekonomi dan finansial atau memiliki keunggulan komparatif dan kompetitif. Informasi ini dapat dijadikan acuan dalam penyusunan kebijakan operasional bagi peningkatan produksi jagung untuk pemenuhan kebutuhan dalam negeri, bahkan untuk ekspor. Untuk mendorong peningkatan produksi jagung, selain kebijakan yang diarahkan untuk meningkatkan efisiensi dan dayasaing pada subsistem produksi, kebijakan perlu juga diarahkan untuk memperbaiki efisiensi dan keragaan pada subsistem agrbisnis lainnya.
Kebijakan Harga Output dan Input untuk Meningkatkan Produksi Jagung Adang Agustian; Sri Hartoyo; Kuntjoro Kuntjoro; Made Oka Adnyana
Analisis Kebijakan Pertanian Vol 10, No 1 (2012): Analisis Kebijakan Pertanian
Publisher : Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/akp.v10n1.2012.58-74

Abstract

Permintaan jagung terus meningkat untuk memenuhi berbagai kebutuhan, yaitu bahan baku industri pakan ternak, industri makanan dan konsumsi langsung. Seiring meningkatnya kebutuhan dan pentingnya peranan jagung, maka dukungan kebijakan terkait output dan input memiliki urgensi penting dalam rangka peningkatan produksi jagung nasional. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh perubahan harga output dan input terhadap penawaran output dan permintaan input jagung. Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) selama kurun waktu 1985-2009, harga jagung di Jawa Timur dan Jawa Barat cenderung meningkat, dan seiring dengan hal itu harga input usahatani jagung : benih, pupuk dan tenaga kerja juga meningkat, (2) penawaran jagung di Provinsi Jawa Timur dan Jawa Barat elastis terhadap perubahan harga sendiri, sedangkan terhadap perubahan harga benih, harga urea, harga TSP dan upah tenaga kerja adalah inelastis, (3) peningkatan harga pupuk tidak berpengaruh terhadap penawaran jagung, sedangkan peningkatan harga benih berpengaruh negatif terhadap penawaran jagung, dan (4) jika terjadi kombinasi kebijakan peningkatan harga jagung, harga pupuk dan harga benih maka penawaran jagung meningkat di kedua provinsi. Implikasi kebijakan dari penelitian ini adalah bahwa upaya untuk meningkatkan penawaran jagung dapat dilakukan dengan meningkatkan harga jagung.
Implikasi Kebijakan Harga Eceran Tertinggi Beras Terhadap Profitabilitas Usaha Tani Padi, Harga, Kualitas, serta Serapan Beras Benny Rachman; Adang Agustian; Arif Syaifudin
Analisis Kebijakan Pertanian Vol 17, No 1 (2019): Analisis Kebijakan Pertanian
Publisher : Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/akp.v17n1.2019.59-77

Abstract

In order to maintain the stability of rice price the government establishes rice ceiling price (RCP) policy based on rice quality and distribution areas. This policy was issued through the Minister of Trade Regulation No. 57/2017 in effect since 1 September 2017. This study aims to examine the impact of RCP policy on profitability of rice farming, rice prices in traditional and modern markets, shift in rice quality, and paddy and rice procurement by Perum Bulog. This study was conducted in three rice producing provinces, namely West Java, East Java and South Sulawesi. After implementation of RCP policy, profitability of rice farming increased, market prices for medium quality rose approaching the medium RCP, and premium rice price tended to decline but still stable close to RCP. Most rice sold in the markets shifted from medium to premium quality. Government rice procurement conducted by Bulog decreased significantly. Besides profit margins, lack of binding of broken grain criteria for medium and premium rice qualities and absence of certification regarding the differentiation of both qualities may affect rice quality shifting. It is suggested that RCP policy should implemented with clear and firm regulation on rice quality criteria. AbstrakBeras merupakan makanan pokok bagi sebagian besar penduduk Indonesia. Dalam upaya menjaga stabilitas harga beras, pemerintah menetapkan patokan harga eceran tertinggi (HET) berdasarkan jenis beras dan wilayah edarnya. Kebijakan ini ditetapkan melalui Permendag No. 57 tahun 2017 yang berlaku sejak 1 September 2017. Kajian ini bertujuan untuk mengkaji implikasi kebijakan penerapan HET beras tersebut terhadap profitabilitas usahatani padi, harga beras di pasar tradisional dan modern, pergeseran kualitas beras yang diperdagangkan, dan penyerapan gabah-beras petani oleh Perum Bulog Kajian dilaksanakan di tiga provinsi sentra beras, yaitu Jawa Barat, Jawa Timur dan Sulawesi Selatan. Kajian menggunakan pendekatan kuantitatif dan kualitatif. Hasil kajian menunjukkan bahwa profitabilitas usahatani padi meningkat setelah penetapan HET beras;  harga beras medium cenderung naik mendekati batas HET medium, sedangkan harga beras premium cenderung menurun namun masih stabil tinggi mendekati batas HET premium; kualitas beras yang diperdagangkan sebagian  bermigrasi dari beras medium ke premium; dan pengadaan gabah pemerintah oleh Bulog  serapan gabah-beras petani oleh Bulog mengalami penurunan. Selain margin keuntungan, longgarnya kriteria butir patah beras medium dan premium serta belum adanya sertifikasi mengenai pembedaan kualitas medium dan premium ditengarai menjadi faktor migrasi kualitas beras yang diperdagangkan. Disarankan penetapan HET perlu disertai dengan pengaturan yang lebih tegas mengenai kriteria kualitas beras medium dan premium. Selain itu, pemerintah untuk mengawasi  kepatuhan pedagang, perlu dilakukan  akreditasi terhadap beras premium kemasan yang beredar di pasar.
Efektivitas dan Perspektif Pelaksanaan Program Beras Sejahtera (Rastra) dan Bantuan Pangan Non-Tunai (BPNT) Benny Rachman; Adang Agustian; nFN Wahyudi
Analisis Kebijakan Pertanian Vol 16, No 1 (2018): Analisis Kebijakan Pertanian
Publisher : Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/akp.v16n1.2018.1-18

Abstract

Rice for the Poor (Rastra) and Non-Cash Food Assistance (BPNT) Programs are among the policy instruments for poverty alleviation. Rastra, formerly a subsidy policy, was partly transformed into assistance design through BPNT Program since 2017. This study aims to assess effectiveness of Rastra and BPNT in terms of 6R aspects, i.e. Right Target, Right Amount, Right Price, Right Time, Right Quality, and Right Administration. Primary data were collected from sample cities implementing these programs. This study used both quantitative and qualitative approaches. It is necessary to improve target beneficiaries, assistance receiving time, rice quality, and e-warong readiness. As instruments of poverty alleviation, Rastra and BPNT were implemented in an integrated manner based on the surplus and deficit areas. Subsidy design (Rastra) transformation into non-cash food assistance (BPNT) should be implemented gradually. Bulog needs to improve farmers’ rice purchase and to increase government’s rice reserve. AbstrakProgram Beras Sejahtera (Rastra) dan Bantuan Pangan Non-Tunai (BPNT) merupakan salah satu instrumen kebijakan penting dalam penanggulangan kemiskinan bagi masyarakat miskin berpenghasilan rendah. Sesuai arahan Presiden RI tentang bantuan sosial dan keuangan inklusif, maka sejak tahun 2017 Rastra yang merupakan kebijakan subsidi sebagian ditransformasi menjadi pola bantuan melalui Program BPNT. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji efektivitas pelaksanaan Rastra dan BPNT (aspek 6T: Tepat Sasaran, Tepat Jumlah, Tepat Harga, Tepat Waktu, Tepat Kualitas, dan Tepat Administrasi) dan merumuskan saran kebijakan perbaikan pelaksanaan Rastra dan BPNT. Cakupan kajian dan data yang digunakan adalah pada tingkat nasional dengan keterwakilan dari masing-masing kota pelaksana program. Metode kajian menggunakan analisis kuantitatif dan kualitatif. Pelaksanaan Rastra dan BPNT dipandang perlu dilakukan perbaikan dari sisi sasaran penerima, waktu penerimaan bantuan, kualitas beras, dan kesiapan e-warong di semua wilayah. Sebagai instrumen penanggulangan kemiskinan, Rastra dan BPNT dilaksanakan secara terpadu dengan mempertimbangkan wilayah surplus dan deficit. Proses transformasi pola subsidi (Rastra) menjadi pola bantuan pangan (BPNT) juga harus dilakukan secara bertahap sesuai kesiapan infrastrukturnya.  Selain itu mengingat kebijakan Rastra dan BPNT sangat terkait dengan peran dan kapasitas Bulog dalam melakukan serapan gabah-beras dari petani dan menjaga stabilisasi harga beras, maka pemerintah perlu meningkatkan Cadangan Beras Pemerintah.
Pengembangan Bioenergi di Sektor Pertanian: Potensi dan Kendala Pengembangan Bioenergi Berbahan Baku Ubi Kayu Adang Agustian
Analisis Kebijakan Pertanian Vol 13, No 1 (2015): Analisis Kebijakan Pertanian
Publisher : Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/akp.v13n1.2015.19-38

Abstract

EnglishAlong with the limited availability of fossil energy, it is necessary to look for other alternative energy sources. Cassava is one of the crops that can be processed into energy sources. This study uses data from the study in 2014. The an alysis results show that cassava farming is generally conducted in dry land. Cassava farming both in Lampung and Central Java is worth the effort. Technical constraints encountered consist ofdeclining soil fertility, land competition with other food crops, cropping patterns and low productivity. Socio - economic constraints include limited capital, fluctuating cassava price, high cost of farming, and lack of marketing. Development of bioethanol made from cassava is carried out by private companies in Central Java and Lampung is still limited. To produce ethanol from cassava, some obstacles encountered are technology for bioethanol production, continuity of raw materials, competition between food/tapioca and bioethanol processing, and cassava price is less comp etitive for bioethanol production. Policies for developing cassava raw materials to support bioethanol production are: (a) increased productivity, (b) planted area expansion, (c) sufficient production volume, and (d) institutional development and financing . Cassava production expansion may utilize those agricultural land of PT Perhutani/I nhutani (state - own forestry company), fallow land, and partnerships with the private sector.  IndonesiaEnergi merupakan salah satu kebutuhan dasar untuk menopang keberlangsungan hidup manusia. Seiring dengan makin terbatasnya ketersediaan energi dari fosil, maka perlu dicarikan sumber energi alternatif lain. Ubi kayu merupakan salah satu tanaman yang dapat diolah menjadi sumber energi. Kajian ini menggunakan data hasil kajian tahun 2014, data yang digunakan merupakan data primer dan sekunder. Analisis data dilakukan secara kuantitatif dan kualitatif. Hasil kajian menunjukkan bahwa usaha tani ubi kayu umumnya dilakukan di lahan kering tegalan. Usaha tani ubi kayu baik di Provinsi Lampung maupun Jawa Tengah cukup layak diusahakan. Kendala teknis yang dihadapi dapat berupa menurunnya kesuburan lahan, kompetisi lahan dengan tanaman pangan lain, pola tanam belum optimal, dan rendahnya produktivitas. Kendala sosial ekonomi dapat mencakup permodalan yang terbatas, harga ubi kayu yang sering fluktuasi, biaya usaha tani yang tinggi, dan pemasaran yang belum berjalan secara baik termasuk dengan sistem kemitraan. Pengembangan bioetanol berbahan baku ubi kayu masih terbatas dilakukan oleh perusahaan swasta baik di Jawa Tengah maupun Lampung. Untuk memproduksi bioetanol dari ubi kayu, terdapat beberapa kendala yang dihadapi antara lain: kontinuitas bahan baku, persaingan bahan baku antara penggunaan untuk pangan/tapioka dan sebagai bahan baku bioetanol, dan harga ubi kayu yang terus meningkat yang dirasakan menjadi kurang kompetitif untuk produksi bioetanol. Kebijakan dalam rangka pengembangan bahan baku ubi kayu untuk mendukung produksi bioetanol dapat ditempuh melalui peningkatan produktivitas, perluasan areal tanam, pengamanan produksi, dan pengembangan kelembagaan dan pembiayaan. Untuk penyediaan bahan baku bioetanol, usaha tani ubi kayu membutuhkan lahan yang luas. Perluasan pertanaman dapat diarahkan pada areal baru (perluasan), dan dengan memanfaatkan areal PT Perhutani/Inhutani, lahan tidur/terlantar, dan kemitraan dengan swasta. Hal penting lainnya dalam pengembangan bioenergi adalah komitmen pemerintah dan sinergi antarinstansi dalam kebijakan atau program bioenergi.
Alternatif Kebijakan Penyaluran Subsidi Pupuk Bagi Petani Pangan Achmad Suryana; Adang Agustian; Rangga Ditya Yofa
Analisis Kebijakan Pertanian Vol 14, No 1 (2016): Analisis Kebijakan Pertanian
Publisher : Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/akp.v14n1.2016.35-54

Abstract

Fertilizer is one of important production factors in food farming to gain high productivity. Efforts to manage procurement, distribution, and proper fertilizer application have been regulated, implemented, and controlled by the government. However, complaints related to fertilizer distribution problems still exist. This study aims to analyze national fertilizer performance, especially fertilizer policy for food sector, fertilizer industry, and farmer dynamics in formulating fertilizer needs and its application; and to formulate fertilizer policy alternatives that can increase fertilizer distribution efficiency and use of budget subsidy. Coverage and data of this study were at national level. Analytical methods of this study were both quantitative and qualitative descriptive approaches. The main finding of this study was a formulation of four policy alternatives pertaining distribution mean of direct fertilizer subsidy delivered to farmers. Implementation of these policy alternatives requires availability of accurate data on rice farmers, agricultural land ownership and use, and food farming system profile nationwide. In the short run, in order to increase distribution efficiency of subsidized fertilizer to farmers, it is recommended that some adjustments to the current fertilizer policy must be done on price of natural gas as raw material for Urea, level of subsidized price of fertilizers paid by farmers, document of definitive plan of fertilizer needs of farmer groups (RDKK), and function of fertilizer supervision commission at regional levels.  AbstrakPupuk merupakan salah satu faktor produksi penting dalam usaha tani pangan untuk memperoleh produktivitas tinggi. Upaya mengelola pengadaan, penyaluran, dan penggunaan pupuk telah diatur, dilaksanakan, dan diawasi pemerintah, namun keluhan terkait dengan permasalahan penyaluran pupuk bersubsidi masih saja terjadi. Pengkajian ini bertujuan untuk menganalis keragaan perpupukan nasional, terutama kebijakan penyaluran pupuk bersubsidi untuk subsektor pangan, industri pupuk nasional, dan dinamika petani dalam penyusunan kebutuhan serta pemanfaatan pupuk; dan merumuskan alternatif kebijakan perpupukan yang dapat meningkatkan efisiensi dalam penyaluran dan anggaran subsidi pupuk. Cakupan kajian dan data yang digunakan adalah pada tingkat nasional. Metode kajian menggunakan analisis kuantitatif dan deskriptif kualitatif. Hasil  utama kajian ini berupa formulasi empat alternatif kebijakan cara penyaluran anggaran subsidi pupuk langsung diberikan kepada petani. Implementasi alernatif kebijakan tersebut mempersyaratkan tersedianya data yang akurat tentang petani padi, penguasaan dan pengusahaan lahan pertanian, dan profil usaha tani pangan secara nasional. Dalam jangka pendek, untuk meningkatkan efisiensi penyaluran pupuk bersubsidi ke petani disarankan dilakukan beberapa penyesuaian atas kebijakan perpupukan saat ini, yaitu harga gas bumi sebagai bahan baku Urea, harga eceran tertinggi pupuk bersubsidi, dokumen rencana definitif kebutuhan kelompok (RDKK), dan fungsi komisi pengawasan pupuk di daerah.
PERAN DESA MANDIRI BENIH MENDUKUNG PERCEPATAN ADOPSI TEKNOLOGI VARIETAS UNGGUL BARU PADI Resty Puspa Perdana; nFn Sunarsih; Adang Agustian; Chairul Muslim; Dewa K S Sadra; Achmad Suryana
Forum penelitian Agro Ekonomi Vol 39, No 2 (2021): Forum penelitian Agro Ekonomi : In Press
Publisher : Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/fae.v39n2.2021.89-102

Abstract

Agricultural research and development agencies have produced several new improved rice varieties (NIRVs) over the past few years with various advantages to dealing with climate change and increasing rice production. However, until now, the adoption of NIRVs is still relatively low. This paper aims to determine the performance and problems of adopting NIRVs and recommend strategies for accelerating the adoption of NIRVs by increasing seed availability through the role of Seed Mandiri Village. This paper is the result of a review of several research results and relevant literature. Of the many NIRVs that have been released, until now, their distribution is still very limited. Most farmers still use improved rice varieties that have been released for a long time, such as Ciherang, Mekongga, and IR64. The low level of availability of NIRV seeds on a commercial scale is one of the inhibiting factors for the adoption and spread of NIRVs. Optimizing the role of the Seed Self-Reliant Village can increase the availability of NIRV seeds. Seed Self-Reliant Village in various regions can be encouraged to carry out sustainable breeding of NIRV seeds, especially for location-specific NIRV seeds. Thus, it is expected that these efforts will increase the adoption of NIRVs so that they can further have implications for increasing rice production and meeting national food needs.
Alternatif Kebijakan Penyaluran Subsidi Pupuk Bagi Petani Pangan Achmad Suryana; Adang Agustian; Rangga Ditya Yofa
Analisis Kebijakan Pertanian Vol 14, No 1 (2016): Analisis Kebijakan Pertanian
Publisher : Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (359.706 KB) | DOI: 10.21082/akp.v14n1.2016.35-54

Abstract

Fertilizer is one of important production factors in food farming to gain high productivity. Efforts to manage procurement, distribution, and proper fertilizer application have been regulated, implemented, and controlled by the government. However, complaints related to fertilizer distribution problems still exist. This study aims to analyze national fertilizer performance, especially fertilizer policy for food sector, fertilizer industry, and farmer dynamics in formulating fertilizer needs and its application; and to formulate fertilizer policy alternatives that can increase fertilizer distribution efficiency and use of budget subsidy. Coverage and data of this study were at national level. Analytical methods of this study were both quantitative and qualitative descriptive approaches. The main finding of this study was a formulation of four policy alternatives pertaining distribution mean of direct fertilizer subsidy delivered to farmers. Implementation of these policy alternatives requires availability of accurate data on rice farmers, agricultural land ownership and use, and food farming system profile nationwide. In the short run, in order to increase distribution efficiency of subsidized fertilizer to farmers, it is recommended that some adjustments to the current fertilizer policy must be done on price of natural gas as raw material for Urea, level of subsidized price of fertilizers paid by farmers, document of definitive plan of fertilizer needs of farmer groups (RDKK), and function of fertilizer supervision commission at regional levels.  AbstrakPupuk merupakan salah satu faktor produksi penting dalam usaha tani pangan untuk memperoleh produktivitas tinggi. Upaya mengelola pengadaan, penyaluran, dan penggunaan pupuk telah diatur, dilaksanakan, dan diawasi pemerintah, namun keluhan terkait dengan permasalahan penyaluran pupuk bersubsidi masih saja terjadi. Pengkajian ini bertujuan untuk menganalis keragaan perpupukan nasional, terutama kebijakan penyaluran pupuk bersubsidi untuk subsektor pangan, industri pupuk nasional, dan dinamika petani dalam penyusunan kebutuhan serta pemanfaatan pupuk; dan merumuskan alternatif kebijakan perpupukan yang dapat meningkatkan efisiensi dalam penyaluran dan anggaran subsidi pupuk. Cakupan kajian dan data yang digunakan adalah pada tingkat nasional. Metode kajian menggunakan analisis kuantitatif dan deskriptif kualitatif. Hasil  utama kajian ini berupa formulasi empat alternatif kebijakan cara penyaluran anggaran subsidi pupuk langsung diberikan kepada petani. Implementasi alernatif kebijakan tersebut mempersyaratkan tersedianya data yang akurat tentang petani padi, penguasaan dan pengusahaan lahan pertanian, dan profil usaha tani pangan secara nasional. Dalam jangka pendek, untuk meningkatkan efisiensi penyaluran pupuk bersubsidi ke petani disarankan dilakukan beberapa penyesuaian atas kebijakan perpupukan saat ini, yaitu harga gas bumi sebagai bahan baku Urea, harga eceran tertinggi pupuk bersubsidi, dokumen rencana definitif kebutuhan kelompok (RDKK), dan fungsi komisi pengawasan pupuk di daerah.
Analisis Daya Saing Usaha Tani Jagung di Indonesia Achmad Suryana; Adang Agustian
Analisis Kebijakan Pertanian Vol 12, No 2 (2014): Analisis Kebijakan Pertanian
Publisher : Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (177.36 KB) | DOI: 10.21082/akp.v12n2.2014.143-156

Abstract

Jagung merupakan sumber karbohidrat kedua setelah beras yang berperan dalam menunjang ketahanan pangan, kecukupan pasokan pakan ternak, dan bahkan akhir-akhir ini dijadikan sebagai bahan baku energi alternatif (biofuel). Pentingnya peran jagung dalam sistem pangan nasional tercermin dari kebijakan pemerintah saat ini yang menargetkan pencapaian swasembada jagung dalam tiga tahun atau pada tahun 2017. Untuk merumuskan kebijakan operasional pencapaian swasembada jagung yang akurat diperlukan berbagai informasi, di antaranya mengenai kinerja usahatani dan dayasaing komoditas ini. Kajian ini bertujuan untuk menganalisis tingkat profitabilitas usahatani, dayasaing, dan strategi peningkatan dayasaing usahatani jagung menggunakan Policy Analysis Matrix (PAM). Data utama yang digunakan adalah struktur ongkos usahatani 2011/2012 dari Badan Pusat Statistik. Hasil kajian menunjukkan bahwa usahatani jagung di Indonesia menguntungkan, dengan keuntungan finansial sekitar Rp6,7 juta/ha dengan R/C rasio sebesar 1,73; dan secara ekonomi keuntungannya mencapai Rp8,7 juta/ha dengan R/C rasio sebesar 1,90. Usahatani jagung secara nasional juga memiliki dayasaing kuat. Hal ini ditunjukkan oleh nilai koefisien DRCR dan PCR masing-masing sebesar 0,48, dan 0,54. Dengan demikian, usahatani jagung efisien secara ekonomi dan finansial atau memiliki keunggulan komparatif dan kompetitif. Informasi ini dapat dijadikan acuan dalam penyusunan kebijakan operasional bagi peningkatan produksi jagung untuk pemenuhan kebutuhan dalam negeri, bahkan untuk ekspor. Untuk mendorong peningkatan produksi jagung, selain kebijakan yang diarahkan untuk meningkatkan efisiensi dan dayasaing pada subsistem produksi, kebijakan perlu juga diarahkan untuk memperbaiki efisiensi dan keragaan pada subsistem agrbisnis lainnya.
Kebijakan Harga Output dan Input untuk Meningkatkan Produksi Jagung Adang Agustian; Sri Hartoyo; Kuntjoro Kuntjoro; Made Oka Adnyana
Analisis Kebijakan Pertanian Vol 10, No 1 (2012): Analisis Kebijakan Pertanian
Publisher : Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (305.006 KB) | DOI: 10.21082/akp.v10n1.2012.58-74

Abstract

Permintaan jagung terus meningkat untuk memenuhi berbagai kebutuhan, yaitu bahan baku industri pakan ternak, industri makanan dan konsumsi langsung. Seiring meningkatnya kebutuhan dan pentingnya peranan jagung, maka dukungan kebijakan terkait output dan input memiliki urgensi penting dalam rangka peningkatan produksi jagung nasional. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh perubahan harga output dan input terhadap penawaran output dan permintaan input jagung. Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) selama kurun waktu 1985-2009, harga jagung di Jawa Timur dan Jawa Barat cenderung meningkat, dan seiring dengan hal itu harga input usahatani jagung : benih, pupuk dan tenaga kerja juga meningkat, (2) penawaran jagung di Provinsi Jawa Timur dan Jawa Barat elastis terhadap perubahan harga sendiri, sedangkan terhadap perubahan harga benih, harga urea, harga TSP dan upah tenaga kerja adalah inelastis, (3) peningkatan harga pupuk tidak berpengaruh terhadap penawaran jagung, sedangkan peningkatan harga benih berpengaruh negatif terhadap penawaran jagung, dan (4) jika terjadi kombinasi kebijakan peningkatan harga jagung, harga pupuk dan harga benih maka penawaran jagung meningkat di kedua provinsi. Implikasi kebijakan dari penelitian ini adalah bahwa upaya untuk meningkatkan penawaran jagung dapat dilakukan dengan meningkatkan harga jagung.