Wahyuning K. Sejati
Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian

Published : 4 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 4 Documents
Search

Analisis Kelembagaan Rantai Pasok Telur Ayam Ras Peternakan Rakyat di Jawa Barat Wahyuning K. Sejati
Analisis Kebijakan Pertanian Vol 9, No 2 (2011): Analisis Kebijakan Pertanian
Publisher : Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/akp.v9n2.2011.183-198

Abstract

Dalam konteks pengembangan pasar komoditas dan peningkatan kesejahteraan peternak rakyat perlu dipahami secara baik karakteristik dan kelembagaan petani, pemasok, dan pasar. Tulisan ini bertujuan untuk menganalisis kelembagaan rantai pasok peternak-pemasok-pasar komoditas telur ayam ras yang meliputi: (1) identifikasi kelembagaan peternakan rakyat ayam ras petelur; (2) analisis kelembagaan rantai pasok komoditas telur; dan (3) antisipasi kelembagaan introduksi rantai pasok telur ayam ras peternakan rakyat. Cakupan kajian mempertimbangkan pola pengusahaan di tingkat peternakan rakyat, ragam agen rantai pasok, ragam pasar konvensional, ragam pasar modern, dan ragam konsumen lembaga. Analisis kelembagaan rantai pasok terhadap kedua jenis pasar yang dikaji dan dampak terhadap usaha peternakan difokuskan pada usahaternak rakyat yang dinilai strategis untuk dibina, dikembangkan, dan ditingkatkan kesejahteraannya. Hasil kajian menunjukkan bahwa pemasaran telur cenderung mengikuti mekanisme pasar. Faktor-faktor yang dinilai berpengaruh dan berdampak negatif pada kelembagaan peternakan rakyat berkaitan dengan pemasaran telur yaitu kurangnya akses ke pasar modern maupun konsumen lembaga, dan harga telur yang cenderung sangat fluktuatif akibat kurangnya informasi pasar. Pengembangan kelembagaan rantai pasok telur ayam ras membutuhkan fasilitasi kebijakan yang konsisten, bisa diperkirakan, transparan, jaminan keamanan usaha, kelancaran distribusi dan mobilitas barang antar daerah.
Kemandirian Pangan Berbasis Pengembangan Masyarakat: Pelajaran dari Program Pidra, SPFS, dan Desa Mapan di Nusa Tenggara Timur dan Jawa Barat nFN Saptana; Wahyuning K. Sejati; I Wayan Rusastra
Analisis Kebijakan Pertanian Vol 12, No 2 (2014): Analisis Kebijakan Pertanian
Publisher : Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/akp.v12n2.2014.119-141

Abstract

Tantangan untuk mewujudkan ketahanan pangan secara berkelanjutan dihadapkan pada tingginya pertumbuhan permintaan pangan, sedangkan pertumbuhan produksi atau penyediaannya lebih lambat. Makalah ini ditujukan untuk mengkaji kemandirian pangan berbasis masyarakat. Berdasarkan hasil kajian terhadap program ketahanan pangan dan penanggulangan kemiskinan berbasis masyarakat diperoleh beberapa temuan pokok sebagai berikut: (a) perluasan cakupan kegiatan usaha, yang tidak hanya sebatas aktivitas ekonomi usahatani primer, namun melakukan kegiatan nonfarm yang menghasilkan nilai ekonomi tinggi; (b) percepatan transformasi struktural ekonomi dari basis pertanian primer ke arah pengembangan agroindustri berbahan baku setempat; (c) fokus pembangunan pertanian dan agroindustri di perdesaan tanpa mengabaikan keterkaitannya dengan sektor nonpertanian di perkotaan; (d) melakukan percepatan integrasi ekonomi desa-kota; (e) pentingnya mendorong pertumbuhan ekonomi perdesaan, peningkatan kapasitas dan akses masyarakat desa terhadap kegiatan ekonomi produktif, pendekatan multisektoral melalui pemberdayaan berbasis komunitas; dan (f) sinergi dan harmonisasi BLT/Raskin/JPS dalam program ketahanan pangan. Eksistensi dan antisipasi program pengembangan kemandirian pangan berbasis masyarakat menunjukkan bahwa: (a) kerangka dasar program telah mengarah pada paradigma baru pengembangan masyarakat berbasis komunitas dan dalam masa transisi berbasis nilai tambah ekonomi; (b) peningkatan pembangunan kapasitas masyarakat lokal perlu dikomplementasi dengan akses terhadap sumber-sumber ekonomi secara lebih luas; (c) pemantapan pembangunan infrastruktur dan program lintas sektoral dilakukan secara terintegrasi dalam memacu pertumbuhan ekonomi perdesaan; dan (d) percepatan transformasi struktural dan integrasi ekonomi desa-kota. Implikasi kebijakan penting dalam program kemandirian pangan berbasis masyarakat harus dilakukan melalui pendekatan kelompok usaha, melalui proses sosial yang matang, dan adanya keterpaduan antar kegiatan usaha yang dikembangkan pada kelompok sasaran tersebut.
Analisis Kelembagaan Rantai Pasok Telur Ayam Ras Peternakan Rakyat di Jawa Barat Wahyuning K. Sejati
Analisis Kebijakan Pertanian Vol 9, No 2 (2011): Analisis Kebijakan Pertanian
Publisher : Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (342.132 KB) | DOI: 10.21082/akp.v9n2.2011.183-198

Abstract

Dalam konteks pengembangan pasar komoditas dan peningkatan kesejahteraan peternak rakyat perlu dipahami secara baik karakteristik dan kelembagaan petani, pemasok, dan pasar. Tulisan ini bertujuan untuk menganalisis kelembagaan rantai pasok peternak-pemasok-pasar komoditas telur ayam ras yang meliputi: (1) identifikasi kelembagaan peternakan rakyat ayam ras petelur; (2) analisis kelembagaan rantai pasok komoditas telur; dan (3) antisipasi kelembagaan introduksi rantai pasok telur ayam ras peternakan rakyat. Cakupan kajian mempertimbangkan pola pengusahaan di tingkat peternakan rakyat, ragam agen rantai pasok, ragam pasar konvensional, ragam pasar modern, dan ragam konsumen lembaga. Analisis kelembagaan rantai pasok terhadap kedua jenis pasar yang dikaji dan dampak terhadap usaha peternakan difokuskan pada usahaternak rakyat yang dinilai strategis untuk dibina, dikembangkan, dan ditingkatkan kesejahteraannya. Hasil kajian menunjukkan bahwa pemasaran telur cenderung mengikuti mekanisme pasar. Faktor-faktor yang dinilai berpengaruh dan berdampak negatif pada kelembagaan peternakan rakyat berkaitan dengan pemasaran telur yaitu kurangnya akses ke pasar modern maupun konsumen lembaga, dan harga telur yang cenderung sangat fluktuatif akibat kurangnya informasi pasar. Pengembangan kelembagaan rantai pasok telur ayam ras membutuhkan fasilitasi kebijakan yang konsisten, bisa diperkirakan, transparan, jaminan keamanan usaha, kelancaran distribusi dan mobilitas barang antar daerah.
Kemandirian Pangan Berbasis Pengembangan Masyarakat: Pelajaran dari Program Pidra, SPFS, dan Desa Mapan di Nusa Tenggara Timur dan Jawa Barat nFN Saptana; Wahyuning K. Sejati; I Wayan Rusastra
Analisis Kebijakan Pertanian Vol 12, No 2 (2014): Analisis Kebijakan Pertanian
Publisher : Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (228.545 KB) | DOI: 10.21082/akp.v12n2.2014.119-141

Abstract

Tantangan untuk mewujudkan ketahanan pangan secara berkelanjutan dihadapkan pada tingginya pertumbuhan permintaan pangan, sedangkan pertumbuhan produksi atau penyediaannya lebih lambat. Makalah ini ditujukan untuk mengkaji kemandirian pangan berbasis masyarakat. Berdasarkan hasil kajian terhadap program ketahanan pangan dan penanggulangan kemiskinan berbasis masyarakat diperoleh beberapa temuan pokok sebagai berikut: (a) perluasan cakupan kegiatan usaha, yang tidak hanya sebatas aktivitas ekonomi usahatani primer, namun melakukan kegiatan nonfarm yang menghasilkan nilai ekonomi tinggi; (b) percepatan transformasi struktural ekonomi dari basis pertanian primer ke arah pengembangan agroindustri berbahan baku setempat; (c) fokus pembangunan pertanian dan agroindustri di perdesaan tanpa mengabaikan keterkaitannya dengan sektor nonpertanian di perkotaan; (d) melakukan percepatan integrasi ekonomi desa-kota; (e) pentingnya mendorong pertumbuhan ekonomi perdesaan, peningkatan kapasitas dan akses masyarakat desa terhadap kegiatan ekonomi produktif, pendekatan multisektoral melalui pemberdayaan berbasis komunitas; dan (f) sinergi dan harmonisasi BLT/Raskin/JPS dalam program ketahanan pangan. Eksistensi dan antisipasi program pengembangan kemandirian pangan berbasis masyarakat menunjukkan bahwa: (a) kerangka dasar program telah mengarah pada paradigma baru pengembangan masyarakat berbasis komunitas dan dalam masa transisi berbasis nilai tambah ekonomi; (b) peningkatan pembangunan kapasitas masyarakat lokal perlu dikomplementasi dengan akses terhadap sumber-sumber ekonomi secara lebih luas; (c) pemantapan pembangunan infrastruktur dan program lintas sektoral dilakukan secara terintegrasi dalam memacu pertumbuhan ekonomi perdesaan; dan (d) percepatan transformasi struktural dan integrasi ekonomi desa-kota. Implikasi kebijakan penting dalam program kemandirian pangan berbasis masyarakat harus dilakukan melalui pendekatan kelompok usaha, melalui proses sosial yang matang, dan adanya keterpaduan antar kegiatan usaha yang dikembangkan pada kelompok sasaran tersebut.