Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search
Journal : Perspektif : Review Penelitian Tanaman Industri

Pasokan dan Permintaan Tanaman Obat Indonesia Serta Arah Penelitian dan Pengembangannya EKWASITA RINI PRIBADI
Perspektif Vol 8, No 1 (2009): Juni 2009
Publisher : Puslitbang Perkebunan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/p.v8n1.2009.%p

Abstract

ABSTRAKDi Indonesia, terdapat sekitar 31 jenis tanaman obat digunakan sebagai    bahan baku industri obat tradisional (jamu), industri non jamu, dan bumbu, serta untuk kebutuhan ekspor, dengan volume permintaan lebih dari 1.000 ton/tahun.  Pasokan bahan baku   tanaman   obat   tersebut   berasal   dari   hasil budidaya (18 jenis) dan penambangan (13 jenis).  Oleh karena itu, perlu usaha yang lebih intensif supaya pasokan bahan baku tanaman obat dapat terpenuhi, terutama tanaman obat yang masih ditambang dari habitat alaminya.  Berdasarkan data neraca pasokan dan permintaan, serta teknologi yang tersedia, arah kebijakan pengembangan dan penelitian tanaman obat  bagi menjadi 4 kelompok.  Pertama, untuk kelompok tanaman obat yang telah dibudidayakan dalam skala luas, seperti jahe, maka prioritasnya adalah penelitian untuk   pengendalian   penyakit layu  bakteri yang disebabkan oleh Raltsonia solanacearum.Untuk tanaman obat yang masih memungkinkan dikembangkan areal budidayanya, seperti temulawak (Curcuma xanthorrhiza) dan lempuyang wangi (Zingiiber aromaticum),   prioritasnya   adalah   penelitian   untuk menghasilkan varietas unggul dan teknologi budidaya untuk   meningkatkan   produksi   dan   bahan   aktif. Sedangkan  untuk  tanaman  obat  lainnya,  prioritas penelitian  ditujukan  pada  diversifikasi  vertikal  dan horizontal.    Kedua,  untuk  menunjang  kemandirian pasokan  tanaman  obat  budidaya  yang  diusahakan dalam skala sempit, seperti ketumbar, adas, dan cabe jawa,    prioritas  penelitian  adalah  penelitian  untuk mendapatkan  varietas  unggul  dan  teknik  budidaya Ketiga, untuk tanaman obat yang masih ditambang dari habitat alami dan permintaannya cukup besar, seperti beluntas, majakan, kunci pepet, seprantu, dan brotowali, maka prioritas penelitian diarahkan pada domestikasi,   benih   unggul,   cara   bercocok   tanam, pemupukan  dan  pengendalian hama  dan  penyakit. Keempat,  untuk  tanaman  obat  yang  sudah langka, seperti kedawung, pulasari, pulai, bidara putih, bidara laut, bangle, temu giring, dan joho keling, prioritas penelitiannya adalah penangkaran, penentuan kesesuaian lingkungan tumbuh dan teknologi budidaya.Kata kunci : Tanaman obat, pasokan, permintaan, pengembangan, penelitian ABSTRACTStatus of Supply and Demand of Indonesian Medicinal Crops and Their Research and Development PrioritiesThere are 31 medicinal crops of Indonesia that are demanded more than 1.000 tones/year for traditional medicine (jamu)  industry, spices and export.  Some of these crops (18 species) are cultivated  and the others (13 species) are harvested directly from their natural habitat, such as forest.  Therefore, the intensive effort to supply the demand of the raw material of medicinal plants is needed, especially the medicinal plants which were still harvested from their natural habitat. Based on the supply and demand data, as well as current available   cultivation   technologies,   research   and development strategy of medicinal crops in Indonesia can be grouped in 4 classifications.  First, for those medicinal crops which are used in large scale, such as ginger, the research priority is to find effective contro measure   of   bacterial   wilt   caused   by   Raltsonia solanacearum.    However,  for  those  which  can  be expanded, such as Curcuma xanthorrhiza (temulawak) and  Zingiiber  aromaticum (lempunyang  wangi),  the research  priority  should  be  focused  on  developing high-yielding varieties and cultivation technology for improving yield and lead compounds of the plants. For other crops within this group, diversification of secondary products need to be intensified.  Second, to sustain the supply of medicinal crops that grow in small-scale areas, such as coriander, fennel, and long pepper, research on crop improvement and cultivation technologies  must  be  intensified.  Third,  medicinal plants which are harvested directly from their natural habitat in large scale, such as Pluchea indica (beluntas), Querqus   lusitania (majakan),   Kaempferia   angustifolia (kunci   pepet),   Sindora   sumatrana (seprant)u,   and Tinospora tuberculata (brotowali), domestication of these crops should be carried out to fulfill the demand of raw materials, supported by studies on improving plant breeding and their cultivation technologies.  Finally, the endanger medicinal plants  such as Parkia roxburghii (kedawung,  Alyxia  reinwardti  (pulasari), Alstonia scholaris (pulai),  Merremia  mammosa (bidara  putih), Strychnos  lucida  (bidara  laut), Zingiber cassumunar (bangle), Curcuma heyneana (temu giring), and Terminalia arbereae (joho keling), the research priority is conservation,  finding  site-specific  location  for  their growth, and cultivation technology.Key words: Medicinal crops, supply, demand, research, development
Peluang Pemenuhan Kebutuhan Produk Mentha Spp. di Indonesia EKWASITA RINI PRIBADI
Perspektif Vol 9, No 2 (2010): Desember 2010
Publisher : Puslitbang Perkebunan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/p.v9n2.2010.%p

Abstract

ABSTRAK Mentha  spp.  termasuk  family  Labiatae.  Berdasarkan kandungan bahan aktif, aroma dan penggunaannya terdapat  beberapa  spesies  yang  bernilai  ekonomi tinggi. Tiga spesies diantaranya adalah Mentha arvensis penghasil mentol dan minyak mentha kasar/mentha Jepang,  Mentha piperita penghasil minyak peppermint atau true mint, dan Mentha spicata penghasil minyak spearmint,  dengan pangsa pasar dunia masing-masing 75 %, 18 % dan 7 %. Kebutuhan industri dari produk yang dihasilkan oleh Mentha spp. sangat besar, akan tetapi sampai saat ini Indonesia belum mampu untuk memenuhi  kebutuhan  tersebut.  Laju  impor  produk turunan   dari   Mentha   spp.   setiap   tahun   semakin meningkat, pada tahun 2006 nilai impor mencapai US $ 3,78 juta setara dengan Rp. 34,-milyar. M. arvensis dengan produk utama mentol paling besar permintaannya  untuk industri  dan  salah  satu jenis mentha  dengan  kesuaian lingkungan  tumbuh yang memungkinkan untuk di kembangkan di Indonesia. Rata-rata  volume  impor  mencapai 76,10  ton/tahun setara dengan 63 % total kebutuhan industri dalam negeri. Peluang pemenuhan kebutuhan dalam negeri dapat dilakukan dengan menurunkan biaya produksi sehingga   harga   produk   mentha   dalam   negeri kompetitif  dibandingkan  dengan  harga  impor  dan produk   sintetis   yaitu   dengan   mengoptimalkan produksi  terna,  minyak  dan  menthol  dari  koleksi M.arvensis  dengan  teknik  pemulian  inkonvensional melalui hibridisasi intra  dan interspesifik,   induksi mutagenesis   dan   peningkatan   variasi   somaklonal melalui  kultur  jaringan    varietas  Ryokubi  dengan potensi  hasil  terna  tinggi,  dengan  Tempaku  yang mempunyai kadar mentol tinggi serta Mear 0012 yang mempunyai kadar minyak tinggi disertai penggunaan pupuk tablet atau granul yang diberi pelapis pestisida nabati.             Teknologi    budidaya    ini    diharapkan meningkatkan produk mentol 43 %, dari semula 59,27 kg/ha menjadi 84,72 kg/ha. Dengan tingkat produk-tivitas  tersebut  dan  disertai  pengembangan  areal tanam seluas 898 ha, kebutuhan mentol untuk industri di  Indonesia  sebesar 76,10  ton/tahun  yang  semula diimpor   dapat   dipenuhi   sepenuhnya   dari   dalam negeri.Kata  kunci  :  Mentha  spp.,  peluang,  swasembada,Indonesia ABSTRACTOpportunity to Fulfil Mint Products in IndonesiaMentha spp. belongs to Labiatae family, Based on its active ingredients,  aroma  and  utilization,  there  are several high economical values of mint species. Three species  of  mint  such  as  Mentha  arvensis,  produces menthol oil and raw mint oil/Japanese mint, Mentha piperita produces peppermint oil or  true mint, and Mentha   spicata   produces   spearmint   oil,   which respectively share 75, 18, and 7% of the total world mint market. Since Indonesia is not able to fulfill the local need of mint oil, the country imports the oil accordingly, this in 2006 reached U.S. $ 3.78 millions equivalent to 34 billion rupiahs. M. Arvensis producing high  menthol  has  the  greatest  demand  for  local industry and as one of most suitable varieties cultivates in  Indonesia.  The  average  imported  mint  volume reaches 76.10 tons/year, equivalent to 63 % of the total need of domestic industries. Opportunities to fulfill this local need of mint may be achieved by reducing production costs, so that price of the domestic mint oil is competitive compared to imported mint or synthetic products. The strategy may be achieved by optimizing herb, oil and menthol productions via current breeding technique   i.e.   through   intra   and   inter-specific hybridization, mutagenesis induction and somaclonal variation through tissue culture of Ryokubi variety with high herb yield mint, with Tempaku, which has high menthol level and Mear 0012 containing high oil content,  complemented  with  cultivation  techniques using   tablet   or   granular   fertilizers   coated   with botanical pesticides. Those cultivation technologies are expected to increase 43 % of menthol production i.e. from 59.27 kg/ha to 84.72 kg/ha. This production level combined  with  expansion  of 898  hectares  of  mint plantation areas is expected able to fulfill the need of domestic industries amounted to 76.10 tones/year.Keywords  : Mentha spp., chance, fulfilments, Indonesia