. Sumanto
Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan

Published : 3 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search

URET PADA TANAMAN TEBU DAN PERKEMBANGAN TEKNOLOGI PENGENDALIANNYA DALAM MENDUKUNG PERTANIAN BERKELANJUTAN . Siswanto; . Sumanto; Deciyanto Soetopo
Perspektif Vol 15, No 2 (2016): Desember, 2016
Publisher : Puslitbang Perkebunan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/psp.v15n2.2016.110-123

Abstract

AbstrakUret atau lundi merupakan hama endemis di berbagai wilayah tebu di Indonesia, terutama pada lahan kering dengan kandungan tanah dominan berpasir. Akibat serangan uret pada pertanaman tebu sering menyebabkan kehilangan  hasil gula cukup besar, yakni mampu menurunkan hasil gula hingga 50 % per ha. Di Indonesia tercatat ada 30 spesies uret, dan empat genera di antaranya berpotensi sebagai hama tebu yaitu Lepidiota, Leucopholis, Phyllophaga dan Apogonia, dan spesies Lepidiota stigma paling dominan di berbagai wilayah pengembangan tebu yang menghadapi masalah uret. Hampir semua Negara produsen gula tebu mengalami kendala serangan uret dalam usahatani tebunya, tetapi genus dan spesies uret yang menyerang umumnya berbeda di setiap Negara.  Strategi pengendalian uret di berbagai negara, sebagaimana halnya pengendalian hama dan penyakit saat ini lebih mengarah pada keamanan lingkungan dan kesehatan, yakni mengusahakan seminim mungkin penggunaan insektisida kimiawi sintetis dengan memadukan berbagai teknik pengendalian yang efisien, efektif dan kompatibel. Karena itu berbagai kegiatan penelitian dan pengendalian uret difokuskan pada pengembangan varietas toleran, pemanfaatan musuh alami, tindakan kultur teknis, serta cara mekanis dan fisik, yang kompatibel satu sama lain melalui konsep Pengendalian Hama Terpadu (PHT).   Hasil penelitian penting terkait, antara lain:(1) Klon tebu toleran serangan uret di Indonesia PS862 dan Kenthung (khususnya L. stigma:), di Philipina klon CP29116,  di Thailand, varieties Uthong 3 dan K 88-92, (2) Entomophatogen serangga potensial pengendali uret: jamur Metharizium anisopliae, Beauveria bassiana, nematode Steinernema sp. Implementasi strategi pengendalian uret ramah lingkungan mendukung program pertanian berkelanjutan akan efektif bila diselaraskan dengan karakter biologi hama, sarana prasarana pengembangan perbenihan dan pengendali hayati, cukup memadainya pemahaman tentang pengendalian hama terpadu baik petani maupun para pengambil kebijakan terkait usaha tani tebu.Kata Kunci : Tebu, uret, pengendalian, pertanian berkelanjutanAbstract          White grubs are endemic pest in sugarcane plantation of Indonesia, mainly on the sandy loam dry land.  The pest attack would cause up to 50%  loss of yield  in a ha.  In Indonesia there are 30 species of grubs related to sugarcane plantation, while four of them dominantly are Lepidiota, Leucopholis, Phyllophaga dan Apogonia, but the species of Lepidiota stigma is the most dominant in the plantation which usually have severe  problem on grubs infestation. Most of sugarcane producing countries are undergone the grubs problem in their plantation though in different genus or species. In the decade, the grubs control to be developed in some countries are directing to friendly environment strategy supporting sustainable agricultural development, by minimizing the use of chemical insecticides.  Therefore research and development for the grubs control in Indonesia are also focusing on these strategy such as the development of tolerant varieties/klones,the use of natural enemies, cultivation methods, as well as mechanize and physical control methodes. Research results showed (1) PS862 and Kenthung klones are tolerant to L. stigma, (2) Entomophatogenic agents such as Metharizium anisopliae, Beauveria bassiana, Steinernema sp. To implement the strategy of friendly environment control supporting sustainable agricultural program would be effective by understanding the biological character of grubs, development infrastructure for superior seeds and biological control agents, empowering farmer and policy makers concerning  sugarcane plantation.Keyword: Sugarcane, whitegrubs, control strategy, sustainable agriculture
PERTANIAN BIOINDUSTRI : Dari Biomasa untuk Pertanian Sampai Keperluan Bioavtur/Jet-Fuel Pesawat Udara . SUMANTO; Bambang Prastowo
Perspektif Vol 15, No 2 (2016): Desember, 2016
Publisher : Puslitbang Perkebunan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/psp.v15n2.2016.146-156

Abstract

ABSTRAKPertanian Indonesia memiliki karakter pertanian tropika yang secara alami merupakan kawasan dengan efektivitas dan produktivitas tertinggi di dalam pemanenan dan transformasi energi matahari. Pertanian selama ini memang berperan sebagai penghasil maupun pengguna biomasa, baik untuk pupuk, pakan dan bioenergi termasuk untuk mekanisasi sistem pertaniannya. Pemanfaatan sumber daya hayati di pertanian semakin mengarahkan agar pertanian  cerdas dengan memanfaatkan biomasa sedemikian rupa sehingga siklus produksi dan pengembalian biomasa ke lahan pertanian tetap berlangsung. Di lain pihak pertanian semakin dituntut untuk mendukung sektor lain termasuk energi baik untuk pertanian itu sendiri maupun untuk transportasi seperti bioavtur untuk pesawat terbang. Semakin sentralnya peranan biomasa pertanian ini telah mendorong para peneliti mengembangkan risetnya, selain menghasilkan tanaman yang mampu memproduksi hasil utama (grain, gabah, butiran jagung dan sejenis lainnya), juga mulai membuat skenario agar tanaman juga menghasilkan biomasa dengan jumlah yang banyak dan fungsionil. Tanaman padi tidak lagi diharapkan hanya memproduksi gabah dengan jumlah yang banyak, tetapi juga menghasilkan jerami yang lebih banyak dengan kandungan lignin yang rendah serta jerami yang mudah terfermentasi untuk pakan, mempermudah pemisahan lignin sehingga akhirnya mempermudah pembuatan etanol dari jerami padi menggunakan teknologi biofuel generasi dua. Di dunia saat bahkan sedang berlangsung riset-riset dan pengujian serta pemanfaatan biomasa pertanian untuk menghasilkan bioavtur atau jet-fuel. Teknologinya sudah ada dan telah dicoba di mana salahsatunya adalah teknnologi HEFA-SPK (Hydroprocessed Esters and Fatty Acids- Synthesis Paraffin Kerosene). Uji terbang juga sudah dilakukan beberapa kali oleh beberapa perusahaan penerbangan, dan hasilnya sangat memuaskan. Konsekuensinya, pertanian tidak lagi hanya menghasilkan produk primer konvensionil (pangan, pakan dan sejenisnya) tetapi juga harus memposisikan diri untuk menjadi sumber bioenergi dan produk-bio lainnya. Dengan kata lain pertanian ke depan harus menjadi pertanian bioindustri, baik untuk memenuhi keperluan pertanian sendiri maupun untuk memenuhi kebutuhan sektor industri lainnya.Kata kunci : biomasa, bioenergi, bioavtur, bioindustri, biofuel generasi dua, mekanisasi pertanian ABSTRACTIndonesian agriculture naturally is tropical agriculture with the highest effectiveness in harvesting of solar energy. Agricultural is also a producer and user of biomass, both for fertilizer, feed and bioenergy including bioenergy for mechanization of agricultural systems. Use of biological resources in agriculture increasingly directed to be smart agriculture by utilizing biomass so that the biomass production cycle in agricultural land is continuing. On the other hand, agriculture increasingly required to support other sectors including energy both for agriculture itself and transportation sector such as bioavtur for airplanes. Increasingly the important role of agricultural biomass has prompted researchers to develop research program, besides improving plant productivity, also began to create grand-scenarios so that plants also can produce biomass in large numbers and functional. Rice plants are no longer expected to only produce large numbers of grain, but also enable to produce more straw with low lignin content, as well as producing an easy-fermented hay for animal feeding, easily separating lignin and cellulose, and easily producing bioethanol from rice straw using a second generation biofuel technologies. Ongoing research, testing and utilization of agricultural biomass to produce bioavtur or jet fuel is now to be one of the top priority in the world. The technology already exists and has been tried, and one of them is Hefa-SPK technology (Hydroprocessed Esters and Fatty Acids- Synthesis Paraffin Kerosene). Flight test has also been carried out several times by several airlines, and the results are very satisfactory. Consequently, agriculture is no longer merely produce primary products (food, feed) but must be repositioning to be a source of bioenergy and also a producer of other bio-products. In other words, in the future, agriculture must be developed to be bioindustry agriculture, both to meet the needs of the farm itself and to meet the needs of other industrial sectors.Key words : biomass, bioenergy, bioindustry, second generation biofuel,                                    agricultural mechanization
PERTANIAN BIOINDUSTRI : Dari Biomasa untuk Pertanian Sampai Keperluan Bioavtur/Jet-Fuel Pesawat Udara . SUMANTO; Bambang Prastowo
Perspektif Vol 15, No 2 (2016): Desember, 2016
Publisher : Puslitbang Perkebunan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (24321.536 KB) | DOI: 10.21082/psp.v15n2.2016.146-156

Abstract

ABSTRAKPertanian Indonesia memiliki karakter pertanian tropika yang secara alami merupakan kawasan dengan efektivitas dan produktivitas tertinggi di dalam pemanenan dan transformasi energi matahari. Pertanian selama ini memang berperan sebagai penghasil maupun pengguna biomasa, baik untuk pupuk, pakan dan bioenergi termasuk untuk mekanisasi sistem pertaniannya. Pemanfaatan sumber daya hayati di pertanian semakin mengarahkan agar pertanian  cerdas dengan memanfaatkan biomasa sedemikian rupa sehingga siklus produksi dan pengembalian biomasa ke lahan pertanian tetap berlangsung. Di lain pihak pertanian semakin dituntut untuk mendukung sektor lain termasuk energi baik untuk pertanian itu sendiri maupun untuk transportasi seperti bioavtur untuk pesawat terbang. Semakin sentralnya peranan biomasa pertanian ini telah mendorong para peneliti mengembangkan risetnya, selain menghasilkan tanaman yang mampu memproduksi hasil utama (grain, gabah, butiran jagung dan sejenis lainnya), juga mulai membuat skenario agar tanaman juga menghasilkan biomasa dengan jumlah yang banyak dan fungsionil. Tanaman padi tidak lagi diharapkan hanya memproduksi gabah dengan jumlah yang banyak, tetapi juga menghasilkan jerami yang lebih banyak dengan kandungan lignin yang rendah serta jerami yang mudah terfermentasi untuk pakan, mempermudah pemisahan lignin sehingga akhirnya mempermudah pembuatan etanol dari jerami padi menggunakan teknologi biofuel generasi dua. Di dunia saat bahkan sedang berlangsung riset-riset dan pengujian serta pemanfaatan biomasa pertanian untuk menghasilkan bioavtur atau jet-fuel. Teknologinya sudah ada dan telah dicoba di mana salahsatunya adalah teknnologi HEFA-SPK (Hydroprocessed Esters and Fatty Acids- Synthesis Paraffin Kerosene). Uji terbang juga sudah dilakukan beberapa kali oleh beberapa perusahaan penerbangan, dan hasilnya sangat memuaskan. Konsekuensinya, pertanian tidak lagi hanya menghasilkan produk primer konvensionil (pangan, pakan dan sejenisnya) tetapi juga harus memposisikan diri untuk menjadi sumber bioenergi dan produk-bio lainnya. Dengan kata lain pertanian ke depan harus menjadi pertanian bioindustri, baik untuk memenuhi keperluan pertanian sendiri maupun untuk memenuhi kebutuhan sektor industri lainnya.Kata kunci : biomasa, bioenergi, bioavtur, bioindustri, biofuel generasi dua, mekanisasi pertanian ABSTRACTIndonesian agriculture naturally is tropical agriculture with the highest effectiveness in harvesting of solar energy. Agricultural is also a producer and user of biomass, both for fertilizer, feed and bioenergy including bioenergy for mechanization of agricultural systems. Use of biological resources in agriculture increasingly directed to be smart agriculture by utilizing biomass so that the biomass production cycle in agricultural land is continuing. On the other hand, agriculture increasingly required to support other sectors including energy both for agriculture itself and transportation sector such as bioavtur for airplanes. Increasingly the important role of agricultural biomass has prompted researchers to develop research program, besides improving plant productivity, also began to create grand-scenarios so that plants also can produce biomass in large numbers and functional. Rice plants are no longer expected to only produce large numbers of grain, but also enable to produce more straw with low lignin content, as well as producing an easy-fermented hay for animal feeding, easily separating lignin and cellulose, and easily producing bioethanol from rice straw using a second generation biofuel technologies. Ongoing research, testing and utilization of agricultural biomass to produce bioavtur or jet fuel is now to be one of the top priority in the world. The technology already exists and has been tried, and one of them is Hefa-SPK technology (Hydroprocessed Esters and Fatty Acids- Synthesis Paraffin Kerosene). Flight test has also been carried out several times by several airlines, and the results are very satisfactory. Consequently, agriculture is no longer merely produce primary products (food, feed) but must be repositioning to be a source of bioenergy and also a producer of other bio-products. In other words, in the future, agriculture must be developed to be bioindustry agriculture, both to meet the needs of the farm itself and to meet the needs of other industrial sectors.Key words : biomass, bioenergy, bioindustry, second generation biofuel,                                    agricultural mechanization