Claim Missing Document
Check
Articles

Found 5 Documents
Search

KAJIAN YURIDIS PENDAFTARAN PISANG MAS KIRANA SEBAGAI PRODUK INDIKASI GEOGRAFIS KABUPATEN LUMAJANG Muhammad Rezka Eki Prabowo; Nuzulia Kumala Sari; Emi Zulaika
Syntax Idea Vol 2 No 9 (2020): Syntax Idea
Publisher : Ridwan Institute

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.46799/syntax-idea.v2i9.416

Abstract

Indikasi Geografis merupakan bagian Hak Kekayaan Intelektual yang mengatur mengenai sebuah tanda yang dikaitkan dan digunakan pada suatu produk atau barang yang dipengaruhi oleh faktor geografis dari suatu daerah tempat asalnya. Dengan adanyaxIndikasi Geografis dapat memberikan Hak Privilege serta menambah perekonomian bagi suatu daerah. Indonesia adalah negara yang kaya akan produk unggulannya salah satunya adalah Kabupaten Lumajang yang merupakan salah satu penghasil pisang, pisang yang paling terkenal adalah Pisang Mas Kirana Lumajang yang dimana pisang tersebut dihasilkan dari Kabupaten Lumajang memiliki rasa yang manis dan kulit pisang yang cerah sehingga banyak peminat dari jenis pisang tersebut. Maka dari itu demi meningkatkan perekonomian dan eksistensi produk dari suatu daerah perlu dilakukannya Pendaftaran Indikasi Geografis melalui Direktorat Jenderal HKI. Tujuan penelitian dalam hal ini meliputi tujuan umum guna melengkapi dan memenuhi tugas sebagaimana persyaratkan yang bersifat akademis guna meraih gelar Sarjana Hukum pada program studi Ilmu Hukum yang diselenggarakan oleh Fakultas Hukum Universitas Jember. Tipe penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah Berdasarkan penjelasan diatas, penulisan ini menggunakan penelitian yuridis normatif yang mana penelitian ini dilakukan untuk mengkaji berbagai aturan hukum seperti undang-undang, serta literature yang berisi konsep-konsep teoritis yang kemudian dihubungkan dengan permasalahan yang akan dibahas dalam proposal penelitian ini.
SISTEM PENDATAAN KEBUDAYAAN TERPADU ALTERNATIF PERLINDUNGAN HUKUM EKSPRESI BUDAYA TRADISONAL Nuzulia Kumala Sari; Dinda Agnis Mawardah
Jurnal Legislasi Indonesia Vol 18, No 3 (2021): Jurnal Legislasi Indonesia - September 2021
Publisher : Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undang, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.54629/jli.v18i3.823

Abstract

Abstract       Indonesia as a country that has customs, habits and cultural diversity with characteristics in each region. Cultural diversity itself is clearly seen in the geographical, ethnic, socio-cultural, religious and belief aspects. Traditional Cultural Expressions are one source of communal intellectual property containing the characteristics of traditional heritage produced, developed, and maintained by indigenous communities. Traditional Cultural Expressions become an attraction for commercial use so that it becomes one of the reasons for the need for legal protection of Traditional Cultural Expressions through the Integrated Cultural Data Collection System. The type of research in this paper uses normative juridical by examining various legal rules such as laws and literature containing theoretical concepts which are then linked and discussed in this paper. AbstrakIndonesia sebagai salah satu negara yang memiliki adat istiadat, kebiasaan serta keberagaman budaya dengan ciri khas di setiap daerahnya. Keberagaman budaya itu sendiri terlihat jelas pada aspek-aspek geografis, etnis, sosio cultural, agama dan kepercayaan. Ekspresi Budaya Tradisonal merupakan salah satu sumber dari kekayaan intelektual komunal yang mengandung karakteristik warisan tradisional yang dihasilkan, dikembangkan, dan dipelihara oleh komunitas masyarakat adat. Ekspresi Budaya Tradisional menjadi daya tarik untuk dimanfaatkan secara komersial sehingga menjadi salah satu alasan perlunya perlindungan hukum terhadap Ekspresi Budaya Tradisional melalui Sistem Pendataan Kebudayaan Terpadu. Tipe penelitian dalam penulisan ini menggunakan yuridis normatif dengan mengkaji berbagai aturan hukum seperti undang-undang dan literature yang berisi konsep-konsep teoritis yang kemudian dihubungkan dan dibahas dalam penulisan ini.  
KAJIAN YURIDIS PENDAFTARAN PISANG MAS KIRANA SEBAGAI PRODUK INDIKASI GEOGRAFIS KABUPATEN LUMAJANG Muhammad Rezka Eki Prabowo; Nuzulia Kumala Sari; Emi Zulaika
Syntax Idea Vol 2 No 9 (2020): Syntax Idea
Publisher : Ridwan Institute

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.46799/syntax-idea.v2i9.416

Abstract

Indikasi Geografis merupakan bagian Hak Kekayaan Intelektual yang mengatur mengenai sebuah tanda yang dikaitkan dan digunakan pada suatu produk atau barang yang dipengaruhi oleh faktor geografis dari suatu daerah tempat asalnya. Dengan adanyaxIndikasi Geografis dapat memberikan Hak Privilege serta menambah perekonomian bagi suatu daerah. Indonesia adalah negara yang kaya akan produk unggulannya salah satunya adalah Kabupaten Lumajang yang merupakan salah satu penghasil pisang, pisang yang paling terkenal adalah Pisang Mas Kirana Lumajang yang dimana pisang tersebut dihasilkan dari Kabupaten Lumajang memiliki rasa yang manis dan kulit pisang yang cerah sehingga banyak peminat dari jenis pisang tersebut. Maka dari itu demi meningkatkan perekonomian dan eksistensi produk dari suatu daerah perlu dilakukannya Pendaftaran Indikasi Geografis melalui Direktorat Jenderal HKI. Tujuan penelitian dalam hal ini meliputi tujuan umum guna melengkapi dan memenuhi tugas sebagaimana persyaratkan yang bersifat akademis guna meraih gelar Sarjana Hukum pada program studi Ilmu Hukum yang diselenggarakan oleh Fakultas Hukum Universitas Jember. Tipe penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah Berdasarkan penjelasan diatas, penulisan ini menggunakan penelitian yuridis normatif yang mana penelitian ini dilakukan untuk mengkaji berbagai aturan hukum seperti undang-undang, serta literature yang berisi konsep-konsep teoritis yang kemudian dihubungkan dengan permasalahan yang akan dibahas dalam proposal penelitian ini.
The Development of International Law on Agricultural Biotechnology A’an Efendi; Dyah Ochtorina Susanti; Nuzulia Kumala Sari
Kertha Patrika Vol 44 No 2 (2022)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Udayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24843/KP.2022.v44.i02.p.01

Abstract

The agricultural biotechnology laws and regulations are sectoral and are spread out in various separate laws and regulations. This pattern has implications for overlapping content and difficulties in law enforcement. Another weakness is that agricultural biotechnology laws and rules do not comprehensively contain international legal principles that have been agreed globally to protect public health and the environment from the risks of using agricultural biotechnology. This study sets out three formulations of the problem: (1) why the renewal of legislation on agricultural biotechnology must be based on international law?; (2) what are the principles of international law as a source of renewal of legislation on agricultural biotechnology?; and (3) how is the implementation of international legal principles in agricultural biotechnology legislation? In this research using the type of normative legal research with a statute legal approach and a conceptual approach, three answers were obtained. First, international law is material for updating agricultural biotechnology legislation because of its strong influence on developing national law both now and in the future. Second, the principle of international law as a source of renewal of agricultural biotechnology legislation includes the principle of state sovereignty, the principle of prevention, the principle of prudence, the principle of polluters paying, the principle of cooperation, the principle of equal responsibility with different obligations, the principle of sustainable development, and the principle of participation public. Third, the implementation of the principles of international law is not carried out comprehensively but sporadically and is placed in the chapter on the principles, objectives, and scope of the law in question, not formulated in the form of a norm that has the legal force to be implemented.
Optimalisasi Pengelolaan Paten Melalui Lokapasar: Formulasi Pengaturan Paten Dalam Bentuk NFT di Indonesia Zaki Priambudi; Sendy Pratama Firdaus; Natasha Intania Sabila; Nuzulia Kumala Sari
Jurnal Ilmiah Kebijakan Hukum Vol 17, No 2 (2023): July Edition
Publisher : Law and Human Rights Research and Development Agency

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30641/kebijakan.2023.V17.165-182

Abstract

This research seeks to examine a Patent regulation in the form of a Non-Fungible Token (NFT-Patent) in Indonesia. The implementation of NFT-Patent is intended to overcome the problems of patent management in Indonesia, such as the long and expensive bureaucratic process of patent, the absence of an integrated patent commercialization ecosystem, and the existence of a legal vacuum regarding the valuation mechanism of a patent. This research aims to answer a formulation of the problem related to how the model of NFT-Patent regulation through the online marketplace in Indonesia. The analysis of the problem formulation will start by comparing Non-Fungible Token (NFT) regulations in Indonesia with other countries, followed by conceptualizing the transfer of ownership rights from NFT-Patent carried out through an online marketplace, then end by formulating the regulation of the NFT-Patent online marketplace in the statutory regulations in Indonesia. By combining doctrinal research methods and reform-oriented research, this study found that based on Indonesia’s positive law, NFT is categorized as a crypto commodity which is an object of tax and BKP. On the contrary, the United States sees NFT as conventional IPR in digital form for tax purposes. NFT-Patent is categorized as an intangible movable object whose transaction is considered valid as long as it meets the provisions of Article 1320 of the Civil Code and Article 46 paragraph (2) of the Government Regulation Number 71 of 2019 concerning the Implementation of Electronic Systems. In its implementation, a transition process is carried out with several stages. The transition stages are regulated in the Regulation of the Minister of Law and Human Rights with the Directorate General of Intellectual Property as the manager. If most of the transition process has been running, the government needs to update the 2016 Patent Law by implementing the Separation Principle by separating the purpose of using inventions into 3, namely consumption, production, and innovation. Ultimately, this research recommends the government to regulate NFT specifically, synergize with blockchain-based Patent ecosystem development companies and encourage collaboration between universities and industrial companies in developing Patents.