Prof. Dr. Adwani, M.Hum
Dosen Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala

Published : 20 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 20 Documents
Search

Pemenuhan Pelayanan Kesehatan dan Konsumsi Bagi Narapidana di Lapas dan Rutan Riyan Firmansyah; Faisal A.Rani; Adwani Adwani
Jurnal Magister Hukum Udayana (Udayana Master Law Journal) Vol 8 No 3 (2019)
Publisher : University of Udayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (252.541 KB) | DOI: 10.24843/JMHU.2019.v08.i03.p10

Abstract

Article 14 of the penal law regulates prisoners' rights, namely Health Service Rights and consumption in prisons and detention centers. The Correctional Law provides legal certainty for the obligation to provide optimal service so the aim of related serve achieved. Health and consumption services in Class II A Banda Aceh Lapas and Class II B Jantho Detention Centers shortage and ineligible. It’s Health Service Rights and consumes inmate’s centers. Indeed, the writer observed that health consumptions served at prison class II A Banda Aceh that inmates at class II B Jantho Inefficiency. This study aims to describe the fulfillment of basic rights in health services and consume Its influence and efforts them. Types of legal research and empirical juridical approaches or sociological. The data analysis technique used in this research is qualitative. It’s used so that the writer tends under study. Based on observed, the writer knows that health served and consumption inefficient constitutes in facilities health boosted. Its still inadequate, indicated by claims about food and nutrition, Its Overcapacity, facilities and infrastructure, limited budgets, the substance of the rules the relationship between legal structures is inadequate, Efforts to increase claim internally and externally in the form of socialization, fighting for the budget through the legislature, optimally implementing inmates rules, then health serve and food proper. UU pemasyarakatan pasal 14 salah satu nya mengatur tentang hak-hak narapidana yaitu Hak Pelayanan Kesehatan dan konsumsi di Lapas dan Rutan. Ada nya pasal 14 UU Pemasyarakatan tersebut memberikan kepastian hukum terhadap kewajiban memberikan pelayanan se optimal mungkin agar tujuan pemasyarakatan tercapai. Pada kenyataannya pelayanan kesehatan dan konsumsi yang penulis teliti baik di Lapas Klas II A Banda Aceh maupun Rutan Klas II B Jantho masih kurang memadai dan belum memenuhi standar yang ditetapkan. Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan dan menganalisis pemenuhan hak-hak dasar narapidana atas pelayanan kesehatan dan konsumsi, faktor-faktor yang mempengaruhinya, dan upaya peningkatan pemenuhannya. Jenis penelitian hukum dan pendekatan yuridis empiris, atau penelitian hukum sosiologis. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini ialah data kualitatif, metode kualitatif ini digunakan agar penulis dapat mengerti dan memahami gejala yang diteliti. Berdasarkan hasil penelitian penulis diketahui bahwa pelayanan kesehatan dan konsumsi di Lapas masih belum efektif, terlihat dari sarana dan prasarana penunjang pelayanan kesehatan, frekuensi kunjungan tenaga kesehatan, dan anggaran yang tersedia. Konsumsi yang disajikan bagi narapidana masih kurang layak, terindikasi dari keluhan tentang makanan serta gizi yang kurang seimbang, kebersihan kurang diperhatikan. Faktor-Faktor yang mempengaruhi nya antara lain: Berupa over kapasitas di Lapas dan Rutan, sarana dan prasarana, anggaran yang terbatas, substansi aturan antara hubungan struktur hukum belum memadai, Upaya Peningkatan Pemenuhan nya secara internal maupun eksternal berupa sosialisasi, memperjuangkan anggaran melalui legislatif, dan optimal menjalankan aturan untuk pelayanan hak narapidana, baik pelayanan kesehatan dan makanan yang layak.
Penanggulangan Penangkapan Ikan secara Ilegal di Perairan Provinsi Aceh Adwani Adwani
Jurnal Media Hukum Vol 25, No 2, December 2018
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.18196/jmh.2018.0109.137-149

Abstract

Countermeasure against illegal fishing in Aceh water territory has not yet run effectively as expected in accordance with the Law Number 45 of 2009 on Fisheries. This research aims to identify the policies of the local government relating to the countermeasure of illegal missing the mentioned territory. Data were collected through library research on reliable sources such as books, journals and other scholary works. In addition, field works foe collecting primary data have also been conducted through interview with relevant informen and respondents. It is found that the local government has shown necessary efforts in preventing and combating illegal fishing by issuing regulation concerning fishery issues and making coordination with relevant parties the Navy, Office of Maritime Affairs and Panglima Laot. Nevertheless, more efforts are needed including the issuance of the more specific regulation on illegal fishing which can address the case of illegal fissing by foreign fishing vessels. This is important since the existing regulation can only deal with the case of illegal fishing carried out by local fishermen with regards to illegal fishing gear and fishing permits.
Tinjauan Yuridis Terhadap Penggunaan Hak Veto Amerika Serikat Sebagai Anggota Tetap Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa Teuku Zulman Sangga Buana; Adwani Adwani
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Bidang Hukum Kenegaraan Vol 2, No 3: Agustus 2018
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Hak veto merupakan hak istimewa yang dimiliki oleh setiap anggota tetap Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa, akan tetapi hak veto tidak disebutkan secara jelas di dalam Piagam PBB. Amerika Serikat sebagai anggota tetap Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa sering sekali menggunakan hak vetonya untuk menolak rancangan resolusi-resolusi DK PBB terhadap konflik Israel-Palestina. Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan pengaturan hak veto anggota tetap Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa dalam hukum internasional. Selain itu, juga untuk menjelaskan akibat hukum dari penggunaan hak veto Amerika Serikat sebagai anggota tetap Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa dalam konflik Israel-Palestina. Penelitian ini adalah penelitian hukum normatif, dengan pendekatan kepustakaan, dengan mempelajari literatur ketentuan-ketentuan hukum internasional, konsep-konsep pemikiran para ahli yang dimuat dalam buku, jurnal, karya tulis ilmiah yang berkenaan dengan penelitian ini dan media internet serta bahan kepustakaan lainnya. Penelitian ini menunjukkan bahwa dalam hukum internasional pengaturan hak veto anggota tetap Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa terdapat di dalam Piagam PBB, yaitu berdasarkan penafsiran terhadap Pasal 27 ayat (1), ayat (2) danayat (3) Piagam PBB. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa penggunaan hak veto oleh Amerika Serikat sebagai anggota tetap Dewan Keamanan PBB menyebabkan rancangan resolusi-resolusi DK PBB terhadap konflik Israel-Palestina hanya menjadi draf yang tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat, sehingga tidak dapat dilaksanakan. Diharapkan adanya hak veto bagi anggota tetap Dewan Keamanan PBB untuk ditinjau kembali dan agar mengutamakan pertimbangan hukum daripada pertimbangan politik dalam penyelesaian konflik Israel-Palestina karena dalam Piagam PBB dinyatakan bahwa hukum internasional harus dijadikan landasan dalam upaya memelihara perdamaian dan keamanan internasional.
TINDAKAN INTERVENSI KEMANUSIAAN MELALUI AKSI R2P (RESPONSIBILITY TO PROTECT) Zakia Nahrisyah Faisal; Adwani Adwani
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Bidang Hukum Kenegaraan Vol 5, No 3: Agustus 2021
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

 Abstrak  -Tujuan penulisan jurnal ini adalah untuk menjelaskan pelaksanaan pembayaran PBB P-2 dikecamatan kuta alam  Kota Banda  Aceh telah  sesuai dengan  UU  yang  berlaku, penyebab subjek pajak  belum    melakukan pembayaran  PBB-P2  dan  upaya  yang  dilakukan  oleh  pemerintah  Kota  Banda  Aceh  agar    tercapainya  target pembayaran  PBB-P2  yang  direncanakan.  Berdasarkan  hasil  penelitian  diketehaui  bahwa  proses  pembayaran PBB-P2  adalah  dengan  cara  melakukan  pendaftaran  objek  PBB-P2  terlebih  dahulu  oleh  subjek  pajak  dengan melewati  proses  pendataan  namun  masih  ada  subjek  pajak  yang  tidak  melakukan  pendaftaran  PBB-P2, penetapan  yang  dilakukan  pada  pihak  bagian  PBB-P2  di  Kecamatan  Kuta  Alam  dan  penetapan  serta pembebanan PBB-P2 serta pembayaran PBB-P2, faktor tidak dilakukannya pembayaran PBB-P2 adalah faktor eksternal  yaitu  tidak  efektifnya  pemberian  sanksi,  sarana  dan  prasarana,  kurangnya  kualitas  SDM  dan  faktor internal  berasal dari kurangnya pengetahuan  masyarakat dan kesadaran diri para wajib pajak serta upaya  yang dilakukan oleh BPKK Banda Aceh dalam mengatasi melakukan sosialisasi ke masyarakat  secara langsung dan melalui media online serta media cetak terutama ketika menjelang jatuh tempo dan menerbitkan surat himbauan kepada  wajib  pajak  atau  Surat  Tagihan  Pajak  (STP)  kepada  para  wajib  pajak  untuk  melakukan  pembayaran objek  PBB-P2.  Saran  kepada  pihak  BPKK  Banda  Aceh  memberikan  sanksi  administrasi  kepada  subjek  pajak dan Melakukan evaluasi dan inovasi terhadap pelaksanaan pembayaran pajak PBB-P2, saran kepada wajib pajak adalah  untuk  memulai  memahami  tentang  pentingnya  pembayaran  PBB-P2  dan  menimbulkan  kesadaran  diri akan pentingnya membayar PBB-P2.Kata Kunci :pelaksanaan, pajak bumi dan bangunan perkotaan dan perdesaan, target perpajakan. 
Tanggung Jawab Negara Terhadap Penggunaan Bom Tandan (Cluster Bombs) Dalam Konflik Bersenjata Menurut Hukum Internasional (Tinjauan Kasus Laos) Cut Liza Zulaini; Adwani Adwani
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Bidang Hukum Kenegaraan Vol 2, No 2: Mei 2018
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pertanggungjawaban Amerika Serikat terhadap penggunaan bom cluster dan bentuk tanggung jawab yang diberikan terkait penggunaan bom cluster. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan penelitian Kepustakaan, yaitu dengan mempelajari serta menganalisa konvensi, peraturan perundang-undangan, buku teks, surat kabar, tulisan ilmiah yang termuat dalam berbagai jurnal, dan literatur-literatur yang relevan dengan artikel ini. Hasil penelitian menunjukan bahwa penggunaan bom cluster yang digunakan pada saat konflik Laos adalah senjata yang dilarang penggunaannya. Amerika telah melanggar perjanjian internasional dan kebiasaan hukum humaniter internasional, maka dalam hal ini telah melahirkan suatu pertanggungjawaban bagi negara Amerika Serikat. Amerika Serikat bertanggung jawab untuk memberikan ganti kerugian kepada Laos atas perbuatannya tersebut. Bentuk pertanggungjawaban yang telah diberikan oleh Amerika hanya mencakup compensation dan satisfaction, sedangkan tanggung jawab secara restitusi tidak lah efektik di implementasikan oleh Amerika Serikat  terhadap Laos, sehingga jika dilihat dari tanggungjawab yang diberikan Amerika Serikat belum sepenuhnya tercapai. Disarankan dalam rangka pemenuhan tanggung jawab atas tindakan penggunaan bom cluster semestinya Amerika Serikat meratifikasi Konvensi on Cluster Munition sehingga tanggung jawab yang diberikan dapat sepenuhnya tercapai sehingga Amerika tidak bertanggung jawab sebatas moral obligation. selanjutnya Amerika menyelesaikan pemberian remedi restitusi, kompensasi, dan satisfaction secara efektif dan efisien.
Perjanjian Pinjam Nama Perusahaan dalam Pelaksanaan Lelang Pengadaan Jasa Konstruksi Pemerintah Provinsi Aceh Muhammad Isra; Ilyas; Adwani
AT-TASYRI': JURNAL ILMIAH PRODI MUAMALAH Vol. 10, No. 1 (Juni 2018)
Publisher : Prodi Hukum Ekonomi Syariah STAIN Teungku Dirundeng Meulaboh

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (539.266 KB)

Abstract

Article 87 paragraph (3) of Presidential Regulation No. 54/2010 concerning Procurement of Goods / Services, “providers of goods / services are prohibited from dealing with side jobs with subcontracts to other parties, except for part of the main work to the provider of specialist goods / services” the name of the company is still done. This research shall explain the responsibility of the company of individual construction service provider / business entity borrower nameof the company can not perform the work according to Presidential Regulation 54 Year 2010, rights and obligations of individual / business entity joining independent business, due to law of service provider company and individual / the borrower’s name if the work is not carried out accordingly, and the factors that cause the individual / business entity. The results indicate the responsibility of the company that is designated as a provider of construction services based on the work contract, the occupation of occupation in accordance with the employment contract by the borrower of the name of the company is the responsibility of the company that is run. Rights and obligations of Individuals / Business Entities that lease the name of the company providing construction services on the power of attorney. The legal consequences of a service provider company that is unable to carry out contracted work, termination letter, blacklist for 2 (two) years, due to law experienced by an individual / business entity in accordance with the employment agreement and power of attorney is to replace any losses that arise. Causes - factors causing it. There is no complete administrative requirements and penalties.
Perbandingan Kinerja Badan Permusyawaratan Desa (Bpd) Di Desa Bukit Mas Kecamatan Besitang Kabupaten Langkat Dengan Tuha Peut Di Gampong Baet Kecamatan Baitussalam Kabupaten Aceh Besar Dalam Penyelenggaraan Pemilihan Kepala Desa Fachrunnisa Hassibuan; Prof. Adwani, SH., M.Hum Prof. Adwani, SH., M.Hum
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial & Ilmu Politik Vol 3, No 3 (2018): Agustus 2018
Publisher : Jurnal Ilmiah Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial & Ilmu Politik

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (407.077 KB)

Abstract

 ABSTRACTSetiap daerah memiliki lembaga legislatif yang bernama BPD (Badan  Permusyawaratan Desa). Namun tidak dengan di Aceh,  daerah Aceh sendiri memiliki lembaga legislatif gampong yaitu Tuha Peut. Perbedaan ini lah yang menjadi latar belaakang penelitian ini. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tugas, fungsi, wewenang, hak dan kewajiban BPD di Desa Bukit Mas Kecamatan Besitang Kabupaten Langkat dan Tuha Peut di Gampong Baet Kecamatan Baitussalam Aceh Besar, serta untuk mengetahui perbandingan kinerja antara BPD dengan Tuha Peut dalam pemilihan kepala desa. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini melalui pendekatan kualitatif dengan jenis penelitian deskriptif. Teknik pemilihan informan yang digunakan adalah teknik purposive sampling. Alat pengumpulan data pada penelitian ini berupa wawancara terstruktur dan dokumentasi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tugas, fungsi, wewenang, kewajiban dan hak BPD adalah menampung aspirasi masyarakat, menetapkan peraturan desa, mengawasi peraturan desa, membahas rancangan peraturan desa bersama kepala desa, melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan peraturan desa dan peraturan kepala desa, mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian kepala desa, membentuk panitia pemilihan kepala desa, menggali, menampung, menghimpun, merumuskan dan menyalurkan aspirasi masyarakat dan menyusun tata tertib BPD serta mendapatkan tunjangan dari anggaran pendapatan dan belanja desa. Sedangkan tugas, fungsi, wewenang, kewajiban dan hak Tuha Peut adalah menyusun peraturan gampong, menyusun anggaran pendapatan dan belanja gampong bersama keuchik, memberikan persetujuan kerjasama antar gampong atau dengan pihak ketiga, memberikan saran dan pertimbangan kepada keuchik, melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan peraturan dan keputusan keuchik, menampung dan menindaklanjuti aspirasi masyarakat, memberikan persetujuan terhadap pembentukan, pergabungan dan penghapusan gampong, memberikan persetujuan tertulis mengenai penetapan perangkat gampong, meningkatkan pelaksanaan syari’at islam dan adat dalam masyarakat setempat, memelihara kelestarian adat istiadat, kebiasaan – kebiasaan masyarakat dan budaya setempat yang memiliki asas manfaat dan mendapatkan tunjangan anggaran sesuai kemampuan pemerintahan desa. Perbedaan peran terjadi jika dilihat dari segi tekhnis, penerapan fungsi BPD di Desa Bukit Mas Kecamatan Besitang Kabupaten Langkat lebih aktif dan terorganisir dibandingkan denga Tuha Peut di Gampong Baet Kecamatan Baitussalam Kabupaten Aceh Besar. Namun jika dilihat secara sosial dan budaya, kedudukan Tuha Peut lebih dikenal seluruh masyarakat gampong di Gampong Baet Kecamatan Baitussalam Kabupaten Aceh Besar dibandingkan dengan kedudukan BPD di mata masyarakat Desa Bukit Mas Kecamatan Besitang Kabupaten Langkat.Kata kunci: badan permusyawaratan desa, tuha peut, pemilihan kepala desa.  ABSTRACT Each region has a legislative body which called BPD (Council of Regional Deliberation) but not with Aceh. This area it self has a local legislative institution named Tuha Peut. This distinction is the background of this research. The purpose of this research is to know the duty of BPD in Desa Bukit Mas, Besitang, Langkat and Tuha Peut in Gampong Baet, Baitussalam, Aceh Besar, and to know the comparison of role between BPD and Tuha Peut in headman election. The research methods that used in this research through the qualitative approach to the type of descriptive study. The techniques of selecting informant used is purposive sampling technique. The tool of data collection in this study is an structured interview and documentation. The results of this study indicate that BPD and Tuha Peut have nearly equal duties, functions, powers, duties and rights of BPD is accommodating society’s aspires, establish local rules and supervising locals, discussing rules arrangements with headman, implementing control towards its implementation, proposing its assignation and termination, forming its committee, investigating, containing, accumulating, formalizing, giving people aspirations, compiling the order of BPD, and also getting allowance from budget revenue and local expenses. On the other hand, Tuha Peut is drawing up the local rules, compiling budget revenue and local expenses with headman, providing coorperation aggrement between local and third party, throwing suggestion and consideration, supervising towards implementation of regulations and decisions, accommodating and following up their aspirations, giving an approval to the establishment, merging and abolishing hutment, offering a written agreement regarding the determination of local device, improving the implementation of Islamic and Syari’ah in the local community, maintaining the preservation of customs, local community and cultural habits that have the principle of benefits and get budget allowances according to their ability. The difference occurs when viewed from the technical side, the application of BPD function in Desa Bukit Mas Besitang Langkat more active and organized compared with Tuha Peut in Gampong Baet, Baitussalam, Aceh Besar. Nevertheless, if we see socially and culturally, the position of Tuha Peut is better known to the entire locals in Gampong Baet, Baitussalam, Aceh Besar. Compared to the position of BPD in the eyes of Desa Bukit Mas, Besitang, Langkat.  Key Words: council of regional deliberation, tuha peut, headman election.
Kebijakan Bupati Aceh Tamiang Sesuai SK No 541 Tahun 2016 Tentang Izin Lingkungan (Studi Kasus : Masuknya Kawasan Ekosistem Leuser (KEL) Dalam Area Penambangan Batu Gamping PT Tripa Semen Aceh (TSA) Di Desa Kaloy Kecamatan Tamiang Hulu Kabupaten Aceh Tamiang) Diah Utari; Prof. Dr. Adwani, M.Hum
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial & Ilmu Politik Vol 4, No 2 (2019): Mei 2019
Publisher : Jurnal Ilmiah Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial & Ilmu Politik

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (23.795 KB)

Abstract

Abstrak Bahasa Indonesia : Kebijakan Bupati Aceh Tamiang Sesuai SK NO 541 Tahun 2016 Tentang Izin Lingkungan (Studi Kasus : Masuknya Kawasan Ekosistem Leuser (KEL) Dalam Area Penambangan Batu Gamping PT Tripa Semen Aceh (TSA) di Desa Kaloy Kecamatan Tamiang Hulu Kabupaten Aceh Tamiang)SK No 541 Tahun 2016 merupakan kebijakan yang dikeluarkan oleh Bupati Aceh Tamiang tentang izin lingkungan pada rencana kegiatan industri semen kapasitas produksi 10.000 ton/hari klinker yang berada di Kampung Kaloy Kabupaten Aceh Tamiang kepada perusahaan PT Tripa Semen Aceh. Terdapat hampir 2.549,2 Ha luas kawasan yang dikuasai. Akan tetapi, terdapat hampir 2.199,8 Ha kawasan eksplorasi masuk dalam Kawasan Ekosistem Leuser (KEL).Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kebijakan Bupati Aceh Tamiang yang dikeluarkan sesuai SK No 541 Tahun 2016 dapat dikeluarkan kepada PT Tripa Semen Aceh (TSA) sedangkan status penambangannya masuk ke dalam Kawasan Ekosistem Leuser (KEL) dan untuk mengetahui upaya penyelesaian yang telah dilakukan Bupati Aceh Tamiang sesuai SK No 541 Tahun 2016. Adapun dalam penelitian ini menggunakan dua teori yaitu kebijakan publik dan kelompok kepentingan sebagai alat untuk menganalisis serta menjawab permasalahan penelitian. Dalam penelitian ini menggunakan metode kualitatif yang bersifat deskriptif sebagai pendekatan penelitian. Dan teknik pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara mendalam (in-dept interview) dan kajian kepustakaan. Hasil dari penelitian ini bahwa keberadaan Kawasan Ekosistem Leuser (KEL) pada area rencana kegiatan industri semen PT Tripa Semen Aceh berada dalam kawasan yang dimaksud. Hampir terdapat 2.199,8 Ha lahan yang merupakan kawasan KEL,yang terbagi dalam tiga blok komoditas utama yaitu komoditas pasir kuarsa sebanyak ±351 Ha berada di KEL, komoditas clay/tanah liat sebanyak ±290,2 Ha berada di KEL, dan komoditas batu gamping sebanyak  ± 1.813 Ha. Dan upaya yang dilakukan dalam menyelesaikan Kebijakan Bupati Aceh Tamiang sesuai SK No 541 Tahun 2016 yang telah bermasalah, dan menimbulkan polemik maka dilakukannya perubahan atau adendum kebijakan.Abstrak Bahasa Inggris : Aceh Tamiang Regent Policy According to SK NO 541 of 2016 concerning Environmental Permits (Case Study: Entry of Leuser Ecosystem Area (KEL) in PT Tripa Semen Aceh (TSA) Limestone Mining Area in Kaloy Village, Tamiang Hulu District, Aceh Tamiang District)Decree No. 541 of the year 2016 is a policy issued by the Governors of Aceh Tamiang on environmental permits on plans the activities of the cement industry production capacity of 10,000 tons/day clinker residing in Kampung Aceh Tamiang Regency Kaloy to company PT Tripa Cement Aceh. There are almost 2,549.2 Ha area controlled. However, there are almost 2,199.8 Ha area of exploration entry in the Leuser ecosystem (ex.). This research aims to know the policy of the Regent of Aceh Tamiang issued according SK No 541 Year 2016 can be issued to PT Tripa Cement Aceh (TSA) whereas the status of the penambangannya entered into the Leuser ecosystem (ex.) and to the attempt has been made Regent of Aceh Tamiang according SK No. 541 of the year 2016. But in this study used two theories, namely public policy and interest groups as a tool to analyze and answer the research problem. In this study uses qualitative methods is descriptive research approach as. And data collection techniques used are in-depth interviews (in-dept interview) and the study of librarianship. The results from this research that the existence of the Leuser ecosystem (ex.) in the area of industrial activities PT cement plans to save Cement Aceh is in the region in question. Almost there are 2,199.8 Ha land area consists in EX. three blocks of main commodities commodity sand quartz ± 351 Ha was in EX., commodities clay/clay ± 290.2 Ha are in KEL, and commodities limestone ± 1,813 Ha. And efforts are being made in resolving the Aceh Tamiang Regency Regent Policy according SK No 541 Year 2016 which have been problematic, and raises the polemic then doing changes or adendum policy.
AKIBAT PEMUTUSAN HUBUNGAN DIPLOMATIK TERHADAP PERJANJIAN MULTILATERAL PARA PIHAK Adwani Adwani
Jurnal Hukum Samudra Keadilan Vol 10 No 2 (2015)
Publisher : Fakultas Hukum, Universitas Samudra

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (557.719 KB)

Abstract

Negara-negara dalam mewujudkan kepentingan-kepentingan nasional, salah satunya dapat dilakukan melalui hubungan-hubungan internasional. Hubungan tersebut umumnya dibangun melalui suatu perjanjian internasional, baik bilateral maupun multilateral yang mengikat para pihak dari perjanjian tersebut. Penulisan ini dimaksudkan untuk mengetahui akibat yang terjadi dari pemutusan hubungan diplomatik terhadap perjanjian multilateral bagi para pihak dalam perjanjian. Hasilnya bahwa pemutusan hubungan diplomatik tidak mengurangi keterikatan para pihak yang memutuskan hubungan diplomatik untuk melaksanakan kewajiban dari perjanjian multilateral tersebut, hanya saja dapat ditangguhkan untuk sementara waktu karena terjadinya perubahan mendasar di negara pendukung kewajiban internasional tersebut. Perjanjian multilateral bukan saja berlaku bagi negara pesertanya, akan tetapi berlaku juga bagi negara bukan peserta perjanjian tersebut.
PERLINDUNGAN SUMBER DAYA PERIKANAN LAUT SEBAGAI BENTUK TANGGUNG JAWAB PEMERINTAH DAERAH DI PERAIRAN LAUT WILAYAH PROVINSI ACEH ADWANI ADWANI
Jurnal Media Hukum Vol 18, No 2 (2011)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.18196/jmh.v18i2.15500

Abstract

The Article 12 Paragraph (1) of The Law of the Republic of Indonesia No. 31 of 2004 on Fisheries states that any person is prohibited from doing acts that lead to pollution and / or damage fish resources and / or the environment in fisheries management area of the Republic of Indonesia. According to the provision, the fishery resource must be protected. However, the protection given has not run properly. This study aims at explaining about the protection of marine fisheries resources in the Aceh region, the impacts of illegal fishing and the efforts to solve the problems. Library and field research was done to obtain the data of this research. The results showed that the protection done by Aceh Government is based on national regulations and local rules although there are no specific rules, the government authority of Aceh is only 12 nautical miles, the use of Rumpon and Langge can trigger conflict between fishermen, the destruction of small fish dead, and the use of trawl. The consequences are the destruction of coral reefs, the potential conflicts between fishermen, the destruction of small fish, the depletion of fish biodiversity, and the declining income of fishermen. The efforts taken are to prioritize the regulation of fisheries issues comprehensively and improve the supervision. It is recommended that local governments make special regulations in order to protect fish resources, fishermen, and enhance better coordination.