Claim Missing Document
Check
Articles

Found 4 Documents
Search

POTENSI BAHAYA DEBU SILIKA TERHADAP KESEHATAN PANDAI BESI DESA MEKARMAJU KABUPATEN BANDUNG Rinda Andhita Regia; Katharina Oginawati
Jurnal Dampak Vol 14, No 2 (2017)
Publisher : Universitas Andalas

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.25077/dampak.14.2.73-80.2017

Abstract

Mekarmaju Village in Bandung Regency is a place of the greatest blacksmith that still exist in West Java. Their activity using the grinding tool causes dust formation in work area. Silica is the chemical element in dust with the second highest grade after Fe and it is classified in Group 1 substances as carcinogenic to humans. Blacksmith are very potentially have lung disease due to frequent of crystalline silica exposure through inhalation, not using personal protective equipment like masks and the condition of knife and agricultural equipment workshop that are not supported by adequate ventilation. The purpose of this research is to analyze the potencial hazard of crystalline silica exposure to the health of blacksmith in Mekarmaju village. This research was done with an exposed group of 30 people. Respirable crystalline silica analysis was done by the X-ray Diffraction (XRD) method based on MDHS 101 in 2005. The results showed the average of crystalline silica concentration for 8 hours was 0.2147 mg/m3 where 16 people exceeded SE 01/MEN/1997, 27 people exceeded the TLV-TWA ACGIH and 6 people exceeded the PEL OSHA. Average of Chronic Daily Intake (CDI) value was 0.0140 mg/kg.day. Based on threshold value in PER.13/MEN/X/2011, there were 6 people have Hazard Index (HI) value more than 1 which means that their daily activity in work area will endanger the health of lungs.Keywords: Mekarmaju village, hazard index, concentration, crystalline silica, blacksmithABSTRAKDesa Mekarmaju di Kabupaten Bandung merupakan tempat pandai besi terbesar yang masih ada di Jawa Barat. Kegiatan menggunakan gerinda menyebabkan terbentuknya debu pada area kerja. Silika merupakan unsur kimia pada debu dengan kadar tertinggi kedua setelah Fe dan silika diklasifikasikan sebagai Grup 1 yaitu karsinogenik bagi manusia. Pekerja pandai besi sangat berpotensi mengidap penyakit paru-paru karena seringnya terpapar kristal silika melalui inhalasi, tidak menggunakan alat pelindung diri berupa masker dan kondisi lingkungan kerja yang tidak didukung oleh ventilasi yang memadai. Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis potensi bahaya kristal silika terhadap kesehatan pandai besi di Desa Mekarmaju. Jumlah responden yang terlibat dalam penelitian ini sebanyak 30 orang. Analisis kristal silika terinhalasi dilakukan dengan metode X-ray Diffraction (XRD) berdasarkan MDHS 101 tahun 2005. Hasil penelitian menunjukkan konsentrasi kristal silika rata-rata selama 8 jam kerja adalah 0,2147 mg/m3. Dari 30 orang responden, 16 orang melebihi NAB SE 01/MEN/1997, 27 orang melebihi TLV-TWA ACGIH, dan 6 orang melebihi PEL OSHA. Chronic Daily Intake (CDI) kristal silika rata-rata sebesar 0,0140 mg/kg.hari. Berdasarkan NAB kristal silika PER.13/MEN/X/2011, terdapat 6 orang memiliki nilai Hazard Index (HI) lebih besar dari 1 yang berarti pekerjaan yang dilakukan oleh 6 orang tersebut termasuk pekerjaan yang membahayakan kesehatan paru-paru.Kata kunci: Desa Mekarmaju, hazard index, konsentrasi, kristal silika, pandai besi
Analisis Paparan Fume Pengelasan Pada Pengelas Di Divisi Kendaraan Khusus PT. X Farid Alfalaki Hamid; Katharina Oginawati
SIMETRIS Vol 14 No 2 (2020): SIMETRIS
Publisher : Sekolah Tinggi Teknologi Ronggolawe Cepu

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.51901/simetris.v14i2.125

Abstract

Penelitian mengenai paparan fume pengelasan pada pengelas di Divisi Kendaraan Khusus PT. X telah dilakukan. Penggunaan mesin Gas Metal Arc Welding (GMAW) semakin luas di kawasan industri sehingga dampak kesehatan yang ditimbulkan fume pengelasan harus menjadi perhatian. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui nilai paparan yang diterima pengelas. Kelompok non-pengelas merupakan pekerja di bagian administrasi digunakan sebagai pembanding. Teknik pengumpulan data menggunakan personal sampling pump terkalibrasi yang telah dipasang filter Mixed Cellulose Ester (MCE). Metode Gravimetri digunakan untuk menghitung konsentrasi partikulat terespirasi dan Indeks Bahaya (HI) digunakan untuk mengetahui bahaya dari proses pengelasan. Rata-rata konsentrasi partikulat terespirasi pada pengelas sebesar 7.913,94 μg/m3, sedangkan pada non-pengelas 219,91 μg/m3. Indeks Bahaya (HI) kelompok pengelas sebesar 9,45 sedangkan pada kelompok non-pengelas 0,51. Untuk itu, perlu dilakukan tindakan pencegahan untuk mengurangi bahaya fume pengelasan. Kata kunci: Fume pengelasan; GMAW; Indeks bahaya; Metode gravimetri
Analisis Potensi Ledakan dan Kebakaran Primary Reformer sebagai Unit Proses Produksi Amonia di PT. X Resti Ayu Lestari; Katharina Oginawati
Jurnal Rekayasa Kimia & Lingkungan Vol 11, No 2 (2016): Jurnal Rekayasa Kimia & Lingkungan
Publisher : Chemical Engineering Department, Syiah Kuala University, Banda Aceh, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (893.758 KB) | DOI: 10.23955/rkl.v11i2.5049

Abstract

Peningkatan industri pupuk di dunia berimplikasi pada peningkatan jumlah industri amonia. Amonia memegang peranan penting pada proses produksi pupuk dalam hal penyediaan nitrogen. Proses pembuatan amonia melibatkan bahan baku berupa gas alam yang bersifat flammable dengan temperatur dan tekanan yang tinggi dalam setiap tahapan prosesnya. Primary reformer merupakan salah satu peralatan proses dalam produksi amonia dengan temperatur dan tekanan paling tinggi serta paling berisiko mengalami kegagalan yang dapat mengakibatkan terjadinya kebakaran/ledakan. Primary reformer berperan sebagai salah satu tahapan pemurnian gas alam dengan hasil berupa karbon monoksida. Identifikasi bahaya pada unit primary reformer dilakukan dengan menggunakan metode Fault Tree Analysis (FTA). Hasil analisis FTA menghasilkan bahwa sumber bahaya dari ledakan primary reformer dapat ditinjau dari faktor teknis dan faktor non teknis. Faktor non teknis menyumbang 74% dari penyebab terjadinya ledakan/kebakaran pada primary reformer. Hasil analisis risiko ledakan/kebakaran pada primary reformer dilakukan dengan menggunakan Dow’s Fire and Explosion Index  dengan hasil radius area dampak adalah 51 meter. Nilai kerugian finansial mencapai US$ 23.640.285 dengan kerugian hari kerja minimal adalah 138 hari. Perangkat lunak Arial Location of Hazardous Atmospheres menghasilkan radius ledakan dengan dampak terkecil yaitu dapat memecahkan kaca jendela/pintu (0,5 psi) adalah 73 m dari primary reformer. Radius ledakan dengan kekuatan ledakan 1 psi (meruntuhkan rumah/perkantoran) adalah 48 m dari primary reformer.
Relationship between Lead Exposure and Genotoxic Effect in Paint Industry Workers Intan Nur’azizah Rahman; Katharina Oginawati; Yuyun Ismawati; Sonia Buftheim; Dwi Aris Agung Nugrahaningsih
Devotion : Journal of Research and Community Service Vol. 4 No. 7 (2023): Devotion: Journal of Research and Community Service
Publisher : Green Publisher Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.59188/devotion.v4i7.517

Abstract

Lead-based paint is a main source of lead exposure to paint industry workers and causes an imbalance of Reactive Oxygen Species (ROS) and antioxidants, causing a genotoxic effect. Pb in the blood (PbB) level and DNA damage are frequently used as exposure and effect biomarker of lead. The purpose of this study to determine the relationship between PbB level and DNA damage due to occupational lead exposure in paint industry workers. The research design uses a cross-sectional epidemiological study involving 52 workers from three paint manufacturers in Indonesia. Blood samples were taken for PbB analysis using ICP-MS, while DNA damage was analyzed using the Comet Assay method. The PbB average obtained was 4.36±1.60 µg.dL-1, where 17 workers (32.69%) exceeded the safe limit value of PbB (5 µg.dL-1). Meanwhile, the influential factors of PbB are the working period and alcohol consumption (p=0.029). The level of DNA damage was represented as Tail DNA (%), and the average was 9.62±0.19 %. All respondents in this study were categorized as under low damage (Class 2). There was no significant relationship between PbB and Tail DNA (%) and has a negative correlation (p=0.878; r=-0.022). The study concludes that there was no difference in Tail DNA (%) between PbB ≥ 5 µg.dL-1 and PbB < 5 µg.dL-1 (p=0.876). It means that lead exposure in this finding has not reached a level that can significantly cause DNA damage. However, it is necessary to monitor PbB levels in workers to minimize genotoxic or other effects.