Claim Missing Document
Check
Articles

Found 10 Documents
Search

Penerapan Teknologi Informasi Pada Sistem Pemeliharaan Kapal Terencana Ardhi, Eka Wahyu; Nugroho, Setyo; Pribadi, Triwilaswandio Wuruk
Jurnal Aplikasi Pelayaran dan Kepelabuhanan Vol 7, No 2 (2017): Maret
Publisher : Program Diploma Pelayaran Universitas Hang Tuah Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (395.144 KB)

Abstract

Biaya operasi kapal yang tinggi merupakan tantangan bagi setiap industri maritim, dalam beberapa studi ditemukan bahwa komponen biaya untuk perawatan kapal mencapai 40% dari keseluruhan biaya operasi kapal, untuk itu diperlukan suatu perbaikan sistem perawatan kapal untuk menekan biaya ini, namun tidak mengakibatkan kualitas pelayanan menurun. Sistem Pemeliharaan Kapal Terencana/Planned Maintenance System (SPKT/PMS) adalah suatu sistem yang menyangkut/mengenai rencana-rencana, prosedur-prosedur, dan langkah-langkah untuk mengurangi pemeliharaan tak terduga/darurat (emergency) menjadi sekecil mungkin, sehingga dapat menekan biaya pemeliharaan menjadi sekecil mungkin. SPKT juga merupakan suatu sistem yang akan menolong untuk dapat mengetahui lebih awal kebutuhan-kebutuhan pemeliharaan yang akan datang, mengurangi pemakaian suku cadang (spare parts) dan inventaris (inventory), menghindari pemborosan pemakaian tenaga kerja/jam orang untuk pemeliharaan, menekan waktu dan biaya docking, dan secara umum dapat menghemat biaya pemeliharaan kapal, serta menjamin kondisi teknis kapal sehingga meningkatkan waktu pengoperasian kapal karena kondisi layak laut kapal yang lebih lama. Pemeliharaan terencana rneliputi pekerjaan pemeliharaan perbaikan (corrective maintenance) dan pekerjaan pemeliharaan pencegahan (preventive maintenance). Standard Operation Procedure Planned Maintenance System yang telah dibuat didesain untuk kegiatan PMS yang bersifat manual, dalam artian menggunakan media form-form berbasis kertas yang harus diisi secara manual oleh semua entitas sistem PMS. Proses PMS secara manual membuat user harus lebih aktif dalam melakukan isian form yang sudah ada, diantaranya adalah memilah-milah perawatan harian, mingguan, bulanan dan lain sebagainya. Tantangan terbesar implementasi teknologi informasi pada Sistem Pemeliharaan Kapal Terencana adalah bagaimana mentransformasikan SOP yang bersifat manual menjadi berbasis elektronik sehingga meningkatkan kualitas sistem menjadi lebih baik. Jurnal ini menguraikan langkah-langkah implementasi teknologi informasi pada Sistem Pemeliharaan Kapal Terencana mulai dari transformasi SOP, arsitektur jaringan, dan metode pelaporan.
Model Evaluasi Trayek Kapal Tol Laut untuk Maluku dan Papua Bagian Selatan Yunianto, Irwan Tri; Nur, Hasan Iqbal; Ardhi, Eka Wahyu; Adhitya, Bianca Prima
Jurnal Aplikasi Pelayaran dan Kepelabuhanan Vol 10, No 1 (2019): Bulan September
Publisher : Universitas Hang Tuah

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30649/japk.v10i1.60

Abstract

Indonesia sebagai negara kepulauan mengharuskan Indonesia memiliki konektivitas yang memadai untuk meningkatkan kesejahteraan dan keseimbangan ekonomi. Program Tol Laut yang dimulai tahun 2016 merupakan program pemerintah yang dirancang untuk membuat konektivitas antar wilayah di Indonesia dengan pelayaran rutin dan terjadwal khususnya ke wilayah Indonesia Timur dan wilayah 3T (Terpencil, Terluar, dan Terdalam). Implementasi program tol laut harus dilakukan evaluasi dari pemerintah yang salah satunya adalah evaluasi pola operasi kapal. Penelitian ini bertujuan untuk membuat model evaluasi trayek kapal program tol laut yang paling optimal dengan menggunakan metode optimalisasi armada kapal yang diskenariokan melalui pola jaringan transportasi Multiport dan Hub-Spoke. Jaringan kapal tol laut ke wilayah Maluku dan Papua bagian selatan yang optimal (minimum Required Freight Rate (RFR)) adalah pola operasi Hub-Spoke dengan pelabuhan pengumpul (hub port) di Saumlaki. Kebutuhan armada kapal untuk mendukung pola operasi hub-spoke ini adalah 1 (satu) unit kapal berkapasitas 296 TEUs, 3 (tiga) unit kapal berkapasitas 60 TEUs dan 1 (satu) unit kapal berkapasitas 87 TEUs dengan potensi penghematan subsidi adalah sebesar 50% dibandingkan dengan nilai subsidi tahun 2018 sebesar 119,21 milyar rupiah menjadi 59 ,46 milyar rupiah.
PENERAPAN TEKNOLOGI INFORMASI PADA SISTEM PEMELIHARAAN KAPAL TERENCANA Eka Wahyu Ardhi; Setyo Nugroho; Triwilaswandio Wuruk Pribadi
Jurnal Kelautan Vol 11, No 1 (2018)
Publisher : Department of Marine Sciences, Trunojoyo University of Madura, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21107/jk.v11i1.3145

Abstract

Biaya operasi kapal yang tinggi merupakan tantangan bagi setiap industri maritim, dalam beberapa studi ditemukan bahwa komponen biaya untuk perawatan kapal mencapai 40% dari keseluruhan biaya operasi kapal, untuk itu diperlukan suatu perbaikan sistem perawatan kapal untuk menekan biaya ini namun tidak mengakibatkan kualitas pelayanan menurun.Sistem Pemeliharaan Kapal Terencana/Planned Maintenance System (SPKT/PMS) adalah suatu sistem yang menyangkut/mengenai rencana-rencana, prosedur-prosedur, dan langkah-langkah untuk mengurangi pemeliharaan tak terduga/darurat (emergency) menjadi sekecil mungkin, sehingga dapat menekan biaya pemeliharaan menjadi sekecil mungkin. SPKT juga merupakan suatu sistem yang akan menolong untuk dapat mengetahui lebih awal kebutuhan-kebutuhan pemeliharaan yang akan datang, mengurangi pemakaian suku cadang (spare parts) dan inventaris (inventory), menghindari pemborosan pemakaian tenaga kerja/jam orang untuk pemeliharaan, menekan waktu dan biaya docking, dan secara umum dapat menghemat biaya pemeliharaan kapal, serta menjamin kondisi teknis kapal sehingga meningkatkan waktu  pengoperasian kapal karena kondisi layak laut kapal yang lebih lama. Pemeliharaan terencana rneliputi pekerjaan pemeliharaan perbaikan (corrective maintenance) dan pekerjaan pemeliharaan pencegahan (preventive maintenance).Standard Operation Procedure Planned Maintenance System yang telah dibuat di desain untuk kegiatan PMS yang bersifat manual, dalam artian menggunakan media form-form berbasis kertas yang harus di-isi secara manual oleh semua entitas sistem PMS. Proses PMS secara manual membuat user harus lebih aktif dalam melakukan isian form yang sudah ada, diantaranya adalah memilah-milah perawatan harian, mingguan, bulanan dan lain sebagainya. Tantangan terbesar implementasi teknologi informasi pada Sistem Pemeliharaan Kapal Terencana adalah bagaimana mentransformasikan SOP yang bersifat manual menjadi berbasis elektronik sehingga meningkatkan kualitas sistem menjadi lebih baik. Jurnal ini menguraikan langkah-langkah implementasi teknologi informasi pada Sistem Pemeliharaan Kapal Terencana mulai dari transformasi SOP, arsitektur jaringan dan metode pelaporanAPPLICATION OF INFORMATION TECHNOLOGY ON PLANNING MAINTENANCE SYSTEMABSTRACTHigh ship operating costs are a challenge for every maritime industry, in some studies it was found that the cost component for ship maintenance reached 40% of the overall operating costs of the ship, for this reason an improvement in ship maintenance systems was needed to reduce these costs but did not result in decreased service quality. Planned Maintenance System / Planned Maintenance System (SPKT / PMS) is a system that involves / plans, procedures, and steps to reduce unexpected maintenance / emergency (emergency) to be as small as possible, so as to reduce costs maintenance becomes as small as possible. SPKT is also a system that will help to be able to know in advance the future maintenance needs, reduce the use of spare parts (inventory) and inventory (inventory), avoid waste of labor / person hours for maintenance, reduce time and costs docking, and in general can save ship maintenance costs, as well as guarantee the technical conditions of the ship so as to increase ship operating time due to longer ship seaworthy conditions. Planned maintenance includes corrective maintenance work and preventive maintenance work. The Standard Operation Procedure Planned Maintenance System has been designed for manual PMS activities, in the sense of using paper-based media forms that must be filled manually by all PMS system entities. The PMS process manually requires the user to be more active in filling in existing forms, including sorting out daily, weekly, monthly treatments and so on. The biggest challenge in the implementation of information technology in the Planned Ship Maintenance System is how to transform SOPs that are manual into electronic-based so as to improve the quality of the system for the better. This journal describes the steps of implementing information technology in the Planned Ship Maintenance System starting from SOP transformation, network architecture and reporting methodsKeywords: Planned Maintenance Maintenance System, Planned Maintenance System, Standard Operation Procedure, vessel operation
Optimalisasi Model Jaringan Rute Multiport Tol Laut di Negara Kepulauan: Studi Kasus Evaluasi Rute di Maluku dan Papua Bagian Selatan Irwan Tri Yunianto; Hasan Iqbal Nur; Eka Wahyu Ardhi; Bianca Prima Adhitya
Jurnal Penelitian Transportasi Laut Vol 21, No 2 (2019): Jurnal Penelitian Transportasi Laut
Publisher : Puslitbang Transportasi Laut, Sungai, Danau, dan Penyeberangan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.25104/transla.v21i2.1309

Abstract

Kewajiban penyelenggaraan pelayanan publik (PSO) digunakan oleh banyak negara yang mengamanatkan kepada operator berupa standar pelayanan minimum, terutama untuk daerah terpencil dimana outputnya adalah meningkatnya nilai konektivitas antar daerah. Sebagai negara kepulauan mengharuskan Indonesia memiliki konektivitas yang memadai untuk meningkatkan kesejahteraan dan keseimbangan ekonomi. Program Tol Laut yang dirancang membuat konektivitas antar wilayah di Indonesia dengan pelayaran rutin dan terjadwal khususnya ke wilayah Indonesia Timur dan wilayah 3T (Tertinggal, terdepan, dan Terluar) diharapkan menjawab minimnya konektivitas. Evaluasi program tol laut terus menerus dilakukan pemerintah yang salah satunya adalah evaluasi pola operasi kapal. Penelitian ini bertujuan untuk membuat model evaluasi trayek kapal tol laut yang paling optimal dengan menggunakan metode optimalisasi armada kapal yang diskenariokan melalui pola jaringan transportasi Multiport dan Hub-Spoke. Jaringan kapal tol laut ke wilayah Maluku dan Papua bagian selatan yang optimal (minimum Required Freight Rate (RFR)) adalah pola operasi Hub-Spoke dengan pelabuhan pengumpul (hub port) di Saumlaki. Kebutuhan armada kapal untuk mendukung pola operasi hub-spoke ini adalah satu unit kapal berkapasitas 296 TEUs, tiga unit kapal berkapasitas 60 TEUs dan satu unit kapal berkapasitas 87 TEUs dengan potensi penghematan subsidi adalah sebesar 50% dibandingkan dengan nilai subsidi tahun 2018 sebesar 119,21 milyar rupiah menjadi 59,46 milyar rupiah.
Desain Sistem Pelacakan Muatan Kapal Pelra Wira Yudha Pambudi; Setyo Nugroho; Eka Wahyu Ardhi Wahyu Ardhi
Jurnal Teknik ITS Vol 9, No 1 (2020)
Publisher : Direktorat Riset dan Pengabdian Masyarakat (DRPM), ITS

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.12962/j23373539.v9i1.51514

Abstract

Dari segi pelayanan bisnisnya Pelayaran Rakyat masih tradisional dikarenakan pertukaran informasi yang sangat minim dan hanya bisa diakses dengan komunikasi secara langsung dengan pihak pelayaran, kini banyak pelanggan yang meninggalkannya karena kurang praktis dan kepercayaan terhadap angkutan barangnya. Pihak pengguna hanya bisa menunggu kabar melalui tatap muka dan sambungan telepon jadi tidak bisa mengetahui titik pasti keberadaan barangnya. Dengan adanya kendala tersebut maka dibutuhkan sebuah alat dan wadah sebagai sumber pertukaran informasi yang baik. Pada kenyataanya saat ini para pemilik barang yang hendak mengirimkan barangnya harus mengirimkan dengan jumlah berlebih dikarenakan pasti ada kerusakan ataupun kehilangan muatan dikarenakan proses perpindahan barang saat ini. Kemampuan untuk tracking dan tracing sangat penting bagi upaya mempertemukan pasokan dan permintaan suatu komoditi. Tracking and Tracing system yang handal, akan diperoleh manfaat atau keuntungan, antara lain: 1. prosedur identifikasi dan penyusuran serta penelusuran produk/komoditi dari tahap produksi, distribusi, dan instalasi; 2. ketersediaan informasi tentang bagian-bagian yang terdapat dalam sebuah produk/komoditi, seperti spesifikasi, status produk/komoditi, jumlah, dan lain-lain; Selain itu menggunakan alat pelacak muatan berupa barcode scanner dan website yang menghasilkan nilai Benefit Cost Ratio (BCR) yaitu 1,55.
Desain Konseptual dan Analisis Pola Operasi Kapal Layanan Kependudukan dan Pencatatan Sipil untuk Daerah Kepulauan: Studi Kasus Kepulauan Sumenep Ira Nur Afifah; Eka Wahyu Ardhi; Siti Dwi Lazuardi
Jurnal Teknik ITS Vol 9, No 2 (2020)
Publisher : Direktorat Riset dan Pengabdian Masyarakat (DRPM), ITS

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.12962/j23373539.v9i2.56005

Abstract

Layanan kependudukan dan pencatatan sipil di wilayah Kepulauan Sumenep perlu mendapatkan perhatian dari pemerintah karena masyarakat kepulauan mengalami kesulitan dalam melakukan kepengurusan. Lokasi kantor Disdukcapil yang berada di Kabupaten Sumenep mengakibatkan masyarakat di area Kepulauan Sumenep harus menyeberang dengan kapal untuk mendapatkan layanan. Hal ini menyebabkan masyarakat kepulauan harus mengeluarkan biaya lebih. Selain itu kondisi infrastruktur komunikasi di Kepulauan Sumenep belum merata, menyebabkan beberapa wilayah tidak terjangkau jaringan sinyal internet, sehingga layanan ini tidak dapat dilakukan secara online. Oleh karena itu, diperlukan kapal layanan kependudukan dan pencatatan sipil yang dapat melayani masyarakat di area Kepulauan Sumenep. Penelitian ini bertujuan untuk merencanakan pola operasi kapal layanan kependudukan dan pencatatan sipil. Metode yang digunakan adalah metode PVRP (Periodic Vehicle Routing Problem) untuk menentukan rute optimum pada 2 (dua) skenario. Hasil analisis menunjukkan bahwa skenario 2 menghasilkan total biaya sebesar Rp 5,3 milyar per tahun untuk dua kapal, dengan frekuensi masing-masing kapal sebanyak 25 kali/tahun dan total jarak tempuh 1.973 nm. Kapal ini memiliki ukuran sebagai berikut, panjang (Lpp): 27,44 m, lebar (B) :7,22 m, tinggti (H) :2,95 m, dan sarat (T) :1,25 m.
Desain Konseptual dan Pola Operasi Fasilitas Kesehatan Apung di Wilayah Kepulauan: Studi Kasus Kepulauan Karimunjawa Alfi Kamilia Hadi; Eka Wahyu Ardhi; Irwan Tri Yunianto
Jurnal Teknik ITS Vol 10, No 1 (2021)
Publisher : Direktorat Riset dan Pengabdian Masyarakat (DRPM), ITS

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.12962/j23373539.v10i1.60207

Abstract

Layanan kesehatan di wilayah Kepulauan Karimunjawa masih belum merata sebab lokasi puskesmas utama yang berada di pusat kepulauan membuat masyarakat harus berlayar menuju pulau karimunjawa untuk mendapat layanan. Dalam seminggu hanya terdapat satu kapal menuju pulau karimunjawa yang berlayar sesuai dengan jam buka puskesmas. Hal ini mengakibatkan masyarakat luar pulau karimunjawa harus mengeluarkan biaya untuk menyewa kapal apabila sakit diluar jadwal tersebut. Untuk pemerataan layanan kesehatan, dibutuhkan analisis terhadap perencanaan layanan kesehatan. Pengadaan layanan kesehatan apung dianggap paling sesuai dengan kondisi geografis Kepulauan Karimunjawa. Studi ini bertujuan merencanakan desain konseptual layanan kesehatan apung dan menganalisis pola operasi optimal untuk wilayah Kepulauan Karimunjawa. Terdapat 2 skenario yang dikembangkan untuk layanan kesehatan, yaitu layanan kesehatan apung keliling pada skenario 1 serta layanan kesehatan apung diam pada skenario 2. Hasil analisis menunjukkan bahwa layanan kesehatan keliling pada skenario 1 menghasilkan total biaya minimal sebesar Rp 1.849 juta per tahun untuk 1 layanan kesehatan apung keliling, dengan frekuensi sebanyak 69 kali/tahun dan total jarak tempuh 52,35 nm. Kapal yang dipakai merupakan kapal LCT dengan ukuran panjang (Lpp) 25,43 m, lebar (B) 6,82 m, tinggi (H) 2,73 m, dan sarat (T) 1,36 m.
Analisis Kompetisi Antar Moda Darat dan Laut: Lintasan Jawa Timur, Bali, dan Nusa Tenggara Barat Dimas Bayu Adi Putra; Eka Wahyu Ardhi; Siti Dwi Lazuardi
Jurnal Teknik ITS Vol 10, No 2 (2021)
Publisher : Direktorat Riset dan Pengabdian Masyarakat (DRPM), ITS

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.12962/j23373539.v10i2.74683

Abstract

Pengiriman muatan dari Pulau Jawa ke Lombok menggunakan moda transportasi darat menimbulkan permasalahan terhadap beban jalan dan kemacetan. Muatan tersebut adalah kendaraan roda dua yang setiap tahunnya mengalami peningkatan. Diketahui dari total volume pembelian Provinsi Nusa Tenggara Barat tahun 2019 sebesar 1.377.505.298 kg. Sehingga muncul kompetisi antar moda darat dan laut yang menimbulkan alternatif rute sebagai perbandingan biaya langsung dan tidak langsung. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kompetisi antar moda darat dan laut lintasan Jawa Timur, Bali, dan Nusa Tenggara Barat dengan membandingkan biaya unit logistik minimum di masing-masing rute. Dengan menghitung biaya transportasi darat, biaya transportasi laut, dan biaya penyimpanan kemudian membagi kedua biaya transportasi tersebut dengan volume pengiriman maka didapatkan unit logistik biaya minimum. Model pengangkutan muatan yang menghasilkan biaya unit logistik minimum adalah terdapat pada rute 3a sebesar Rp 4.380.747 per ton. Terdapat dampak dari pengangkutan muatan kendaraan roda dua, biaya dampak terbesar terdapat pada rute 1 yaitu sebesar 25 Triliun Rupiah. Dampak terbesar disebabkan oleh biaya emisi truk dan kapal. Berdasarkan kompetisi pasar maka moda transportasi laut merupakan opsi terbaik jika kapasitas angkutnya di atas 40.000 ton. Berdasarkan analisis sensitivitas diketahui moda transportasi laut memiliki biaya unit minimum dibandingan jika volume muatan-jarak di atas 20.000.000 ton.km.
ANALISA TRANSPORTASI PALM OIL MILL EFFLUENT DARI PABRIK KELAPA SAWIT KE PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA BIOGAS DI RIAU Ardhi wahyu Eka; Hasan Iqbal Nur; Khumaidah Nur
ROTOR Vol 10 No 2 (2017)
Publisher : Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Jember

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (313.316 KB) | DOI: 10.19184/rotor.v10i2.6486

Abstract

The delivery of Palm Oil Mill Effluent (POME) by the Palm Oil Mill (POM) of Tanah Putih (60,000 tons / year) and POM Sei Buatan (30,000 tons / year) through the river ship represents 78% of POME's total supply requirement for Biogas Power Plant (BPP) Tandun, Riau. How to get recommendations on routes, ship types and most optimum ship sizes is important. The optimization is done by analyzing the transportation including the investment and then comparison between the modes with some alternative routes on the existing segment, the actual condition limitation and the minimum criterion of total cost. The result of analysis shows that for POME delivery the optimum route is port to port using 1 unit of SPOB vessel with 1,500 ton capacity for each segment. The optimum ship type is Self Propelled Oil Barge (SPOB) when compared to Self Propelled Container Barge (SPCB) and Landing Craft Tank (LCT) and Tank Truck with 8 ton capacity. The total cost for ship procurement is Rp 8,035 billion. The amount of POME delivered can generate 9 million kWh of electrical power. Total revenues from electricity sales and electricity cost savings of the factory amounted to Rp 8.774 billion, resulting in a gross profit of Rp 739 million Keywords: Transportation Analysis, Palm Oil Mill Effluent, Biogas Power Plant
ANALISIS PENERAPAN UKURAN LANE METER PADA KAPAL RO-RO DI INDONESIA Eka Wahyu Ardhi; Triwilaswandio Wuruk Pribadi; Riza Alfian Arief Wardana
Wave: Jurnal Ilmiah Teknologi Maritim Vol. 15 No. 2 (2021)
Publisher : Badan Riset dan Inovasi Nasional

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29122/jurnalwave.v15i2.4840

Abstract

Kapal Ro-Ro penyeberangan di Indonesia menjadikan ukuran GT sebagai patokan untuk menentukan kapasitas kendaraan yang dapat diangkut oleh kapal. Namun, ukuran GT yang digunakan belum bisa merepresentasikan kapasitas angkut sebuah kapal Ro-Ro penyeberangan, karena nilai jual kapal penyebrangan berupa luasan main deck/car deck dan berat muatan. Ukuran lane meter digunakan untuk menentukan kapasitas kendaraan yang dapat diangkut oleh kapal Ro-Ro penyeberangan. Lane meter merupakan suatu metode untuk mengukur kapasitas ruangan kapal Ro-Ro, di mana setiap unit ruang diwakili oleh panjang dan lebar dek yang secara umum memiliki ukuran 1 x 2 meter. Analisis korelasi antara ukuran utama kapal dilakukan, karena lane meter belum pernah diterapkan di Indonesia. Ukuran lane meter yang digunakan berdasarkan penerapan yang ada di Eropa dan ukuran kendaraan yang diangkut berdasarkan aturan pemerintah Indonesia. Lane meter yang digunakan dalam perbandingan adalah lane meter dengan ukuran lebar 3 meter. Perbandingan antara jumlah kapasitas kendaraan berdasarkan kapasitas lane meter dengan kapasitas saat ini menghasilkan rata-rata selisih sebesar 33, sehingga kapasitas angkut kendaraan setelah diterapkannya lane meter menjadi 67%. Load factor rata-rata seluruh kapal yang beroperasi adalah 41%, yang bernilai lebih rendah dari kapasitas rata-rata lane meter yang diestimasikan, sehingga penerapan ukuran lane meter tidak mempengaruhi tarif yang berlaku.