Claim Missing Document
Check
Articles

Found 5 Documents
Search

Dutch Curse on Indonesia: Unemployment by Asian Development Bank (ADB) Loan Projects Muhammad Amir Ingratubun; Ardika Perdana Fahly; Beny Cahyadie; Nefo Indra Nizara; Raden Ratih Rantini
Gadjah Mada International Journal of Business Vol 23, No 2 (2021): May-August
Publisher : Master in Management, Faculty of Economics and Business, Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22146/gamaijb.63409

Abstract

The ADB takes more than five years to disburse the agreed-upon loan funds after the borrower signs the loan agreements, because of the conditionalities attached to such loans, compared with it only taking one day for commercial banks to release any agreed loans. During this five-year period, the funds stay in the bank and gain compounded interest, disfavoring Indonesia. Development studies have mostly overlooked these gains and their impacts. Knowing that ADB loans cause about 3% of Indonesia’s unemployment, we reviewed the delay’s impacts during a project’s implementation on unemployment involving 325 ADB loan projects, valued at over $33 billion, from 1969 to 2017. We used a non-econometric methodology by adopting the management principles of the project and portfolio. The results show that the ADB’s loans at 1% GDP initially helped Indonesia reduce its unemployment by 30%. However, because of the ADB’s standard implementation of five years, along with an extra two-year delay (seven years in total) we observed shorter unemployment reductions by half, but then reversed, increased and tripled joblessness. This is also causing Indonesia to suffer capital losses of $0.6 to $12 per $1 of loan money, which is equivalent to 4.98% of its GDP because of the delays in the disbursement of the funds. ADB loans have severe negative effects, with over 200% volatility because of the delays. Fixing this is simple but requires a paradigm shift.
Sosialisasi Konsep Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan di Desa Cikalong, Kecamatan Cimaung, Kabupaten Bandung Ari Djatmiko; Ratih Rantini; Zulphiniar Priyandoko
JURNAL PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT Vol 9, No 1 (2019): Juli 2019
Publisher : LPPM UNINUS

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (231.219 KB) | DOI: 10.30999/jpkm.v9i1.410

Abstract

Ketersediaan lahan untuk pertanian merupakan syarat mutlak untuk mewujudkan kemandirian, ketahanan, dan kedaulatan pangan Namun, lahan pertanian Indonesia cenderung berkurang akibat konversi lahan. Karena itu, penetapan lahan pertanian pangan berkelanjutan dan pengaturan alih fungsi lahan pertanian pangan merupakan salah satu kebijakan yang sangat strategis untuk mencapai ketahanan pangan. Salah satu wilayah yang telah menetapkan LP2B adalah Provinsi Jawa Barat melalui Peraturan Gubenur Nomor 44 Tahun 2013 tentang Perlindungan Lahan Pertanian. Dalam Rencana Tata Ruang Provinsi Jawa Barat di bagian rencana pola ruang disebutkan salah satu wilayah yang diarahkan sebagai pertanian lahan basah (padi) adalah Kabupaten Bandung. Namun, tingginya konversi lahan pertanian mengancam eksistensi Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan. Mengingat kebijakan LP2B sangat bergantung kepada kesediaan petani pemilik sawah, maka dipandang perlu untuk mensosialisasikan konsep kebijakan LP2B ini kepada petani agar mereka dapat mendukung kebijakan pemerintah dalam mencapai kedaulatan pangan. Hasil analisis menunjukkan Desa Cikalong memiliki potensi untuk dijadikan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B) namun sayangnya tidak didukung oleh pengetahuan dan pemahaman petani terhadap konsep LP2B, sehingga alih fungsi lahan pertanian semakin marak terjadi dan dapat mengancam terwujudnya ketahanan pangan Kabupaten Bandung.
PENDAMPINGAN KELOMPOK MASYARAKAT DALAM PENYUSUNAN PROFIL DESA WISATA LAMAJANG KECAMATAN PANGALENGAN KABUPATEN BANDUNG Ari Djatmiko Eko; Ratih Rantini; Meyliana Lisanti; Dami Ramadhany Latuconsina; Lutfi Badra
Abdimas Galuh Vol 5, No 2 (2023): September 2023
Publisher : Universitas Galuh

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.25157/ag.v5i2.11786

Abstract

Desa Lamajang Kecamatan Pangalengan diarahkan sebagai desa wisata, sehingga perlu mengetahui potret karakteristik pengembangan desa wisata saat ini dengan komponen pengembangan wisata berdasarkan perspektif 4A yaitu Attraction (Atraksi), Accessibility (Aksesibilitas), Amenity (Amenitas), dan Ancillary (Fasilitas Tambahan) sebagai proses penyusunan arahan pengembangan desa wisata dan pembentukan kerjasama pengembangan desa. Metoda pelaksanaan yang dilakukan meliputi (1) Metode literature study; (2) Metode stakeholders approach; (3) Survey atau pengumpulan data; dan (4) Metode pendekatan partisipatif. Adapun hasil dari pengabdian ini adalah profil Desa Wisata Lamajang yang terdiri dari potret 4A. Objek daya tarik wisata yang tersedia yaitu wisata alam, wisata budaya, wisata edukasi, dan wisata minat khusus. Akses menuju Desa Lamajang dapat melalui 3 pintu gerbang utama dan masih terdapat beberapa jalan dalam kondisi kurang baik. Amenitas yang tersedia di masing – masing objek wisata masih terdapat beberapa objek wisata dengan fasilitas yang kurang lengkap. Fasilitas tambahan masih ada yang harus ke luar desa yaitu fasilitas kesehatan. Tersedianya kelompok sadar wisata (Pokdarwis) untuk mengelola seluruh daya tarik wisata yang ada. Pengabdian ini memberikan kesimpulan bahwa masih perlunya penambahan dan perbaikan beberapa fasilitas pendukung wisata juga perlu adanya pengelolaan yang baik dalam pengembangan desa wisata. Kegiatan ini dilakukan melalui pendekatan kolaboratif antara stakeholder terkait untuk menyepakati objek dan tujuan wisata yang akan dikembangkan serta potensi dan masalah yang dihadapi dalam pengembangan desa wisata.
POTENSI DESA WISATA BERBASIS PARTISIPASI MASYARAKAT ADAT DI DESA JATILUWIH KECAMATAN PENEBEL KABUPATEN TABANAN Zulphiniar Priyandoko; Deden Syarifudin; Elin Herlina; Ratih Rantini
Dinamika : Jurnal Ilmiah Ilmu Administrasi Negara Vol 10, No 2 (2023): Dinamika
Publisher : Universitas Galuh

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.25157/dak.v10i2.11398

Abstract

Desa Wisata Jatiluwih merupakan salah satu desa wisata yang ada di pulau Bali, tepat berada di kawasan Penebel, Kabupaten Tabanan. Perpaduan potensi wisata alam dan budaya menjadi daya tarik desa wisata ini. Apalagi saat UNESCO menetapkan Subak Jatiluwih sebagai Situs Warisan Dunia pada 2012 lalu. Namun dalam proses pengelolaan di desa wisata ini masyarakat lokal belum melibatkan masyarakat adat secara keseluruhan mengingat banyaknya pura, subak dan tempat sakral lainnya yang ada di Desa Jatiluwih. Padahal, kunci keberhasilan desa wisata adalah komitmen masyarakat setempat. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat partisipasi masyarakat Desa Wisata Jatiluwih dan menilai penerapan kriteria dan prinsip Desa Wisata pada kondisi eksisting. Metodologi yang digunakan adalah kualitatif, mengumpulkan data primer berupa observasi dan wawancara mendalam, serta data sekunder dari penelitian terdahulu dan pihak terkait. Walaupun metode analisisnya sama dengan metode analisis deskriptif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa partisipasi masyarakat dalam pengelolaan Desa Wisata Jatiluwih masih sangat rendah, sehingga masyarakat setempat membutuhkan daya ungkit yang lebih optimal untuk berpartisipasi aktif dalam pengelolaan desa wisata mulai dari perencanaan hingga pelaksanaan hingga pemantauan. Hal ini akan menanamkan bahwa nilai-nilai dari trihita kirana di masyarakat desa masih hidup dan digunakan sebagai kekuatan budaya dan etnografi desa. 
KELAYAKAN KAWASAN PERKOTAAN TANJUNG PALAS SEBAGAI IBU KOTA KABUPATEN BULUNGAN PROVINSI KALIMANTAN UTARA Ratih Rantini; Meyliana Lisanti; Yayendra Mega Sucipta; Imam Abdullah Bashir; Muhammad Reksa Prayudha
Dinamika : Jurnal Ilmiah Ilmu Administrasi Negara Vol 10, No 2 (2023): Dinamika
Publisher : Universitas Galuh

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.25157/dak.v10i2.11393

Abstract

Terbentuknya Provinsi Kalimantan Utara sebagai pemekaran dari Provinsi Kalimantan Timur membawa perubahan yang cukup signifikan, diantaranya adalah perubahan ibu kota. Ketika masih menjadi bagian Kalimantan Timur, Kabupaten Bulungan dengan ibu kotanya Tanjung Selor statusnya adalah kota administratif biasa. Namun sejak terbentuknya Provinsi Kalimantan Utara, Tanjung Selor ditetapkan sebagai ibu kota Provinsi Kalimantan Utara. Hal ini menyebabkan Kabupaten Bulungan harus menetapkan ibu kota baru dan pilihan jatuh pada Tanjung Palas.Kabupaten Bulungan kemudian menindaklanjuti penetapan Tanjung Palas sebagai ibu kota kabupaten melalui penyusunan dan penetapan Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Tanjung Palas yang disahkan dalam Peraturan Bupati  Kabupaten Bulungan Nomor 38 Tahun 2022 tentang Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Tanjung Palas Tahun 2022 – 2042. Namun, penetapan Rencana Detail Tata Ruang tersebut tidak serta merta menjadikan Kawasan Perkotaan Tanjung Palas siap menjadi ibu kota kabupaten. Hasil penelitian yang dilakukan melalui metoda deskriptif kuantitatif menggunakan variabel kelayakan suatu kota menjadi ibu kota, menunjukkan bahwa saat ini Kawasan Perkotaan Tanjung Palas belum layak untuk menjadi ibu kota kabupaten  Masih dibutuhkan banyak intervensi untuk menjadikan Kawasan Perkotaan Tanjung Palas dapat menjalankan fungsinya sebagai ibu kota Kabupaten Bulungan.