Gusti Asnan
Program Studi Ilmu Sejarah, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Andalas

Published : 12 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 12 Documents
Search

REAKTUALISASI BUDAYA BAHARI NUSANTARA Asnan, Gusti
JURNAL PUSTAKA BUDAYA Vol 2, No 2 (2015)
Publisher : Fakultas Ilmu Budaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

AbstrakIndonesia adalah negara bahari, dan budaya Indonesia sesungguhnya bagian yang terpisahkan dari budaya bahari. Informasi tentang Indonesia sebagai sebuah negara bahari dan pengetahuan tentang budaya bahari Indonesia perlu diaktualkan kembali. Hal ini penting dilakukan karena selama ini telah terjadi pembelokan sejarah, telah terjadi upaya-upaya yang masif, terstruktur dan sistematis oleh berbagai kekuatan agar orang Indonesia melupakan sejarahnya dan budayanya, yang secara langsung atau tidak berhubungan dengan dunia bahari. Dari perspektif historis, pengetahuan dan pemahaman akan sejarah bangsa dan budaya bangsa yang berhubungan dengan dunia bahari ini akan menghadirkan rasa bangga sebagai bangsa yang memiliki banyak sifat yang luhur, agung, dan mampu menjadi penuntun bagi keselamatan hidup bila diamalkan dengan baik dan saksama.Kata Kunci: Budaya Bahari, Nusantara AbstractIndonesian culture is an integral part of maritime culture. The existence and knowledge of Indonesia as a maritime nation need to actualized to prevent destruction and forgotten history and maritime culture of Indonesia. Understanding of the culture and nation’s history will bring a sense of pride as a nation that has many properties that lofty, noble, and could be as a guide for the safety of life when practiced properly and carefully.Keyword: Maritime culture, Archipelago, Nusantara
Pusat – Pinggiran Dunia Melayu di Nusantara: Dahulu dan Sekarang Asnan, Gusti
SOSIOHUMANIKA Vol 1, No 1 (2008)
Publisher : ASPENSI in Bandung, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (147.261 KB)

Abstract

ABSTRACT: “Melayu will never disappear from the earth” is an expression that is often pronounced by the Malay people when they talk about the challenge faced by their culture and civilization. Their confidence, in some parts, seems true, because since the word of Malay for the first time was known (in the Chinese oldest sources ca. from the 7th century A.D.), it has survived until now. Not only that, in its long historical experiences, the term of “Melayu” evolved perfectly, started from the name of a kingdom in Sumatra than became the name of race, culture and civilization which covered a huge region that is identical with Southeast Asia. The survival of the naming of Melayu, was not only supported by the relative intensive of research and publications that were carried out by the scholars, but also by the ability of the Malay people to defend their culture and civilization from continuous infiltration of other cultures and civilizations. It could be seen, for example, from the emergence of several centers of the Malay’s culture and civilization. The emergences of them have always been built through relationships with the peripheral areas. The center-periphery relationship could support the continuity of the Malay culture and civilization. The center could, in one time, decline and become peripheral area, and in the opposite the peripheral area could appear to the surface and become new center which dominates the social, political, economic and cultural life of the Malay world in general. This circle happened many times and colored the history of the Malay world. This article discusses the dynamic of several centers of the Malay culture and civilization in the longtime period and the center-periphery areas relationship. So that from this explanation could also be understood that it was a strategy of the Malay people to survive their culture and civilization in facing the strange culture and civilization.Key words: the Malay culture, dynamic of the center-periphery relationship, and strategy for preserving the Malay identity.About the Author: Dr. Gusti Asnan adalah Dosen di Jurusan Sejarah, Fakultas Sastra UNAND (Universitas Andalas) Padang, Sumatera Barat. Lahir di Lubuk Sikaping, Sumatera Barat, pada 12 Agustus 1962. Menyelesaikan pendidikan Sarjana (Drs.) di Jurusan Sejarah FS-UNAND Padang tahun 1986; dan menyelesaikan program Doktor (Dr.) di Fachbereich fuer Sozialwissenschaften Universitaet Bremen, Jerman tahun 1998 dengan menulis disertasi tentang Trading and Shipping Activities: The West Coast of Sumatra, 1819-1906. Beberapa buku dan artikelnya yang terbit pada beberapa waktu belakangan adalah Pemerintahan Daerah Sumatera Barat: Dari VOC Hingga Reformasi (2006), Kamus Sejarah Minangkabau (2003), dan “Trans­portation in the West Coast of Sumatra in the 19th Century” dalam Bijdragen tot de Taal, Land en Volkenkunde (IV, 2002). Untuk keperluan akademis, penulis dapat dihubungi dengan alamat e-mail: gasnan@yahoo.comHow to cite this article? Asnan, Gusti. (2008). “Pusat – Pinggiran Dunia Melayu di Nusantara: Dahulu dan Sekarang” in SOSIOHUMANIKA: Jurnal Pendidikan Sains Sosial dan Kemanusiaan,Vol.1, No.1 [Mei]. Bandung, Indonesia: Minda Masagi Press, UPI Bandung,  and UMS Kota Kinabalu, Malaysia, ISSN 1979-0112, pp.13-26.Chronicle of the article: Accepted (January 15, 2008); Revised (March 11, 2008); and Published (May 20, 2008).
PRRI, Penulisan Sejarah dan Kekerasan Asnan, Gusti
Jurnal Sejarah Vol 13 (2007): PERJUANGAN YANG TAK PERNAH SELESAI
Publisher : Masyarakat Sejarawan Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (69.71 KB)

Abstract

SEMEN PADANG DAN POLITIK EKONOMI KOLONIAL Gusti Asnan
JURNAL PENELITIAN SEJARAH DAN BUDAYA Vol 1, No 1 (2015)
Publisher : Balai Pelestarian Nilai Budaya Sumatera Barat

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (83.898 KB) | DOI: 10.36424/jpsb.v1i1.107

Abstract

This article looks at the history and development of Padang Cement Fabric in its relationship with the Dutch economic policy by the end of the 19th C. and in the beginning of the 20th C. The foundation of the oldest cement fabric in Indonesia had a close relationship with political-economic policy introduced by the Dutch colonial government, which gave many opportunities to the foreign investors to exploit its colony. Padang Cement Fabric itself only one of several fabrics, minings, and big plantations in which the investors invested their capital during the liberal era in West Sumatra. The construction of Padang Cement Fabric also represented colonial government policy in urban planning in Padang municipality. In the beginning of the 20th C., the development orientation of Padang was directed to the eastward and southward of the city. Besides that, to encourage the investors and to implement its urban planning policy, colonial government provided special supports, such as introducing regulations to reduce administrative process for investors to invest their money in this region. The government even sacrificed the native peoples in order to succeed its colonial political-economic.
Affixes of Minangkabau Language in The Origin and Rantau Area: Study of Morphological Variation Noviatri Noviatri; Reniwati Reniwati; Gusti Asnan
JURNAL ARBITRER Vol 4, No 2 (2017)
Publisher : Masyarakat Linguistik Indonesia Universitas Andalas

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.25077/ar.4.2.86-92.2017

Abstract

The article aims to examine the similarities and differences between Minangkabau languages in the origin regions 50 Kota and Pasaman West Sumatra compared to rantau areas Kampar and Rokan Hulu Riau. The study is done by dialectology approach which focuses on affixes. The data are collected by using conversational observation method along with the interview and record techniques. The data are analyzed by using identity method along with immediate constituent analysis and advanced techniques, comparative and contrastive techniques. The result shows there similarities and differences of Minangkabau affixes between both areas.Keyword: Affix, dialectological, Minangkabau, origin, rantau
NAGARI AIR BANGIS SEBAGAI INCARAN KEPENTINGAN EKONOMI BAGI BELANDA Nur Hidayah; Gusti Asnan; Muhammad Nur
NUSANTARA : Jurnal Ilmu Pengetahuan Sosial Vol 9, No 5 (2022): NUSANTARA :Jurnal Ilmu Pengetahuan Sosial
Publisher : Universitas Muhammadiyah Tapanuli Selatan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31604/jips.v9i5.2022.1509-1516

Abstract

Air Bangis menjadi satu-satunya nagari yang mempunyai potensi besar di Kecamatan Sungai Beremas disebabkan oleh beberapa hal diantaranya adalah Air Bangis memiliki teritorial yang luas, penduduknya yang heterogen sehingga dalam masyarakat pemukiman dan kehidupan masyarakat lebih berkembang. Nagari Air Bangis merupakan primadona sebagai tempat mencari hidup karena hasil alamnya sangat kaya sehingga menjadi tumpuan hidup banyak orang, yang saban waktu menaruhkan harapan kepada hasil yang terkandung dalam perut laut. Setelah kemerdekaan Indonesia Air Bangis menjadi penting sebagai lalu lintas ekonomi perdagangan antara darat dan laut, begitu juga selaiknya. Perdagangan yang di bawa dari darat ke laut seperti cengkeh, pala, lada sedangkan perdagangan dari laut ke darat yaitu berupa hasil laut seperti ikan, udang, cumi-cumi. Penelitian ini menggunakan penelitian kualitatif. Dalam metode ini dilakukan wawancara mendalam terhadap informan yang dianggap memiliki pengetahuan yang memadai yang kompleks terhadap pokok persoalan. untuk mendapatkan sumber yang lebih luas lagi, digunakan metode sejarah yaitu heuristik, kritik, interpretasi, historiografi. Nagari Air Bangis, penduduknya yang heterogen sehingga dalam masyarakat pemukiman dan kehidupan masyarakat lebih berkembang. Hasil penelitian ini menggunakan lalu lintas pantai barat sumatera karena merupakan wilayah yang ekonominya potensial, dan letaknya berada di wilayah pesisir, hingga menjadi pusat perdagangan lain. Perairan laut Air Bangis memperlihatkan primadona sebagai tempat mencari hidup bagi orang di pesisir, dan pantai terpanjang di Pasaman Barat. Bahkan tidak saja untuk orang Air Bangis sendiri, tetapi juga beberapa daerah tetangga, seperti Sibolga, banyak juga yang datang ke sini untuk mencari penghidupan
KEHIDUPAN DAN AKTIVITAS BUDAYA BAHARI MASYARAKAT NELAYAN NAGARI AIRHAJI KABUPATEN PESISIR SELATAN Sri Haryati Putri; Gusti Asnan; Muhammad Nur
Patanjala: Journal of Historical and Cultural Research Vol 12, No 1 (2020): PATANJALA VOL. 12 NO. 1 April 2020
Publisher : Balai Pelestarian Nilai Budaya Jawa Barat

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (360.268 KB) | DOI: 10.30959/patanjala.v12i1.553

Abstract

 Tulisan ini membahas tentang beragam budaya atau tradisi lokal yang dilakukan oleh masyarakat pesisir. Tradisi yang dilakukan selalu berhubungan dengan kehidupannya sebagai seorang nelayan dan umumnya dilakukan di tepi pantai, tidak jauh dari tempat aktivitas sehari hari. Menggunakan metode penelitian kebudayaan, tulisan ini bertujuan untuk memperkenalkan kepada masyarakat luas akan budaya maritim yang dimiliki oleh masyarakat pesisir di Nagari Airhaji. Budaya yang konon berasal dari zaman nenek moyang masih dilaksanakan hingga kini oleh masyarakat nelayan di Nigari Airhaji. Kebiasaan tersebut menjadi ciri khas tersendiri bagi masyarakat pesisir di nagari Airhaji yang membedakannya dengan masyarakat daerah Darek atau daerah pedalaman lainnya. Dengan adanya budaya bahari, dapat turut melestarikan kebudayaan atau tradisi lokal, juga dapat membuat masyarakat peduli dan menjaga kekayaan alam, karena semua budaya atau tradisi yang dipraktikkan selalu berhubungan dan bertujuan untuk mengungkapkan rasa syukur dan menghormati laut dengan beragam ritual yang telah dilakukan. The paper discusses on how coastal communities to carry out their traditions. The traditions always related to the lives of fishermen. They usually carried those out in foreshore. The paper uses research methods such as Cross-Cultural Research Methods for the reason that the maritime cultural life of Nagari Airhaji coastal communities could be more widely known. The fishermen community in Nagari Airhaji keep managing to carry the maritim culture out as their heritage. It characterizes the coastal community of Nagari Airhaji and distinguishes them from the Darek communities and the other inland areas communities. The existence of maritime culture, which is always purposed to express gratitude and to honor the sea through variuous ritulas, has encouraged positively the preservation of culture and tradition and also has driven the community to consider and protect more the natural resources.
Badai Kehidupan Dalam Sejarah Masyarakat Nelayan di Nagari Air Haji Pesisir Selatan Sri Haryati Putri; Gusti Asnan; Mhd Nur
Bakaba : Jurnal Sejarah, Kebudayaan dan Kependidikan Vol 8, No 2 (2020)
Publisher : Laboratorium Program Studi Pendidikan Sejarah Universitas PGRI Sumatera Barat

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22202/bakaba.2020.v8i2.3612

Abstract

Nagari Airhaji dapat ditemukan sebuah potret kehidupan desa nelayan tradisional, yang dalam menggerakkan aktivitas perekonomiannya adalah sektor kelautan dan sangat mengandalkan mata pencaharian masyarakat sebagai nelayan. Penelitian ini menggunakan metode penelitian sejarah yang bertujuan untuk mengetahui dinamika  kehidupan masyarakat dalam menjalani kehidupan sebagai seorang nelayan. Pada prinsipnya, para nelayan di Nagari Airhaji menyebut dirinya dengan sebutan “urang kapa”. Hal ini disebabkan oleh kedekatan hubungan emosional dan sehari-hari begitu dekat dan akrab dengan dunia laut. Bukan tidak mungkin apapun dapat terjadi di dalam laut termasuk pertaruhan nyawa apabila badai dan gelombang menghancurkan kapal sebagai tempat berlindung bagi nelayan. Meskipun demikian, dengan segala resiko dan rintangan yang dihadapi, tidak jarang ditemukan nelayan yang selama puluhan tahun menggantungkan hidupnya sebagai nelayan.
Revitalisasi Kawasan Kota Tua Padang Sebagai Salah Satu Alternatif Wisata Sejarah di Kota Padang Refni Yulia; Meri Erawati; Gusti Asnan; Nopriyasman Nopriyasman
Bakaba : Jurnal Sejarah, Kebudayaan dan Kependidikan Vol 6, No 2 (2017)
Publisher : Laboratorium Program Studi Pendidikan Sejarah Universitas PGRI Sumatera Barat

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (26.992 KB) | DOI: 10.22202/bakaba.2017.v6i2.2419

Abstract

Peninggalan sejarah mendatangkan keuntungan besar dalam bidang pariwista sejarah dan budaya. Padang sebagai kota warisan Kolonial Belanda juga memiliki bangunan bersejarah yang sudah dikategorikan sebagai benda cagar budaya. Berdasarkan Keputusan Walikota Padang nomor 3 tahun 1998 terdapat sebanyak 74 buah bangunan yang masuk kagori benda cagar budaya. Dewasa ini jumlah bangunan bersejarah yang masih bertahan semakin berkurang, seiring dengan kurangnya kontrol pemerintah dan juga terjadinya bencana alam. Untuk itu diperlukan keseriusan dan kesadaran sejarah dari semua pihak (stakeholder), baik itu pemerintah maupun jajaran industri pariwisata, termasuk masyarakat kota Padang  untuk mengembangkan dan melesratarikan pariwisata kota tua Padang. Karena potensi wisata yang ada di kota tua Padang sangat beragam dan menjual untuk wisata budaya, agama dan sejarah. Kota tua yang multi etnis dan beragam budaya yang juga eksis menjadi bagian kecil dari potensi wisata yang dapat dijual kepada wisatawan lokal, nasional maupun internasional. Semua itu hanya diperlukan kerjasama yang baik antar semua elemen masyarakat untuk saling menjaga dan melestarikan serta mengembangkan potensi kota tua yang ada. Jika hal itu terwujud pariwisata kota tua Padang akan memberikan kontribusi yang besar bagi pemerintah kota Padang melalui Pendapatan Asli Daerah  (PAD), perbaikan ekonomi bagi masyarakat setempat dan juga bisa menjadi alternatif wisata yang berbudaya, religi dan sejarah bagi Kota Padang. Penelitian ini mengunakan metode penelitian kulitatif.  
HISTORIOGRAFI PERANG KAMANG 1908: KATEGORISASI PENULISAN OLEH ORANG MINANG Helma Fitri; Gusti Asnan; Nopriyasman Nopriyasman
NUSANTARA : Jurnal Ilmu Pengetahuan Sosial Vol 9, No 10 (2022): NUSANTARA : Jurnal Ilmu Pengetahuan Sosial
Publisher : Universitas Muhammadiyah Tapanuli Selatan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31604/jips.v9i10.2022.3699-3712

Abstract

Pengertian historiografi dalam penulisan ini bukan sekedar penulisan sebuah sejarah. Tapi lebih kepada pembahasan mendalam terhadap satu tema atau peristiwa khusus yang dalam hal ini mengenai Perang Kamang 1908. Perang yang dilatarbelakangi pemberlakuan pajak ini, sebenarnya terjadi hampir seluruh daerah di Minangkabau. Namun Perang Kamang menjadi salah satu yang terbesar dengan banyaknya koran Belanda yang memberitakanya dan ditulis baik oleh penulis luar, juga banyak penulis asal Minang sendiri. Kemampuan menulis orang Minang pada awal abad ke 20 merupakan salah satu dampak positif dari politik etis. Terbukanya ruang pendidikan yang lebih baik bagi pribumi sehingga melahirkan para intelektual termasuk para penulis hebat dan kritis asal Minang. Kehebatan itu juga melahirkan tulisan-tulisan tentang Perang Kamang meskipun saat itu pemerintah Hindia Belanda masih berkuasa. Tulisan-tulisan orang minang ini sangat beragam, dan jika dikategorisasikan terdapat 3 bentuk karya tulis yaitu: kategori sastra (non ilmiah), kategori ilmiah dan kategori semi ilmiah dengan perbedaan masing-masingnya.