Enrico Alamo
Institut Seni Indonesia (ISI) Padangpanjang Prodi Seni Teater, Fakultas Seni Pertunjukan

Published : 3 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search

MAKNA DAN FUNGSI KAIN ULOS PADA PUSAT LATIHAN OPERA BATAK PEMATANG SIANTAR (PLOt) DI PEMATANG SIANTAR PROVINSI SUMATERA UTARA Enrico Alamo; Meria Eliza; Giat Syailillah
Gorga : Jurnal Seni Rupa Vol 10, No 1 (2021): Gorga : Jurnal Seni Rupa
Publisher : Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Medan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24114/gr.v10i1.24824

Abstract

Ulos is a traditional Batak clothing that we can find in traditional events; birth, marriage, death and other Batak traditional ceremonies such as: Mandailing, Pakpak, Dairi, Sipirok-Angkola and Karo. Apart from being a typical cloth in the Batak community, Ulos is believed to be able to create a feeling of warmth and raise tondi (raga) because of the 'sacred' element inherent in Ulos. In the past, Ulos cloth was woven by 'spiritual' weavers using natural dyes. Ulos cloth is also a regional marker cloth; social level, and clan (surname). So not just any Ulos cloth can be given to someone or the community. Batak Opera Training Center (PLOt) Pematang Siantar. North Sumatra is one of the Ulos cloth user communities in every activity. The Batak Opera Group has undoubtedly existed until now. His performances reached many countries. The plays that are played also tell about the life of the Batak people and the epics of Batak heroism. The group's mission is to protect cultural heritage and develop traditional arts. For this reason, every stage of the PLOt is faithful in using hand-woven Ulos cloth. Judging from the patterns, colors and motifs of the Ulos fabrics used by PLOt, they seem "luxurious" because of their artistic value. This, of course, is not just any modification made by PLOt because the function and meaning of Ulos cloth is culturally meaningful with customary provisions. In this regard, we tried to examine the function and meaning of the Ulos cloth in the Batak Opera Training Center group which is domiciled in Pematang Siantar. North Sumatra. This research is also part of the task of the Center for Traditional Clothing Studies, which is not only examining patterns and motifs but furthermore the use of Ulos cloth outside of traditional events and traditional ceremonies.Keywords: ulos, custom, meaning, function, PLOt. AbstrakUlos merupakan pakaian tradisi yang dapat kita lihat dalam berbagai acara adat Batak seperti; lahiran, pernikahan, kematian dan upacara-upacara adat Batak lainnya di sub Batak; Mandailing, Pakpak, Dairi, Sipirok-Angkola dan Karo. Selain sebagai kain khas di masyarakat Batak, Ulos diyakini dapat menimbulkan rasa hangat dan menaikkan tondi (raga) karena unsur ‘sakral’ yang melekat didalam Ulos. Pada masa lalu kain Ulos ditenun oleh penenun ‘spritual’ dengan menggunakan pewarna alami. Kain Ulos juga merupakan kain penanda daerah; tingkatan sosial dan marga (nama keluarga). Maka tidak sembarang kain Ulos dapat diberikan kepada seseorang ataupun komunitas. Pusat Latihan Opera Batak (PLOt) Pematang Siantar. Sumatera Utara salah satu komunitas pengguna kain Ulos dalam setiap kegiatannya. Group Opera Batak ini sampai sekarang masih bertahan dan eksis dalam berbagai pertunjukan. Pentas-pentasnya merambah banyak negara. Lakon-lakon yang dimainkan berkisah tentang kehidupan masyarakat Batak dan epos kepahlawanan Batak. Misi group ini menjaga warisan budaya dan mengembangkan seni tradisi. Untuk itu, setiap pemanggungannya PLOt setia dalam menggunakan kain Ulos hasil tenunan tangan. Dilihat dari corak, warna dan motif kain-kain Ulos yang digunakan PLOt terkesan ‘mewah’ karena nilai artistik didalamnya. Hal ini, tentunya tidak sembarang modifikasi yang dilakukan oleh PLOt karena fungsi dan makna kain Ulos secara budaya memiliki arti yang sarat dengan ketentuan adat. Dalam hal tersebut, kami mencoba meneliti fungsi dan makna kain Ulos pada group Pusat Latihan Opera Batak yang berdomisili di Pematang Siantar. Sumatera Utara. Penelitian ini juga sebagai bagian dari tugas Pusat Kajian Pakaian Tradisi yang tidak saja meneliti corak dan motif tapi lebih jauh penggunaan kain Ulos diluar acara adat dan upacara-upacara adat.Kata Kunci: ulos, adat, makna, fungsi, PLOt.Authors: Enrico Alamo : Institut Seni Indonesia PadangpanjangMeria Eliza : Institut Seni Indonesia PadangpanjangGiat Syailillah : Institut Seni Indonesia PadangpanjangReferences:Alamo, E., Minawati, R., Sulaiman, S., & Novalinda, S. (2020). Opera Batak Sisingamangaraja XII Episode Ugamo Malim Horja Bolon Na Parpudi: Usungan Tradisi dan Kontemporer. Dance and Theatre Review: Jurnal Tari, Teater, dan Wayang, 3(2), 59. https://doi.org/10.24821/dtr.v3i2.4418.Emir. Threes dan Wattimena. Samuel. (2017). Pesona Kain Indonesa, Kain Ulos Danau Toba. Jakarta: Kompas Gramedia.Hariwijaya, M. (2007). Metodologi dan Tehnik Penulisan Skripsi, Tesis, dan Disertasi. _______: Elmatera Publishing.Harahap, B.H. dan H.M. Siahaan. (1987). Orientasi Nilai-Nilai Budaya Batak. Jakarta: Sanggar Willem Iskandar.Hasibuan, Jamaludin. (1985). Art Et Culture: Seni Budaya Batak. Jakarta: PT Jayakarta Agung Offset.Moleong, Lexy J. (2000). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya.Niessen, SA. (1985). Motifs of Life in Toba Batak Texts and Textiles. Belanda: Foris Publications.Oktavianus, Matondang. (2020). “Opera Batak Pematang Siantar (Plot)”. Hasil Wawancara Pribadi: 15 Agustus 2020, Pematang Siantar. Situmorang, Sitor. (2004). Toba Na Sae. Jakarta: Komunitas Bambu.Soedarsono, R.M. (2001). Metodologi Seni Pertunjukan Dan Seni Rupa, Bandung: Masyarakat Seni Pertunjukan Indonesia.Sutopo, H.B. (2006). Metodologi Penelitian Kualitatif Dasar Teori dan Terapannya dalam Penelitian. Surakarta: UNS Press.Soemardjo, Jakob dan  Saini. (1997). Apresiasi Kesusasteraan. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.Tompson Parningotan Hutasoit. (2020). “Opera Batak Pematang Siantar (Plot)”. Hasil Wawancara Pribadi: 21 Agustus 2020, Pematang Siantar.Vergouwen, J.C. (1986). Masyarakat dan Hukum Adat Batak Toba (terjemahan).Jakarta: Pustaka Azet.Zainal, N. H. (2008). Analisis Kesesuaian Tigas Pokok dan Fungsi dengan Kompetensi Pegawai pada Sekretariat Pemerintah Kota Makasar. Makassar: Fisipol. 
PERSPEKTIF OPERA BATAK SISINGAMANGARAJA XII EPISODE BORU LOPIAN ULUPORANG TANO BATAK Rosta Minawati; Enrico Alamo; Sherli Novalinda; Sulaiman Juned
Gorga : Jurnal Seni Rupa Vol 11, No 1 (2022): Gorga : Jurnal Seni Rupa
Publisher : Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Medan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24114/gr.v11i1.32473

Abstract

This creation research formulates the struggle of Boru Lopian son of Sisingamangaraja XII against Dutch colonialism. In addition to seeing as the figure of the son of King Sisingamangaraja XII, the research is also directed at the story of Boru Lopian who is famous for his courage when dealing with the invaders. Even though he comes from an honorable lineage, Boru Lopian is never arrogant and arrogant. Unfortunately, this humanist figure also died in the guerrilla against the Dutch colonialists. The final result of the research is a Batak opera performance with the title, Sisingamangaraja XII episode Boru Lopian, Uluporang Tano Batak. The process of performing Batak opera begins with the creation of a Batak opera script obtained based on research on Boru Lopian. Then packed with some elements of modern theater without leaving the inherent traditional values. This combination was deliberately chosen as part of the stages towards the novelty of the arable concept (innovation). The research method of creation is done through observation, research and interviews with community leaders. The arrangement of the story of the Batak opera Sisingamangaraja XII episode of Boru Lopian, Uluporang Tano Batak is a reorganization of a history. Which of course undergoes several changes, from the actual story to a story that is 'spiced up' with the present context. This is done in order to become familiar with the audience. The authenticity of traditional Batak opera forms is combined with artistic elements of modern theater so that the atmosphere and setting of the event becomes contextual. The goal is to facilitate the presence of building elements, artifacts, past events that are impossible to present simultaneously on the current stage. The structure in the Batak opera Sisingamangaraja XII episode Boru Lopian, Uluporang Tano Batak has similarities with the two previous Batak opera performances. Because it was designed for three opera performances of Batak Sisingamangaraja XII.Keywords: Boru Lopian, perspective, opera Batak. AbstrakPenelitian penciptaan ini merumuskan perjuangan Boru Lopian anak Sisingamangaraja XII dalam melawan penjajahan Belanda. Selain melihat sebagai sosok anak Raja Sisingamangaraja XII, penelitian juga diarahkan pada kisah Boru Lopian yang terkenal akan keberaniaannya saat berhadapan dengan para penjajah. Walaupun berasal dari keturunan terhormat, Boru Lopian tidak pernah sombong dan tinggi hati. Sayangnya sosok yang humanis ini turut tewas dalam gerilya melawan penjajah Belanda. Hasil akhir dari penelitian adalah, pertunjukan opera Batak dengan judul, Sisingamangaraja XII episode Boru Lopian, Uluporang Tano Batak. Proses pertunjukan opera Batak didiawali dengan pembuatan naskah opera Batak yang didapatkan berdasarkan riset tentang Boru Lopian. Kemudian dikemas dengan beberapa unsur-unsur teater modern tanpa meninggalkan nilai-nilai tradisi yang melekat. Perpaduan ini sengaja dipilih sebagai bagian dari tahapan menuju kebaruan dari konsep garapan (inovasi). Metode penelitian penciptaan dilakukan melalui observasi, riset dan wawancara dengan tokoh masyarakat. Penataan cerita opera Batak Sisingamangaraja XII episode Boru Lopian, Uluporang Tano Batak ini merupakan penataan ulang sebuah sejarah. Yang didalamnya tentunya mengalami beberapa perubahan, dari cerita yang sebenarnya menjadi cerita yang ‘dibumbui’ dengan konteks kekinian. Hal ini dilakukan agar menjadi akrab dengan penonton. Keaslian bentuk opera Batak tradisi dipadukan dengan elemen-elemen artistik teater modern agar suasana dan latar peristiwa menjadi kontekstual. Tujuannya untuk mempermudah hadirnya unsur bangunan, artefak, peristiwa masa lalu yang tidak mungkin dihadirkan secara bersamaan diatas panggung saat ini. Struktur dalam opera Batak Sisingamangaraja XII episode Boru Lopian, Uluporang Tano Batak memiliki kesamaan dengan dua pertunjukan opera Batak sebelumnya. Karena dirancang untuk tiga pertunjukan opera Batak Sisingamangaraja XII.Kata Kunci: Boru Lopian, perspektif, opera Batak. Authors: Rosta Minawati : Institut Seni Indonesia PadangpanjangEnrico Alamo : Institut Seni Indonesia PadangpanjangSherli Novalinda : Institut Seni Indonesia PadangpanjangSulaiman Juned : Institut Seni Indonesia Padangpanjang References: Alamo, E., Eliza,M., Syailillah, G. (2020). Makna dan Fungsi Ulos Pada Pusat Latihan Opera Batak (PLOt) Pematang Siantar Di Pematang Siantar Sumatera Utara. Gorga: Jurnal Seni Rupa, 10(1), 94. https://doi.org/10.24114/gr.v10i1.24824Alamo, E., Minawati, R., Sulaiman, S., & Novalinda, S. (2020). Opera Batak Sisingamangaraja XII Episode Ugamo Malim Horja Bolon Na Parpudi: Usungan Tradisi dan Kontemporer. Dance and Theatre Review. Jurnal Tari, Teater, dan Wayang, 3(2), 59.Alamo, E.,(2014). Sampuraga Penciptaan Opera Batak. Ekspresi Seni: Jurnal Pengetahuan dan Seni, 16(1),1.Guntur. (2016). Metode Penelitian Artistik. Surakarta: ISI Press.Hariwijaya, M. (2007). Metodologi dan Tehnik Penulisan Skripsi, Tesis, dan Disertasi. Jakarta: Elmatera Publishing.Joel, M. Charon. Eighth Edition (2012) Ten Questions: A Sociological Perspective. USA: Cengage Learning.Moleong, Lexy J. (2000). Metodologi Penelitian  Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya.Martono, Nanang. (2012) Sosiologi Perubahan Sosial: Perspektif Klasik, Modern, Posmodern, dan Poskolonial. Jakarta: Raja Grafindo Persada.Pavis, Patrice. (1990). Theatre at The Crossroad of Culture. London and New York: Transl. Loren Kruger.Purba, Krismus. (2010). Opera Batak Tilhang Serindo: Pengikat Budaya Masyarakat Batak Toba di Jakarta.Yogyakarta: Kalika Bantul.Sulaiman, S., Minawati, R., Alamo, E., & Novalinda, S. (2019). Analisis Struktur Pertunjukan Opera Batak Sisingamangaraja XII: Episode Tongtang I Tano Batak. Panggung Bandung: Jurnal Seni Budaya, 29(2),160.Sumaatmadja dan Winardit. (1999). Perspektif Global. Jakarta: UT.Sutopo, H.B. (2006). Metodologi Penelitian Kualitatif Dasar Teori dan Terapannya dalam Penelitian. Surakarta: UNS Press.Yudiaryani. (2002). Panggung Teater Dunia, Perkembangan dan PerubahanKonvensi Seni Teater. Yogyakarta: Pustaka Gondo Suli.
SAMPURAGA: PENCIPTAAN OPERA BATAK Enrico Alamo
Ekspresi Seni : Jurnal Ilmu Pengetahuan dan Karya Seni Vol 16, No 1 (2014): Ekspresi Seni
Publisher : LPPMPP Institut Seni Indonesia Padangpanjang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (834.792 KB) | DOI: 10.26887/ekse.v16i1.1

Abstract

Opera Batak Sampuraga is a play that began from the experience of seeing the site Sampuraga Hot Spring, located in the area Sirambas Mandailing-Natal, and stories  are  told  from  mouth to  mouth  (oral  literature).  Then  rearrangement  is done regarding characterization and the occuring event by using some structures of  Indonesian  modern  theater.  As  Batak  Opera  has  some  similarities  with  the structure of Indonesian modern theater, Opera Batak Sampuraga as an object of art  creation,  experiences  a  touch  of  creativity  with  the  presence  of  various elements of art from other regions; one of them is gundala-gundala, a traditional theater  of  Karo  region.  Sampuraga  play  is  a  human  obsession  and  ambition  in reaching  their  goals,  which  requires  sacrifice,  although  it  eventually  leads  a curse.  Opera  This  play  is  presented  through  a  realism  approach  with representation  style.  The  form  of  tragedy  is  chosen  because  of  the  incident happening  to  two  human  beings;  mother  and  child.  This  creation  is  important because  Opera  Batak  Sampuraga  is  similar  to  the  pattern  and  characterization of plays in Indonesian modern theater.