Claim Missing Document
Check
Articles

Found 4 Documents
Search

KEANEKARAGAMAN BUDAYA SEBAGAI JATI DIRI KOMUNITAS TUALANG SIAK TERHADAP PERTUNJUKAN MUSIK KOMPANG Nursyirwan Nursyirwan; Delfi Enida; Alfalah Alfalah
Gorga : Jurnal Seni Rupa Vol 10, No 1 (2021): Gorga : Jurnal Seni Rupa
Publisher : Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Medan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24114/gr.v10i1.24873

Abstract

Research on cultural diversity as the identity of Tualang people in playing kompang music, is the development of previous kompang music research. In finding the identity of tualang people must start things for themselves, certainly not easy in the discovery of that identity, as a characteristic of heterogeneous areas. The purpose of maintaining the existence of kompang music for the Tualang community as a binding solidarity of the community area. Data is collected through observation, field research, interviews, and documentation. Analyzed with qualitative descriptive techniques, interpretative analysis. Interviews were conducted by purposive sampling. The result of the study : the context of kompang music in Tualang community, namely at wedding celebrations, aqiqah, welcoming party for important guest, festival events  and religious celebrations. Its exixtence is seen inthe development of kompang music area in Tualang area. The concept of kompang music is inseperable from the philosopihical background of various cultures, religions, and creativity of the community over the development of market taste. Creativity is not only the birth of music as an expression but is the result of the interaction of the players in it which gives bitrh to a variety of creativity in performance.Keywords: music, kompang, identity, multiculture.AbstrakPenelitian keanekaragaman budaya sebagai jati diri orang-orang Tualang dalam memainkan musik kompang, adalah pengembangan penelitian musik kompang sebelumnya. Dalam menemukan jati diri masyarakat Tualang harus memulai hal-hal untuk diri sendiri, tentu tidak mudah dalam penemuan jati diri itu, sebagai penciri khas daerah yang heterogen. Tujuan tetap mempertahankan keberadaan musik kompang bagi masyarakat Tualang sebagai pengikat solidaritas kedaerahan komunitas. Data dikumpulkan melalui observasi, penelitian lapangan, wawancara, dan dokumentasi. Dianalisis dengan teknik deskriptif kualitatif, analisis interpretatif. Wawancara dilakukan dengan cara purposive sampling. Hasil penelitian: konteks musik Kompang dalam masyarakat Tualang, yakni pada perayaan pernikahan, khitanan, aqikahan, penyambutan tamu penting, acara festival, perayaan agama. Eksistensinya terlihat pada perkembangan wilayah musik kompang di daerah Tualang. Konsep musik kompang tidak terlepas dari latar belakang filosofi bermacam budaya, agama, dan kreativitas masyarakat atas perkembangan selera pasar. Kreativitas tidak hanya pada pelahiran musik sebagai ekspresi akan tetapi merupakan hasil dari adanya interaksi pemain di dalamnya yang melahirkan variasi kreativitas dalam sebuah pertunjukan.Kata Kunci: musik, kompang, jati diri, multiculture.Authors:Nursyirwan : Institut Seni Indonesia PadangpanjangDelfi Enida : Institut Seni Indonesia PadangpanjangAlfalah : Institut Seni Indonesia PadangpanjangReferences:­Armes, Hengki. (2015). Interaksi Sosial Dalam Kesenian Kompang Di Masyarakat Dusun Delik  Kecamatan Bantan Kabupaten Bengkalis. Tesis tidak diterbitkan. Padangpanjang: Program Pascasarjana ISI Padangpanjang.Brannen,  Julia. (2005). Memandu Metode Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif. Samarinda: Pustaka Pelajar.Depdiknas. (2008). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.Enida, Delfi. (2019). “Notasi Pukulan Kompang”. Hasil Dokumentasi Pribadi: 7 Maret 2019, Kecamatan Tualang.Hadi, Y. Sumandiyo. (2012). Seni Pertunjukan dan Masyarakat Penonton. Yogyakarta: BP ISI Yogyakarta.Hatley, Barbara. (2014). Seni Pertunjukan Kontemporer di Jawa Tengah: Memanggungkan Identitas, Membangun Komunitas dalam Seni Pertunjukan Indonesia Pasca Orde Baru. Yogyakarta: Univ. Sanata Dharma.Hauser, Arnold. (1982). The Sosiology of Art. Terj. Kenneth J. Northcoot. Chicago and London: The University of Chicago Press.McHale, John. (1969). The Future of the Future. New York: George Braziller.Nettl, Bruno. (1964). Theory and Method in Ethnomusicology.  London: The Free Press of Glencoe.Nursyirwan. (2019). “Bunyi Pukulan Kompang”. Hasil Dokumentasi Pribadi: 7 Maret 2019, Kecamatan Tualang.Nursyirwan. (2000). Paradima Musikologis Musik Kompang Di Kelakap Tujuh Dumai Barat. Laporan penelitian tidak diterbitkan. Padangpanjang: STSI Padangpanjang.Sari, Fani Dila, Haria Nanda Pratama, Indra Setiawan. (2020). Identifikasi Umah Adat Pitu Ruang sebagai Produk Kebudayaan Gayo. Studi Kasus: Umah Reje Baluntara Di Aceh Tengah. Gorga: Jurnal Seni Rupa, 09(2), 451-454. https://doi.org/10.24114/gr.v9i2.22116.Simatupang,  Lono. (2013). Pergelaran sebuah Mozaik Penelitian Seni-Budaya. Yogyakarta: Jalasutra.Steijlen, Fridus. (2014). Pasar Malam Indo-Eropa: Identitas dan Pertunjukan Kebudayaan Di Belanda”, dalam  Seni Pertunjukan Indonesia Pasca Orde Baru. Yogyakarta: Univ. Sanata Dharma. Suwardi MS. (2014). Dari Melayu ke Indonenesia. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.Whitehead, Alfred North. (1929). Process and Reality. New York: Free Press.Wolf. R, Eric. (1983). Petani suatu Tinjauan Antropologis.  Terjemahan TIM Yayasan Ilmu-Ilmu Sosial.  Bandung: Rajawali.
Sampelong Batu Putiah: Komposisi Musik untuk Orkestra Aluna Aluna; Hadaci Sidik; Delfi Enida
MUSICA : Journal of Music Vol 1, No 1 (2021): MUSICA: JOURNAL OF MUSIC
Publisher : Institut Seni Indonesia Padangpanjang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (659.899 KB) | DOI: 10.26887/musica.v1i1.1720

Abstract

Sampleong as one of the traditional Minangkabau music that grows and develops in the Tolang Mau area, kec. Please, kab. 50 Kota has a unique and interesting musical idiom to be developed as a musical idea in the creation of new musical compositions. Sampleong is a traditional Minangkabau music performance that is performed in a duet between a singer and a sample of wind music player. At the beginning of its growth, it had a mystical feel, but along with the development of religion and culture, it turned into a function of entertainment music. This mystical atmosphere is reflected in the melodic aesthetics of the songs contained in the sampleong music. Sampleong music has several songs, one of which is Batu Putiah. In this paper, the melody of the sampleong Batu Putiah is taken as the basis for the creation of a thematic new musical composition that is worked on in an orchestral format. This material was worked out through examination of, exploration, and experimentation of musical elements, so that it became a new musical that represents the journey of Sampelong without losing the distinctiveness of Sampleong itself.Keywords: Sampelong, Batu Putiah, CompositionABSTRAKSampelong sebagai salah satu musik tradisional minangkabau yang tumbuh dan berkembang di daerah Tolang Mau, kec. Mungka, kab. 50 Kota memiliki idiom musikal yang unik dan menarik untuk dikembangkan sebagai ide musikal dalam penciptaan komposisi musik baru. Sampelong merupakan pertunjukan musik tradisional minangkabau yang ditampilkan secara duet antara penyanyi dan pemain musik tiup sampelong. Pada awal pertumbuhannya sampelong memiliki nuansa mistik, namun seiring dengan perkembangan agama dan kebudayaan, sampelong berubah fungsi menjadi musik hiburan. Suasana mistik ini tergambar dalam estetika melodi yang dimiliki oleh lagu-lagu yang terdapat pada musik sampelong. Musik sampelong memiliki beberapa lagu, salah satunya adalah Batu Putiah. Pada tulisan ini, melodi lagu sampelong Batu Putiah diambil sebagai dasar terciptanya sebuah tematik komposisi musik baru yang digarap ke dalam format orkestra. Komposisi ini digarap melalui identifikasi, eksplorasi, dan eksperimentasi terhadap unsur-unsur musikal, sehingga menjadi musikal baru yang mewakili perjalanan Sampelong tanpa menghilangkan ciri khas dari Sampelong itu sendiri.Kata Kunci: Sampelong, Batu Putiah, Komposisi
Pambuka Alihan Anam : Sebuah Komposisi Yang Berangkat Dari Lagu Alihan Anam Azizi Afwan; Delfi Enida; Ibnu Sina
Bercadik: Jurnal Pengkajian dan Penciptaan Seni Vol 6, No 1 (2022): Bercadik: Jurnal Pengkajian dan Penciptaan Seni
Publisher : Institut Seni Indonesia Padang Panjang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26887/bcdk.v6i1.3724

Abstract

Komposisi musik ini merupakan bentuk pengembangan dari pola ritem lagu Alihan Anam yang di kembangkan menjadi musik instrumental dan di garap dalam bentuk lagu tiga bagian (three part song form). Penggarapan komposisi musik ini diambil dari pola ritem Alihan Anam yang pertama. Motif-motif pada komposisi ini di garap menggunakan beberapa teknik yaitu repetisi, sequence, augmentasi, diminusi dan retrograde. Juga menggunakan tempo (Moderato, Adagio dan Allegreto). Bagian I, karya digarap dengan bentuk pengenalan dan pengembangan ritem pokok dengan menggunakan tema variasi dan lebih menonjolkan unsur improvisasi. Bagian II, mengolah pola ritem pokok menjadi bentuk melodi dan di kembangkan menggunakan teknik Retrograde dan Augmentasi. Bagian III, mengolah pola ritem pokok menjadi bentuk iringan melodi yang sedikit lebih dominan menggunakan teknik Diminusi, Sequence dan Repetisi.
HOW ESSENTIAL IS THE PROTECTING MANTRA IN THE PERFORMING ARTS IN THE SOUTH COASTAL COMMUNITY? (Seberapa Penting Mantra Pelindung dalam Seni Pertunjukan di Masyarakat Pesisir Selatan?) Irdawati Irdawati; Emridawati Emridawati; Ibnu Sina; Yon Hendri; Delfi Enida
SAWERIGADING Vol 29, No 1 (2023): Sawerigading, Edisi Juni 2023
Publisher : Balai Bahasa Sulawesi Selatan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26499/sawer.v29i1.1192

Abstract

This research highlights the function of an antidote or protector for the Pesisir Selatan populace during performance art. Based on prior research findings, it determines that spells possess a structure and function that serves as an antidote. At the same time, mantras contain cultural and religious values. The mantras recited by Minang shamans in their native language are based on verses from the Qur'an and employ the words of Allah SWT and Prophet Muhammad SAW. These mantras serve as a means of expressing belief while maintaining the unity and divinity of Allah SWT. A soft tone characterizes the recitation and employs ideational language to convey ideas and thoughts, reflecting the supernatural powers of the sources and containing hopes and requests. The present study employs a descriptive methodology with a phenomenological orientation, explicitly examining the phenomenon of utilizing mantras to counter adverse effects within a given community. The research involves an analysis of the structure and contextual presentation of mantras as observed within the Minang community. Furthermore, the study involved interviews with informants who served as experts in mantras, providing descriptions of factual or empirical linguistic phenomena present in individuals' daily experiences. The study's findings, which involved interviews with multiple informants, indicate that chants believe to possess magical properties, specifically the ability to avert a negative outcome. AbstrakPenelitian ini mengkaji tentang fungsi penawar atau pelindung bagi masyarakat Pesisir Selatan pada seni pertunjukan. Berdasarkan temuan penelitian sebelumnya, telah ditetapkan bahwa mantra memiliki struktur dan fungsi yang berfungsi sebagai penawar racun. Pada saat yang sama, mantra mengandung nilai-nilai budaya dan agama. Mantra yang dibacakan oleh dukun Minang dalam bahasa asli mereka didasarkan pada ayat-ayat Al-Qur'an dan menggunakan kata-kata Allah SWT dan Nabi Muhammad SAW. Mantra-mantra tersebut berfungsi sebagai sarana mengungkapkan keyakinan dengan tetap menjaga keesaan dan ketuhanan Allah SWT. Nada lembut mencirikan pembacaan dan menggunakan bahasa ideasional untuk menyampaikan ide dan pikiran, mencerminkan kekuatan supranatural dari sumber dan mengandung harapan dan permintaan. Penelitian ini menggunakan metodologi deskriptif dengan orientasi fenomenologis, khususnya mengkaji fenomena penggunaan mantra untuk melawan efek negatif dalam suatu komunitas tertentu dalam seni pertunjukan. Penelitian ini melibatkan analisis struktur dan kontekstual penyajian mantra-mantra yang diamati dalam masyarakat Minang di Pesisir Selatan. Selain itu, penelitian ini melibatkan wawancara dengan informan yang berperan sebagai ahli mantra, memberikan deskripsi fenomena linguistik faktual atau empiris yang hadir dalam pengalaman sehari-hari individu. Temuan penelitian, yang melibatkan wawancara dengan banyak informan, menunjukkan bahwa nyanyian diyakini memiliki sifat magis, khususnya kemampuan untuk mencegah hasil negatif.