Abdullah Thalib
Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar

Published : 6 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 4 Documents
Search
Journal : Sulesana

RESPON SISWA MADRASAH (MAN) TERHADAP RADIKALISME AGAMA DI MAKASSAR Darmawati Darmawati; Abdullah Thalib
Sulesana Vol 10 No 1 (2016): Sulesana
Publisher : Sulesana: Jurnal Wawasan Keislaman

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24252/.v10i1.1798

Abstract

Penelitian ini berupaya untuk mengetahui respon Siswa Madrasah Aliyah Negeri yang ada di Makassar mengenai paham radikalisme. Penelitian menggunakan metode kuantitatif guna menggambarkan respon siswa Madrasah Aliyah terhadap radikalisme agama, baik dari aspek kognitif, afektif, hingga konatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa, dari aspek kognitif sebagian besar responden mengetahui keberadaan kelompok radikal dalam Islam baik secara global maupun keberadaan kelompok tersebut di Indonesia. Sumber informasi yang dominan dari responden adalah media massa dan media sosial. Dari aspek afektif menunjukkan kecenderungan sebagian besar responden berpandangan terbuka dan moderat mengenai paham dan sikap keagamaan yang ditanyakan. Umumnya responden bersikap moderat dalam penafsiran Alquran dan hadis, sikap toleran terhadap penganut agama lain, serta bersikap moderat dalam hal hubungan Islam dengan Negara, serta dalam perspektif memahami jihad dalam Islam. aspek konatif tidak jauh berbeda kecenderungannya dengan aspek afektif sebagian besar responden menunjukkan sikap moderatnya. Namun, berkebalikan dengan hal tersebut tampak sebagian responden meski dengan intensitas yang kecil menunjukkan sikap radikalnya dalam menyikapi isu-isu keagamaan.
PERKEMBANGAN MISTISISME DALAM ISLAM DAN MAQAMATNYA Abdullah Thalib
Sulesana Vol 9 No 1 (2014)
Publisher : Sulesana: Jurnal Wawasan Keislaman

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24252/.v9i1.2874

Abstract

Untuk berada lebih dekat pada Tuhan, seorang sufi harus menempuh jalan panjang yang berisi stasion-stasion yang disebut maqamat. Maqamat adalah bentuk jamak dari maqam dalam istilah Arab. Maqamat atau stages dan stations dalam bahasa Inggeris. Disamping istilah maqamat ini dalam literatur tasawuf terdapat pula istilah ahwal (bentuk jamak dari haal). Jadi di dalam ajaran tasawuf dikenal istilah dan ahwal.  Maqam adalah tahapan atau tingkatan spritual yang telah dicapai oleh seorang sufi. Abu Nasr al-Sarraj al-Tusi mengatakan maqam sebagai tingkatan seorang hamba di sisi Allah swt yang diperolehnya karena ibadah, mujahadah, riyadah dan putusnya hubungannya dengan selain Allah. Maqam juga berarti hasil dari kesungguhan dan perjuangan yang terus menerus. Seseorang baru dapat berpindah dan naik dari satu maqam ke maqam yang lebih tinggi setelah melalui latihan dan menanamkan kebisaaan-kebisaaan yang lebih baik lagi dan telah pula menyempurnakan syarat-syarat yang harus ada pada maqam dibawahnya.
RESPON MASYARAKAT MUSLIM TERHADAP LIBERALISME DI INDONESIA Abdullah Thalib
Sulesana Vol 10 No 2 (2016)
Publisher : Sulesana: Jurnal Wawasan Keislaman

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24252/.v10i2.2935

Abstract

Benih Liberalisasi yang mengatasnamakan gerakan modernisasi pemikiran Islam yang dilakukan oleh para modernis secara transparan telah dimulai sejak tahun 1967. Kalangan muda yang sibuk merespon “modernisasi Islam” antara lain; Harun Nasution, Nurcholish Madjid, Gusdur, Ahmad Wahib, Djohan Efendi, Dawam Rahardjo, Kuntowijoyo dan beberapa kawannya  yang menjadi cikal bakal liberalisme Islam Indonesia. Deretan yang lebih muda lagi sebagai pelanjut estafet modernitas yang menjadi Islam liberal (IslamLib) adalah Budi Munawar Rachman, Zuhaeri Misrawi, Ulil Absar Abdalla dan kawan-kawannya. Mereka  tampil aktif meliberalisasi, rasionalisasi, sekularisasi, pemikiran dalam Islam, baik dalam bentuk wacana maupun lembaga atau institusi. Tujuannya adalah semata-mata berusaha  mengubah kondisi kehidupan keberagamaan masyarakat Islam Indonesia dengan cara rasionalisasi pengetahuan di berbagai aspek. Gerakan pemikiran Islam liberal di Indonesia telah mendapat perhatian serius dari para pengkaji pemikiran Islam Indonesia yang sudah demikian banyak, antara lain William Lidle, Robert Hefner, J.Furnifal, Donal emerson, Herbert Feith dan Riaza Hasan yang seringkali  terpengaruh kepada kajian sosio-politik Islam termasuk perkembangan pemikiran Islam.
GENEOLOGI DAN EPISTEMOLOGI PEMIKIRAN IBNU KHALDUN Abdullah Thalib
Sulesana Vol 14 No 1 (2020)
Publisher : Sulesana: Jurnal Wawasan Keislaman

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24252/sulesana.v14i1.16818

Abstract

Kawasan Maghrib yang menjadi tempat transit yang menghubungkan Eropa (Andalusia) dan Afrika Utara (kawasan Islam) telah berkembang menjadi transformasi keilmuan. Kondisi dan dinamika politik yang turut mempengaruhi peran kawasan Maghrib menjadi tempat tujuan ulama dan intelektual Islam dari Andalusia mencari tempat perlindungan. Ibnu Khaldun sosok intektual yang terlahir dari kawasan Maghrib memberikan pijakan secara teoritis terhadap keilmuan sosial kemasyarakatan dengan menganalisis data-data sejarah. Analisis Ibnu Khaldun telah melahirkan kerangka secara fundamental yang mampu menjelaskan dibalik data-data sejarah yang terlihat. Kesadaran bersama menjadi hasil pengkajian yang dilakukan Ibnu Khaldun terhadap tumbuh, berkembang dan kejatuhan kekuasaan. Kehidupan Ibnu Khaldun yang terlibat dalam dunia politik praktis telah membuka ruang kekhasan dalam pemikirannya. Konteks pemikiran Ibnu Khaldun yang melibatkan pengalaman pribadi, analisis data-data sejarah dan teori yang dihasilkan memiliki pijakan empirik. Analisis Ibnu Khaldun terhadap kesadaran bersama bertumpuh pada badawah (nomaden) dan hadarah (menetap). Kesadaran bersama akan menguat bila kelompok masyarakat masih mementingkan kepentingan publik dibandingkan kepentingan privat. Kesadaran bermasa akan luntur apabila kepentingan individualistik yang berorientasi materi yang lebih dominan dalam lapisan masyarakat. Dialog pemikiran Ibnu Khaldun dengan fakta-fakta kekinian masih sangat memungkinkan dalam menghadirkan pemikiran Ibnu Khaldun yang berkelanjutan.