Claim Missing Document
Check
Articles

Found 19 Documents
Search

PEMATAHAN DORMANSI BENIH PALA (MYRISTICA FRAGRANS HOUTT.) MENGGUNAKAN HORMON GIBERALIN Agurahe, Lisa; Rampe, Henny L.; Mantiri, Feky R.
PHARMACON Vol 8, No 1 (2019): Pharmacon
Publisher : PHARMACON

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

PEMATAHAN DORMANSI BENIH PALA (Myristica fragrans Houtt.)MENGGUNAKAN HORMON GIBERALINLisa Agurahe1), Henny L. Rampe1), Feky R. Mantiri1)1)Jurusan Biologi FMIPA UNSRAT Manado, 95115Email: Hennyrampe@unsrat.ac.id ; lisaaguraeh12@gmail.com ; fmantiri@yahoo.comABSTRACTThis study aims to determine the breakdown of nutmeg seed dormancy after application using the hormone giberalin, and get the best concentration of giberalin in breaking nutmeg seed dormancy. This research was conducted at the Laboratory of Basic Biology, Biology Study Program, Faculty of Mathematics and Natural Sciences, Sam Ratulangi University in December 2017 to February of 2018. This study used the experimental method Complete Random Design (CRD) with three replications. Treatment of Giberalin hormone concentration with four levels of treatment, namely GA3 0 ppm (G0) (control), GA3 25 ppm (G1), GA3 50 ppm (G2), and GA3 75 ppm (G3). The parameters observed were germination potential, germination similarity, vigor index and vigor coefficient. The results showed that the application of the giberalin hormone had a significant effect on the viability of nutmeg seeds including the potential for germination (Sig = 0,00) and the similarity of germination in the 27th day study of G1 and G2 treatment of 11.11%. The potential results of germination on nutmeg seed reached 100% at 54 HST. Observation of seed vigor obtained by the value of vigor index is 12.37 and the vigor coefficient is 14.400Keywords: Nutmeg seeds, Giberalin, Vigor, ViabilityABSTRAKPenelitian ini bertujuan mengetahui pematahan dormansi benih pala setelah aplikasi menggunakan hormon giberalin, dan mendapatkan konsentrasi giberalin yang paling baik dalam mematahkan dormansi benih pala. Penelitian ini di Laboratorium Biologi Dasar Program Studi Biologi, Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sam Ratulangi pada bulan Desember Tahun 2017 sampai Februari Tahun 2018. Penelitian ini menggunakan metode eksperimen Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan tiga kali ulangan. Perlakuan konsentrasi hormon Giberalin dengan empat taraf perlakuan yaitu GA3 0 ppm (G0) (kontrol), GA3 25 ppm (G1), GA3 50 ppm (G2), dan GA3 75 ppm (G3). Parameter yang diamati adalah potensial berkecambah, keserempakan perkecambahan, indeks vigor dan koefisien vigor. Hasil penelitian menunjukkan aplikasi hormon giberalin berpengaruh nyata terhadap viabilitas benih pala meliputi potensial berkecambah (Sig= 0,00) dan keserempakan perkecambahan pada penelitian hari ke 27 perlakuan G1 dan G2 yaitu 11,11%. Hasil pengamatan potensial berkecambah pada benih pala mencapai 100% pada 54 HST. Pengamatan vigor benih diperoleh nilai indeks vigor yaitu 12,37 dan koefisien vigor yaitu 14.400.Kata kunci: Benih Pala, Giberalin, Vigor, Viabilitas 
KAJIAN ETHYLENE TRIPLE RESPONSE TERHADAP KECAMBAH BEBERAPA VARIETAS KACANG BUNCIS (Phaseolus vulgaris L.) Sahilatua, Rivaldo W.; Mantiri, Feky R.; Rumondor, Marhaenus J.
PHARMACON Vol 8, No 3 (2019): PHARMACON
Publisher : UNIVERSITAS SAM RATULANGI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35799/pha.8.2019.29399

Abstract

ABSTRACTOne of the appropriate cultivation techniques to increase land productivity, is intercropping cultivation. Intercropping is causing the  plant to grow in shelter. This sheltered situation can increase ethylene production, giving rise to a triple response (inhibits stem lengthening, thickening of the stem, and the appearance of the habit of making hooks that cause the stem to grow horizontally or horizontally) that could affect plant growth and development. The aim of this study was to look for varieties of snaps (Phaseolus vulgaris) that were less sensitive to the increasing of ethylene which was reflected in the form of a minimal response to high ethylene levels. The research method used was Test Paper Rolled and Placed in a Standing Position with Plastic. Three varieties used were Horti I, Horti II, and Lokal variet were germinated with treatment (carbide administered) and had been control for five days. The difference data between the measurements of controls minus the treatment, then analyzed with one way ANAVA followed by using the 5% LSD method (Smallest Significant Difference). The results were obtained for the higher hypocotyl length of Horti I variety (1,07 cm), the largest hypocotyl diameter of Horti II variety (0,13 cm), the largest epicotile bend of Horti II variety (7,22 cm), the largest epidermis cell length of Local variety (12,17 m), and epidermal cell width of Horti II variety (5.06 μm). Based on the parameters obtained, Horti I varieties we less sensitive to increasing ethylene content therefore it can be concluded that variet Horti I could grow optimally in shelter condition. Key words: Triple response, ethylene, shade, chickpea, carbide, hypocotyl, epicotyl, and epidermal ABSTRAKMasalah yang umumnya dihadapi dalam membudidayakan tanaman buncis ialah kurangnya lahan untuk bercocok tanam. Teknik budidaya yang tepat untuk meningkatkan produktivitas lahan, salah satunya budidaya dengan pola tumpang sari. Pola tumpangsari menyebabkan tanaman tumbuh dengan keadaan ternaungi. Keadaan ternaungani ini dapat meningkatkan produksi etilen, sehingga menimbulkan triple response yang dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mencari varietas kacang buncis (Phaseolus vulgaris) yang kurang sensitif terhadap peningkatan etilen yang direfleksikan dalam bentuk respon yang minimal terhadap kadar etilen yang tinggi. Metode penelitian yang digunakan yaitu Uji Kertas Digulung dan Diletakkan Dalam Posisi Berdiri Dengan Plastik (UKDdP). Tiga varietas buncis yang digunakan dikecambahkan dengan pemberian perlakuan (pemberian karbid) dan kontrol selama lima hari. Data selisih diperoleh dari kontrol dikurang perlakuan kemudian dianalisis dengan ANAVA one way yang dilanjutkan dengan menggunakan metode BNT 5% (Beda Nyata Terkecil). Hasil penelitian diperoleh untuk panjang hipokotil tertinggi varietas Horti I (1,07 cm), diameter hipokotil terbesar varietas Horti II (0,13 cm), bengkokan epikotil terbesar varietas Lokal (7,22 cm), panjang sel epidermis terbesar varietas Lokal (12,17 m), dan lebar sel epidermis varietas Horti II (5,06 m). Berdasarkan hasil yang diperoleh, varietas Horti I adalah varietas yang kurang sensitif terhadap peningkatan kadar etilen dibandingkan dengan varietas Horti I dan varietas Lokal. Kata kunci: Triple response, etilen, naungan, kacang buncis, karbid, hipokotil, epikotil, dan sel epidermis
Respons Morfologis Beberapa Varietas Padi (Oryza sativa L.) terhadap Kekeringan pada Fase Perkecambahan (Morphological Response of Some Rice (Oryza sativa L.) Cultivars to Water Deficit at the Seedling Stage) Ballo, Maria; Nio, Song Ai; Mantiri, Feky R; Pandiangan, Dingse
JURNAL BIOS LOGOS Vol 2, No 2 (2012): JURNAL BIOSLOGOS
Publisher : Universitas Sam Ratulangi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35799/jbl.2.2.2012.1045

Abstract

Abstrak Biji memerlukan sejumlah besar air yang harus diserap sebelum perkecambahan bisa terjadi, yaitu sekitar dua atau tiga kali dari berat keringnya. Penelitian ini menguji konsistensi respons morfologis padi terhadap kekeringan pada fase perkecambahan dengan perlakuan larutan polietilen glikol (PEG) sebagai larutan osmotikum. Penelitian ini dilakukan dengan percobaan faktorial dalam Rancangan Acak Kelompok yang terdiri dari 5 perlakuan PEG 8000 mencakup PEG 0, -0,25, -0,5, -0,75 dan -1,0 MPa terhadap 7 varietas padi, yaitu Beras Merah, IR 64, Burungan, Superwin, Serayu, Aries, dan Cigeulis. Hasil penelitian ini menunjukkan terdapat perbedaan respons morfologis terhadap kekeringan yang diinduksi dengan PEG 8000 pada fase perkecambahan di antara ketujuh varietas padi. Panjang akar seminal, panjang tunas, rasio panjang akar seminal : panjang tunas, persentase perkecambahan dan indeks vigor benih dapat dipakai sebagai indikator toleransi kekeringan yang potensial pada fase perkecambahan padi. Toleransi varietas Superwin terhadap kekeringan yang diinduksi dengan PEG 8000 pada fase perkecambahan lebih tinggi daripada varietas padi lainnya. Kata kunci: indikator, PEG, toleransi, kekeringan Abstract The seeds required a large amount of water, i.e. two or three times of their dry weight, to be absorbed before the germination. This study evaluated the consistency of morphological response of rice to water deficit at the seedling stage. The research was conducted as factorial experiment in Randomized Block Design. The treatments of PEG-8000-induced-water deficit were PEG 0, -0,25, -0,5, -0,75 and -1,0 MPa. Those treatments were applied to 7 rice cultivars, i.e. Beras Merah, IR 64, Burungan, Superwin, Serayu, Aries, and Cigeulis. The results showed the difference of morphological response to PEG-8000-induced-water deficit among 7 rice cultivars at the seedling stage. The seminal root length, shoot length, ratio seminal root length: shoot length, seedling percentage and seed vigor index were able to be used as potential water-deficit-tolerant indicators at the seedling stage. Cultivar Superwin was more tolerant to PEG 8000-induced- water deficit than 6 other rice cultivars. Keywords: PEG, indicator, water- deficit tolerant
Alokasi Biomassa pada Padi (Oryza sativa L.) Lokal Sulut Saat Kekurangan Air (Biomass Partitioning for North Sulawesi Local Rice (Oryza sativa L.) Cultivars under Water Deficit Condition) Nio, Song Ai; Lenak, Audry Agatha; Mantiri, Feky R; Mambu, Susan M; Ludong, Daniel PM
JURNAL BIOS LOGOS Vol 5, No 2 (2015): JURNAL BIOSLOGOS
Publisher : Universitas Sam Ratulangi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35799/jbl.5.2.2015.10550

Abstract

ABSTRAK Salah satu masalah utama yang menjadi kendala dalam produksi padi di Indonesia adalah kekurangan air yang melanda areal persawahan sehingga menjadi suatu ancaman untuk produksi padi. Masalah tersebut dapat diatasi dengan beberapa cara dan salah satunya dapat dilakukan melalui strategi adaptasi. Oleh sebab itu kajian sifat tahan kering pada padi lokal Sulawesi Utara (Sulut) perlu dilakukan, dalam upaya mendukung tercapainya tujuan strategis tersebut. Penelitian ini dilakukan untuk mengevaluasi sifat tahan kering pada empat varietas padi lokal Sulut (Burungan, Superwin, Temo dan Ombong) pada fase vegetatif saat kekurangan air berdasarkan alokasi biomassa. Setelah 14 hari perlakuan, rasio akar:tajuk pada keempat varietas menunjukkan bahwa varietas Superwin, Temo dan Burungan yang tidak diairi air memiliki rasio akar:tajuk yang lebih besar daripada yang diairi. Berdasarkan alokasi biomassa, sifat tahan kering Superwin, Temo dan Ombong lebih besar dibandingkan dengan Burungan, sehingga varietas ini potensial untuk ditanam di daerah kekurangan air. Kata kunci: biomassa, kekeringan, padi lokal Sulut, vegetative ABSTRACT One of the main problems in rice production in Indonesia is the lack of water and this condition resulted in the decrease of rice production. The problem can be solved in several ways and one of them is adaptation strategies. This study was conducted to evaluate drought resistance in four North Sulawesi local rice varieties (Burungan, Superwin, Temo and Ombong) at the vegetative phase under water deficit based on biomass allocation. After 14 days of treatment, the root:shoot ratio of Superwin, Temo and Burungan under drought were greater than under well-watered condition. Based on the biomass allocation, the drought resistance of Superwin, Temo and Ombong were greater than Burungan, so that these varieties were  potential to be grown in the water deficit areas. Keywords: biomass, drought, North Sulawesi local rice, vegetative
Identifikasi Tumbuhan Paku Air (Azolla sp.) Secara Morfologi dan Molekuler dengan Menggunakan Gen rbcL (Identification of Water Ferns (Azolla sp.) Based on Morphologycal Traits and Molecular Marker Using rbcL Gene) Mantang, Wianita; Mantiri, Feky R.; Kolondam, Beivy J.
JURNAL BIOS LOGOS Vol 8, No 2 (2018): JURNAL BIOSLOGOS
Publisher : Universitas Sam Ratulangi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35799/jbl.8.2.2018.21445

Abstract

Abstrak Azolla merupakan salah satu tumbuhan paku air yang memiliki banyak manfaat, namun belum banyak dikenal dan sering dianggap sebagai tumbuhan gulma. Pengidentifikasian akan keberadaan jenis-jenis tumbuhan paku air (Azolla sp.) penting untuk dilakukan guna mendukung upaya pengembangan, pembudidayaan dan eksplorasi tumbuhan Azolla sp. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi spesies tumbuhan paku air (Azolla sp.) secara morfologi dan molekuler dengan menggunakan gen rbcL. Hasil penelitian menunjukkan bahwa berdasarkan karakter morfologi sampel tumbuhan Azolla sp. asal Tondano Sulawesi Utara menunjukkan kemiripan dengan spesies A. pinnata dan Azolla asal Magelang Jawa Tengah menunjukkan kemiripan dengan spesies A. microphylla. Identifikasi menggunakan sekuens gen rbcL menunjukkan bahwa sekuens sampel tumbuhan Azolla asal Tondano (WM1) memiliki tingkat kemiripan 100% dengan A. pinnata dan Azolla asal Magelang (WM2) memiliki tingkat kemiripan 100% dengan A. microphylla yang terdapat dalam GenBank. Analisis jarak genetik menunjukkan kedua sampel WM1 dan WM2 memiliki hubungan kekerabatan yang cukup dekat dengan nilai jarak genetik 0,060.Kata kunci: Azolla sp., identifikasi morfologi, identifikasi molekuler, gen rbcL Abstract Azolla is one of the water ferns that has many benefits, but it is not yet widely known and is often regarded as a weed plant. Identification of water ferns (Azolla sp.) is important to be carried out to support the development, cultivation, and exploration of Azolla sp. This study aimed to identify species of aquatic plants (Azolla sp.) morphologically and molecularly using the gene rbcL. The results demonstrated that based on the morphological characters, the Azolla sp. from Tondano, North Sulawesi, showed similarity with species A. pinnata and Azolla from Magelang, Central Java, showed similarity to species A. microphylla. Identification using rbcL gene sequences showed that the sample sequence of plants Azolla from Tondano (WM1) had a 100% similarity level with A. pinnata and Azolla from Magelang (WM2) had a 100% similarity level with A. microphylla available in GenBank. Genetic distance analysis showed that both WM1 and WM2 samples had a close relationship with the genetic distance value of 0.060.Key words: Azolla sp., morphological identification, molecular identification, rbcL gene
Kajian ethylene triple response terhadap kecambah tiga varietas kedelai (Study of ethylene triple response on the seedlings of three varieties of soybean) Wardani, Kartika Eka; Mantiri, Feky Reky; Nio, Song Ai; Rumondor, Marhaenus
JURNAL BIOS LOGOS Vol 4, No 2 (2014): JURNAL BIOSLOGOS
Publisher : Universitas Sam Ratulangi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35799/jbl.4.2.2014.6152

Abstract

AbstrakKeterbatasan lahan tanam di Indonesia merupakan salah satu faktor pembatas dalam pembudidayaan tanaman kedelai. Oleh sebab itu kedelai di tumpangsarikan dengan tanaman lain, sehingga ternaungi. Naungan pada tanaman menyebabkan tingginya produksi etilen sehingga tanaman akan memunculkan triple response yang dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Oleh sebab itu, penelitian ini dilakukan untuk menyeleksi varietas kedelai yang tahan dengan adanya peningkatan etilen pada tiga varietas kedelai (Edamamik, Anjasmoro, Wilis). Setelah dikecambahkan selama 5 hari, panjang kedelai varietas Wilis yang diberi etilen (karbid) adalah yang tertinggi dan Anjasmoro adalah yang terendah. Bengkokan kedelai dengan derajat terendah diamati pada varietas Wilis dibandingkan dengan dua varietas lain. Diameter ketiga varietas tidak berbeda antara yang normal dan diperlakukan dengan karbid. Pengamatan ketiga parameter ini menunjukkan varietas Wilis adalah tanaman yang tahan terhadap peningkatan etilen, sehingga varietas ini berpotensi untuk ditanam di naungan.Kata kunci: etilen, triple response, kedelaiAbstractLimitation of arable land in Indonesia is one of the limiting factors in soybean cultivation. Consequently, soybean is sometimes cultivated as an intercropping crop. One of the major problems of intercropped plants is shading. Shading triggers increased production of ethylene, which in turn affects germinating seeds to exhibit ethylene triple response. The study aimed to screen different varieties of soybean (i.e., Edamamik, Anjasmoro, Wilis) for resistance to increased consentrationof ethylene. Results showed that five days after germination, the height of Wilis was the highest, while the height of Anjasmoro was the lowest. Similarly, the degree of hook on Wilis was the lowest compared with the other varieties. Meanwhile, the diameter of the seedlings was not significantly different among the three varieties. Based on these findings it was concluded that Wilis variety was the most resistant to increased concentration of ethylene and therefore was most suited for intercropping (shade environment).Keywords: ethylene, triple response, soybean
Kajian Variasi Sekuens Interspesies dan Filogeni Kelelawar Pteropus sp. Menggunakan Gen COI Monalisa, Era; Mantiri, Feky Recky; Lengkong, Hanry Jefri
Jurnal MIPA Vol 8, No 2 (2019)
Publisher : Sam Ratulangi University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35799/jmuo.8.2.2019.24277

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis variasi interspesies kelelawar Pteropus sp. dan menjelaskan hubungan filogeni Pteropus sp. dengan spesies Pteropus lain yang terdata di GenBank berdasarkan Gen COI. Analisis sekuens menggunakan Geneious v5.6.4 dan menunjukkan adanya variasi interspesies sekuens gen COI pada ketiga sampel Pteropus sp. yang ditunjukkan oleh adanya perbedaan 5 pasang basa nukleotida pada urutan sekuens sampel nomor 157, 160, 421, 427 dan 652 dengan jarak genetik 0,006. Filogeni Ke-3 sampel kelelawar Pteropus sp. dengan spesies Pteropus lain dilakukan menggunakan MEGAX. Hasil filogeni menunjukkan bahwa sampel yang diteliti merupakan kelelawar dari genus Pteropus tetapi belum dapat dipastikan spesiesnya, karena ketika pohon filogeni dikonstruksikan membentuk satu klaster sendiri. Penjelasan dari proses tersebut adalah penyortiran garis keturunan yang tidak lengkap dan terjadinya hibridisasi, serta diduga bahwa primer yang digunakan kurang mampu dalam membedakan variasi intrespesies terhadap kelelawar genus PteropusThis study aimed to analyze the interspecificvariations of bats from Pteropus sp. and describethe phylogenetic relationship of Pteropus sp. with other Pteropus species recorded inGenBank based on the COI gene. Sequenceanalysis by Geneious v5.6.4 showed interspecificvariations of COI gene sequences in all threesamples of Pteropus sp. which was indicated byvariations in 5 nucleotide base pairs in thesequences number 157, 160, 421, 427 and 652with 0.006 of genetic distance value. Phylogeneticof the 3 bat samples of Pteropus sp. with otherPteropus species was carried out by MEGAX.Phylogenetic analyses showed that the samplesstudied are bats of the genus Pteropus, but theexact species cannot be determined because thesamples were grouped in the same cluster duringphylogenetic tree construction. The most probable explanation for this observation is hybridization between two different Pteropus spesies and also it is assumed that the primersused are not capable to distinguish interspecificvariations of the bats from the Pteropus genusPenelitian ini bertujuan untuk menganalisis variasi interspesies kelelawar Pteropus sp. dan menjelaskan hubungan filogeni Pteropus sp. dengan spesies Pteropus lain yang terdata di GenBank berdasarkan Gen COI. Analisis sekuens menggunakan Geneious v5.6.4 dan menunjukkan adanya variasi interspesies sekuens gen COI pada ketiga sampel Pteropus sp. yang ditunjukkan oleh adanya perbedaan 5 pasang basa nukleotida pada urutan sekuens sampel nomor 157, 160, 421, 427 dan 652 dengan jarak genetik 0,006. Filogeni Ke-3 sampel kelelawar Pteropus sp. dengan spesies Pteropus lain dilakukan menggunakan MEGAX. Hasil filogeni menunjukkan bahwa sampel yang diteliti merupakan kelelawar dari genus Pteropus tetapi belum dapat dipastikan spesiesnya, karena ketika pohon filogeni dikonstruksikan membentuk satu klaster sendiri. Penjelasan dari proses tersebut adalah penyortiran garis keturunan yang tidak lengkap dan terjadinya hibridisasi, serta diduga bahwa primer yang digunakan kurang mampu dalam membedakan variasi intrespesies terhadap kelelawar genus Pteropus
Penggulungan Daun Pada Padi Lokal Sulut Saat Kekurangan Air Lenak, Audry Agatha; Nio, Song Ai; Mantiri, Feky R.; Mambu, Susan
Jurnal MIPA Vol 3, No 2 (2014)
Publisher : Sam Ratulangi University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35799/jm.3.2.2014.5318

Abstract

Ketersediaan air merupakan salah satu faktor pembatas produksi padi di Indonesia. Kajian sifat tahan kering pada padi lokal Sulawesi Utara (Sulut) perlu dilakukan, dalam upaya mendukung tercapainya tujuan strategis meningkatkan kemampuan wilayah Sulawesi untuk menjadi pilar ketahanan pangan nasional. Penelitian ini dilakukan untuk mengevaluasi sifat tahan kering pada empat varietas padi local Sulut (Burungan, Superwin, Temo dan Ombong) pada saat kekurangan air berdasarkan karakter penggulungan daun. Setelah 14 hari perlakuan, skor penggulungan daun pada tanaman yang diairi berkisar 3-4, sedangkan pada tanaman yang tidak diairi rata-rata 9. Pada perlakuan tidak diairi skor penggulungan daun terendah pada Superwin (7,26) dibandingkan pada Burungan (8,86), Temo (8,57) dan Ombong (8,85). Berdasarkan karakter skor penggulungan daun, sifat tahan kering Superwin lebih besar dibandingkan dengan ketiga padi lokal Sulut lainnya, sehingga varietas ini potensial untuk ditanam di daerah kekurangan air.Water availability is one factor limiting rice production in Indonesia. The evaluation of drought resistance in North Sulawesi local rice is important to elevate Sulawesi capability as food security supporter. This study was conducted to evaluate drought resistance in four local rice cultivars (Burungan, Superwin, Temo and Ombong) under water deficit condition based on the leaf rolling score. After 14 days of treatment, mean of leaf rolling score in well-watered plants was 3-4, whereas in water deficit plants was 9. Under water deficit, Superwin had the lowest score (7.26) compared with Burungan (8.86), Temo (8.57), and Ombong (8.85). Based on the leaf rolling score character, drought resistance in Superwin was larger than the other 3 local rice cultivars, so that Superwin was potential to be cultivated in the water limited area.
Pelayuan Daun pada Padi Lokal Sulut Saat Kekeringan Palit, Evan Jordan; Nio, Song Ai; Mantiri, Feky R.
Jurnal MIPA Vol 4, No 2 (2015)
Publisher : Sam Ratulangi University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35799/jm.4.2.2015.9035

Abstract

Kekeringan merupakan faktor pembatas utama pada pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Penelitian ini bertujuan untuk mengamati skor kelayuan pada padi lokal Sulawesi Utara yang diberi cekaman kekeringan. Penelitian dilaksanakan di rumah kaca di Kelurahan Tingkulu, Manadao, Sulawesi Utara dari bulan April sampai Mei 2015. Penelitian ini menggunakan desain Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 4 varietas (Superwin, Ombong, Temo dan Burungan) yang diberikan 2 perlakuan pengairan dan 7 ulangan. Kedua perlakuan pengairan adalah diairi sampai kapasitas lapang dan tidak diairi selama 20 hari pada fase vegetatif tanaman. Skor kelayuan daun (1-9) dapat diamati dan ditentukan berdasarkan System of Standar Evaluation, IRRI. Penelitian ini menunjukkan bahwa kekeringan akan memicu pelayuan daun karena menurunnya potensial air di daun.Drought is a major limiting factor for plant growth and development. Leaf wilting in plant could indicate the drought stress. The objective of this experiment was to identify the leaf wilting score of North Sulawesi local rice cultivars as response to drought. The experiment was conducted  in the glasshouse in April to May 2015 at Tingkulu, Manado, North Sulawesi. The experiment was a completely randomized design (CRD) of 4 cultivars (Superwin, Temo, Ombong and Burungan) grown in 2 water regimes, with 1 sampling times and 7 replicates. The two water regimes were well-watered (WW) and water deficit (WD) obtained by withholding water for 20 days at the vegetative phase.  Leaf wilting score (1-9) could be visually determined based on the System of Standar Evaluation in rice by IRRI. The experiment showed that drought periode correlated with the increase of wilting score causes by low water potential.
Respons Morfologi dan Anatomi Kecambah Kacang Kedelai (Glycine max (L.) Merill) terhadap Intensitas Cahaya yang Berbeda (Morphological and Anatomical Responses of The Soybean (Glycine max (L.) Merill) Sprouts to The Different Light Intensity) Pantilu, Lisa Indried; Mantiri, Feky R; Nio, Song Ai; Pandiangan, Dingse
JURNAL BIOS LOGOS Vol 2, No 2 (2012): JURNAL BIOSLOGOS
Publisher : Universitas Sam Ratulangi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35799/jbl.2.2.2012.1044

Abstract

Abstrak Pengembangan tanaman kedelai sebagai tanaman sela di bawah tegakan karet, hutan tanaman industri (HTI), atau tumpangsari dengan tanaman pangan semusim lain merupakan alternatif andalan untuk meningkatkan produksi kedelai. Penelitian ini bertujuan untuk mengamati respons morfologi dan anatomi kecambah kacang kedelai pada stadium vegetatif 3 terhadap perbedaan intensitas cahaya. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan satu faktor tunggal yaitu  intensitas cahaya, dengan tiga taraf perlakuan yaitu P0 (tanpa naungan), P1 (naungan paranet 1 lapis untuk naungan ±50%) dan P2 (naungan paranet 2 lapis untuk naungan ±90%) dalam tiga kali ulangan. Penelitian ini menggunakan satu varietas kacang kedelai. Morfologi tanaman kedelai pada stadium vegetatif 3 dipengaruhi oleh intensitas cahaya. Hasil uji ANOVA yang dilanjutkan dengan BNT (5%) menunjukkan  tinggi tanaman  pada P2 dua kali lebih besar dibandingkan dengan tinggi tanaman pada P0; jumlah daun tidak berbeda antara perlakuan P0 dengan P1 dan antara P1 dan P2, tetapi jumlah daun pada P2 lebih banyak dibandingkan dengan jumlah daun pada P0 dan luas daun pada P0 lebih besar dibandingkan dengan luas daun P1 dan P2. Anatomi tanaman kedelai (jumlah, panjang, dan diameter stomata) pada stadium vegetatif 3 tidak dipengaruhi oleh intensitas cahaya. Kata kunci: anatomi, cahaya, kedelai, morfologi, naungan   Abstract Development of soybean plants as a plant stand waiting at the bottom of the rubber, plantation forests (HTI), or intercropped with other annual scropsis an alternative pledge to increase soybean production. This study aimed to observe the morphological and anatomical responses of soybean sprouts at the vegetative stage 3 of the difference in light intensity. The research was conducted using Completely Randomized Design(CRD) with one single factor is the influence of light, with a three-stage treatment of P0(without shade), P1(1 layer paranet shade to shade ± 50%) and P2(2 layers for shading paranet auspices of± 90%) in three replications.This study uses one variety of soybeans. Morphology of soybean plants at the vegetative stage 3 is influenced by light intensity. ANOVA test followed by LSD(5%) plant height at P2 showed two times greater than the height of plants at P0; number of leaves did not differ between treatments P0 with P1 and between P1 and P2, but the number of leaves on P2 more than with the number of leaves on leaf area at P0 and P0 is greater leaf area compared with P1 and P2. Anatomy of soybean plants (number, length and diameter of the stomata) in the vegetative stage 3 is not affected by light intensity. Keywords: anatomy, light, morphology, shade, soybean   Â