Suteja Suteja
Unknown Affiliation

Published : 7 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 7 Documents
Search

MENCARI AKAR RUJUKAN AJARAN MA’RIFAT SYAIKH NURUDDAROIN PESANTREN “MUKASYAFAH ‘ARIFIN BILLAH” DESA KARANGSARI KECAMATAN WERU KABUPATEN CIREBON Suteja Suteja
Holistik Vol 15, No 2 (2014)
Publisher : LP2M IAIN Syekh Nurjati Cirebon

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (358.532 KB) | DOI: 10.24235/holistik.v15i2.328

Abstract

Artikel ini mendeskripsikan tentang akar-akar rujukan ajaran Ma’rifat SyaikhNuruddaroin di Pesantren Mukasyafah Arifin Billah Desa Karangsari Kec.Weru Kab. Cirebon. Dengan memanfaatkan metode kualitatif dan pendekatansosio-historis, kajian ini melahirkan beberapa temuan. Pertama, MuhammadNuruddaroin bertekad kuat ingin mencari Allah Swt. atas dasar kecintaan dankerinduannya yang teramat dalam ingin bertemu Dia. Pada tanggal 26 Rabi’ulAwwal 1338 H./1919 M. seusai shalat Jumat, tepatnya dari mulai jam dua siangsampai menjelang tiba waktu shalat Ashar, dia mengalami kelenger (fanâ`).Dia meyakini telah mengalami empat tingkatan kematian, yaitu mati abang,mati putih, mati ijo, dan mati ireng. Sejak saat itu, ia merasa telah mencapaimaqam inkisyâf. Ia meyakini peristiwa tersebut sebagai ma’rifah. Namundemikian, dia tidak menganut paham kesatuan hamba dengan Tuhannyaataupun bersemayamnya Tuhan dalam diri manusia. Ia tetap konsisten denganajaran ma’rifah al-Ghazali; kedua, Al-Ghazali membatasi ma’rifatullah kepadakemampuan (karunia)untuk mengenali rahaia dari banyak rahasia Allah, bukanmelhat atau bertemu (musyahadah) Alah di dunia. Dan ketiga, Musyahadahyang, diklaim Muhammad Nuruddaroin tidak terdapat dalam tasawuf al-Ghazali dan betentangan dengan konsep ma’rifat al-Ghazali.Kata Kunci: Tasawuf, Ma’rifat Syaikh Nuruddaroin, Pesantren MukasyafahArifin Billah dan Ma’rifah al-Ghazali.Artikel ini mendeskripsikan tentang akar-akar rujukan ajaran Ma’rifat SyaikhNuruddaroin di Pesantren Mukasyafah Arifin Billah Desa Karangsari Kec.Weru Kab. Cirebon. Dengan memanfaatkan metode kualitatif dan pendekatansosio-historis, kajian ini melahirkan beberapa temuan. Pertama, MuhammadNuruddaroin bertekad kuat ingin mencari Allah Swt. atas dasar kecintaan dankerinduannya yang teramat dalam ingin bertemu Dia. Pada tanggal 26 Rabi’ulAwwal 1338 H./1919 M. seusai shalat Jumat, tepatnya dari mulai jam dua siangsampai menjelang tiba waktu shalat Ashar, dia mengalami kelenger (fanâ`).Dia meyakini telah mengalami empat tingkatan kematian, yaitu mati abang,mati putih, mati ijo, dan mati ireng. Sejak saat itu, ia merasa telah mencapaimaqam inkisyâf. Ia meyakini peristiwa tersebut sebagai ma’rifah. Namundemikian, dia tidak menganut paham kesatuan hamba dengan Tuhannyaataupun bersemayamnya Tuhan dalam diri manusia. Ia tetap konsisten denganajaran ma’rifah al-Ghazali; kedua, Al-Ghazali membatasi ma’rifatullah kepadakemampuan (karunia)untuk mengenali rahaia dari banyak rahasia Allah, bukanmelhat atau bertemu (musyahadah) Alah di dunia. Dan ketiga, Musyahadahyang, diklaim Muhammad Nuruddaroin tidak terdapat dalam tasawuf al-Ghazali dan betentangan dengan konsep ma’rifat al-Ghazali.Kata Kunci: Tasawuf, Ma’rifat Syaikh Nuruddaroin, Pesantren MukasyafahArifin Billah dan Ma’rifah al-Ghazali.Kata Kunci: Tasawuf, Ma’rifat Syaikh Nuruddaroin, Pesantren Mukasyafah Arifin Billah dan Ma’rifah al-Ghazali.
PENDIDIKAN KARAKTER BERBASIS TASAWUF Suteja Suteja
Al-Tarbawi Al-Haditsah: Jurnal Pendidikan Islam Vol 1, No 1 (2016)
Publisher : Pendidikan Agama Islam, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruann, IAIN Syekh Nurjati Cirebon

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24235/tarbawi.v1i1.1225

Abstract

Sebagian masyarakat di kota-kota besar sekarang ini, mereka mulai tertarik untuk mempelajari dan mempraktikkan pola hidup sufistik.Hal ini dapat dilihat dari banjirnya buku-buku tasawuf di tokok-toko buku, bermunculannya kajian-kajian tasawuf dan maraknya tayangan-tayangan, televisi dan radio.Fenomena ini menunjukkan bahwa ternyata agama telah dibawa untuk hidup di wilayah industri dan digitalisasi. Kitab suci masuk ruang internet, diolah ke dalam MP3, pesantren virtual, dan lain-lain.Fenomena ini makin menarik dikaji mengingat betapa pongahnya masyarakat modern ketika puncak kehidupannya yang rasional, empiris telah membawa mereka ke puncak peradaban.Peradaban modern yang berkembang di Barat sejak zaman renaissance adalah sebuah eksperimen yang telah mengalami kegagalan sedemikian parahnya, sehingga umat manusia menjadi ragu akan pertanyaan apakah mereka dapat menemukan cara-cara lain di masa yang akan datang.Akibat dari fenomena di atas, masyarakat Barat, yang sering digolongkan the post industrial society, suatu masyarakat yang telah mencapai tingkat kemakmuran materi sedemikian rupa dengan perangkat teknologi yang serba mekanis dan otomat. Bukannya semakin mendekati kebahagian hidup, melainkan sebaliknya, kian dihinggapi rasa cemas  akibat kemewahan hidup yang diraihnya. Mereka telah menjadi pemuja ilmu dan teknologi, sehingga tanpa disadari integritas kemanusiaannya tereduksi, lalu terperangkap pada jaringan sistem rasionalitas teknologi yang sangat tidak human.Faktor yang paling penting dalam membangun dan membuat identitas muslim masa kini adalah system pendidikan Islam tradisional, sepeti yang diteladankan kaum sufi.  Indonesia mencatat betapa besar pengaruh tasawuf kedalam dunia pendidikan sebelum masa kemerdekaan.Pengaruh tasawuf sudah sejak lama memasuki lembaga-lembaga pendidikan seperti Pesantren Salafiyah Syafi’iyah, Jami’at Khair, Madrasah al-Khaerat, Nahdhatul Ulama dan Pesantren.Kini saatnya Lembaga Pendidikan Islam mensosialisasikan dan menginternasikan  dimensi batiniah Islam kepada peserta didik (murid, tholib) sebagai alternatif.Kata Kunci: Pendidikan Karakter, Tasawuf, Manusia Modern
PERAN KELUARGA BURUH BATIK DALAM MENGURANGI KENAKALAN REMAJA USIA 13-16 TAHUN RT/RW 09/03 DI DESA WOTGALI KECAMATAN PLERED KABUPATEN CIREBON Fathonah Fathonah; Suteja Suteja; Akhmad Affandi
Al-Tarbawi Al-Haditsah: Jurnal Pendidikan Islam Vol 1, No 2 (2016)
Publisher : Pendidikan Agama Islam, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruann, IAIN Syekh Nurjati Cirebon

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24235/tarbawi.v1i2.1240

Abstract

Berdasarkan pengamatan ditemukan bahwa keluarga di Desa Wotgali Rt/Rw 09/03 Kec. Plered Kab. Cirebon telah sepenuhnya memberikan bimbingan dan pengarahan terhadap anak terlebih mengenai akhlak dan keagamaannya. Akan tetapi masih beberapa anak yang memang memiliki akhlak yang kurang baik pada usia 13-16 tahun dengan berbagai faktor-faktor tertentu.Penelitian  ini  bertujuan  untuk:1.Untuk  Memperoleh  Data  Tentang  Peran Keluarga Buruh Batik Terhadap Remaja Usia 13-16 Tahun Di Rt/Rw: 09/03 Desa Wotgali Kecamatan Plered Kabupaten Cirebon 2. Mengetahui Kenakalan Remaja Usia 13-16 Tahun Di Rt/Rw 09/03 Desa Wotgali Kecamatan Plered Kabupaten Cirebon. 3. Mengetahui Faktor Penyebab Kenakalan Remaja Usia 13-16 Tahun Rt/Rw 09/03 Di Desa Wotgali Kecamatan Plered Kabupaten Cirebon 4. Upaya Keluarga Buruh Batik Dalam Mengurangi Kenakalan Remaja Usia 13-16 Tahun Di Rt/Rw: 09/03  Desa Wotgali Kecamatan Plered Kabupaten Cirebon.Keluarga merupakan sekolah pertama dalam pembinaan akhlak atau moral anak sebagai tempat dan proses pergaulan hidup, baik buruknya struktur keluarga sangat menentukan baik buruknya perilaku dan karakter anak dan remaja. Kenakalan remaja sebagai tingkah laku yang menyimpang dari norma-norma bahwa kenakalan remaja suatu tindakan anak muda yang dapat merusak dan mengganggu baik terhadap diri sendiri maupun orang lain seperti: Minuman keras, Narkoba, Merokok, Pacaran diluar batas kewajaran, Pencurian, Penganiayaan, Pembunuhan dan lain-lain.Metode  penelitian  ini  dengan tekhnik in-depth intervieu  (wawancara mendalam)  dan  observasi (Pengamatan langsung). Selanjutnya hasil intervieu dianalisis dengan analisis kualitatif deskritif, yaituproses analisis yang mendeskripsikan data apa adanya dan menjelaskan data atau kejadian dengan kalimat-kalimat penjelasan secara kualitatif.Dari  hasil  penelitian  dapat  disimpulkan  bahwa  peran  keluarga di Desa Wotgali Rt/Rw 09/03 Kecamatan Plered Kabupaten Cirebon telah menjalankan dengan baik peran sebagai sebagai teladan yang baik, pemberi motivasi bagi kelangsungan kehidupan anaknya, memenuhi kebutuhan dasar manusia (fisiologi dan psikis) dan pendidik yang mampu mengatur dan mengenal anak.Kenakalan Remaja yang terjadi di lokasi penelitian meliputi minuman keras, merokok dan pacaran. Dan faktor-faktor penyebab kenakalan remaja di desa Wotgali meliputi faktor internal, yaitu lemahnya pertahanan diri dan faktor eksternal yang meliputi: kondisi lingkungan keluarga, keadaan ekonomi keluarga dan pengaruh pergaulan teman sebaya.  Adapun upaya dalam meminimalisir kenakalan remaja meliputi: pengajian yang disampaikan dengan materi fikih, akidah dan akhlak dan dengan menggunakan metode ceramah dan tanya jawab; kerjasama keluarga, pemeritah desa dan masyarakat, dan kegiatan alternatif di luar rumah.Kata Kunci : Peran Keluarga, Kenakalan Remaja 
Pengaruh Penerapan Metode Bermain Peran terhadap Prestasi Belajar pada Mata Pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam Siswa Madrasah Tsanawiyah (MTs) Arruhama Kuningan Dhea Abdul Majid; Iwan Iwan; Suteja Suteja
Al-Tarbawi Al-Haditsah: Jurnal Pendidikan Islam Vol 2, No 1 (2017)
Publisher : Pendidikan Agama Islam, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruann, IAIN Syekh Nurjati Cirebon

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24235/tarbawi.v2i1.2028

Abstract

AbstrakPenelitian ini memiliki latar belakang masalah terkait prestasi belajar siswa Madrasah Tsanawiyah (MTs) Arruhama Kecamatan Cilimus Kabupaten Kuningan pada mata pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam (SKI). Peneliti menemukan masalah, yakni dengan melihat hasil UTS di mana siswa yang mencapai KKM (Kriteria Ketuntasan Minimum) hanya sebesar 60%, dalam pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penerapan metode bermain peran terhadap prestasi belajar mata pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam siswa MTs Arruhama Kecamatan Cilimus Kabupaten Kuningan, untuk mengetahui pengaruh penerapan metode bermain peran terhadap prestasi belajar siswa di MTs Arruhama Kecamatan Cilimus Kabupaten Kuningan.Bermain peran sebagai suatu model pembelajaran bertujuan untuk membantu siswa menemukan makna diri (jati diri) di dunia sosial dan memecahkan dilema dengan bantuan kelompok. Artinya, melalui bermain peran siswa belajar mengungkapkan konsep peran, menyadari adanya peran-peran yang berbeda dan memikirkan perilaku dirinya dan perilaku orang lain. Teknikpengumpulan data yang dilakukandalampenelitianini, antara lain: angket, observasi, wawancaradandokumentasi, sedangkanuntukteknikanalisis data yaitudenganmenggunakanrumuskorelasiproduct moment.Berdasarkan hasil penelitian, jumlah skor rata-rata jawaban angket tentang pengaruh metode bermain peran pada mata pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam rata-rata pencapian sebagian besar berada pada kategori baik dengan rata-rata prosentase pencapaian sebesar 70%. Sedangkan prestasi belajar mata pelajaranSejarah Kebudayaan Islam rata-rata nilai pencapaian sebesar 52,12  terletak padakategori cukup,dapat disimpulkan bahwa pengaruh penerapan metode bermain peran terhadap prestasi belajar siswa terdapat korelasi yang termasuk kedalam kategori korelasi yang lemah atau rendah sebesar (0, 24). Kata Kunci: Metode Bermain Peran, Prestasi Belajar Siswa
Orientasi Pendidikan Karakter pada Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) di Sekolah Menengah Atas (SMA) dalam Kurikulum 2013 Perspektif Thomas Lickona Anisatul Azizah; Muslihudin Muslihudin; Suteja Suteja
Al-Tarbawi Al-Haditsah: Jurnal Pendidikan Islam Vol 1, No 2 (2016)
Publisher : Pendidikan Agama Islam, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruann, IAIN Syekh Nurjati Cirebon

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24235/tarbawi.v1i2.1231

Abstract

Seorang filsuf Yunani bernama Aristoteles mendefinisikan karakter yang baik sebagai kehidupan dengan melakukan tindakan-tindakan yang benar sehubungan dengan diri seseorang dan orang lain. Kehidupan yang berbudi luhur termasuk kebaikan yang berorientasi pada diri sendiri (kontrol diri) sebagaimana halnya dengan kebaikan yang berorientasi pada hal lainnya (kemurahan hati dan belas kasihan), dan kedua jenis kebaikan ini saling berhubungan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui konsep pendidikan karakter perspektif Thomas Lickona, mengetahui konsep Pendidikan Karakter dalam Kurikulum 2013 dan mengetahui Perspektif Thomas Lickona dalam Pendidikan Karakter pada Kurikulum 2013. Hasil penelitian menunjukkan bahwa karakter menurut Thomas Lickona, memiliki tiga komponen karakter yang saling berhubungan: pengetahuan moral, perasaan moral, dan perilaku moral. Pendidikan karakter menurut Thomas Lickona dan dalam kurikulum 2013 mempunyai relevansi, dalam standar isi yang membahas sikap, tertuang dalam KI-1 yakni tentang spiritual dan KI-2 tentang sosial, dan  dalam Kompetensi Dasar (KD). KD pada mata pelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) di kelas X, XI dan XII dalam Kurikulum 2013, Komponen dan KD yang menunjukkan keselarasan antara Thomas Lickona dengan Kurikulum 2013 yakni, pengetahuan moral: menghayati, perasaan moral: meyakini, dan tindakan moral: menunjukkan sikap hormat, jujur.Kata Kunci : Orientasi, Pendidikan Karakter
KOMPETENSI AKADEMIS DAN SPIRITUAL PENDIDIK MENURUT IMAM AL-GHAZALI Telaah Isi Kitab Ihya’ Ulum al-Din Juz I (Satu) Erna Erlina; Suteja Suteja; Akhmad Afandi
Al-Tarbawi Al-Haditsah: Jurnal Pendidikan Islam Vol 1, No 2 (2016)
Publisher : Pendidikan Agama Islam, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruann, IAIN Syekh Nurjati Cirebon

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24235/tarbawi.v1i2.1236

Abstract

Tujuan penelitian ini adalah untuk menjelaskan dan mendeskripsikan pemikiran imam al-Ghazali tentang kompetensi akademis dan spiritual pendidik, serta kesesuaian pemikiran imam al-Ghazali di Era Globalisasi. Langkah-langkah penelitian yang ditempuh dalam penelitian ini adalah menggunakan data teoritik yang bersifat kualitatif. Teknik pengumpulan data menggunakan teknik dokumentasi, sedangkan teknik analisis data menggunakan reduksi data, display data, deskripsi serta kesimpulan dan verifikasi terhadap sumber data baik data primer maupun data skunder. Hasil dari  penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti yaitu: 1) Kompetensi akademis pendidik yang terangkum dalam kitab Ihya’ Ulumuddin juz I (satu) karangan imam al-Ghazali yaitu, Memberikan nasehat kepada peserta didik agar mencapai tujuan, Melarang peserta didik agar tidak memiliki akhlak tercela, dan Memberikan pengetahuan sesuai kadar pemahaman anak didik. 2) Kompetensi spiritual pendidiknya yaitu: Memberikan kasih sayang terhadap anak didik, Mengikuti jejak Rasulullah dalam tugas dan kewajibannya, Menghormati rekan sejawat dan Menjadi teladan bagi anak didik. 3) Kesesuaian pemikiran imam al-Ghazali di era globalisasi mengenai kompetensi akademis dan kompetensi spiritual pendidik sesuai dengan kode etik guru Indonesia yang tercantum pada bagian Nilai-nilai Dasar dan Nilai-nilai Operasional Pasal 5 dan Pasal 6. Kata Kunci: Kompetensi, Akademis, Spiritual, Imam al-Ghazali, Kode Etik Guru Indonesia.
MADRASAH VS. SEKOLAH Dikotomi Institusi Pendidikan Indonesia Suteja Suteja
Al-Tarbawi Al-Haditsah: Jurnal Pendidikan Islam Vol 2, No 2 (2017)
Publisher : Pendidikan Agama Islam, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruann, IAIN Syekh Nurjati Cirebon

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24235/tarbawi.v2i2.2068

Abstract

AbstrakBicara pendidikan di Indonesia tidak lepas dari dua istilah yaitu sekolah dan madrasah. Keduanya memiliki sejarah lahir dan perkembangannya bahkan mengalami polarisasi antar keduanya, terjadi klaim-klaim yang saling menguatkan. Sekolah pada awalnya adalah bentukan colonial Belanda yang kemudian mengantarkan pada ketenarannya seolah tidak ada lembaga pendidikan yang sebenarnya lebih dini jauh sebelum kaum colonial datang ke Nusantara, yaitu pesantren. Bermula dari lembaga pesantren inilah lahir madrasah sebagai wadah para santri/murid menimba ilmu agama bahkan juga ilmu umum dengan metode klasikal.Sejalan dengan perkembangan waktu, madrasah terus mengalami perubahan meskipun secara formal, pengakuan pemerintah terutama Kementerian Agama terhadap Madrasah adalah pasca merdeka negeri ini. Namun bukan hal yang dipungkiri ketika di lapangan, masyarakat masih latah dengan pelabelan nama sekolah daripada madrasah sehingga menimbulkan kesan pengkotomiaan antara sekolah dan madrasah. Madrasah juga terus melakukan inovasi baik dari segi metode, kurikulum, dan desain-desain lainnya.Upaya-upaya kementerian Agama sebagai induk pengayom madrasah terus dilakukan demi terciptanya lembaga pendidikan keagamaan plus, yaitu bernama madrasah sehingga melulusakan output yang kompetitif, memiliki daya jual yang tangguh dengan dibekali ilmu agamaNamaun, pada tulisan ini tidak akan menambah jarak menganga antara keduanya tapi bagaimana madrasah sejajar dengan sekolah ketika memberika pelayanan pendidikan yang baik di kancah nasional.  Kata Kunci: Dikotomi, Madrasah, dan Sekolah