Mochamad Ramdhan Pratama
Universitas Diponegoro

Published : 3 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search

The Implementation of the Deferred Prosecution Agreement Concept to Corruption by Corporations with the Anti-Bribery Management System (SNI ISO 37001: 2016) Mas Putra Zenno Januarsyah; Mochamad Ramdhan Pratama; Pujiyono Pujiyono; Elisatris Gultom
PADJADJARAN Jurnal Ilmu Hukum (Journal of Law) Vol 8, No 2 (2021): PADJADJARAN JURNAL ILMU HUKUM (JOURNAL OF LAW)
Publisher : Faculty of Law, Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Prevention of corruption is a reform program in legal field that has been implemented by the Indonesian government. However, there is a gap in the main objective of the prevention to restore the country’s financial losses. Returning state’s financial losses is not easy. There are needs of a new paradigm to maximize the return of state financial losses caused by corruption. In the United Kingdom, the Serious Fraud Office used the Deferred Prosecution Agreement to handle Rolls-Royce’s alleged corruption offenses. One of the requirements is a legal compliance program that the corporation must obey. This study is a descriptive study. It employed normative juridical research type with statute and conceptual approaches, as well as legal comparison. The data was collected through literature studies before subsequently analyzed qualitatively. The results shows that the implementation of the concept of deferred prosecution on corruption crimes committed by corporations with anti-bribery management system (SNI ISO 37001: 2016) is stated in the legislation policy related to the prohibition of corruption crimes committed by corporation. Any corporations can be held criminally accountable. However, policies and regulations in Indonesia do not require corporations to follow the legal compliance program.Penerapan Konsep Perjanjian Penundaan Penuntutan terhadap Tindak Pidana Korupsi yang Dilakukan Korporasi dengan Sistem Manajemen Anti Penyuapan (SNI ISO 37001: 2016)AbstrakPencegahan tindak pidana korupsi merupakan salah satu program reformasi di bidang hukum yang telah dilaksanakan oleh pemerintah Indonesia. Namun, terdapat kesenjangan dalam tujuan utama penanggulangan tindak pidana korupsi yaitu mengembalikan kerugian keuangan negara. Dalam pengembalian kerugian keuangan negara tidak semudah yang dibayangkan, sehingga perlu adanya paradigma baru sebagai upaya untuk memaksimalkan pengembalian kerugian keuangan negara akibat tindak pidana korupsi. Penanganan tindak pidana korupsi yang dilakukan Serious Fraud Office di Inggris terhadap korporasi Rolls-Royce dengan menggunakan Deferred Prosecution Agreement, yang mana dalam salah satu klausul nya dikehendaki, adanya program kepatuhan hukum yang wajib diikuti oleh korporasi. Penelitian ini bersifat deskriptif dengan jenis penelitian yuridis normatif, menggunakan pendekatan perundang-undangan (statute approach) dan pendekatan konseptual (conceptual approach), dan pendekatan perbandingan hukum (legal comparasion). Data dikumpulkan melalui studi kepustakaan, kemudian dianalisis secara kualitatif. Hasil penelitian menunjukan bahwa Penerapan Konsep Perjanjian Penundaan Penuntutan terhadap tindak pidana korupsi yang dilakukan korporasi dengan Sistem Manajemen Anti Penyuapan (SNI ISO 37001: 2016) secara eksplisit telah ditetapkan dalam kebijakan legislasi terkait dengan larangan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh korporasi, dan korporasi yang melakukannya dapat dipertanggungjawabkan secara pidana. Namun kebijakan dan regulasi di Indonesia tidak mewajibkan korporasi untuk mengikuti program kepatuhan hukum, dalam hal ini Sistem Manajemen Anti Penyuapan SNI ISO 37001: 2016.Kata kunci: ISO, perjanjian penundaan penuntutan, tindak pidana korupsi oleh korporasi.DOI: https://doi.org/10.22304/pjih.v7n3.a4 
Kebijakan Kriminalisasi Terhadap Perbuatan Trading In Influence dalam Tindak Pidana Korupsi Mochamad Ramdhan Pratama
Nurani Hukum Vol. 3 No. 1 Juni 2020
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.51825/nhk.v3i1.8275

Abstract

Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi ditelusuri lebih lanjut maka akan ditemukan sebuah kelemahan mendasar, yaitu tidak ditemukannya suatu ketentuan pidana yang mengatur trading in influence. Hal itu tentu saja menimbulkan resiko bagi keberlanjutan pemberantasan korupsi di masa depan, karena trading in influence belum dikategorikan sebagai tindak pidana korupsi dalam hukum positif di Indonesia. Sebagai solusinya, melakukan kriminalisasi terhadap perbuatan memperdagangkan pengaruh atau trading influence, guna mewujudkan integritas pembangunan dan pembaharuan hukum pidana nasional berdasarkan filosofi melindungi segenap bangsa dan mengutamakan kemakmuran rakyat yang sebesar-besarnya. Oleh karena itu, perbuatan tersebut harus diatur dalam perundang-undangan pidana di Indonesia. Penelitian ini bersifat deskriptif, dengan jenis penelitian yuridis normatif dengan pendekatan pendekatan perundang-undangan (statue approach) dan pendekatan kebijakan (policy approach). Hasil penelitian menunjukkan bahwa Indonesia belum mengadopsi keseluruhan norma dari UNCAC, khususnya aturan tentang perdagangan pengaruh (trading in influence). Padahal, dalam tataran praktek, perdagangan pengaruh sangat jamak terjadi di Indonesia dengan memanfatkan kekuasaan atau otoritas yang mereka miliki untuk mendapatkan keuntungan yang tidak semestinya (undue advantage). Perdagangan pengaruh banyak dilakukan oleh pihak swasta maupun oleh penyelenggara negara. Meskipun demikian, undang-undang yang berlaku saat ini belum bisa menjerat perdagangan pengaruh yang dilakukan oleh pihak swasta yang menerima keuntungan akibat kedekatan atau pengaruhnya terhadap otoritas publik. Praktek ini banyak terjadi di lingkungan partai politik
PERLUASAN MAKNA ZINA DALAM PASAL 417 RANCANGAN KUHP INDONESIA Mochamad Ramdhan Pratama
Res Justitia : Jurnal Ilmu Hukum Vol. 2 No. 2 (2022): Jurnal Res Justitia : Jurnal Ilmu Hukum
Publisher : LPPM Universitas Bina Bangsa

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.46306/rj.v2i2.36

Abstract

The Criminal Code of Dutch colonial heritage needs to be updated because Indonesia and the Netherlands have different characters and cultures. The discourse of overhaul, reform, revision, and even reform has become a long debate by criminal law experts to conform to the values of Indonesian society. The purpose of this study is to find out the Basic Determination of policies on the expansion of adultery and the values protected by the expansion of the Meaning of Zina in Article 417 of the Criminal Law Bill. This research is descriptive with normative juridical research types, using legal approaches and policy approaches. Data are collected through the study of literature, then analyzed qualitatively. This study shows that the basic determination of the policy of expanding adultery in Article 417 of the Criminal Law Bill is based on the perspective of criminal policy, the formulation of adultery in Article 284 of the Criminal Code is a problematic policy because the delik formula only criminalizes perpetrators who have been the same or one of them has been bound by marriage and does not criminalize those who are equally single. Meanwhile, the results of the second study show that the values protected by the expansion of the meaning of adultery in Article 417 of the Criminal Code are religious values, as well as moral values that are closely related to religion and the values of the Indonesian nation derived from Pancasila