Mas Putra Zenno Januarsyah
Sekolah Tinggi Hukum Bandung

Published : 9 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 9 Documents
Search

PENERAPAN ASAS ULTIMUM REMEDIUM TERHADAP TINDAK PIDANA KORUPSI YANG TERJADI DI LINGKUNGAN BUMN PERSERO Januarsyah, Mas Putra Zenno
Jurnal Wawasan Yuridika Vol 1, No 1 (2017)
Publisher : Sekolah Tinggi Hukum Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (605.555 KB) | DOI: 10.25072/jwy.v1i1.125

Abstract

AbstrakKetidaksinkronan regulasi terkait status keuangan negara di lingkungan BUMN Persero, kenyataannya telah menimbulkan kesulitan untuk menentukan ada atau tidaknya tindak pidana korupsi serta langkah penyelesaian tindak pidana korupsi di lingkungan BUMN Persero. Asas ultimum remedium sebagai asas yang paling fundamental dalam hukum pidana dapat diterapkan terhadap tindak pidana korupsi yang terjadi di lingkungan BUMN Persero dengan menekankan pada penyelesaian melalui hukum perdata dan hukum administrasi. Selanjutnya, sebagai upaya mengatasi ketidaksinkronan regulasi, Kekayaan negara yang dipisahkan dalam BUMN harus diperlakukan sebagai aturan khusus (lex specialis), sehingga berdasar adagium lex specialis derograt legi generale, maka Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN harus menjadi dasar penyelesaiannya. Kemudian dikaitkan dengan waktu pengundangannya atau pemberlakuannya, undang-undang tersebut diundangkan lebih belakangan, maka berdasar adagium lex posteriori derograt legi priori, undang-undang BUMN dimaksud harus menjadi dasar hukumnya.Kata Kunci: Ultimum Remedium; BUMN; Korupsi.
The Implementation of the Deferred Prosecution Agreement Concept to Corruption by Corporations with the Anti-Bribery Management System (SNI ISO 37001: 2016) Mas Putra Zenno Januarsyah; Mochamad Ramdhan Pratama; Pujiyono Pujiyono; Elisatris Gultom
PADJADJARAN Jurnal Ilmu Hukum (Journal of Law) Vol 8, No 2 (2021): PADJADJARAN JURNAL ILMU HUKUM (JOURNAL OF LAW)
Publisher : Faculty of Law, Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Prevention of corruption is a reform program in legal field that has been implemented by the Indonesian government. However, there is a gap in the main objective of the prevention to restore the country’s financial losses. Returning state’s financial losses is not easy. There are needs of a new paradigm to maximize the return of state financial losses caused by corruption. In the United Kingdom, the Serious Fraud Office used the Deferred Prosecution Agreement to handle Rolls-Royce’s alleged corruption offenses. One of the requirements is a legal compliance program that the corporation must obey. This study is a descriptive study. It employed normative juridical research type with statute and conceptual approaches, as well as legal comparison. The data was collected through literature studies before subsequently analyzed qualitatively. The results shows that the implementation of the concept of deferred prosecution on corruption crimes committed by corporations with anti-bribery management system (SNI ISO 37001: 2016) is stated in the legislation policy related to the prohibition of corruption crimes committed by corporation. Any corporations can be held criminally accountable. However, policies and regulations in Indonesia do not require corporations to follow the legal compliance program.Penerapan Konsep Perjanjian Penundaan Penuntutan terhadap Tindak Pidana Korupsi yang Dilakukan Korporasi dengan Sistem Manajemen Anti Penyuapan (SNI ISO 37001: 2016)AbstrakPencegahan tindak pidana korupsi merupakan salah satu program reformasi di bidang hukum yang telah dilaksanakan oleh pemerintah Indonesia. Namun, terdapat kesenjangan dalam tujuan utama penanggulangan tindak pidana korupsi yaitu mengembalikan kerugian keuangan negara. Dalam pengembalian kerugian keuangan negara tidak semudah yang dibayangkan, sehingga perlu adanya paradigma baru sebagai upaya untuk memaksimalkan pengembalian kerugian keuangan negara akibat tindak pidana korupsi. Penanganan tindak pidana korupsi yang dilakukan Serious Fraud Office di Inggris terhadap korporasi Rolls-Royce dengan menggunakan Deferred Prosecution Agreement, yang mana dalam salah satu klausul nya dikehendaki, adanya program kepatuhan hukum yang wajib diikuti oleh korporasi. Penelitian ini bersifat deskriptif dengan jenis penelitian yuridis normatif, menggunakan pendekatan perundang-undangan (statute approach) dan pendekatan konseptual (conceptual approach), dan pendekatan perbandingan hukum (legal comparasion). Data dikumpulkan melalui studi kepustakaan, kemudian dianalisis secara kualitatif. Hasil penelitian menunjukan bahwa Penerapan Konsep Perjanjian Penundaan Penuntutan terhadap tindak pidana korupsi yang dilakukan korporasi dengan Sistem Manajemen Anti Penyuapan (SNI ISO 37001: 2016) secara eksplisit telah ditetapkan dalam kebijakan legislasi terkait dengan larangan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh korporasi, dan korporasi yang melakukannya dapat dipertanggungjawabkan secara pidana. Namun kebijakan dan regulasi di Indonesia tidak mewajibkan korporasi untuk mengikuti program kepatuhan hukum, dalam hal ini Sistem Manajemen Anti Penyuapan SNI ISO 37001: 2016.Kata kunci: ISO, perjanjian penundaan penuntutan, tindak pidana korupsi oleh korporasi.DOI: https://doi.org/10.22304/pjih.v7n3.a4 
Penerapan Doktrin Business Judgment Rule Dalam Perkara Tindak Pidana Korupsi Karen Agustiawan Mas Putra Zenno Januarsyah; Dwidja Priyatno; Agung Sujati Winata; Khairul Hidayat
Jurnal Ius Constituendum Vol 7, No 1 (2022): APRIL
Publisher : Universitas Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26623/jic.v7i1.4922

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji dan menganalisis penerapan business judgment rule dalam perkara tindak pidana korupsi Karen Agustiawan. Penelitian ini bersifat deskriptif dengan jenis yuridis normatif. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan peraturan perundang-undangan (statute approach) dan pendekatan kasus (case approach) dengan menggunakan data sekunder yang dianalisis secara kualitatif. Hasil penelitian ini menunjukkan penerapan doktrin business judgment rule dalam perkara tindak pidana korupsi Karen Agustiawan terjadi pada tingkat pemeriksaan di Mahkamah Agung (judex juris). Dalam pertimbangannya, apa yang dilakukan oleh Karen Agustiawan tidak keluar dari ranah business judgment rule, ditandai dengan tidak adanya kecurangan (fraud), benturan kepentingan (conflict of interest), perbuatan melawan hukum, dan kesalahan yang disengaja.  This study aims to examine and analyze the application of the business judgment rule in the corruption case of Karen Agustiawan. This research is descriptive with normative juridical type. The approach used is the approach laws and regulations (statute approach) and case approach using secondary data which was analyzed qualitatively. The results of this study show the application of the business judgment rule doctrine in the corruption case of Karen Agustiawan occurred at the examination level at the Supreme Court (judex juris). In her judgment, what Karen Agustiawan did was not outside the realm of the business judgment rule, marked by the absence of fraud, conflict of interest, unlawful acts, and intentional mistakes. 
UPAYA NON-PENAL DALAM PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI Mochamad Ramdhan Pratama; Mas Putra Zenno Januarsyah
Jurnal Ius Constituendum Vol 5, No 2 (2020): OKTOBER
Publisher : Universitas Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26623/jic.v5i2.2195

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji secara jelas mengenai upaya non-penal dalam pemberantasan tindak pidana korupsi. Korupsi di Indonesia bukan sekedar persoalan normatif, akan tetapi sudah menjadi penyakit kolosal. Urgensi penelitian ini berkofus pada upaya non-penal dengan strategi perubahan sosial dengan mengubah cara berpikir masyarakat di lingkungan sekitar. Metode penelitian bersifat deskriptif (descriptive research), jenis penelitian kriminologis dengan pendekatan konseptual (conceptual approach). Hasil dari penelitian ini dapat dikonklusikan bahwa sarana non-penal memiliki nurani intelektual yang berfokus pada perbaikan kondisi sosial yang mempunyai pengaruh previntif terhadap kejahatan melalui perwujudan pendidikan anti korupsi sebagai kunci utama.
PENERAPAN PRINSIP ULTIMUM REMEDIUM DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI Mas Putra Zenno
Jurnal Yudisial Vol 10, No 3 (2017): ALIENI JURIS
Publisher : Komisi Yudisial RI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29123/jy.v10i3.266

Abstract

ABSTRAKPutusan Nomor 2149 K/PID.SUS/2011 memberikan vonis lepas dari segala tuntutan hukum kepada terdakwa sebagai direktur teknik PT PKT dalam kasus pengadaan rotor gas turbin generator. Majelis hakim dalam salah satu dari sekian banyak pertimbangan hukumnya menyatakan bahwa perbuatan terdakwa bukan lingkup tindak pidana tetapi lingkup hukum ekonomi keperdataan. Permasalahan yang ditarik dalam jurnal ini, bagaimanakah penerapan prinsip ultimum remedium dalam Putusan Nomor 2149 K/PID.SUS/2011? Metode penelitian dalam jurnal ini menggunakan pendekatan yuridis normatif, maksudnya adalah mengkaji permasalahan yang diteliti kemudian disinkronkan dengan perundang-undangan yang berlaku serta ajaran-ajaran hukum pidana yang berkaitan dengan permasalahan yang sedang diteliti. Hasil pada penelitian ini menunjukkan bahwa putusan ini dapat dimaknai telah menerapkan ultimum remedium di tengah-tengah problematika hukum terkait status keuangan BUMN persero. Ultimum remedium dalam hukum pidana memiliki pengertian bahwa apabila suatu perkara dapat ditempuh melalui jalur lain seperti hukum perdata ataupun hukum administrasi hendaklah jalur tersebut ditempuh sebelum mengoperasionalkan hukum pidana. Kata kunci: ultimum remedium, korupsi, BUMN.ABSTRACTCourt Decision Number 2149 K/PID.SUS/2011 sentenced the Defendant as the Technical Director of PT PKT, free from all charges in the case of procurement of gas turbine generator rotor. The Panel of Judges in one of their various legal considerations stated that the defendant’s conduct did not fall within the scope of the criminal act but the scope of the civil economy law. The research in this analysis is done using the method of normative juridical approach by studying and synchronizing the problems with the applicable statutory regulations and the teachings of the criminal law relating to the issues under examination. The result of this analysis indicates that the ruling of the Supreme Court could be interpreted to have applied ultimum remedium amidst legal problems related to the financial status of the State-Owned Enterprise Limited. Ultimium remedium in criminal law means that if a case can be reached through other channels such as civil law or administrative law, it should be taken prior to operationalize criminal law. Keywords: ultimum remedium, corruption, state-owned enterprise.
The Renewal Policy of the Adultery Concept in Article 411 of the Law Number 1 of 2023 on the Indonesian Criminal Code Mas Putra Zenno Januarsyah; Dwidja Priyatno; Somawijaya Somawijaya; Widiada Gunakaya
PADJADJARAN Jurnal Ilmu Hukum (Journal of Law) Vol 10, No 1 (2023): PADJADJARAN JURNAL ILMU HUKUM (JOURNAL OF LAW)
Publisher : Faculty of Law, Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

At present, Indonesia needs to update the Indonesian Criminal Code to replace the Dutch Colonial Criminal Code that still exists. The jurists, especially criminal law experts, have been involved in a lengthy debate on overhauling, reformulating, revising, and even reforming the Criminal Code to align with Indonesian values. This study aims to determine the foundation of the policy to expand the concept of adultery and the values protected by the expansion contained in Article 411 of Law Number 1 of 2023 on the Criminal Code. This study was a descriptive study that used a normative juridical approach. The data collection techniques employed secondary data with a study of documents. The data were analyzed with qualitative methods. The result shows that the foundation of the expansion policy is the perspective of criminal policy. The formulation of the adultery offense in Article 284 of the Criminal Code is a problematic policy because it is not in accordance with the values of the Indonesian people. The formulation of the article only convicts the offenders who are committed in marriage. The provision does not require punishment to unmarried convicts. The arrangements for adultery offenses that are still in effect today are not based on a view of life. They do not reflect the social structure of the Indonesian people with the characteristics of kinship, groups, and beliefs. On the other hand, Article 411 of Law Number 1 of 2023 on the Criminal Code expands the concept of adultery to protect the religious and moral values closely related to Pancasila.DOI: https://doi.org/10.22304/pjih.v10n1.a1
PENERAPAN ASAS ULTIMUM REMEDIUM TERHADAP TINDAK PIDANA KORUPSI YANG TERJADI DI LINGKUNGAN BUMN PERSERO Mas Putra Zenno Januarsyah
Jurnal Wawasan Yuridika Vol 1, No 1 (2017): Maret 2017
Publisher : Sekolah Tinggi Hukum Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (605.555 KB) | DOI: 10.25072/jwy.v1i1.125

Abstract

AbstrakKetidaksinkronan regulasi terkait status keuangan negara di lingkungan BUMN Persero, kenyataannya telah menimbulkan kesulitan untuk menentukan ada atau tidaknya tindak pidana korupsi serta langkah penyelesaian tindak pidana korupsi di lingkungan BUMN Persero. Asas ultimum remedium sebagai asas yang paling fundamental dalam hukum pidana dapat diterapkan terhadap tindak pidana korupsi yang terjadi di lingkungan BUMN Persero dengan menekankan pada penyelesaian melalui hukum perdata dan hukum administrasi. Selanjutnya, sebagai upaya mengatasi ketidaksinkronan regulasi, Kekayaan negara yang dipisahkan dalam BUMN harus diperlakukan sebagai aturan khusus (lex specialis), sehingga berdasar adagium lex specialis derograt legi generale, maka Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN harus menjadi dasar penyelesaiannya. Kemudian dikaitkan dengan waktu pengundangannya atau pemberlakuannya, undang-undang tersebut diundangkan lebih belakangan, maka berdasar adagium lex posteriori derograt legi priori, undang-undang BUMN dimaksud harus menjadi dasar hukumnya.Kata Kunci: Ultimum Remedium; BUMN; Korupsi.
Deferred Prosecution Agreement: a Restorative Approach in Tackling Corruption Committed by Corporations Mas Putra Zenno Januarsyah; Widiada Gunakaya; Asep N. Mulyana
Jurnal Wawasan Yuridika Vol 6, No 2 (2022): September 2022
Publisher : Sekolah Tinggi Hukum Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (641.107 KB) | DOI: 10.25072/jwy.v6i2.545

Abstract

This study aims to analyze the restorative approach to overcoming criminal acts of corruption committed by corporations through a deferred prosecution agreement. This research is descriptive with normative juridical research using secondary data in the form of primary, secondary, and tertiary legal materials through a statute approach and a conceptual approach. Data was collected using a document study, then analyzed qualitatively. The study results show that the deferred prosecution agreement is the ideal model for returning state financial losses due to corruption. This concept can be applied in Indonesia. In addition, this model provides legal certainty and legal benefits. As a consequence, as a dual-track system, deferred prosecution agreements also remain in the corridor of settlement through the criminal justice system.
Penerapan Sistem Pertanggungjawaban Pidana Korporasi sebagai Subjek Tindak Pidana dalam Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Mochamad Ramdhan Pratama; Mas Putra Zenno Januarsyah
Jurnal Wawasan Yuridika Vol 4, No 2 (2020): September 2020
Publisher : Sekolah Tinggi Hukum Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1037.444 KB) | DOI: 10.25072/jwy.v4i2.350

Abstract

Aksentuasi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini memberi perubahan mengenai perkembangan masyarakat dan perkembangan subjek tindak pidana. Pada mulanya, subjek tindak pidana hanya mengacu kepada manusia alamiah saja (naturlijke persoon), tetapi pada kenyataannya, sekarang badan hokum (rechts persoon) menjadi subjek tindak pidana. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sistem pertanggungjawaban pidana korporasi sebagai subjek tindak pidana dalam Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Penelitian ini bersifat deskriptif dengan jenis penelitian yuridis normatif, menggunakan pendekatan perundang-undangan (statute appoach) dan pendekatan konseptual (conceptual approach). Data dikumpulkan melalui studi kepustakaan, kemudian dianalisis secara kualitatif. Penelitian ini menunjukkan sistem pertanggungjawaban pidana korporasi dalam Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi menganut sistem pertanggungjawaban pidana korporasi campuran, sehingga pertanggungjawaban pidana diterapkan terhadap korporasi dan/atau pengurusnya. AbstractAccentuation of the development of science and technology today provides changes about the development of society and the development of the subject of criminal acts. At first, the subject of follow-up only involved natural people (naturlijke persoon), but at the present, legal entity (rechts persoon) became the subject of judicial actions. Purpose of this research is to determine the corporate criminal liability system as subjects of criminal acts in the Corruption Eradication Act. This research is descriptive research with normative juridical research type, uses statute and conceptual approaches. Data was collected through literature study, then analyzed qualitatively. This research shows that the corporate criminal liability system in Corruption Eradication Act adheres to a mixed corporate criminal liability system, thereby that criminal liability is applied to the corporation and/or its management..Keywords: Corporate; Corruption; Criminal Liability.