Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search
Journal : SAMARAH: Jurnal Hukum Keluarga dan Hukum Islam

Penyebutan ‘Iwaḍ dalam Penjatuhan Khulu’: Kontribusi Abu Isḥāq Al-Syīrāzī Aziz, Nasaiy
Samarah: Jurnal Hukum Keluarga dan Hukum Islam Vol 2, No 1 (2018)
Publisher : Islamic Family Law Department, Sharia and Law Faculty, Universitas Islam Negeri Ar-Raniry

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (462.703 KB) | DOI: 10.22373/sjhk.v2i1.3106

Abstract

Salah satu bentuk perceraian yang terjadi dalam rumah tangga atas inisiatif isteri adalah dengan cara khulu’.Ulama berbeda pendapat tentang kebsahan khulu’ dimaksud. Sebagian mereka berpendapat bahwa bayaran sejumlah uang tebusan (‘iwaḍ) bukan merupakan salah satu syaraat sah khulu’. Namun sebagian lainnya berpendirian bahwa bayaran sejumlah uang (‘iwaḍ) dari isteri kepada suami merupakan salah satu syarat sah khulu’ itu sendiri. Ketiadaan bayaran tersebut khulu’ dimaksud belum dianggap sah. Abu Isḥāq Al-Syīrāzī berpendapat lain. Menurut beliau khulu’ tersebut baru dianggap sah dan punya akibat hukum bila bayaran sejumlah uang dari isteri kepada suami di samping merupakan salah satu syarat sah khulu’, juga harus disebutkannya ketika suami mengucapkan lafaz khulu’ kepada isteri. Ketentuan seperti ini dimaksudkan untuk membedakan khulu’ dengan talak biasa baik talak raj’i maupun talak ba’in. Penetapan hukum seperti ini dilakukan dengan cara menjadikan hadis sebagai penjelas keumuman ayat Alquran.
Nasab Anak yang Lahir di luar Nikah: Analisis Fatwa MPU Aceh Nomor 18 Tahun 2015 dan Keputusan MK Nomor 46/PUU/-VIII/2010 Aziz, Nasaiy; Muksal Mina, Muksal Mina
Samarah: Jurnal Hukum Keluarga dan Hukum Islam Vol 1, No 1 (2017)
Publisher : Islamic Family Law Department, Sharia and Law Faculty, Universitas Islam Negeri Ar-Raniry

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22373/sjhk.v1i1.1571

Abstract

Status hukum anak luar nikah masih beragam. Mahkamah Konstitusi telah menetapkan adanya hubungan status keperdataan anak dengan ayah biologisnya. Sementara itu, MPU Aceh juga telah mengeluarkan fatwa yang sebaliknya dengan Putusan MK. Masalah yang diteliti adalah bagaimana status hukum anak luar nikah dilihat dari berbagai perspektif, bagaimana pertimbangan Hakim Mahkamah Konstitusi dalam keputusan Nomor 46/PUU/-VIII/2010 terkait dengan penentuan status keperdataan anak luar nikah dan bagaimana tinjauan fatwa MPU Aceh No 18 Tahun 2015 tentang nasab anak yang lahir diluar nikah (anak zina) terhadap putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PUU-VIII/2010 tentang nasab anak yang lahir diluar nikah. Untuk menjawab permasalahan tersebut, penulis menggunakan studi kepustakaan (library research) dan dilakukan dengan menggunakan metode deskriptif-analisis. Hasil analisa penulis menunjukkan bahwa dalam hukum Islam, nasab anak terputus dengan laki-laki pezina, begitu juga yang dimuat dalam Undang-Undang Perkawinan. Adapun pertimbangan Hakim MK adalah dengan pertimbangan kemaslahatan dan perlindungan anak. Adapun tinjauan fatwa MPU Aceh terhadap putusan MK yaitu ada dua. Pertama, menetapkan terputusnya nasab anak pada laki-laki pezina yang sebelumnya MK tetap menetapkannya. Kedua, Mahkamah Konstitusi menganggap deskriminasi terkait dengan pemutusan hubungan perdata anak luar nikah dengan ayah biologis, sedangkan MPU Aceh meninjau bahwa pemutusan hubungan nasab dan keperdataan anak dengan laki-laki zina dan menisbatkannya kepada ibu dan keluarga ibu anak, sebagai bentuk perlindungan nasab, bukan sebagai bentuk deskriminasi.
Polygamy in the Perspective of Tafsīr Al-Aḥkām and Islamic Law: An Examination of the Gayo Luwes Community in Aceh, Indonesia Nasaiy Aziz; Rispalman Rispalman; Tika Anggraini
Samarah: Jurnal Hukum Keluarga dan Hukum Islam Vol 7, No 3 (2023)
Publisher : Islamic Family Law Department, Sharia and Law Faculty, Universitas Islam Negeri Ar-Raniry

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22373/sjhk.v7i3.20021

Abstract

The law on marriage, adheres to the principle of monogamy, but in other parts, it is stated that under certain circumstances polygamy is justified. The main problem studied was the practice of polygamy without the permission of wives in Gayo Lues Regency, Aceh. This study employs empirical legal methodologies and applies theoretical frameworks grounded on Islamic law, specifically utilizing the approach of tafsīr al-aḥkām. The collection of data was conducted through the utilization of in-depth interviews and a comprehensive review of relevant literature. The findings of the study revealed significant variations in the occurrence of non-consensual polygamy in Pantan Weather subdistrict, Gayo Regency. Polygamy entails both bad and positive consequences, with the former outweighing the latter in terms of quantity. The adverse consequences encompass spousal inequity, the disregard for the rights of women and children, the proliferation of animosity among spouses, and the erosion of familial bonds. In contrast, the potential benefits of engaging in polygamy primarily revolve around the avoidance of immoral behavior, specifically adultery, and the facilitation of subsequent marriages. By entering into multiple marriages without the explicit consent of one's spouse, an individual may perceive certain advantages, such as the acquisition of desirable outcomes. Conversely, the fear of experiencing negative consequences, such as infidelity, may serve as a motivating factor for individuals to pursue polygamous relationships. Moreover, as posited by scholars of interpretation, both ancient and contemporary, the fundamental principle of marriage in Islamic jurisprudence is monogamy. However, if an individual engages in polygamy, it is imperative to uphold principles of justice, responsibility, and the preservation of familial harmony and tranquility. This study contributes to the understanding that polygamy may be considered as a viable option in exceptional circumstances, but only under the condition that it is practiced with fairness and equity by specific individuals.