Claim Missing Document
Check
Articles

Found 10 Documents
Search
Journal : Sapa: Jurnal Kateketik dan Pastoral

MENJADI AGEN PASTORAL ANTI KORUPSI DALAM KELUARGA Yohanes Subasno; Kasimirus Kawi
SAPA - Jurnal Kateketik dan Pastoral Vol 1 No 1 (2016)
Publisher : Sekolah Tinggi Pastoral IPI Malang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.53544/sapa.v1i1.10

Abstract

Korupsi dapat dikategorikan sebagai tindakan pencurian. Sebagai petugas atau pelayan pastoral berkewajiban memberikan pengajaran dan teladan kepada umat untuk melawan atau bersikap anti terhadap tindakan korupsi. Agen adalah orang atau lembaga yang memiliki peran untuk mendorong terciptanya perubahan sosial secara terencana, yang sekaligus dapat dikatakan sebagai pelaku pastoral. Agen pastoral mendorong terciptanya perubahan sosial secara terencana dengan menggunakan prinsip-prinsip pekerjaan pastoral yang bekerja seturut Injil dan mewujudkannya, yang dimulai dari tingkat keluarga dengan spiritualitas dan moral hidup orang katolik di sepanjang hidupnya. Menjadi agen pastoral anti korupsi dalam keluarga dapat dilakukan dengan teladan hidup yang baik dan benar dari orang tua, panggilan untuk mengikuti hati nurani, dorongan yang kuat untuk berbuat baik, rela berkorban, menjunjung tinggi nilai kejujuran, keadilan dan kebenaran serta tahan diri, menghayati dan mengamalkan ajaran agama dan iman yang benar, bertanggung jawab, mendalami hak dan kewajiban. Ajaran dan keteladanan terhadap tindakan anti korupsi harus dilakukan mulai dari keluarga yang merupakan tempat pertama dan utama dalam pendidikan dan pembinaan anak.
MASALAH DISABILITAS DAN SOSIAL KEMASYARAKATAN DI MALANG RAYA Yohanes Subasno
SAPA - Jurnal Kateketik dan Pastoral Vol 1 No 2 (2016)
Publisher : Sekolah Tinggi Pastoral IPI Malang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Attention to the issue of disability becomes more intense and widespread in Indonesia proven by a newlaw: Undang-Undang No. 8 Tahun 2016 about Disabled Persons. The Study Program on Pastoral Ministry in its vision and mission speaks about empowering of persons with special needs by encouraging inclusive life. As a lecturer of Community Based Rehabilitation and working together with Pilar Analisa Indonesia I did a survey on disability and social problems in Malang and its regency from July 22until August 5, 2016 using random sampling. Results of this survey are: (1)Family, neighbours and public view disabled persons ranging from treating them like other persons to unhuman activities like hiding them. (2)The economic conditions of disabled persons are less or poor because of their disability and limited opportunities. (3)Government programs for disabled persons cannot be felt by them. (4)The disability of disabled persons causes that they have low self-esteem and lack of confidence. (5) The availability of special facilities for disabled persons are very rarel found including public transportation accessibilities.
MASALAH DISABILITAS DAN SOSIAL KEMASYARAKATAN: Laporan Hasil Penelitian Survey Kuantitatif bersama Pilar Analisa Indonesia Yohanes Subasno
SAPA - Jurnal Kateketik dan Pastoral Vol 2 No 1 (2017)
Publisher : Sekolah Tinggi Pastoral IPI Malang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Researcher conducted a survey with Pilar Analisa Indonesia, intending to explore the opinion of the disabled and/or their parents about the problems faced by persons with disabilities from their own perspective in the realm of daily life. The study also explores the understanding of persons with disabilities of some important terms that become standard terminology in discussions of solving rehabilitation issues. This research was conducted in Malang Raya by using Primary Sampling Unit method (Multi-stage Random Sampling). Respondents engaged in research using interviews as a method of data collection were 318 persons. The survey illustrated that persons with disabilities see the four most important issues around their dwellings, i.e expensive cost of goods, difficulty finding employment, health problems and educational issues. Other problems are limitations of physical, communication difficulties, alienated, mental and physical limitations, lack of attention from the government and need of mentoring. The understanding of persons with disabilities to the term of “penyandang disabilitas” is 54.09%, the knowledge of the rights of persons with disabilities reaches 95.00%, the inclusion term is understood only by 16.25%. Persons with disabilities who do not understand law and regulation related to the protection and empowerment of persons with disabilities reached 95.42%.
PERCEPTION OF COMMUNITY VOLUNTEERS TOWARD THE FULFILLMENT OF RIGHTS OF PERSONS WITH DISABILITIES Yohanes Subasno
SAPA - Jurnal Kateketik dan Pastoral Vol 2 No 2 (2017)
Publisher : Sekolah Tinggi Pastoral IPI Malang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Descriptive research on the perception of community volunteers towards the fulfillment of the rights of persons with disability is a research of public opinion survey, based on the existence of Law No. 8 Year 2016 concerning Persons with Disabilities, and the community praxis associated with the concept of disability inclusive development. The objective of the study is to obtain a description of the community perspective towards the fulfillment of rights of persons with disabilities consisting of components: health, education, livelihood, empowerment and social. The other objective to be achieved is to get information on factors that support positive perspectives and vice versa. The methodology applied to process and analyze research data is combines quantitative and qualitative approaches. Data collection techniques were conducted with questionnaires and interviews. The research was conducted in Kedungkandang Sub Distric of Malang City in 12 urban villages. The sampling method is purposive sampling. A total of 36 community volunteers (community leaders and religious leaders) participated in this research. The results of this research recorded the highest public perception is on the social component with the perception of "good" reached 62.50%. While polarization of positive perception noted that education component place the highest position with the achievement of 76,38%. Factors influencing positive perceptions of the community include government assistance, pro social family attitudes, beliefs, capacity building programs for communities, parent support group of children with disabilities, and the fact that persons with disabilities are able to work. While the factors that contribute to the negative perception of the community are the lack of physical accessibility, incomplete inclusive education implementation, charity attitude of community, and the overprotective attitude of some families that have an impact on dependency.
PERJUMPAAN INTERKULTURAL GURU DAN SISWA UNTUK MENGIKIS BUDAYA TIDAK BERANI BERPENDAPAT Yohanes Subasno
SAPA - Jurnal Kateketik dan Pastoral Vol 3 No 1 (2018)
Publisher : Sekolah Tinggi Pastoral IPI Malang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Setiap bayi dilahirkan dengan tangisan yang mirip bahkan sama, namun akhirnya mereka mengembangkan kecakapan bahasa yang berbeda. Hal itu terjadi karena pengaruh lingkungan dan pendidikan yang diterimanya. Paling mudah mengidentifikasi perbedaan budaya adalah dari bahasanya. Interaksi berbagai budaya kerap dijumpai di masyarakat, termasuk di sekolah-sekolah. Penulis tertarik mempelajari interaksi dua budaya di sekolah, yakni budaya Indonesia Timur yang lebih terbuka, diwakili oleh guru, dan budaya Jawa yang cenderung tidak berani berpendapat dari kalangan siswa. Apakah perjumpaan interkultural guru dan siswa dapat mengikis ketidakberanian berpendapat? Beberapa teori mengemukakan bahwa budaya diwariskan dari generasi ke generasi. Dua polar budaya yang terus diperbincangkan adalah budaya kolektif dan individualis, yang keduanya bertalian erat dengan pemilihan kata dan pembentukan kalimat dalam berkomunikasi. Seorang yang berkomunikasi lebih dari satu bahasa, akan memiliki pola pikir mengikuti bahasa yang sedang digunakannya. Uncertainty management theory menyebutkan, komunikasi seseorang dipengaruhi konsep diri, motivasi berinteraksi, reaksi terhadap orang asing, kategori sosial orang asing, proses situasional, dan koneksi dengan orang asing. Unsur-unsur tersebut mempengaruhi kecemasan, menyebabkan ketidakberanian mengungkapkan pendapat termasuk bertanya. Interaksi interkultural yang terjadi di kelas menempatkan guru sebagai pusat perhatian siswa. Gaya komunikasi yang dipengaruhi oleh budaya aslinya, berpengaruh pada siswa. Timbulah konflik dalam diri siswa: mendengarkan guru sebagai kepatuhan versus guru yang menawarkan gaya lebih bebas berekspresi. Bila proses ini berjalan natural, maka ketidakberanian mengemukakan pendapat akan terkikis. Namun perjumpaan interkultural juga berpotensi menyebabkan miskomunikasi dan salah paham. Jika terus terjadi, dapat mengakibatkan antitesis hipotesa dalam artikel ini.
PROVUS’S DISCREPANCY EVALUATION MODEL PADA PENDIDIKAN INKLUSI Yohanes Subasno
SAPA - Jurnal Kateketik dan Pastoral Vol 3 No 2 (2018)
Publisher : Sekolah Tinggi Pastoral IPI Malang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Pada jenjang dan satuan apapun, penyelenggaraan pendidikan selalu berkaitan dengan adanya perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi. Tahapan-tahapan tersebut merupakan bagian elementer dari pengelolaan atau manajemen pendidikan. Ketiganya memiliki keterkaitan satu sama lain, dan bahkan saling tergantung. Bahkan ada yang secara sederhana mengatakan, apabila perencanaan pendidikan dilakukan dengan baik, maka dalam pelaksanaannya pun akan dapat berjalan dengan baik pula, sehingga evaluasi pun akan merepresentasikan hasil yang baik pula. Penulis memberi perhatian pada praktek pendidikan inklusif, yang merupakan model pendidikan untuk memberikan kesempatan sekaligus alternatif pemenuhan hak pendidikan bagi anak-anak yang memiliki kebutuhan khusus. Terlepas dari polemik dan kontroversi yang muncul terkait dengan kemunculan model ini, namun di masyarakat model pendidikan tersebut telah dipraktikkan dengan berbagai versi. Penulis melihat bahwa pendidikan inklusif merupakan salah satu model penyelenggaraan pendidikan yang secara konseptual sangat ideal namun perlu dilakukan evaluasi dalam pelaksanaannya. Evaluasi tersebut menjadi sangat penting untuk memberikan informasi kepada para praktisi pendidikan inklusi, agar dapat dijadikan sebagai bahan kajian untuk keberlangsungan penerapan konsep pendidikan tersebut. Pemilihan model evaluasi yang tepat untuk digunakan dalam konteks penyelenggaraan pendidikan inklusi tidaklah selalu mudah. Hal itu disebabkan oleh karena pendidikan inklusi merupakan model pendidikan yang masih relatif baru. Tulisan jurnal kajian ini, memilih Discrepancy Model Evaluation dengan tujuan yang sangat umum, yakni bermaksud membandingkan antara konsep inklusi sebagai suatu model pendidikan yang ideal, dengan kenyataan yang telah dilakukan oleh para praktisi pendidikan inklusi, yang meng-enrole siswa berkebutuhan khusus ke dalam kelas reguler. Sebagai sebuah kajian, maka tulisan ini bersifat asumtif dan sangat terbuka untuk memperoleh berbagai masukan bahkan sanggahan, apabila dari sudut pandang yang tertentu dianggap tidak relevan atau tidak memiliki relevansi ilmiah.
MENYIKAPI PEBELAJAR MULTI-ENTRY: Kerangka Teoretik Pembelajaran Andragogi Berbasis Multiple Intelligence Yohanes Subasno
SAPA - Jurnal Kateketik dan Pastoral Vol 4 No 1 (2019)
Publisher : Sekolah Tinggi Pastoral IPI Malang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Dosen sering berhadapan dengan persoalan heterogenitas pebelajar, yang meliputi perbedaan suku, bahasa, latar pendidikan, kapasitas intelegensi, kepribadian, dan lain-lain. Sering, para dosen hanya memperhatikan satu aspek yaitu kapasitas intelegensi, yang merupakan hasil pengukuran psikologis yang diwakili dengan skor IQ. Tujuan artikel ini adalah untuk menelaah persoalan kesenjangan kualitas pendidikan dan implikasinya pada perguruan tinggi dari sisi kerangka teori psikologi pendidikan dan memberi alternatif jalan keluar untuk mengatasi persoalan yang dihadapi dosen dalam menghadapi pebelajar multi-entry. Kerangka teori yang digunakan dalam artikel ini meliputi (1) Pendidikan orang dewasa (andragogi); (2) Multiple Intelegensi, Riset dan Buah Pikiran Gardner; (3) Empat model pembelajaran yang terdiri dari humanistik, kognitif, konstruktivistis, dan behavioristik. Latar belakang dan kerangka teori yang dibangun, dapat mendasari gagasan konseptual guna menyikapi pebelajar yang multi-entry. Skor IQ yang lebih rendah dan lebih tinggi adalah fakta. Namun akan lebih berguna bagi dosen untuk memikirkan model pembelajaran yang sesuai bagi mereka, agar proses belajar mengajar dapat berjalan dengan baik, setiap individu dapat diperhatikan, dan tujuan dari pendidikan dapat tercapai. Saran yang dapat dipertimbangkan untuk menyikapi pebelajar multi-entry adalah: (1) Berprinsip pada konsep andragogi, (2) Tidak menjadikan test IQ sebagai satu-satunya tolak ukur dalam menilai kemampuan mahasiswa, (3) Sosialisasi dan mendalami Konsep Multiple Intelligence, dan (4) Menerapkan Model-model Pembelajaran secara komprehensif dalam proses perkuliahan. Selain keempat hal tersebut, diperlukan sikap open-minded atas perkembangan zaman yang sangat pesat, ditandai dengan pemanfaatan teknologi informasi.
MENINGKATKAN MOTIVASI BELAJAR PADA MAHASISWA "SETENGAH HATI" Yohanes Subasno
SAPA - Jurnal Kateketik dan Pastoral Vol 4 No 2 (2019)
Publisher : Sekolah Tinggi Pastoral IPI Malang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Motivasi belajar merupakan salah satu kunci untuk meraih keberhasilan studi di semua jenjang pendidikan. Pada pendidikan tinggi, pemilihan program studi menjadi unsur sangat penting, dapat memengaruhi motivasi belajar. Mahasiswa sering menghadapi fakta, bahwa kuliahnya tidak selaras dengan keinginan. Penyebabnya karena beberapa hal, semisal tidak diterima pada program studi yang diminatinya, kesulitan biaya, kemauan orang tua, dan sebagainya. Ketidaksesuaian antara minat dan aktifitas belajar tersebut menyebabkan lemahnya motivasi, dan mereka laksana mahasiswa “setengah hati”. Artikel ini didasarkan atas wawancara yang dilakukan dengan mahasiswa baru Program Studi Pelayanan Pastoral STP-IPI Malang. Program studi ini menyiapkan lulusan menjadi pelayan pastoral dan memberi perhatian pada pemberdayaan penyandang disabilitas. Faktor panggilan dan passion yang khas, yang mendorong mahasiswa berminat masuk ke program studi ini. Kira-kira 40% mahasiswa mengaku minat utama studinya adalah tidak di bidang ini, namun karena tidak diterima pada program studi yang diinginkannya, mereka “terpaksa” masuk ke Program Studi Pelayanan Pastoral. Hal ini menyisakan problem motivasi belajar, yang berpengaruh pada prestasi akademik mereka. Artikel terapan ini bermaksud mengupas hal ikhwal tentang motivasi dan motivasi berprestasi dari tinjauan psikologis, dan menawarkan upaya-upaya meningkatkan motivasi belajar mahasiswa “setengah hati” berdasarkan kajian teori yang dipaparkan. Upaya-upaya berikut dapat dilakukan untuk memperbaiki motivasi belajar: (1) Sosialisasi dan sensitisasi profil lulusan, (2) Pembimbing akademik yang sesuai, (3) Pelatihan empati bagi dosen dan tenaga kependidikan, (4) Program pembentukan diri, (5) Beasiswa dan Ikatan Dinas, (6) Menjalin komunikasi dengan keluarga.
Efektifitas Modul Training DID Partisipatif Terhadap Pemahaman Konsep Inklusif Disabilitas Community Volunteers Rehabilitasi Bersumberdaya Masyarakat: Reksa Pastoral Penyandang Disabilitas Yohanes Subasno
SAPA - Jurnal Kateketik dan Pastoral Vol 5 No 1 (2020)
Publisher : Sekolah Tinggi Pastoral IPI Malang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Pelibatan sebanyak mungkin pihak dalam reksa-pastoral pemberdayaan penyandang disabilitas, baik dari gereja maupun masyarakat umum menjadi sangat relevan karena Gereja hadir dalam konteks. Pergeseran paradigma pemberdayaan penyandang disabilitas dari karitatif menjadi inklusif, menyebabkan kerancuan persepsi tentang konsep inklusif disabilitas di kalangan pekerja sosial Rehabilitasi Bersumberdaya Masyarakat (RBM). Kerancuan tersebut berkisar pada batasan, prinsip dasar, pelaku, target-sasaran RBM. Materi training disability inclusive development (DID) disusun oleh peneliti dan praktisi serta divalidasi oleh pakar RBM untuk mengatasi gap persepsi tersebut. Penelitian ini merupakan penelitian pra-experimental disain one group pre-test post-test. Tiga (3) trainers dan 24 trainees yang berafiliasi dengan Yayasan Bhakti Luhur dari Malang, Blitar, Kediri, Surabaya, Yogyakarta dan Salatiga berkontribusi dalam penelitian. Intervensi dilaksanakan tiga (3) hari, didahului pretest, dan dilakukan posttest setelahnya. Analisa data menggunakan SPSS, didapat hasil mean pre-test 44,92 dan mean post-test 76,58. Uji normalitas Shapiro-Wilk mencatat signifikansi 0,24 pada pre-test dan 0,22 pada post-test. Tingkat signifikansi (a > 0.05) berarti data berdistribusi normal. Paired samples t-test mencatat signifikansi (2-tailed) 0,00 < 0.05, maka H0 ditolak dan Ha diterima. Kesimpulan, ada perbedaan antara rata-rata hasil pre-test dan post-test, yang berarti training DID partisipatif efektif meningkatkan pemahaman konsep inklusif disabilitas bagi pekerja sosial RBM.
Pengetahuan dan Sikap Umat Katolik terhadap Pemenuhan Hak Penyandang Disabilitas di Lingkungan St. Filemon Paroki Blimbing Keuskupan Malang Yohanes Subasno; Imelda Ambu Kaka; Martinus Irwan Yulius
SAPA - Jurnal Kateketik dan Pastoral Vol 5 No 2 (2020)
Publisher : Sekolah Tinggi Pastoral IPI Malang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

English: Persons with disabilities are those with long-term physical, mental, intellectual, or sensory disabilities that may hinder their full participation in the society. The limitations experienced by persosns with disabilities often become more severe due to the knowledge, views, and attitudes of the community including catholics, which is not appropriate. This study aims to find out the views and attitudes of people in St. Filemon community, Blimbing Parish (Malang Diocese) towards the fulfillment of the rights of persons with disabilities. This research is a survey, involving 37 respondents who representing 40 heads of families. The research data was collected using questionnaires. The results of the study were presented through visual graphics of histogram. While data analysis is done using percentages. The results showed that people's knowledge of the terms and meaning of disability correctly reached 94%, people's views on people with disabilities in church life 68%, people's attitude towards the fulfillment of rights in education 49%, people's attitude towards the fulfillment of rights in the field of health 57%, and people's attitude towards the fulfillment of rights in the field of livelihood 60%, while for the attitude of people towards the fulfillment of rights in the social field 57%. Indonesia: Penyandang disabilitas adalah mereka yang memiliki keterbatasan fisik, mental, intelektual, atau sensorik dalam jangka waktu lama yang dapat menghalangi partisipasi mereka secara penuh dalam masyarakat. Keterbatasan yang dialami oleh penyandang disabilitas sering menjadi lebih berat oleh karena pengetahuan, pandangan, dan sikap masyarakat termasuk umat katolik, yang tidak tepat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pandangan dan sikap umat di Lingkungan St. Filemon Paroki Belimbing terhadap pemenuhan hak penyandang disabilitas. Penelitian ini merupakan penelitian survey yang melibatkan 37 responden yang mewakili 40 kepala keluarga. Data penelitian dikumpulkan menggunakan angket. Hasil penelitian dipaparkan melalui gambar visual berupa grafik histogram. Sedangkan analisa data dilakukan menggunakan persentase. Hasil penelitian menunjukkan pengetahuan umat terhadap istilah dan arti disabilitas secara benar mencapai 94%, pandangan umat terhadap penyandang disabilitas dalam hidup menggereja 68%, sikap umat terhadap pemenuhan hak dalam bidang pendidikan 49%, sikap umat terhadap pemenuhan hak dalam bidang kesehatan 57%, dan sikap umat terhadap pemenuhan hak dalam bidang penghidupan 60%, sedangkan untuk sikap umat terhadap pemenuhan hak dalam bidang sosial 57%.