Elsa Pudji Setiawati
Departemen Ilmu Kesehatan Masyarakat FK UNPAD

Published : 10 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 10 Documents
Search

Gambaran Perilaku Pencarian Pengobatan Pasien Tuberkulosis di Kota Bandung Dodi Hidayat; Elsa Pudji Setiawati; Arto Yuwono Soeroto
Jurnal Sistem Kesehatan Vol 3, No 2 (2017): Volume 3 Nomor 2 Desember 2017
Publisher : Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (232.977 KB) | DOI: 10.24198/jsk.v3i2.15005

Abstract

Salah satu fokus utama strategi Directly Observed Treatment Short-Course (DOTS) yaitu penemuan kasus Tuberkulosis (TB). Perilaku pencarian pengobatan masyarakat merupakan hal yang perlu diperhatikan dalam penjaringan kasus TB, karena menjadi salah satu penentu perawatan yang kurang tepat dan keterlambatan diagnosis, sehingga penting diketahui agar dapat dilakukan intervensi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perilaku pencarian pengobatan pasien TB, faktor-faktor dalam pencarian pengobatan, serta melihat keterlambatan dalam pencarian pengobatan, diagnosis dan pengobatan pasien TB di Kota Bandung. Penelitian ini menggunakan studi desain observational deskriptif rancangan potong lintang. Menggunakan data primer diambil dari pasien Tuberkulosis yang berobat di Puskesmas Kota Bandung tahun 2016 sebanyak 96 orang. Data diambil menggunakan teknik wawancara terstruktur menggunakan kuesioner yang sudah divalidasi. Perilaku pencarian pengobatan responden bervariasi. Kebanyakan responden memilih berobat ke tenaga kesehatan, seperti puskesmas (62,5%), dokter praktik (20,8%). Faktor yang mempengaruhi perilaku pencarian pengobatan yaitu faktor karakteristik masyarakat, seperti keadaan demografi-sosial, kondisi keluarga, sosial-budaya, pengetahuan, dan stigma. Lama waktu yang dibutuhkan responden untuk mencari pengobatan rata-rata sekitar 24 hari, karena tidak tahu keparahan gejala yang dialami (90,6%). Sebagian besar responden lebih memilih pengobatan ke Puskesmas. Faktor karakteristik masyarakat berperan pada perilaku pencarian pengobatan. Keterlambatan pengobatan terjadi pada masyarakat karena ketidaktahuan tentang TB.Kata Kunci: Pencarian pengobatan, perilaku, Tuberkulosis
Gambaran Pelayanan Terintegrasi dan Komprehensif Pada Balita Bawah Garis Merah di Puskesmas Soreang Lisbeth Maria Laurentia; Elsa Pudji Setiawati; dadang Hudaya Somasetia; Dany Hilmanto
Jurnal Sistem Kesehatan Vol 2, No 4 (2017): Volume 2 Nomor 4 Juni 2017
Publisher : Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (285.984 KB) | DOI: 10.24198/jsk.v2i4.12493

Abstract

Pelayanan balita Bawah Garis Merah (BGM) seharusnya diberikan secara terintegrasi dan komprehensif supaya mencegah terjadinya gizi kurang/buruk berulang maupun penyakit infeksi pada anak. Penelitian ini bertujuan mengeksplorasi gambaran pelayanan terintegrasi dan komprehensif berdasarkan standar Kementerian Kesehatan Republik Indonesia serta faktor yang memengaruhi pelayanan. Penelitian kualitatif: pelayanan terintegrasi dan komprehensif balita BGM berdasarkan standar Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, dilakukan mulai dari September sampai November 2016 di rumah responden, posyandu/polindes dan Puskesmas Soreang. Data diambil dari 18 responden (ibu balita BGM, kader, bidan, petugas gizi, dokter dan Kepala Puskesmas Soreang) dengan metode purposive sampling. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara mendalam. Validasi data menggunakan teknik triangulasi data. Pelayanan terintegrasi dan komprehensif balita BGM di Puskesmas Soreang terdiri dari pelayanan promotif dan preventif. Pelayanan promotif berupa edukasi makanan dan kesehatan anak. Pelayanan preventif berupa pemberitahuan berat badan anak kurang, edukasi pola makanan, penimbangan, rujukan ke petugas kesehatan dan pemberian makanan tambahan. Namun belum semua ibu balita BGM menerima penyuluhan balita BGM dan konseling nutrisi dengan jelas dari petugas gizi/dokter karena belum sepenuhnya dilakukan rujuk dari posyandu ke puskesmas. Pelayanan kuratif di Puskesmas Soreang untuk balita BGM seperti dalam Bagan Tatalaksana Anak Gizi Buruk Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2011 belum berjalan.Kata kunci: Balita, Gizi Kurang, Pelayanan terintergrasi dan komprehensif, Preventif, Promotif
Analisis Kolaborasi Antar Profesi Dalam Program Rujuk Balik Bpjs Kesehatan Di Kabupaten Kotawaringin Timur Tris Sutriso; Elsa Pudji Setiawati; Lukman Hilfi
Jurnal Sistem Kesehatan Vol 2, No 4 (2017): Volume 2 Nomor 4 Juni 2017
Publisher : Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (314.956 KB) | DOI: 10.24198/jsk.v2i4.12497

Abstract

Peningkatan penyakit kronis pada usia lanjut berdampak pada peningkatan pembiayaan kesehatan, termasuk pembiayaan kesehatan yang harus ditanggung oleh BPJS. Sejak tahun 2014 BPJS melaksanakan program rujuk balik sebagai upaya efisiensi biaya kesehatan, namun dalam pelaksanaannya tidak sesuai harapan. Beberapa faktor mempengaruhinya, salah satunya adalah kolaborasi antar profesi. Tujuan penelitian menganalisis kolaborasi antar profesi dalam program rujuk balik BPJS di Kabupaten Kotawaringin Timur. Metode penelitan adalah kualitatif, dengan pendekatan studi kasus, paradigma konstruktivisme. Penelitian dilakukan dengan observasi lapangan dan data pelaksanaan program rujuk balik BPJS di Kabupaten Kotawaringin Timur, serta wawancara. Wawancara mendalam terhadap dua dokter spesialis, dua dokter umum, satu apoteker dan satu pegawai BPJS. Penelitian dilakukan di bulan Januari dan Februari 2017. Data dianalisis secara kualitatif, berdasarkan tema-tema sesuai kerangka pemikiran. Analisis data mendasarkan proposisi teoritis. Hasil penelitian: program rujuk balik BPJS di Kabupaten Kotawaringin Timur tidak mencapai target (< 5 kasus/minggu), kolaborasi antar profesi dalam program rujuk balik kurang berfungsi karena beberapa faktor: pertimbangan sosial dan intrapersonal, lingkungan kerja, intitusi, kelembagaan serta interpersonal, perilaku dan sikap para profesi serta tidak adanya leader atau penengah dalam pelaksanaan kolaborasi antar profesi. Simpulan penelitian ini adalah pelaksanaan kolaborasi antar profesi kurang berfungsi, yang berdampak target Program Rujuk Balik BPJS di Kabupaten Kotawaringin Timur tidak mencapai target.Kata kunci: BPJS Kesehatan, Kolaborasi Antar Profesi, Program Rujuk Balik
Perbedaan Perhitungan Unit Cost dengan Menggunakan metode Activity Based Costing (ABC) dan Metode Doubel Distribution (DD) Untuk Pasien TB Paru Kategori 2 di Instalasi Rawat Jalan Dan Rawat Inap Rumah Sakit Paru Lukman Hilfi; Elsa Pudji Setiawati; Henni Djuhaeni; Sekar Ayu Paramita; Ratna Komara
Jurnal Sistem Kesehatan Vol 1, No 2 (2015): Volume 1 Nomor 2 Desember 2015
Publisher : Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (259.113 KB) | DOI: 10.24198/jsk.v1i2.12835

Abstract

Latar Belakang Indonesia menduduki rangking ke-5 dari 22 negara-negara yang mempunyai beban tinggi untuk TB dan memberikan kontribusi jumlah kasus TB di dunia sebesar 4,7%. Penatalaksanaan TB tidak mudah, membutuhkan waktu yang lama dan membutuhkan biaya yang besar. Saat ini berbagai rumah sakit menentukan tarif pelayanan berdasarkan metode DD. Perhitungan biaya satuan pada pelayanan kesehatan dapat juga dilakukan dengan menggunakan metode Activity Based Costing (ABC) yang didasarkan pada aktivitas. Tujuan mengetahui perhitungan unit cost dengan metode ABC dan metode DD di Instalasi Rawat Jalan dan Rawat Inap TB Paru Kategori 2 di Rumah Sakit Paru. Metode Penelitian deskriptif analitik menggunakan data sekunder dan metoda Pusposive Sample. Penelitian dilakukan di Rumah Sakit Paru Bandung selama bulan September sampai dengan Desember 2013 dengan menggunakan data rekam medis dalam kurun waktu 2 tahun yaitu pada bulan Januari 2011 sampai dengan Desember 2012. Hasil dan Diskusi perhitungan biaya satuan rata-rata dengan metode ABC untuk pasien rawat jalan TB kategori 2 sebesar Rp 611.321; untuk pasien rawat darurat TB kategori 2 sebesar Rp 713.852; untuk pasien rawat inap yang masuk melalui instalasi rawat jalan sebesar Rp 5.037.309 dan instalasi rawat darurat sebesar Rp 4.398.415. Biaya satuan rata-rata dengan metode DD untuk pasien rawat jalan TB kategori 2 sebesar Rp 421.621; untuk pasien rawat darurat TB kategori 2 sebesar Rp 734.170; untuk pasien rawat inap yang masuk melalui instalasi rawat jalan sebesar Rp 1.727.213 dan instalasi rawat darurat sebesar Rp 1.846.337. Banyak nya obat yang diberikan untuk pasien rawat jalan yaitu untuk 2 minggu sedangkan ALOS untuk pasien rawat inap yaitu 9,2 hari. Kesimpulan dan Saran perhitungan biaya satuan dengan menggunakan metode ABC lebih menguntungkan secara financial bagi Rumah Sakit dibandingkan dengan metode DD. Manajemen rumah sakit sebaiknya memiliki sistem pencatatan dan pelaporan yang rapih, terintegrasi antar unit pelayanan dan unit penunjang untuk dapat melakukan perhitungan biaya satuan dengan baik. Manajemen rumah sakit melakukan evaluasi berkala terhadap kepatuhan SOP dan penggunaan obat rasional. Kata Kunci : Activity Based Costing, Biaya Satuan, DD
Gambaran Pelayanan Konseling Gizi dan Olahraga pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 di Puskesmas Kota Bandung Faizah Rofi; Elsa Pudji Setiawati; Siska Wiramihardja
Jurnal Sistem Kesehatan Vol 2, No 4 (2017): Volume 2 Nomor 4 Juni 2017
Publisher : Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (262.325 KB) | DOI: 10.24198/jsk.v2i4.12491

Abstract

Konseling gizi dan olahraga pada pasien DM Tipe 2 ( DMT2 ) diperlukan untuk mengontrol glukosa darah. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui gambaran keberlangsungan program pelayanan konseling gizi dan olahraga pada pasien DMT2 di Puskesmas Kota Bandung. Penelitian deskriptif kualitatif dilakukan dari bulan Agustus-November 2016 di tiga Puskesmas Kota Bandung. Responden penelitian terdiri dari 3 dokter umum, 3 ahli gizi, dan 18 pasien DMT2. Data diambil dengan wawancara mendalam dan observasi. Alur konseling meliputi pendaftaran, pemeriksaan, cek laboratorium, dan pemeriksaan kembali oleh dokter disertai konseling yang kemudian pasien disarankan untuk rujukan ke ahli gizi dan mengikuti Prolanis. Proses konseling gizi oleh ahli gizi meliputi inisiasi, pengkajian, diagnosis gizi, intervensi, dan evaluasi. Berdasarkan wawancara yang dilakukan dari 24 responden, 18 responden menyatakan konseling gizi oleh dokter dilakukan tanpa tahapan diagnosis gizi. Konseling olahraga meliputi pengkajian dan intervensi olahraga memenuhi 2 dari 7 protokol konseling olahraga. Pengetahuan dokter mengenai penyakit DM lebih lengkap dibandingkan ahli gizi. Fasilitas konseling meliputi ruangan dan food model telah tersedia. Konseling gizi dan olahraga pada pasien diabetes melitus tipe 2 oleh petugas kesehatan telah  diimplementasikan di Puskesmas Kota Bandung tetapi masih perlu ditingkatkan karena faktor-faktor berupa faktor dari pasien, petugas kesehatan, dan prosedur.Kata Kunci: Diabetes melitus tipe 2, konseling
Analisis Kebijakan Dana Desa Untuk Pembangunan Kesehatan Di Kabupaten Malinau Dengan Pendekatan Segitiga Kebijakan Santi Suarsih; Deni Kurniadi Sunjaya; Elsa Pudji Setiawati; Guswan Wiwaha; Dewi Marhaeni Herawati; Fedri Rinawan
Jurnal Sistem Kesehatan Vol 2, No 4 (2017): Volume 2 Nomor 4 Juni 2017
Publisher : Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (230.886 KB) | DOI: 10.24198/jsk.v2i4.12500

Abstract

Desa-desa di Kabupaten Malinau, Provinsi Kalimantan Utara mempunyai sumber dana untuk pembangunan kesehatan bersumber APBD dan APBN, namun masalah kesehatan di Kabupaten Malinau masih tinggi. Pada tahun 2015, AKB yaitu 25 per 1000 kelahiran hidup dan AKI yaitu 229 per 100.000 kelahiran hidup. Tujuan penelitian adalah untuk menganalisis kebijakan dana desa untuk pembangunan kesehatan di Kabupaten Malinau dari aspek konten, konteks, proses dan aktor.  Desain penelitian kualitatif dengan pendekatan studi kasus di 4 desa. Penelitian dilakukan dengan wawancara mendalam terhadap 26 responden yang terlibat dalam kebijakan dana desa. Penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober tahun 2016 sampai januari tahun 2017.Kondisi geografis, mata pencaharian, kekerabatan dan status desa memengaruhi perspektif masyarakat dalam melaksanakan pembangunan kesehatan. Tidak adanya regulasi dan petunjuk teknis mengenai pelaksanaan pembangunan kesehatan di desa menyebabkan ketimpangan pembangunan kesehatan di Kabupaten Malinau. Tenaga kesehatan harus mampu mengidentifikasi dan merumuskan masalah kesehatan di desa. Prinsip swakelola dalam pelaksanaan kebijakan dana desa meningkatkan ekonomi masyarakat dan mengurangi pengangguran. Kebijakan dana desa telah dilaksanakan di Kabupaten Malinau, tetapi pemanfaatan untuk pembangunan kesehatan belum optimal. Diperlukan advokasi kepada pemerintah pusat untuk membuat regulasi alokasi dana desa untuk kesehatan. Tenaga kesehatan harus pro aktif dalam proses penyusunan kebijakan untuk mengungkit pembangunan kesehatan di desa.Kata Kunci : dana desa, Kabupaten Malinau,  segitiga analisis kebijakan
PENGARUH MOTIVASI INTERNAL DAN EKSTERNAL TERHADAP DIABETES SELF MANAGEMENT DI WILAYAH KECAMATAN GOMBONG KABUPATEN KEBUMEN Ernawati Ernawati; Elsa Pudji Setiawati; Titis Kurniawan
Jurnal Sistem Kesehatan Vol 1, No 2 (2015): Volume 1 Nomor 2 Desember 2015
Publisher : Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (312.863 KB) | DOI: 10.24198/jsk.v1i2.13005

Abstract

Diabetes Melitus merupakan penyakit kronik, oleh karena itu peran self-management sangat penting dalam perawatan maupun pencegahan komplikasi. Salah satu faktor yang mempengaruhi diabetes self management yaitu motivasi. Tujuan menganalisis dimensi kebutuhan dan keyakinan yang menggambarkan motivasi internal, menganalisis dimensi penghargaan dan harga diri yang menggambarkan motivasi eksternal, menganalisis dimensi diet, aktivitas fisik, pemeriksaan rutin, konsumsi obat, perawatan kaki yang menggambarkan diabetes self management,  menganalisis pengaruh motivasi internal dan eksternal terhadap diabetes self management. Penelitian kuantitatif korelasional,dilaksanakan 12 Februari s.d 6 Juni 2015 di Kecamatan Gombong, Kabupaten Kebumen, sampel 92 responden, teknik proporsional sampling, pendekatan cross sectional. Menggunakan kuesioner karakteristik demografi, Treatment Self-Regulation Questionnaire (TSRQ), The Summary of Diabetes Self Care Activities (SDSCA).  Analisis data menggunakan Structural Equation Modeling (SEM) dengan software Smart-PLS. Hasil menunjukkan dimensi kebutuhan (0,989), keyakinan (0,989) mampu menggambarkan motivasi internal, dimensi penghargaan (0,925), harga diri (0,800) mampu menggambarkan motivasi eksternal. Dimensi diet, aktivitas fisik, pemeriksaan rutin, konsumsi obat,  perawatan kaki mampu menggambarkan diabetes self management. Ada pengaruh signifikan motivasi internal dan eksternal (t-statistik = 3,799 ; 3,117), memberikan pengaruh sebesar 43,10% terhadap diabetes self management (R²=0,431). Motivasi internal dan eksternal berpengaruh terhadap diabetes self management. Penting bagi perawat komunitas untuk melakukan pengkajian dan mengoptimalkan sumber motivasi internal dan eksternal dalam diabetes self management.                                 Kata kunci : Diabetes Mellitus Tipe 2, Diabetes Self Management, Motivasi Eksternal,  Motivasi Internal
Persepsi Dokter Puskesmas di Kota Bandung Terhadap Implementasi Sistem Jaminan Kesehatan Nasional Aldi Harry Ramdani; Elsa Pudji Setiawati; Dewi Marhaeni Herawati
Jurnal Sistem Kesehatan Vol 1, No 4 (2016): Volume 1 Nomor 4 Juni 2016
Publisher : Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (365.694 KB) | DOI: 10.24198/jsk.v1i4.12804

Abstract

Perubahan pembayaran pelayanan kesehatan dari sistem fee for service menjadi sistem kapitasidan perubahan potensi pendapatan dokter puskesmas menimbulkan berbagai persepsi. Penelitian ini bertujuan untuk menggali persepsi dokter puskesmas tentang sistempembiayaan kapitasi dan potensi pendapatan yang diterima pada era implementasi Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Desain penelitian adalah kualitatif, purposive sampling. Penelitian dilakukan pada bulan September – November 2015 dengan populasi dokter puskesmas di Provinsi Jawa Barat. Kriteria inklusi adalah dokterpuskesmas yang bekerja di puskesmas dengan gawat darurat 24 jam, sudah bekerja minimal 2 tahun di puskesmas, dan bersedia diwawancara. Pengumpulan data dengan wawancara mendalam semi terstruktur. Analisis data dengan teknik content analysis. Persepsi dokter puskesmas tentang sistem JKN meliputi tiga hal, sistem JKN merupakan sistem denganmekanisme asuransi sosial, bermanfaat dalam perlindungan kesehatan masyarakat, dan sosialisasi yang masih minim. Pembayaran kapitasi yang diterima tidak mengubah pelayanan yang diberikan oleh dokter puskesmas. Semakin besar jumlah pasien yang dirujuk akan mengurangi besarnya kapitasi yang diterima. Pembayaran yang diterima oleh dokter puskesmas mengalami keterlambatan. Persepsi dokter puskesmas telah memahami tentang sistem JKN, masih terdapat keluhan, yaitu sosialisasiyang kurang dan keterlambatanpembayaran kapitasi. Permasalahan ini membutuhkanpeningkatan sosialisasi dan pengkajian ulang tentang sistem kapitasi.Kata Kunci: dokter puskesmas, persepsi, potensi pendapatan, sistem kapitasi
Tingkat Pengetahuan dan Persepsi Dokter Puskesmas di Kota Bandung Terhadap Pengembangan Karir Sebagai Dokter Layanan Primer Tahun 2016 Muhammad Ananta Winarto; Elsa Pudji Setiawati; Nita Arisanti
Jurnal Sistem Kesehatan Vol 3, No 3 (2018): Volume 3 Nomor 3 Maret 2018
Publisher : Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (362.43 KB) | DOI: 10.24198/jsk.v3i3.16987

Abstract

Dokter layanan primer dapat menjadi pilihan dalam pengembangan karir dokter umum di Indonesia. Kehadiran dokter layanan primer menimbulkan pendapat dan sikap dari berbagai pihak. Pendapat dan sikap muncul setelah seseorang memiliki pengetahuan dan persepsi terhadap sesuatu. Penelitian ini bertujuan menggambarkan pengetahuan dan persepsi dokter yang bekerja di puskesmas kota Bandung terhadap dokter layanan primer. Penelitian ini merupakan penelitian potong lintang yang dilakukan pada Bulan September-November 2016 di 73 Puskesmas di Kota Bandung dengan studi desain deskriptif kuantitatif dan kualitatif minor. Data diambil menggunakan kuesioner mengenai pengetahuan dan persepsi terhadap dokter layanan primer yang disebar kepada dokter fungsional yang berada di Puskesmas. Pengambilan sampel dilakukan dengan metode total sampling. Terkumpul data dari 70 dokter fungsional yang berasal dari 57 Puskesmas di Kota Bandung. Hasil analisis data didapatkan bahwa 20,0% responden memiliki pengetahuan baik, 61,4% cukup, dan 18,6% responden kurang. Untuk aspek persepsi, responden yang memiliki persepsi positif dan negatif sama-sama sebesar 50% terhadap dokter layanan primer. Sebagian besar responden masih belum memiliki pengetahuan yang baik terhadap dokter layanan primer, sehingga disertai masih terdapatnya setengah responden yang memiliki persepsi negatif terhadap dokter layanan primer.Kata kunci: dokter layanan primer, dokter puskesmas.
HUBUNGAN ANTARA KARAKTERISTIK KLIEN LSL DENGAN HASIL SKRINING HIV DI UPT PUSKESMAS X KOTA BANDUNG Suzy Eka Hazairina; Elsa Pudji Setiawati; Indah Amelia
Jurnal Sistem Kesehatan Vol 3, No 3 (2018): Volume 3 Nomor 3 Maret 2018
Publisher : Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (256.397 KB) | DOI: 10.24198/jsk.v3i3.17003

Abstract

LSL adalah laki-laki yang berhubungan seksual dengan laki-laki. Prevalensi HIV pada LSL tertinggi dilaporkan terjadi di Surabaya sebesar 22,1%, Bandung 21,3%, dan Jakarta 19,6%. Jumlah kunjungan klien poli IMS di UPT Puskesmas X dari bulan Januari sampai bulan Oktober 2016 sebanyak 703 orang, 77,81% (547 orang) diantaranya adalah klien LSL. Sebanyak 691 orang melakukan skrining HIV, 538 diantaranya adalah klien LSL dengan hasil HIV positif 99 orang. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara karakteristik klien  LSL dengan hasil skrining HIV di UPT Puskesmas X. Penelitian ini merupakan penelitian analitik, cross sectional, nonprobability purposive sample. Periode penelitian Januari 2017 sampai Februari 2017. Data dianalisis berdasarkan distribusi karakteristik dan chi-square. Hasil penelitian dari 235 subjek, sebanyak 62 orang menunjukkan hasil skrining HIV positif dan didapatkan hubungan antara pendidikan terakhir (p=0,003), riwayat IMS (p=0,000), peran dalam hubungan seks (p=0,000), dan penggunaan kondom (p=0,000) dengan hasil skrining HIV. Hasil analisis ini merujuk pada hal-hal terkait resiko penularan HIV pada klien LSL di UPT Puskesmas X.Kata kunci: HIV, Karakteristik, LSL, Skrining