Claim Missing Document
Check
Articles

Found 24 Documents
Search

IMPLIKASI HUKUM PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NO. 20/PUU-XIV/ 2016 TERHADAP PEMBUKTIAN PERDATA DI INDONESIA Fitria Dewi Navisa; Aldi Yudistira
Keadilan : Jurnal Fakultas Hukum Universitas Tulang Bawang Vol 21 No 1 (2023): Keadilan
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Tulang Bawang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.37090/keadilan.v21i1.708

Abstract

Abstrak Mahkamah Konstitusi pada tahun 2016 menjatuhkan putusannya No. 20/PUU-XIV/2016 yang menyatakan bahwa Frasa “Informasi Elekronik dan/atau Dokumen Elektronik dalam Pasal 5 ayat (1) dan ayat (2) serta Pasal 44 huruf b UU ITE dan Pasal 26A UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi adalah bertentangan dengan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai sebagai alat bukti dilakukan dalam rangka penegakan hukum atas permintaan kepolisian, kejaksaan, dan atau/atau institusi penegak hukum lainnya yang ditetapkan berdasarkan undang-undang sebagaimana ditentukan dalam Pasal 31 ayat (3) UU ITE. Dengan diakuinya bukti informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik dan/atau hasil cetaknya sebagai alat bukti yang sah di persidangan merupakan perluasan makna dari alat bukti yang sah sesuai dengan hukum acara yang berlaku di Indonesia, serta berdasarkan pemberian interprestasi oleh Mahkamah Konstitusi untuk memberikan kepastian dan kejelasan. Jenis penelitian ini adalah penelitian hukum normatif dengan menggunakan pendekatan konseptual, (conseptual approach), pendekatan ini dilakukan dengan menelaah peraturan perundang-undangan dan putusan pengadilan yang berkaitan dengan permasalahan. Sejak berlakunya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, maka Informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik dan/atau hasil cetaknya diterima sebagai alat bukti dalam hukum acara yang berlaku. Ketentuan tersebut juga memperkuat pengaturan tentang alat bukti dalam bentuk digital yang sebelumnya telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1997 tentang Dokumen Perusahaan yang menyatakan bahwa; “Dokumen Perusahaan yang telah dimuat dalam mikrofilm atau media lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) atau hasil cetaknya merupakan alat bukti yang sah” dan memperkuat pengaturan tentang alat bukti dalam bentuk digital. Kata Kunci : Pembuktian, alat bukti, Putusan Mahkamah Konstitusi
MENCARI HAM DI SELA RUANG PROSTITUSI “KAJIAN HUKUM TERHADAP AKSES UNTUK BERACARA DI PERADILAN TATA USAHA NEGARA” Fitria Dewi Navisa
Keadilan : Jurnal Fakultas Hukum Universitas Tulang Bawang Vol 22 No 2 (2024): Keadilan
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Tulang Bawang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.37090/keadilan.v22i2.1102

Abstract

ABSTRAK Banyak kasus yang melibatkan wanita dan kelompok lainnya terjun kedalam bisnis prostitusi, sebuah okupasi yang tabu di masyarakat karena malanggar norma kesusilaan. Hal tersebut lantas akan memicu beragam spekulan oleh beberapa golongan untuk melakukan stigma buruk kepada mereka, padahal sebagai sesama warga negara memiliki satu payung hukum yang sama, yakni Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Tentu hal tersebut harus menjadi perhatian mengingat hak asasi adalah anugerah dari Tuhan Yang Maha Esa dan sifatnya adalah mutlak bagi setiap individu dan dijamin oleh Undang-Undang. Langkah-langkah hukum diupayakan untuk mampu menemukan sisa-sisa Hak Asasi Manusia yang terabaikan saat surat keputusan tersebut muncul, sehingga warga memperjuangkan haknya untuk mendapatkan keadilan termasuk untuk beracara di Peradilan Tata Usaha Negara. Kata Kunci: Hak Asasi Manusia, Prostitusi, Penegakan Hukum.
Analisis Pelaksanaan Putusan terhadap Kepala Desa dalam Kasus Narkoba dari Perspektif Hukum Tata Usaha Negara Fitria Dewi Navisa
Jurnal Analisis Hukum Vol. 6 No. 2 (2023)
Publisher : Universitas Pendidikan Nasional

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.38043/jah.v6i2.4472

Abstract

PTUN memiliki kewenangan dalam hal memeriksa, memutus, dan menyelesaikan sengketa Tata Usaha Negara apabila mendapatkan sebuah pengajuan, dengan melakukan sebuah tidakan berupa pertimbangan yang mana itu didasarkan pada dua hal, yakni pertimbangan tentang perkara peristiwa dan/atau fakta yang terungkap di persidangan, dan pertimbangan mengenai sebuah perjara atau sebuah fakta kejadian yang tekuak didalam proses persidangan hukum. Pertimbangan hukum meliputi pembenaran atau argumentasi hukum serta penalaran yudisial. Ia menawarkan ringkasan hubungan diantara kenyataan hukum yang terbukti selama persidangan dan peraturan Undang-undang yang menjadi landasan perkara dari segi pertimbangan hukum.
Kewenangan Dan Penyelesaian Sengketa Peradilan Tata Usaha Negara (Perbandingan Indonesia Dan Korea Selatan) Fitria Dewi Navisa
Arena Hukum Vol. 16 No. 3 (2023)
Publisher : Arena Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21776/ub.arenahukum.2023.01603.7

Abstract

This article aims to examine the comparison of authority and dispute resolution of the State Administrative Courts of Indonesia and South Korea. The method used is a statutory statue and comparative approach. This study shows that the Indonesian and Korean state administrative justice systems have the same deadline for filing lawsuits, administrative and judicial efforts, and active judges; and there are also differences regarding the types of lawsuits, the existence of the State Administrative Court, who are the officials in the court, the number of judges authorized to hear and to whom the appeal is addressed.