Claim Missing Document
Check
Articles

Found 10 Documents
Search

Thirdhand Smoke Exposure Affects Mice Pancreas Microstructure Eva Rianti Indrasari; Annisa Rahmah Furqaani; Listya Hanum Siswanti; Ihsan Muhammad Nauval; Putra Zam Zam Rachmatullah
Global Medical & Health Communication (GMHC) Vol 9, No 2 (2021)
Publisher : Universitas Islam Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (283.859 KB) | DOI: 10.29313/gmhc.v9i2.8039

Abstract

Cigarette residue toxins can accumulate in the body, including the pancreas, which potentially reduces pancreas function. In addition, the active compounds in cigarettes are reporting to interfere with an elevation of reactive oxygen species, leading to disruption of pancreatic microstructures. Furthermore, pancreatic cell dysfunction is responsible for developing diabetes mellitus disease. The objective of this study was to analyze the effect of thirdhand smoke exposure on mice pancreatic microstructure image. It was an in vivo laboratory experimental study with a completely randomized design at the Medical Biology Laboratory of the Universitas Islam Bandung from November 2020–June 2021. The subjects were 20 adult male mice aged 8–10 weeks, weighing 25–30 grams, in good health condition, and randomly divided into two groups (control group and treatment group exposed to thirdhand cigarette smoke for four weeks). After the completion of the exposure period, pancreatic cells isolation was performing. The parameters observed in this study were the number and diameter islet of Langerhans. Data analysis used the independent t test parametric (α=5%). The results showed that the number and diameter islet of Langerhans in the treated group were significantly lower than the control group (p<0.05). The average number in the control group was 9.40±3.20, while in the treatment group was 4.90±2.74 (28% smaller). The average diameter of control was 225.96±50.15 mm, while treatment was 162±49.68 mm (50% lower). In conclusion, thirdhand smoke exposure alters the pancreas microstructure. The toxic compounds on thirdhand cigarette smoke are involving in generating an elevation of free radical levels, depletion of antioxidants, and alteration of signal transduction resulted in acceleration of apoptosis rate of the islet of Langerhans, especially pancreatic β-cells. PENGARUH PAPARAN ASAP ROKOK TERSIER PADA GAMBARAN MIKROSTRUKTUR PANKREAS MENCITToksik residu rokok dapat terakumulasi pada tubuh, termasuk pankeas sehingga dapat menurunkan fungsi pankreas. Selain itu, senyawa aktif dalam rokok dilaporkan meningkatkan radikal bebas yang menyebabkan kerusakan mikrostruktur pankreas. Selanjutnya, disfungsi sel pankreas meningkatkan risiko diabetes melitus. Penelitian ini bertujuan menganalisis pengaruh asap rokok tersier terhadap gambaran mikrostruktur pankreas mencit. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorium in vivo dengan rancangan acak lengkap di Laboratorium Biologi Medik Universitas Islam Bandung periode November 2020–Juni 2021. Subjek penelitian adalah 20 mencit jantan dewasa berumur 8–10 minggu, bobot 25–30 gram, kondisi sehat, dan dibagi secara acak menjadi dua kelompok (kelompok kontrol dan kelompok perlakuan yang mendapat paparan asap rokok tersier selama empat minggu). Setelah periode pemberian paparan selesai, dilakukan isolasi sel pankreas. Parameter yang diamati dalam penelitian ini adalah jumlah dan diameter pulau Langerhans (islet of Langerhans). Analisis data menggunakan parametrik independent t test (α=5%). Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah dan diameter pulau Langerhans pada kelompok perlakuan lebih rendah dibanding dengan kelompok kontrol (p<0,05). Jumlah rerata pada kelompok kontrol adalah 9,40±3,20, sedangkan pada kelompok perlakuan 4,90±2,74 (lebih rendah 28%). Diameter rerata pada kelompok kontrol adalah 225,96±50,19 mm dan kelompok perlakuan 162,89±49.68 mm (lebih rendah 50%). Simpulan, paparan asap rokok tersier dapat memengaruhi gambaran mikrostruktur pankreas. Senyawa toksik pada asap rokok tersier diduga terlibat dalam peningkatan kadar radikal bebas, penurunan kadar antioksidan, dan perubahan transduksi sinyal yang mengakibatkan peningkatan laju apoptosis pulau Langerhans, terutama sel β pankreas.
Measuring Envy Level among Students of Faculty of Medicine Eka Nurhayati; Susan Fitriyana; Eva Rianti Indrasari
Global Medical & Health Communication (GMHC) Vol 8, No 2 (2020)
Publisher : Universitas Islam Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (479.736 KB) | DOI: 10.29313/gmhc.v8i2.6185

Abstract

Envy is a negative emotion that painful and unpleasant, caused by feelings of inferiority when someone compared themselves to others. Envy is divided into benign and malicious envy. Benign envy could be leverage to motivate someone to improve themselves until they reach or even exceed the envied person’s level. In contrast, malicious is destructive that someone could do anything to pull the envied person down to the same level as themselves or even lower. This study aimed to measure benign and malicious envy among the students of the Faculty of Medicine Universitas Islam Bandung. It was a descriptive study involving 152 students. Measurement made using the Benign and Malicious Envy Scale (BeMaS), which uses 6 points Likert scale during November 2019. Data analysis using Microsoft Excel. The study results showed envy among the students dominated by positive or productive envy, the mean value for benign envy (4.57), and malicious envy (1.92). It showed that benign envy push students to be more competitive rather than destructive envy. The conclusion of this study that the level of envy students of the Faculty of Medicine Universitas Islam Bandung dominated by benign envy. The faculty is responsible for developing strategies to increase the benign envy level and control the malicious envy level. PENGUKURAN TINGKAT IRI PADA MAHASISWA SEBUAH FAKULTAS KEDOKTERANIri adalah emosi negatif menyakitkan dan tidak menyenangkan yang diakibatkan oleh perasaan inferior ketika membandingkan diri dengan orang lain. Iri terbagi atas benign envy dan malicious envy. Benign envy bersifat memotivasi seseorang untuk terus memperbaiki diri sampai mencapai bahkan melebihi apa yang dimiliki kompetitornya. Sebaliknya, malicious envy bersifat destruktif ketika seseorang berupaya untuk menarik kompetitornya ke level yang sama dengan dirinya atau bahkan lebih rendah. Penelitian ini bertujuan mengukur tingkat benign dan malicious envy pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Islam Bandung. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan melibatkan 152 mahasiswa sebagai subjek penelitian. Pengukuran dilakukan menggunakan Benign and Malicious Envy Scale (BeMaS) selama November 2019  menggunakan 6 poin Skala Likert dan analisis data menggunakan Microsoft Excel. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rerata benign envy (4,57) lebih tinggi dibanding dengan malicious envy (1,92). Hal ini menunjukkan bahwa iri yang bersifat positif atau produktif jauh lebih tinggi dibanding dengan nilai iri yang bersifat destruktif. Simpulan penelitian ini adalah bahwa tingkat iri pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Islam Bandung lebih dominan pada benign envy dibanding dengan malicious envy. Tugas fakultas adalah mengembangkan strategi agar dapat meningkatkan nilai benign envy serta berupaya mengendalikan tingkat malicious envy.
Pengaruh Paparan Asap Rokok Tersier terhadap Kadar Glukosa Darah Mencit Ihsan Muhammad Nauval; Annisa Rahmah Furqaani; Eva Rianti Indrasari
Jurnal Integrasi Kesehatan dan Sains Vol 2, No 1 (2020): Jurnal Integrasi Kesehatan dan Sains
Publisher : Universitas Islam Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29313/jiks.v2i1.5633

Abstract

Peningkatan jumlah perokok aktif mungkin berimplikasi pada peningkatan jumlah perokok sekunder dan tersier. Salah satu dampak buruk rokok, yaitu dapat meningkatkan kadar gula darah. Tujuan penelitian adalah menganalisis pengaruh paparan asap rokok tersier terhadap kadar glukosa darah mencit. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental in vivo dengan subjek penelitian mencit yang dibagi dalam dua kelompok, yaitu kelompok kontrol yang tidak diberikan perlakuan dan kelompok perlakuan yang diberi asap rokok tersier selama 29 hari. Penelitian dilakukan di Laboratorium Bio Medik Fakultas Kedokteran Unisba periode Maret–Juli 2019. Pemeriksaan darah dilakukan pada tiga periode, yaitu minggu ke-0, ke-2, dan ke-4. Hasil penelitian menunjukkan kadar glukosa darah kelompok perlakuan (203,8 mg/dL) lebih tinggi dibanding dengan kelompok kontrol (163 mg/dL) pada minggu ke-4. Hasil uji t independen memperlihatkan nilai p lebih kecil dari 0,05 (p<0,05). Adapun pada kelompok kontrol (p=0,450) dan perlakuan (p=0,120) tidak terdapat perbedaan kadar glukosa darah antara minggu ke-0 dan ke-4. Hasil uji t dependen memperlihatkan nilai p lebih besar dari 0,05 (p>0,05). Hasil ini mengindikasikan bahwa paparan asap rokok tersier pada penelitian ini memengaruhi kadar glukosa darah. Asap rokok tersier mengandung berbagai bahan yang berbahaya salah satunya nikotin yang dapat memengaruhi metabolisme glukosa dengan cara menginduksi keadaan stres oksidatif yang dapat merusak lipid, protein, dan dapat memengaruhi kemampuan sel untuk mengatur kadar gula darah dalam tubuh sehingga dapat terlihat hiperglikemia pada mencit yang terpapar asap rokok tersier. EFFECT OF THIRDHAND SMOKE EXPOSURE ON BLOOD GLUCOSE LEVEL IN MICEIncreasing the number of active smokers has implications for the increasing number of secondary and tertiary smokers. One of the bad effects of smoking is it can increase blood sugar levels. The purpose of the research was to analyze the effect of tertiary cigarette smoke exposure on mice blood glucose levels. This research is kind of exposure in vivo experimental study with mice research subjects divided into two groups: a control group that was not given treatment and a treatment group that was given tertiary cigarette smoke for 29 days with blood tests carried out in three periods namely 0, 2nd, and 4th weeks. The study was conducted in Biomedic Laboratory Universitas Islam Bandung during March –July. The results showed the blood glucose level of the treatment group (203.8 mg/dL) was higher than the control group (163 mg/dL) at the 4th week. Independent T-test results showed that the p value was less than 0.05 (p <0.05). As for the control (p = 0.450) and treatment group (p = 0.120) there were no differences in blood glucose levels between at weeks 0 and 4. Dependent T-test results showed a p value greater than 0.05 (p> 0.05). These results indicate that tertiary cigarette smoke was exposure in this study affects blood glucose levels. Tertiary cigarette smoke contains a variety of harmful ingredients, such as nicotine which can affects glucose metabolism by inducing oxidative stress that can damage lipids, proteins, and can affects the ability of cells to regulate blood sugar levels in the body that hyperglycemia can be seen in mice which is exposed to thirdhand smoke.
Persepsi Dokter Pendidik Klinis terhadap Perilaku Profesional Dokter Muda di Rumah Sakit Pendidikan Fakultas Kedokteran Unisba Ana Nurlina; Miranti Kania Dewi; Ami Rachmi; Eva Rianti Indrasari; Mia Kusmiati
Jurnal Integrasi Kesehatan dan Sains Vol 1, No 2 (2019): Jurnal Integrasi Kesehatan dan Sains
Publisher : Universitas Islam Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29313/jiks.v1i2.4334

Abstract

Masalah dalam perilaku profesional dokter semakin disorot oleh masyarakat ditandai dengan peningkatan pengaduan masyarakat ke MKDKI mengenai perilaku dokter yang dinilai kurang sesuai di antaranya mengenai komunikasi antara pasien dan dokter. Tujuan penelitian ini mengetahui persepsi dokter pendidik klinis terhadap perilaku profesional dokter muda di rumah sakit pendidikan FK Unisba. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan cross-sectional. Pengambilan data menggunakan kuesioner kepada dokter pendidik klinis di RSUD Al-Ihsan dan RS Al-Islam Bandung. Dokter pendidik klinis menilai lima aspek perilaku profesional dokter muda, yaitu kompetensi dan keterampilan klinik sebagai dokter, kemahiran dalam berkomunikasi, sikap terhadap pasien, inisiatif dan komitmen terhadap tugas serta pekerjaan, dan sikap terhadap kolega, pembimbing klinis maupun tenaga kesehatan lainnya. Waktu pengambilan data dilakukan pada bulan Juni–Juli 2018 didapatkan 50 responden yang memenuhi kriteria inklusi, yaitu dokter pendidik klinis dari departemen yang sudah dimasuki oleh rotasi dokter muda dan dokter pendidik klinis dari departemen yang melakukan pemeriksaan langsung kepada pasien. Pengolahan data menggunakan Microsoft Excel dan disajikan dalam bentuk tabel distribusi dan frekuensi. Hasil penelitian ini menunjukkan perilaku profesional dokter muda dalam aspek kemahiran dalam berkomunikasi, penerapan perilaku profesional terhadap pasien, perilaku dokter muda terhadap kolega, dokter pembimbing klinis maupun tenaga kesehatan lainnya termasuk dalam kategori baik, sedangkan pada aspek kompetensi keterampilan klinik sebagai dokter masih dalam kategori cukup, sedangkan mengenai aspek inisiatif dan komitmen terhadap tugas serta pekerjaan memberikan hasil baik dan cukup. Hal ini dapat disebabkan oleh mahasiswa dalam menerapkan pembelajaran pada saat menjalankan kegiatan tutorial ataupun skill lab masih kurang. PERCEPTION OF CLINICAL DOCTORS TOWARD PROFESSIONAL BEHAVIOR OF YOUNG DOCTORS IN TEACHING HOSPITAL FACULTY OF MEDICINE UNISBAProblems in the professional behavior of doctors are increasingly highlighted by the community marked by an increase in public complaints to MKDKI regarding the behavior of doctors who are considered inappropriate according to the communication between patients and doctors. The purpose of this study was to determine the perception of preceptor on the professional behavior of young doctors in FK Unisba teaching hospitals. This study used descriptive method with a cross-sectional approach. Data collection used a questionnaire to clinical educators at Al-Ihsan Regional Hospital and Al-Islam Hospital in Bandung. Clinical educators assess five aspects of young doctors’ professional behavior, namely clinical competence and skills as doctors, communication skills, attitudes toward patients, initiative and commitment to tasks and work, and attitudes towards colleagues, clinical counselors and other health workers. When the data was collected in June–July 2018, 50 respondents who met the inclusion criteria, namely clinical educators from the department that had been entered by rotation of young doctors and clinical educators from the department who conducted direct examination of patients. Data processing in this study using Microsoft Excel and presented in the form of distribution tables and frequencies. The results of this study show the professional behavior of young doctors in aspects of communication skill, application of professional behavior to patients, the behavior of young doctors toward colleagues, clinical supervising doctors and other health workers in the good category, while in the aspect of competency in clinical skill as a doctor is still in the sufficient category, and regarding the aspects of initiative and commitment to the task and work to provide good and sufficient results. It might caused by the lack of students in applying learning when running tutorial activities or lab skills.
Gejala Gastrointestinal Memengaruhi Prognosis pada Pasien Covid-19 Pandu Alif Athaya Fauzan; Eva Rianti Indrasari
Jurnal Riset Kedokteran Volume 2, No.1, Juli 2022, Jurnal Riset Kedokteran (JRK)
Publisher : UPT Publikasi Ilmiah Unisba

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (274.022 KB) | DOI: 10.29313/jrk.vi.872

Abstract

Abstract. Corona Virus Disease-19 or COVID-19 is a disease with a million faces. The symptoms of this disease varied from classical symptoms such as fever, dry cough, tachypnea, anosmia and ageusia, to non-classical symptoms in the form of gastrointestinal symptoms. Gastrointestinal (GI) symptoms in COVID-19 includes diarrhea, nausea and vomiting, and abdominal pain. The prognosis of COVID-19 is determined by several factors with the prominent factors being aged older than 70 years, comorbidities including cardiovascular diseases, chronic obstructive pulmonary disease, hypertension, etc., lymphopenia, and increased lactic dehydrogenase levels. GI symptoms could influence prognosis through worsening the severity of the disease, increased incidence of acute respiratory distress syndrome (ARDS), and liver injury. The worsening severity of the disease and increased incidence of ARDS can be explained with the gut-lung axis, where the homeostasis disruption of microbiota of the gut can influence the respiratory system through common mucosal immune system and vice versa. Abstrak. Corona Virus Disease-19 atau disingkat COVID-19 adalah penyakit dengan sejuta wajah. Gejala yang ditimbulkan oleh penyakit ini beragam. Mulai dari gejala klasik, yaitu demam, batuk kering, takipnea, anosmia dan ageusia, hingga gejala non-klasik berupa gejala gastrointestinal. Gejala gastrointestinal (GI) pada COVID-19 adalah diare, mual dan muntah, dan nyeri abdominal. Prognosis pada COVID-19 ditentukan oleh beberapa faktor dengan faktor utama yang telah terbukti memengaruhi prognosis adalah usia diatas 70 tahun, kondisi komorbid seperti penyakit kardiovaskular, penyakit paru obstruktif kronis, hipertensi, dsb., limfopenia, dan kadar lactic dehydrogenase yang tinggi. Gejala GI dapat memengaruhi prognosis melalui peningkatan tingkat keparahan penyakit, tingginya kejadian acute respiratory distress syndrome (ARDS), dan cedera hepar. Peningkatan tingkat keparahan dan tingginya kejadian ARDS dapat dijelaskan oleh gut-lung axis, dimana terganggunya homeostasis mikrobiota usus dapat memengaruhi sistem pernapasan melalui common mucosal immune system. Begitupun sebaliknya, kelainan di mikrobiota sistem pernapasan juga akan memengaruhi saluran pencernaan melalui regulasi imun.
Computer Vision Syndrome pada Dosen Tahap Akademik Fakultas Kedokteran Universitas Islam Bandung selama Pandemi COVID-19 Farah Talitha Nawiryasa; Eva Rianti Indrasari; Herry Garna
Bandung Conference Series: Medical Science Vol. 2 No. 1 (2022): Bandung Conference Series: Medical Science
Publisher : UNISBA Press

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29313/bcsms.v2i1.1828

Abstract

Abstract. Computer vision syndrome (CVS) is a group of eye and vision-related symptoms that arise due touse of computers or gadgets prolonged. Risk factors for CVS include individual, environmental, and computer factors. The use of gadgets is increasing during the COVID-19 pandemic because the government urges the public including teachers such as lecturers to work from home. This study aims to determine the incidence of CVS in lecturer at the academic stage of FK Unisba during the COVID-19 pandemic starting from February–December 2021. This type of research is quantitative with analytic observational method and cross sectional design. The instrument used is a questionnaire. In this study, data were obtained as many as 60 lecturers of the academic stage of FK Unisba with total sampling technique. The data analysis used was univariate and chi square test for bivariate analysis. The results showed that the most complained symptoms were tired eyes from asthenopia symptoms (44%), watery eyes and itchy eyes from ocular surface symptoms respectively 31%, difficulty focusing vision and increased sensitivity to light from visual symptoms respectively 24%, and shoulder pain from extraocular symptoms (40%). In conclusion, most of the lecturers at the academic stage of FK Unisba experienced CVS. The results of the analysis did not show a relationship between risk factors and the incidence of CVS (p>0.05). It is recommended that there be preventive prevention against CVS complaints. Abstrak. Computer vision syndrome (CVS) merupakan sekumpulan gejala terkait mata dan penglihatan yang muncul akibat penggunaan komputer atau gadget dalam waktu lama. Faktor risiko CVS di antaranya faktor individu, lingkungan, dan komputer. Penggunaan gadget semakin meningkat di masa pandemi COVID-19 karena pemerintah menghimbau masyarakat termasuk pengajar seperti dosen melakukan work from home. Penelitian ini bertujuan menganalisis kejadian CVS pada dosen tahap akademik FK Unisba selama pandemi COVID-19 dimulai dari Februari–Desember 2021. Jenis penelitian ini adalah kuantitatif dengan metode observasional analitik dan desain cross sectional. Instrumen yang digunakan berupa kuesioner. Pada penelitian ini didapatkan data sebanyak 60 dosen tahap akademik FK Unisba dengan teknik total sampling. Analisis data yang digunakan adalah univariat dan uji chi square untuk analisis bivariat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa gejala yang paling banyak dikeluhkan adalah mata lelah dari gejala astenopia (44%), mata berair dan mata gatal dari gejala permukaan okular masing-masing 31%, sulit memfokuskan penglihatan dan merasa silau saat melihat cahaya terang dari gejala visual masing-masing 24%, dan nyeri bahu dari gejala ekstraokular (40%). Simpulan, sebagian besar dosen tahap akademik FK Unisba mengalami CVS. Hasil analisis menunjukkan tidak ada hubungan antara faktor risiko dan kejadian CVS (p>0,05). Disarankan pencegahan preventif terhadap keluhan CVS.
Studi Literatur: Aktivitas Fisik Jalan Kaki Sebagai Pengendalian Berat Badan Indriani Sekar Arum; Fajar Awalia Yulianto; Eva Rianti Indrasari
Bandung Conference Series: Medical Science Vol. 3 No. 1 (2023): Bandung Conference Series: Medical Science
Publisher : UNISBA Press

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29313/bcsms.v3i1.6304

Abstract

Abstract. Obesity is ranked the fifth leading cause of death globally and has many other adverse health effects. The risk of obesity can be prevented by physical activity, and walking is the most common physical activity. In young adults, it is recommended to walk> 10,000 steps/day to avoid obesity. The purpose of this study was to find evidence of the relationship between the number of daily steps and the waist-to-hip ratio from previous studies. This study uses the method of literature study. The results showed that the number of daily steps >10,000 steps/day could reduce weight gain, and there is a relationship between the number of daily actions and the incidence of obesity. Keywords: Obesity, Daily Steps. Abstrak. Obesitas berada diperingkat kelima sebagai penyebab kematian secara global dan memiliki banyak dampak buruk kesehatan lainnya. Risiko obesitas dapat dicegah dengan melakukan aktivitas fisik, aktivitas fisik yang paling sering dilakukan adalah berjalan kaki. Pada orang dewasa muda dianjurkan untuk berjalan kaki >10.000 langkah/hari untuk mencegah terjadinya obesitas. Tujuan penelitian ini adalah untuk mencari bukti hubungan jumlah langkah harian dengan rasio lingkar pingang pinggul dari penelitian-penelitian terdahulu. Penelitian ini menggunakan metode studi literatur. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah langkah harian >10.000 langkah/hari dapat mengurangi kenaikan berat badan dan terdapat hubungan antara jumlah langkah harian dengan kejadian obesitas. Kata Kunci: Obesitas, langkah harian.
Hubungan Derajat Stres dengan Kejadian Sindrom Dispepsia Fungsional pada Mahasiswa FK UNISBA Ingrid Nurimani Ansari; Siti Annisa Devi T; Eva Rianti Indrasari
Jurnal Riset Kedokteran Volume 3, No.1, Juli 2023, Jurnal Riset Kedokteran (JRK)
Publisher : UPT Publikasi Ilmiah Unisba

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29313/jrk.vi.2301

Abstract

Abstract. A biological reaction due to internal and external stimuli as well as changes in the body's homeostasis is referred to as stress. One of the digestive disorders related to stress is dyspepsia. This study aims to analyze relationship stress to the occurrence of functional dyspepsia syndrome in UNISBA medical faculty students grades 1 and 3. This study involved 100 subjects who were selected by simple random selection. The Medical Student Stress Questionnaire (MSSQ) was used to collect stress data and Rome IV criteria for dyspepsia data. Data were analyzed using computerized univariate and bivariate methods using chi-square. The results showed that majority experienced mild stress (84%) only a small proportion experienced moderate stress (16%). Majority experienced functional dyspepsia than those who did not (52%), and there was a significant relationship between the level of distress and the occurrence of functional dyspepsia syndrome, with a P-value of 0.045 (<0.05). In conclusion, the level of stress in first and third students can trigger dyspepsia syndrome. Abstrak. Stres merupakan suatu stimulus instrinsik dan ekstrinsik yang dapat membangkitkan respon biologis dan dapat menyebabkan perubahan homeostasis sehingga terjadi gangguan ke beberapa organ tubuh. Dispepsia merupakan salah satu gangguan saluran pencernaan terkait dengan stres. Tujuan penelitian ini yaitu untuk menganalisis hubungan stres dengan kejadian sindrom dispepsia antara mahasiswa FK Unisba tingkat 1 dan 3 tahun akademik 2021/2022. Subjek pada penelitian ini berjumlah 100 orang yang dipilih dengan simple random sampling. Data diambil melalui kuesioner stres Medical Student Stress Questionnaire (MSSQ) dan Kriteria Roma IV untuk dispepsia. Pengolahan data penelitian dilakukan secara komputerisasi meliputi analisis univariat dan bivariat dengan menggunakan uji Chi-square. Hasil penelitian menunjukkan secara keseluruhan, sebagian besar subjek penelitian mengalami stres ringan (84%). Jumlah mahasiswa yang mengalami dispepsia fungsional lebih banyak dibanding yang tidak dispepsia, yaitu sebesar 52%. Terdapat hubungan yang bermakna antara derajat stres dengan kejadian sindrom dispepsia fungsional dengan P-value 0,045 (<0,05). Simpulan, derajat stres pada mahasiswa tingkat 1 dan 3 dapat memicu terjadinya sindrom dispepsia.
Model Matriks Fuzzy untuk Masalah Kesehatan Mata Anak Sekolah Dasar Akibat Pembelajaran Daring di Masa Pandemi Covid-19 Icih Sukarsih; Nur Azizah Komara Rifai; Eva Rianti Indrasari
Statistika Vol. 22 No. 1 (2022): Statistika
Publisher : Department of Statistics, Faculty of Mathematics and Natural Sciences, Universitas Islam Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29313/statistika.v22i1.591

Abstract

ABSTRAK Pembelajaran daring dimasa pandemi Covid-19 mengakibatkan meningkatnya intensitas penggunaan komputer atau gadget oleh siswa. Penggunaan komputer dalam waktu yang lama dapat menyebabkan kelelahan mata digital yang disebut dengan Computer Vision Syndrome (CVS). Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis batas usia maksimum anak Sekolah Dasar mengalami gangguan kesehatan mata akibat pembelajaran daring dimasa pandemi covid-19. Kondisi kesehatan mata yang diamati dalam penelitian ini adalah gejala CVS yang dialami oleh siswa sebelum dan sesudah pandemi. Populasi dalam penelitian ini adalah siswa SD Islam Ibnu Sina Bandung tahun 2021 dengan jumlah sampel 180 orang. Metoda yang digunakan dalam penelitian ini adalah model matriks fuzzy. Model matriks fuzzy merupakan model sederhana yang mentransformasikan data mentah dari suatu permasalahan nyata ke dalam bentuk matriks fuzzy dengan menggunakan teknik rata-rata dan standar deviasi. Berdasarkan hasil analisis, diperoleh  bahwa usia maksimum siswa memiliki gejala CVS berada pada kelompok usia 10 - 11 tahun. Kelompok lain yang juga memiliki gejala CVS yang harus mendapat perhatian adalah kelompok usia 12 – 13 tahun. Hal ini disebabkan karena durasi  penggunaan gadget untuk pembelajaran daring pada anak usia 10 - 13 tahun lebih lama dibandingkan kelompok usia di bawahnya, yaitu antara 6 – 7 jam per hari. Disamping itu lebih dari 50% anak pada kelompok usia ini menggunakan smartphone untuk kegiatan daring. ABSTRACT Online learning during the pandemic of Covid-19 has resulted in increased use of computer or gadget by students. The frequent use of gadgets causes a digital eye strain called the Computer Vision Syndrome (CVS). This study is purposed to analyze the maximum age limit of Elementary School students who suffered eye health problems due to online learning during the Covid-19 pandemic. The population of this study is the students of Ibnu Sina Islamic Elementary School Bandung 2021, with 180 students in total. Method used in this study is a fuzzy matrix model. Fuzzy matrix model is a simple model used to transform raw data from real world problem into a fuzzy matrix by using average and standard deviation technique. The steps taken are: (1) to form a time dependent matrix from the raw data; (2) convert the time dependent matrix into ATD (Average Time Dependent) matrix; (3) calculate the mean and standard deviation; (4) forming a Fuzzy Matrix or RTD (Refined Time Dependent) matrix; (5) form the CETD (Combined Effective Time Dependent) matrix. The result of the analysis shows that the maximum age group of Elementary School students with CVS symptoms is 10-11 years old. Another group with CVC symptoms and needed attention is the age group of 12-13 years old. This is because the students in the age group of 10-13 years use gadgets more frequently than any other age groups below them, which is up to 6-7 hours per day. Furthermore, more than 50% of students in this age group use smartphones for online learning.
Hubungan Derajat Stres dengan Kejadian Sindrom Dispepsia Fungsional pada Mahasiswa FK UNISBA Ingrid Nurimani Ansari; Siti Annisa Devi T; Eva Rianti Indrasari
Jurnal Riset Kedokteran Volume 3, No.1, Juli 2023, Jurnal Riset Kedokteran (JRK)
Publisher : UPT Publikasi Ilmiah Unisba

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29313/jrk.vi.2301

Abstract

Abstract. A biological reaction due to internal and external stimuli as well as changes in the body's homeostasis is referred to as stress. One of the digestive disorders related to stress is dyspepsia. This study aims to analyze relationship stress to the occurrence of functional dyspepsia syndrome in UNISBA medical faculty students grades 1 and 3. This study involved 100 subjects who were selected by simple random selection. The Medical Student Stress Questionnaire (MSSQ) was used to collect stress data and Rome IV criteria for dyspepsia data. Data were analyzed using computerized univariate and bivariate methods using chi-square. The results showed that majority experienced mild stress (84%) only a small proportion experienced moderate stress (16%). Majority experienced functional dyspepsia than those who did not (52%), and there was a significant relationship between the level of distress and the occurrence of functional dyspepsia syndrome, with a P-value of 0.045 (<0.05). In conclusion, the level of stress in first and third students can trigger dyspepsia syndrome. Abstrak. Stres merupakan suatu stimulus instrinsik dan ekstrinsik yang dapat membangkitkan respon biologis dan dapat menyebabkan perubahan homeostasis sehingga terjadi gangguan ke beberapa organ tubuh. Dispepsia merupakan salah satu gangguan saluran pencernaan terkait dengan stres. Tujuan penelitian ini yaitu untuk menganalisis hubungan stres dengan kejadian sindrom dispepsia antara mahasiswa FK Unisba tingkat 1 dan 3 tahun akademik 2021/2022. Subjek pada penelitian ini berjumlah 100 orang yang dipilih dengan simple random sampling. Data diambil melalui kuesioner stres Medical Student Stress Questionnaire (MSSQ) dan Kriteria Roma IV untuk dispepsia. Pengolahan data penelitian dilakukan secara komputerisasi meliputi analisis univariat dan bivariat dengan menggunakan uji Chi-square. Hasil penelitian menunjukkan secara keseluruhan, sebagian besar subjek penelitian mengalami stres ringan (84%). Jumlah mahasiswa yang mengalami dispepsia fungsional lebih banyak dibanding yang tidak dispepsia, yaitu sebesar 52%. Terdapat hubungan yang bermakna antara derajat stres dengan kejadian sindrom dispepsia fungsional dengan P-value 0,045 (<0,05). Simpulan, derajat stres pada mahasiswa tingkat 1 dan 3 dapat memicu terjadinya sindrom dispepsia.