Claim Missing Document
Check
Articles

Found 4 Documents
Search

KEWENANGAN PEMERINTAH ACEH DALAM PENGELOLAAN TAMAN NASIONAL GUNUNG LEUSER (TNGL) DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2006 TENTANG PEMERINTAHAN ACEH Hanif Firjatullah; Andri Kurniawan
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Bidang Hukum Kenegaraan Vol 6, No 2: Mei 2022
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Abstrak – Penelitian ini bertujuan menjelaskan faktor penyebab Pemerintah Pusat hingga saat ini belum melakukan pemindahan kantor Balai Besar Pengelolaan dan juga kewenangan pengelolaan Taman Nasional Gunung Leuser yang berada di Provinsi Sumatera Utara agar segera cepat berpindah ke Provinsi Aceh, hambatan Pemerintah Aceh dalam merealisasikan kewenangan pengelolaan taman nasional gunung leuser (TNGL), dan kewenangan pemerintah aceh dalam pengelolaan TNGL yang diatur oleh undang-undang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor penyebab belum melakukan pemindahan kantor balai besar yang berada di Provinsi Sumatera Utara yaitu karena: perebutan wilayah oleh masing-masing kepala daerah, butuh biaya yang besar, dan akibat kelalaian Pemerintah Aceh terhadap Taman Nasional Gunug Leuser. Hambatan Pemerintah Aceh dalam merealisasikan kewenangan pengelolaan TNGL meliputi belum memiliki sistem dalam mengelola TNGL,  kurangnya koordinasi Pemerintah Aceh dalam mempercepat penentuan Balai Besar TNGL di Provinsi Aceh, dan SDM dari pihak Pengelola TNGL. Kewenangan Pemerintah Aceh dalam pengelolaan TNGL yang diatur oleh UU No. 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh dapat disimpulkan hingga saat ini belum melakukan upaya yang sesuai dengan aturan yang tercantum sesuai uu tersebut. Disarankan kepada Pemerintah Pusat agar segera merealisasikan dengan cepat agar kantor  Balai Besar Taman Nasional Gunung Leuser (BBTNGL) yang berada di Provinsi Sumatera Utara Kota Medan berpindah ke Provinsi Aceh dan Disarankan kepada Pemerintah Aceh agar membuat Peraturan Perundang – Undangan mengenai pengelolaan TNGL yang berada di Provinsi Aceh Agar Pemerintah Aceh memiliki kewenangan penuh untuk mengelola TNGL yang berada di Provinsi Aceh.Kata Kunci: Kewenangan, Pemerintah Aceh, Pengelolaan, Taman Nasional.
PERMASALAHAN REKRUTMEN HAKIM AD-HOC PENGADILAN HUBUNGAN INDUSTRIAL Kiki Adelia; Andri Kurniawan
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Bidang Hukum Kenegaraan Vol 4, No 1: Februari 2020
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Abstrak - Jika melihat dari persyaratan-persyaratan pada proses rekrutmen hakim ad-hoc, maka sebenarnya tidak sulit untuk mencari orang yang dapat menjadi hakim ad-hoc. Akan tetapi tidaklah cukup hanya gelar strata satu dan pengalaman 5 tahun dibidang hubungan industrial, kemudian diangkat menjadi hakim ad-hoc karena hal ini merupakan perkara yang bersifat khusus, maka diperlukan orang yang benar-benar mengetahui dan memahami peraturan perundang-undangan dibidang ketenagakerjaan dan hukum acara yg berlaku. Hal itu menjadi faktor-faktor dalam proses rekrutmen hakim ad-hoc karena seorang hakim ad-hoc sebagaimana dimaksud Pasal 66 ayat (1) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tidak boleh merangkap jabatan, sedangkan yang biasanya memahami ketentuan perundang-undangan dibidang ketenagakerjaan dan hukum acara adalah pengacara dan kalangan akademisi (PNS) atau pengurus organisasi pengusaha yang dulunya pernah aktif sebagai anggota panitia penyelesaian perselisihan perburuhan daerah atau pusat.Kata Kunci : Hakim Ad-hoc, Pengadilan, Perselisihan Hubungan Industrial
PELAKSANAAN INSTRUKSI PRESIDEN NOMOR 4 TAHUN 2020 TENTANG REFOCUSING KEGIATAN DAN REALOKASI ANGGARAN PENANGGULANGAN COVID-19 DI BIDANG JARINGAN PENGAMAN SOSIAL KOTA BANDA ACEH Nia Lisma; Andri Kurniawan
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Bidang Hukum Kenegaraan Vol 6, No 1: Februari 2022
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Abstrak – Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan Pelaksanaan Instruksi Presiden No. 4 Tahun 2020 Tentang Refocussing Kegiatan, Realokasi Anggaran serta Pengadaan Barang dan Jasa Dalam Rangka Percepatan Penanganan Covid-19 Tahun 2020-2021. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelaksanaan program Jaringan Pengaman Sosial (JPS) di Kota B.Aceh belum sesuai dengan pedoman Pasal 23 Permendagri Nomor 39 Tahun 2012 tentang Pedoman Pemberian Hibah dan Bantuan Sosial Yang Bersumber Dari APBD. Terdapat beberapa hambatan dalam pelaksanaan program Jaringan Pengaman Sosial (JPS) di Kota B.Aceh yang tidak sesuai seperti aturan yang ditetapkan. Selain itu, Dinas Sosial Kota B.Aceh tidak memperbaharui data penerima Bantuan di dalam DTKS akibatnya penerima bantuan menerima bantuan lebih dari satu. Dampak dari penerimaan bantuan sosial salah satunya meningkatkan kesejahteraan sosial bagi masyarakat di Kota B.Aceh saat pandemi seperti pada pasal 34 ayat 2 UUD 1945 yang mengatakan  negara mengembangkan sistem jaminan sosial demi mewujudkan kesejahteraan. Disarankan untuk Dinas Sosial Kota B.Aceh agar dapat mensosialisasikan tentang program Jaringan Pengaman Sosial (JPS) ini kepada seluruh masyarakat Kota B.Aceh, agar masyarakat dapat mengetahui transparansi tentang bantuan sosial yang diberikan oleh pemerintah.Kata Kunci: Pelaksanaan, Instruksi Presiden, Refocusing, Anggaran, Covid-19
THE POSITION OF THE ULAMA CONSULTATIVE COUNCIL IN THE ACEH GOVERNMENT POLICY Husni Jalil; Teuku Ahmad Yani; Andri Kurniawan
Kanun Jurnal Ilmu Hukum Vol. 25, No. 3, December 2023: Law and Justice in Various Context in Indonesia
Publisher : Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24815/kanun.v25i3.33918

Abstract

This article explains the position of the Ulama Consultative Council (Majelis Permusyawaratan Ulama/MPU), as recognized under the Aceh Qanun number 13, year 2017, which places MPU as a partner of the governor, regents, mayors, and local parliaments. The MPU has the authority to provide commentaries on legislative products (Qanun) and other regional policies. However, this strategic position is constrained by several factors i.e., the lack of legislative knowledge. Meanwhile, the implementing agencies within the MPU structure cannot support MPU's performance. Aceh Qanun Number 13 of 2017 concerning the MPU's Procedure for Providing Commentaries is not in sync with Aceh Qanun Number 5 of 2011 concerning Procedures for Qanun Preparation. This Qanun has not accommodated the MPU's authority to provide commentaries. The provisions contained in the Qanun refer to the provisions for legislative preparation regulated by the central government and do not accommodate Aceh's local wisdom. The local parliamentary rules have not authorized the MPU to provide commentaries at each parliamentary stage of the Qanun preparation process, as it is only refers to legislative preparation provisions under national or central legislations.