I Nengah Susrama
Universitas Mahasaraswati Denpasar

Published : 8 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search
Journal : JUMAHA

PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM TERHADAP PASIEN YANG MEMBERIKAN PERSETUJUAN TINDAKAN KEDOKTERAN OPERASI SESAR (SC) APABILA TERBUKTI ADANYA UNSUR KELALAIAN Ni Luh Sunari Asih; I Nengah Susrama
Jurnal Hukum Mahasiswa Vol. 2 No. 1 (2022): EDISI APRIL
Publisher : Fakultas Hukum, Universitas Mahasaraswati Denpasar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (218.454 KB)

Abstract

Penelitian ini membahas mengenai kekaburan norma yang terdapat pada pasal 6 Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 290/Menkes/Per/III/2008 Tentang Persetujuan Tindakan Kedokteran. Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode penelitian hukum normati. Hasil dari penelitian ini adalah pertanggungjawaban hukum terhadap pasien yang memberikan persetujuan tindakan kedokteran operasi sesar apabila terbukti adanya unsur kelalaian adalah masih terdapat kekaburan norma dalam pasal 6 Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 290/Menkes/Per/III Tentang Persetujuan Tindakan Kedokteran. Perlindungan hukum terhadap pasien yang memberikan persetujuan tindakan kedokteran operasi sesar apabila terbukti adanya unsur kelalaian adalah perlindungan hukum perdata dan perlindungan hukum pidana
Penegakan Hukum Terhadap Tahanan Yang Melarikan Diri Dari Rumah Tahanan Negara Kelas Iib Bangli Ida Bagus Made Wahyu Rama Saputra; I Nengah Susrama2
Jurnal Hukum Mahasiswa Vol. 2 No. 02 (2022): Edisi Oktober
Publisher : Fakultas Hukum, Universitas Mahasaraswati Denpasar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tahanan merupakan seorang tersangka atau terdakwa yang ditempatkan di dalam Rumah Tahanan (Rutan) sesuai Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia No. 6 Tahun 2013 tentang Tata Tertib Lembaga Pemasyarakatan dan Rumah Tahanan Negara. Penegakan hukum terhadap tahanan yang melarikan diri dari Rumah Tahanan Negara Kelas IIB Bangli yaitu pemberian sanksi bagi tahanan yang tertangkap kembali setelah melarikan diri berupa penempatan di dalam sel pengasingan selama 2x6 hari. Tahanan yang melarikan diri tersebut juga tidak akan mendapatkan hak untuk menerima kunjungandan penundaan hak remisi selama satu tahun. Pemberian sanksi juga diberikan bagi petugas keamanan yang bertugas saat itu berupa hukuman disiplin diterapkan dengan cara penurunan pangkat dan pemotongan gaji. Adapun faktor yang mempengaruhi penegakan hukum terhadap tahanan yang melarikan diri dari Rumah Tahanan Negara Kelas IIB Bangli yaitu, adanya Undang-undang RI no 12 tahun 1995, Petugas yang bersikap adil dan jujur, dan adanya bantuan dari instansi lain, serta faktor penghambatnya yaitu, SDM petugas belum semua sama, kekurangan personil keamanan, dan sarana atau fasilitas yang belum lengkap.
URGENSI PEMBENTUKAN LEMBAGA PENEMPATAN ANAK SEMENTARA (LPAS) TERKAIT DENGAN MEKANISME PENAHANAN TERHADAP ANAK OLEH PENUNTUT UMUM (STUDI KASUS DI KEJAKSAAN NEGERI BANGLI) I Gusti Ngurah Agung Budiarta; I Nengah Susrama
Jurnal Hukum Mahasiswa Vol. 3 No. 1 (2023): EDISI APRIL
Publisher : Fakultas Hukum, Universitas Mahasaraswati Denpasar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Detentions made to ABH must be separated from adults as regulated in Article 3 letter b of the UU SPPA. Detention of ABH based on Article 105 of the UU SPPA is required to be carried out at the LPAS institution. The problem in this study is that Bali Province is one of the regions in Indonesia that does not yet have a LPAS as a support for the enactment of the UU SPPA. Based on the results of research conducted on these problems, it can be concluded that the mechanism for eliminating ABH stems from the Criminal Procedure Code (KUHAP) and the SPPA Law. The general prosecutor of the Bangli District Attorney in this case has not been able to fully implement the provisions in Law Number 11 of 2012 Article 33 paragraph (4) where child detainees should be held in Penitentiary or if there is no Penitentiary, then in accordance with the provisions of Article 33 paragraph (5) can be carried out in Social Welfare Organizing Institutions (LPKS), but in practice children who are in conflict with the law are still kept in detention centers.