Ilmiawan Ilmiawan
Department Of History Education, Faculty Of Teacher Education And Science, Universitas Muhammadiyah Mataram, Mataram

Published : 15 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 15 Documents
Search

KOMALA BUMI PERTIGA DAN PERANANANYA DALAM PEMERINTAHAN KESULTANAN BIMA TAHUN 1747-1751 Ilmiawan Ilmiawan
Jurnal Ulul Albab Vol 22, No 2 (2018): Agustus
Publisher : Universitas Muhammadiyah Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (562.577 KB) | DOI: 10.31764/jua.v22i2.592

Abstract

Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana Peranan Komala Bumi Pertiga pada Pemerintahan Kesultanan Bima Tahun 1747-1751 dan untuk mengetahui upaya-upaya yang ditempuh pada masa pemerintahannya Untuk mengetahui Faktor-faktor apa sajakah yang menandai keberhasilan Komala Bumi Pertiga dalam menjalankan kesultanan Bima tahun. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Kualitatif Deskriptif. Berdasarkan hasil observasi dan wawancara dilapangan dapat disimpulkan bahwa Peranan Komala Bumi Pertiga, seorang wanita berdarah Bima-Makassar, yakni anak dari Sultan Bima Alauddin Muhammad Syah dengan permaisurinya Karaeng Tana Sanga Mamuncaragi, putri Raja Gowa yang bernama Sirajuddin. Pada masa pemerintahan kesultanan Bima dikemudi dan dijalankan oleh Komala Bumi Pertiga yang didampingi oleh wali Sultan Ruma Bicara Abdul Ali, Komala cukup memberikan hak dan peluang kepada masyarakat (rakyat) untuk menyalurkan aspirasi terhadap perkembangan demi perkembangan yang terjadi di dalam kesultanan bima dan sama-sama menghadapi kondisi Belanda yang ingin menjalankan politik monopoli di samping mengadu domba antara pemerintahan kesultanan Bima dengan Makassar tentang daerah Manggarai yang sudah dijadikan mahar dalam perkawinan antara Sultan Alauddin Muhammad Syah dengan Karaeng Tana Sanga Mamuncaragi. Dengan menelusuri jejak perjuangan dan peranan Komala Bumi Pertiga dalam pemerintahan, baik di saat didampingi oleh wali Sultan Ruma Bicara Abdul Ali maupun di masa adiknya Abd. Kadim menginjak usia cukup dewasa, mengambil kembali tampuk pemerintahan, peranan beliau cukup nampak terlihat dan akan diingat selalu oleh zaman yang merasakan dan menikmati daerah Bima yang sudah bebas dan merdeka ini. Kisah perjalanan hidup sampai wafatnya Komala Bumi Pertiga berperan dalam kancah politik pemerintahan kesultanan Bima. Selama adiknya masih berusia muda, beliau berhasil menyelamatkan Bima dari ancaman Belanda.Usaha yang dilakukannya antara lain: (a) Di bidang Agama, beliau mengutus dan mengirim Mubaligh untuk menyiarkan agama Islam disetiap daerah yang ditaklukan kesultanan Bima, (b) Bidang Pemerintahan, Komala Bumi Pertiga mampu menggagalkan Belanda yang ingin menguasai daerah Manggarai NTT dan menjalankan monopoli perdagangan di daerah Bima.Kata Kunci: Komala bumi pertiga; Kesultanan Bima
PERBANDINGAN SISTEM SOSIAL BUDAYA INDONESIA DARI MASYARAKAT MAJEMUK KE MASYARAKAT MULTIKULTURAL Saddam Saddam; Ilmiawan Mubin; Dian Eka Mayasari S.W.
Historis : Jurnal Kajian, Penelitian dan Pengembangan Pendidikan Sejarah Vol 5, No 2 (2020): DECEMBER
Publisher : UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MATARAM

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31764/historis.v5i2.3424

Abstract

Abstrak: Tujuan penulisan menyajikan konsep ke-Indonesia-an secara menyeluruh sejak sebelum merdeka hingga setelah kemerdekaan. Mengkaji sistem sosial budaya Indonesia zaman penjajahan Belanda dan setelah kemerdekaan dari konsep masyarakat mejemuk dan masyarakat multikultural. Penelitian ini menggunakan library research. Data dikumpulkan menggunakan dokumentasi berupa buku, makalah, artikel, dan jurnal relevan. Analisis data menggunakan content analysis, untuk mendapatkan infensi valid dan dapat diteliti kembali berdasarkan konteksnya. Pengecekan antar pustaka dan membaca kembali pustaka dilakukan guna menjaga keaslian dan kesalahan hasil kajian. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada masa penjajahan Belanda selalu diupayakan memperkuat dan membentuk lagi masyarakat Indonesia berdasarkan habituasi masing-masing antar suku, budaya, agama, dan adat-istiadat. Belanda menggunakan potensi yang ada dalam masyarakat untuk memperkuat maksud tertentu, hingga mengarahkan masyarakat Indonesia memperkuat kemajemukan. Masyarakat majemuk merupakan suatu masyarakat yang hidup secara berkelompok secara terpisah berdasarkan suku, agama, ras dan kelas sosial dengan corak khas tertentu. Rasialis menjadi hal yang dilestarikan dalam masyarakat majemuk secara mendasar. Masyarakat multikultural adalah suatu kondisi masyarakat majemuk yang telah tercapai sebuah keteraturan dan keharmonisan dalam masyarakat, dengan banyaknya diferensiasi sosial masyarakat tercipta suatu keharmonisan, saling menghargai, kesederajatan dan mempunyai kesadaran tanggungjawab sebagai satu kesatuan.Abstract: The purpose of writing presents the concept of Indonesia as a whole from before independence until after independence. Reviewing the Indonesian socio-cultural system during the Dutch colonial era and after independence from the concept of a rich society and multicultural society. This study uses library research. Data is collected using documentation in the form of books, papers, articles, and relevant journals. Data analysis uses content analysis, to obtain valid inferences and can be re-examined based on the context. Checking between libraries and rereading libraries is done to maintain the authenticity and errors of the study results. The results showed that during the Dutch colonial period was always sought to strengthen and reshape Indonesian society based on their respective habituation between tribes, cultures, religions, and customs. The Dutch used the potential in society to strengthen certain intentions, to direct the Indonesian people to strengthen diversity. Compound society is a society that lives in groups separately based on ethnicity, religion, race, and social class with a certain distinctive pattern. Racists are fundamentally preserved in compound society. A multicultural society is a condition of compound society that has been achieved a regularity and harmony in society, with much social differentiation of the community created a harmony, mutual respect, equality and awareness of responsibility as a whole.
PENERAPAN METODE INKUIRI MELALUI PENGAMATAN SITUS SEJARAH DI KOTA BIMA UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR DAN MENUMBUHKEMBANGKAN KECINTAAN PADA BANGUNAN BERSEJARAH Ilmiawan Mubin
Historis : Jurnal Kajian, Penelitian dan Pengembangan Pendidikan Sejarah Vol 2, No 2 (2017): Desember
Publisher : UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MATARAM

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (739.3 KB) | DOI: 10.31764/historis.v2i2.191

Abstract

Penelitian  ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana proses pembelajaran sejarah  pada siswa kelas XI IPS 1 MAN 2 kota dengan menggunakan metode Inkuiri dapat menumbuhkan kecintaan pada bangunan bersejarah. Metode penelitiannya adalah Penelitian Tindakan Kelas, subyek penelitian adalah siswa kelas XI IPS 1 MAN 2 Kota Bima, sedangkan obyeknya hasil pengamatan kegiatan proses belajar mengajar melalui tahapan  Planning, Acting, Observing dan Reflecting. Masing-masing siklus terdiri dari dua kali pertemuan. Masih rendahnya hasil belajar siswa, dikarenakan oleh pembelajaran yang kurang melibatkan siswa. Setelah dilakukan tindakan dan berdasarkan nilai post test hasil belajar siswa mengalami peningkatan pada setiap siklusnya. siklus I persentase ketuntasan 77,14% dengan nilai rata-rata 75,02,  siklus II persentase ketuntasan 85,71% dengan nilai rata-rata 79 sedangkan Siklus III persentase ketuntasan 100% dengan nilai rata-rata 82,85. Nilai sikap dari data angket setiap siklus mengalami peningkatan dari siklus I pencapaian ketuntasan 77,14%  nilai rata-rata 80,54, siklus II pencapaian ketuntasan 88,57% nilai rata-rata 82,71 sedangkan pada siklus III pencapaian ketuntasan 100% nilai rata-rata 84,57. This study aims to find out how the process of learning history in students class XI IPS 1 MAN 2 cities using Inkuiri method can foster a love of historic buildings. The research method is Classroom Action Research, the research subjects are the students of class XI IPS 1 MAN 2 Kota Bima, while the object is the observation of teaching and learning activities through Planning, Acting, Observing and Reflecting. Each cycle consists of two meetings. Still low student learning outcomes, due to the less learning involving students. After the action and based on the value of post test student learning outcomes have increased in each cycle. cycle I 77.14% percentage of completeness with an average value of 75.02, cycle II percentage of 85,71% completeness with an average value of 79 while Cycle III percentage of 100% completeness with an average value of 82.85. Attitude value of the questionnaire data each cycle has increased from the cycle I achievement mastery 77.14% average value 80.54, cycle II achievement 88.57% average value of 82.71 while in cycle III achievement 100% average 84.57.
MAKNA SIMBOL ATAU MOTIF KAIN TENUN KHAS MASYARAKAT DAERAH BIMA DI KELURAHAN RABA DOMPU KOTA BIMA PROPINSI NUSA TENGGARA BARAT. Ilmiawan Mubin
Historis : Jurnal Kajian, Penelitian dan Pengembangan Pendidikan Sejarah Vol 1, No 1 (2016): Desember
Publisher : UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MATARAM

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (842.678 KB) | DOI: 10.31764/historis.v1i1.205

Abstract

Indonesia sebagai negara kepulauan, yang terdiri dari ribuan pulau yang membentang mulai Sabang hingga Merauke. Sebagai negara yang beribu-ribu pulau tentu memiliki potensi dan kekayaan alam untuk dikembangkan. Kita tahu berbagai potensi dan kekayaan alam banyak dijumpai diseluruh daerah di tanah air. Salah satu potensi dan kekayaan Nusantara terdapat di propinsi Nusa Tenggara Barat, tepatnya di Kota Bima yang memiliki sejarah dan leluhur yang mempunyai nilai eksotis untuk dapat dikembangkan, salah satunya yaitu Tenun Khas Bima.Budaya masyarakat Bima pada umumnya menjunjung tinggi adat istiadat dan tradisi serta modernisme di aktivitas formal, misalnya dalam acara hari ulang tahun lahirnya Kota Bima, dan acara lain yang bernuansa kelokalan. Atas dasar realita tersebut, keberadaan tenun daerah Bima di dalam acara tersebut sangatlah berperan sebagai pakaian formal kedaerahan dalam upacara adat dan tradisi Kota Bima.Keahlian membuat kain tenun khas Bima serta bentuk-bentuk motif dan makna nilai simbol yang merupakan warisan turun temurun yang hanya dimiliki oleh masyarakat daerah Bima, umumnya sebagai anak bangsa Indonesia, maka wajib mempertahankan keberadaan budaya tersebut serta ditumbuh kembangkan.  Indonesia as an archipelago, consisting of thousands of islands stretching from Sabang to Merauke. As a country with thousands of islands of course has the potential and natural wealth to be developed. We know the various potentials and natural wealth are found throughout many regions in the country. One of the potentials and riches of the archipelago is found in the province of West Nusa Tenggara, precisely in the city of Bima which has a history and ancestors that have exotic value to be developed, one of which is Typical Woven Bima.Budaya community culture generally uphold the customs and traditions and modernism in formal activities, for example in the birthday event of the birth of Kota Bima, and other events that have nuances of localization. On the basis of the reality, the existence of weaving Bima area in the event is very role as a regional formal clothing in traditional ceremonies and traditions of Bima City. Expertise to make woven cloth Bima typical and forms of motifs and symbols of meaning that is a hereditary heritage that is owned only by the Bima local community, generally as a child of the nation of Indonesia, it is mandatory to maintain the existence of the culture and grown to develop.
KEHIDUPAN SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT KERAJAAN PEKAT PASCA LETUSAN GUNUNG TAMBORA TAHUN 1815 DI KECAMATAN PEKAT KABUPATEN DOMPU Ahmad Afandi; Ilmiawan Mubin; Dedy Julkarnain
Historis : Jurnal Kajian, Penelitian dan Pengembangan Pendidikan Sejarah Vol 3, No 1 (2018): JUNI
Publisher : UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MATARAM

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (729.247 KB) | DOI: 10.31764/historis.v3i1.1376

Abstract

Abstrak: Kerajaan Pekat merupakan salah satu dari tiga kerajaan yang tertimbun oleh letusan Gunung Tambora pada tahun 1815. Wilayah bekas kerajaan Pekat sekarang sudah ditempati kembali setelah lama tidak terpakai. Maka dari itu, perlu diteliti apa yang menyebabkan runtuhnya kerajaan Pekat pada tahun 1815, bagaimana kehidupan sosial ekonomi masyarakat kerajaan Pekat pasca letusan gunung Tambora, serta apa saja yang menjadi peninggalan dari kerajaan Pekat. Penelitian ini bertujuan untuk mendetulisankan dan menjelaskan penyebab runtuhnya kerajaan Pekat pasca letusan gunung Tambora, dan bagaimanakah kehidupan sosial ekonomi dari masyarakat kerajaan Pekat pasca letusan gunung Tambora, serta untuk mengetahui peninggalan-peninggalan dari kerajaan Pekat. Metode penelitian ini menggunakan metode kualitatif deskriptif.Lokasi penelitian bertempat di Kecamatan Pekat Kabupaten Dompu.Teknik pengumpulan data menggunakan teknik observasi, wawancara, dan dokumentasi.Teknik analisis data; 1) reduksi data, 2) penyajian dan 3) penarikan kesimpulan. Kesimpulannya yakni, kerajaan Pekat adalah salah kerajaan yang hilang saat kejadian meletusnya gunung Tambora pada tahun 1815, dengan jumlah penduduknya yang paling banyak tertimbun dibandingkan dengan kerajaan Sanggar dan kerjaan Tambora. Pekat sendiri berasal dari kata Papekat yang berarti “burung kakak tua”. Bekas wilayah dari kerajaan Pekat sekarang sudah ditempati setelah lama tidak terpakai pasca letusan Tambora 1815, dan diberi nama dengan nama yang sama dari kerajaan Pekat yaitu Kecamatan Pekat. Kecematan Pekat ditempati oleh berbagai macam suku, dan mata pencaharian mereka pun berbeda-beda. Kehidupan sosial ekonomi masyarakatnya begitu baik dan maju. Adapun peninggalan yang merupakan bukti nyata akan keberadaan kerajaan Pekat di Pulau Sumbawa yang sampai saat ini masih terjaga kelestariannya yakni; 1) tare/Nampan, 2) peti emas, 3) tempat rempah dan penumbuk sirih, dan 4) tempat rempah-rempah.Abstract: The concentrated kingdom was one of three kingdoms that were buried by the eruption of Mount Tambora in 1815. The territory of the former concentrated kingdom is now reoccupied after a long unused. Therefore, it should be examined what caused the collapse of the concentrated kingdom in 1815, how the social economic life of the people of the concentrated Kingdom post the eruption of Mount Tambora, as well as anything that became a relic of the concentrated kingdom. This research aims to Mendetulisankan and explain the cause of the collapse of the concentrated kingdom after the eruption of Mount Tambora, and how the socio-economic life of the people of the concentrated Kingdom post the eruption of Mount Tambora, and to know the relics of the dense kingdom. This method of research uses qualitative methods of descriptive. The research site is located in concentrated district of Dompu district. Data collection techniques using observation techniques, interviews, and documentation. Data analysis techniques; 1) data reduction, 2) presentation and 3) withdrawal of conclusion. In conclusion, the concentrated kingdom is one of the kingdoms lost in the event of the eruption of Mount Tambora in 1815, with the most populous population buried in comparison with the Kingdom of Sanggar and the work of Tambora. Concentrated itself is derived from the word Papekat which means "old bird". The former territory of the concentrated Kingdom is now occupied after a long unused post-eruption of Tambora 1815, and was given the name of the same name from the concentrated kingdom of the concentrated district. Concentrated jealousy is occupied by a wide variety of tribes, and their livelihoods also vary. The socio-economic life of the people is so good and advanced. The relic that is the apparent evidence of the existence of the concentrated kingdom on Sumbawa Island is still preserved in its sustainability, namely; 1) tare/tray, 2) Gold crates, 3) place spices and betel nut, and 4) place spices.
MASYARAKAT ARAB DAN AKULTURASI BUDAYA SASAK DI KOTA MATARAM (TINJAUAN HISTORIS) Ilmiawan Ilmiawan; Dian Eka Mayasari Sri Wahyuni; Ahmad Afandi; Iskandar Iskandar; Rosada Rosada
Historis : Jurnal Kajian, Penelitian dan Pengembangan Pendidikan Sejarah Vol 6, No 1 (2021): JUNE
Publisher : UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MATARAM

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31764/historis.v6i1.7418

Abstract

Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan tentang Masyarakat Arab dan Akulturasi Budaya Sasak Di Kota Mataram (Suatu Tinjauan Historis). Metode Penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif deskriptif dengan pendekatan metode sejarah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa orang Arab masuk di tanah gumi sasak sekitar abad 1545 semenjak islam masuk dan dilanjutkan oleh para ulama yang datang dari Hadrami Yaman Selatan sekitar abad 18-20-an bahkan sampai sekarang telah membentuk sebuah kelompok sosial yang dapat dipastikan telah terjadi interaksi dan proses saling mempengaruhi antara Masyarakat Arab dengan keturunannya dan masyarakat gumi sasak. Keterikatan itu juga dapat kita lihat pada komunitas masyarak arab yang mendiami Perkampungan Arab Kota Tua Ampenan Mataram. Masyarakat arab masih menjunjung tinggi nilai-nilai kebudayaan Islam dengan tetap mempertahankan musik gambus untuk memeriahkan acara perkawinan, sehingga masyarakat arab belum dapat sepenuhnya berbaur dengan masyarakat setempat, akan tetapi masyarakat Arab selalu menghadiri setiap ada undangan acara perkawinan masyarakat Sasak. Hubungan masyarakat Arab dan Sasak dalam interaksi sosial menghasilkan pola hubungan kebiasaan baru yang saling mempengaruhi sehingga terciptanya kebiasaan dan kebudayaan baru yang saling diadopsi antara masyarakat Arab dan masyarakat Sasak. Sehingga terjadilah proses asimilasi dan akulturasi dari interaksi sosial antara masyarakat Arab sebagai pendatang dan masyarakat Sasak sebagai pribumi.Abstract: This study aims to describe the Arab Community and Cultural Acculturation of Sasak In Mataram City (A Historical Review). The research method used in this study is a descriptive qualitative research method with a historical method approach. The results showed that Arabs entered the land of gumi sasak around the 1545 century since Islam entered and continued by scholars who came from Hadrami South Yemen around the 18th-20th century even today has formed a social group that can be ascertained there has been interaction and mutual influence between Arabs and their descendants and the gumi sasak community. The attachment can also be seen in the Arab community that inhabits the Old City Arab Village of Ampenan Mataram. Arab society still upholds Islamic cultural values while maintaining gambus music to enliven the wedding ceremony, so the Arab community has not been able to fully blend in with the local community, but the Arab community always attends every invitation to the Sasak wedding ceremony. Arab and Sasak public relations in social interactions resulted in a pattern of new habitual relationships that influenced each other to create new habits and cultures that were mutually adopted between Arabs and Sasak peoples. Thus there was a process of assimilation and acculturation of social interaction between Arabs as immigrants and Sasak people as natives.
PERALIHAN SISTEM PEMERINTAHAN KESULTANAN BIMA MENJADI SISTEM SWAPRAJA KABUPATEN BIMA PADA TAHUN 1945-1957 Ilmiawan Mubin; Ika Kusumawati
Historis : Jurnal Kajian, Penelitian dan Pengembangan Pendidikan Sejarah Vol 4, No 1 (2019): JUNE
Publisher : UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MATARAM

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (628.691 KB) | DOI: 10.31764/historis.v4i1.1388

Abstract

Abstrak: Dalam sejarah Bima disebut bahwa kerajaan Bima dahulu terpecah-pecah dalam kelompok-kelompok kecil yang masing-masing dipimpin oleh kelompok ncuhiAda lima Ncuhi yang menguasai lima wilayah yaitu; (1) Ncuhi Dara,memegang kekuasaan wilayah Bima Tengah, (2) Ncuhi Parewa, memegang kekuasaan wilayah Bima Selatan, (3) Ncuhi Padolo, memegang kekuasaan wilayah Bima Barat, (4) Ncuhi Banggapupa, memegang kekuasaan wilayah Bima Utara, dan (5) Ncuhi Dorowani,memegang kekuasaan wilayah Bima Timur. Kelima Ncuhi ini hidup berdampingan damai, saling hormat menghormati dan selalu mengadakan musyawarahmufakat bila ada sesuatu yang menyangkut kepentingan bersama. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan pendekatan etnografi.Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kualitatif.Sumber data dalam penelitian ini adalah sumber data primer dan sumber data sekunder tentang Peralihan sistem pemerintahan kesultan Bima menjadi sistem swapraja kabupaten Bima pada tahun 1945-1957. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa, 1) proses Peralihan sistem pemerintahan kesultanan Bima menjadi sistem swapraja kabupaten Bima pada tahun 1945-1957Karna pada saat itu didorong oleh kemerdekaan sehingga memberi perubahan terhadap politik serta menyesuaikan hasil dari KMB dan juga di dukung oleh UUD No.68 tahun 1958 tentang pembentukan Bali, NTB dan NTT, 2)Dampak  peralihan sistem pemerintahan kesultan Bima menjadi sistem swapraja kabupaten Bima pada tahun 1945-1957membawa dampak positif maupun negatif kesultanan Bima pada saat itu mulai memudar antara hukum Islam dan hukum adat dalam masyarakat. Namun pada saat itu pula Kesultanan Bima dapat menjalin kerja sama yang baik dengan KNID dalam menghadapi penjajah jepang dan NICA.Abstract: In the history of Bima it is called that the kingdom of Bima was fragmented in small groups, each led by ncuhiAda five Ncuhi who ruled five regions; (1) Ncuhi Dara, wielding the power of the central Bima region, (2) Ncuhi Parewa, holds the power of South Bima, (3) Ncuhi Padolo, wielding the territory of West Bima, (4) Ncuhi Banggapupa, holding the power of North Bima, and (5) Ncuhi Dorowani The East Bima region. These five Ncuhi live alongside peace, respect each other and always hold a musyawarahmufakat when there is something related to common interests. The methods used in this study are qualitative research with ethnographic approaches. The type of data used in this study is qualitative data. The data source in this research is the primary data source and secondary data source about the transitional system of Bima's government to become the system of Bima Regency in 1945-1957. Based on the results of the study can be concluded that, 1) the process of transitional administration system of the Sultanate of Bima became the government system of Bima Regency in 1945-1957Karna at the time was driven by independence so as to give changes to As well as adapting the results of the KMB and supported by the Constitution No. 68 of 1958 on the formation of Bali, NTB and NTT, 2) The impact of the government system of Bima's existence to become the system of the Bima Regency in 1945-1957brought positive impact and negative Bima Sultanate at the time began to fade between Islamic law and customary law in society. But at that time, Bima Sultanate could establish good cooperation with KNID in the face of Japanese invaders and NICA.
KONFLIK MALUKU DAN PELAKSANAAN PERJANJIAN MALIKO Jumidi Elewahan; Ilmiawan Mubin; Maria Yasinta Serena
Historis : Jurnal Kajian, Penelitian dan Pengembangan Pendidikan Sejarah Vol 4, No 2 (2019): DECEMBER
Publisher : UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MATARAM

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (634.768 KB) | DOI: 10.31764/historis.v4i2.1397

Abstract

Abstrak: Setelah persitiwa reformasi yang menyebabkan terjadinya kekacauan dalam kehidupan sosial dan politik masyarakat Indonesia pada umumnya. Dan Negara dalam posisi lemah. Hal ini memeberikan kesempatan kepada kelompok-kelompok tertentu untuk  melakukn aksinya seperti yang terjadi dimaluku  oleh kaum Kristen maluku untuk melempiaskan dendamnya kepada kaum islam dan sebaliknya konflik yang terjadi dimaluku 19 Januari 1999 kemudian berjalan dalam  beberapa tahun (selanjutnya disebut konflik Maluku), telah mengakibatkan kematian dan penderitan umat manusia,penghancur harta benda, pemaksaan pindah agama, secara terpaksa dan berbagai akibat buruk lainnya. Dipadang sebagai konflik yng dimiliki sekal kerusakan, kejahatan dan pelanggran, hak-hak asasi manusia (HAM), sangat tinggi dan menjadi catatan sejarah dan kelam dan sangat buruk dalam perjalanan peradan umat manusia. Jenis penelitian ini merupakan kepusataan (library research) dengan metode history, penelitian kepuataan dengan serangakai kegiatan yang berkenan dengan metode pengupulan data pustaka, memebaca dan mencatat serta mengelolah bahan penelitian-penelitiankepuataaak hanya, memanfaatkan sumber skunder yang terdapat diperpustakaan berupa buku, jurnal, ensiklopedi, hasil-hasil penelitian dan internet untuk memeperoleh data penelitianya, tanpa memerlukan  penelitian lapangan. Produk pertemuan Malino adalah ditandatangani sebuah perjanjian dan bukan sekedar pernyaaan atau deklarsi, perlu diingat pula, bahwa pemerintah bertanda tangan bukan sebagai saksi yang gembira ketika dua kelompok yang bertikai dan mencapai kesepakatan melainkan sebagai pihak yang turut memebuat perjanjian.Abstract: That caused the chaos in the social and political life of Indonesian society in general. And state in the weak position. This gives the opportunity to certain groups to do the actions as happened in Maluku by the Maluku Christians to toss his revenge on the Muslims and vice versa conflict in the Maluku January 19, 1999then Walking in a few Tahuni (hereinafter called Maluk Conflict), has resulted in death and human abuse, property destroyer, forced forced religious force, and various other adverse consequences. In conflict It belongs to the corruption, crime and slimming, human rights (HAM), very high and be a record of history and dark and very bad in the course of mankind. This type of research is a library research with the history method, the research of satisfaction with the attacks of activities that are favorable to the method of data of the library, reading and recording and the processing of materials Researches are used only, utilising the existing secondary libraries in the form of books, journals, encyclopedias, research results and the Internet to acquire their research data, without requiring field research. Malino's meeting is signed and not just a statement or declarant, it is important to remember that the government is marked as a happy witness when the two groups are in the fight and reach an agreement Parties to make a treaty.
MODEL MENUMBUHKAN NILAI MULTIKULTURAL PADA PEMBELAJARAN IPS DI SMP KOTA MATARAM Dian Eka Mayasari S.W; Ilmiawan Mubin
Historis : Jurnal Kajian, Penelitian dan Pengembangan Pendidikan Sejarah Vol 5, No 1 (2020): JUNE
Publisher : UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MATARAM

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (296.085 KB) | DOI: 10.31764/historis.v5i1.2506

Abstract

Abstrak: Keberagaman budaya di lingkungan sekolah seringkali memicu adanya konflik antar pelajar. Oleh karenanya perlu adanya strategi untuk meminimalisasi konflik dengan menumbuhkan nilai multikultural pada siswa. Model menumbuhkan nilai multikultural ini diterapkan pada siswa SMP se Kota Mataram. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui proses pemahaman siswa SMP Kota Mataram tentang nilai-nilai multikultural. Guna memudahkan siswa dalam memahami nilai-nilai multikultural, maka penelitian ini menggunakan media pembelajaran IPS sebagai media sosialisasi nilai-nilai multikultural. Prosedur penelitian yang dpilih berupa penelitian R & D. Teknik analisis data R & D meliputi kegiatan tiga tahap (studi), yaitu tahap pendahuluan, tahap pengembangan, dan tahap validasi. Hasil dalam penelitian ini menunjukkan bahwa selama ini banyak siswa yang merasa bosan dengan proses pembelajaran IPS. Oleh karenanya, menumbuhkan nilai multikultural pada pembelajaran IPS ini menggunakan metode belajar yang lebih menyenangkan dengan pendekatan student centered. Simpulan dari hasil penelitian ini adalah upaya menumbuhkan nilai multikultural pada siswa SMP Kota Mataram dilakukan dengan cara mengintegrasikan nilai multikultural ke dalam mata pelajaran IPS melalui proses pembelajaran dengan bantuan model bahan ajar nilai multikultural pada pembelajaran IPS.Abstract: Cultural diversity in the school environment. Therefore it is necessary to have a strategy to minimize conflict by growing multicultural values in students. This model of growing multicultural values is applied to junior high school students in the City of Mataram. The purpose of this research is to study the process of understanding the students of Mataram City Middle School about multicultural values. In order to assist students in understanding multicultural values, this study uses social studies learning media as a medium for socializing multicultural values. The chosen research procedure consisted of R&D research. R&D data analysis techniques included three studio (study) activities, namely preliminary studies, development studies, and validation studies. The results in this study indicate that so far many students feel bored with the social studies learning process. Therefore, growing multicultural values in social studies learning uses learning methods that are more fun by utilizing student centered. The conclusions of the results of this study are efforts to foster multicultural values in Mataram City Junior High School students by integrating multicultural values into social studies subjects through the learning process with the help of multicultural values teaching material models in social studies learning.
MAKNA FILOSOFIS MAJA LABO DAHU DAN PENGARUHNYA TERHADAP KARAKTER MASYARAKAT BIMA PADA MASA PEMERITAHAN SULTAN MUHAMMAD SALAHUDDIN 1917-1951 Ilmiawan Mubin; Hikmah Hikmah
Historis : Jurnal Kajian, Penelitian dan Pengembangan Pendidikan Sejarah Vol 3, No 2 (2018): DESEMBER
Publisher : UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MATARAM

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (671.636 KB) | DOI: 10.31764/historis.v3i2.1385

Abstract

Abstrak: Propinsi Nusa Tenggara Barat terdapat dua pulau besar (Pulau Sumbawa dan Pulau Lombok),  Pulau tersebut dihuni oleh tiga suku (Suku Mbojo, Suku Samawa dan Suku Sasak), yang menjadi etnis dominan Masyarakat Nusa Tenggara Barat. Suku Mbojo dan Suku Sumbawa mendiami pulau Sumbawa, sedangkan suku Sasak menyebar di seluruh Pulau Lombok.Sebagaimana suku bangsa secara universal, ketiga suku di NTB tersebut memiliki semboyan dan falsafat hidup dan budaya yang berbeda tetapi masing-masing mengandung nilai-nilai luhur dan mengakar dalam kehidupan Masyarakatnya. Suku Mbojo system nilai budaya  Maja Labo Dahu, suku Sumbawa mempunyai budaya Sabalong Samalewa, dan suku Sasak terkenal dengan budayanya Patut Patuh Patju. Budaya Bima sebagai perisai kehidupan yang paling menonjol adalah budaya” Maja labo Dahu”. Sebuah Simbol yang dibudayakan agar menjadi benteng dan tindakan seseorang dalam kehidupan yang dapat memberikan petunjuk untuk menetapkan tentang tindakan yang baik atau buruk, Demikian ‘Maja labo dahu’ sebagai sebuah sistem nilai budaya masyarakat Bima pada masa pemeritahan sultan Muhammad Salahuddin 1917 - 1951 dan suku Mbojo pada umumnya. Penelitian tentang makna filosofi Maja Labo Dahu ini dilakukan dengan menggunakan metode Penelitian kualitatif, dengan pendekatan Etnografi, teknik observasi, wawancara, dan dokumentasi.Temuan yang dihasilkan berupa data-data yang mendukung untuk karya ilmiah yang berupa hasil Observasi, berbagai data dari hasil wawancara objek penelitian beserta dokumentasi yang berkaitan dengan makna filosofi Maja Labo Dahu. Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh dari beberapa Informan maka peneliti dapat menyimpulkan bahwa Maja Labo Dahu sebagai falsafah kehidupan Masyarakat Bima yang memberikan efek yang positif terhadap karakter masyarakat ketika pesan-pesan moralnya di pahami seutuhnya oleh Masyarakat Bima, Maja Labo Dahu yang berarti “Malu dengan Takut”, secara leksikal “Maja” berarti Malu, “Labo” berarti dengan dan bisa juga diartikan sebagai dan, kemudian “Dahu” yang berarti takut. Dengan demikian Maja labo Dahu memiliki arti ‘Malu dan Takut’. Sedangkan secara filosofis “Maja Labo Dahu” bermakna: Pertama, Maja; dikonsepsikan sebagai sebuah sikap moral manusia untuk merasa ‘Malu’ terhadap tindakan yang menyimpang, atau melanggar hukum baik hukum  Agama, hukum Negara dan etika sosial-budaya yang mencerminkan kearifan lokal sebuah komunitas Masyarakat.Abstract:  West Nusa Tenggara Province there are two major islands (Sumbawa Island and Lombok Island), the island is inhabited by three tribes (tribe Mbojo, Samawa tribe and Sasak tribe), which became the dominant ethnic of West Nusa Tenggara Society. The tribe of Mbojo and Sumbawa people inhabit Sumbawa Island, while the Sasak tribe spreads throughout the island of Lombok. As the nation universally, the three tribes in the NTB have the motto and Falsafat of life and different cultures but each Contains sublime values and is rooted in the lives of his people. The tribe Mbojo system of the culture value of Maja Labo Dahu, the Sumbawa tribe has a culture of Sabalong Samalewa, and the Sasak tribe is well known for its cultures to obey Patju. Bima's culture as the most prominent shield of life is the "Maja Labo Dahu" culture. A symbol that is cultivated in order to become a fortress and the actions of a person in life who can give clues to establish about the action of good or bad, thus ' Maja Labo Dahu ' as a system of culture value of Bima people in The tenure of Sultan Muhammad Salahuddin 1917-1951 and Mbojo in general. The study of the philosophy of Maja Labo Dahu is done using qualitative research methods, with ethnographic approaches, observation techniques, interviews, and documentation. Findings resulting in the form of data that supports for scientific work that is the result of observation, various data from the results of interviews of research objects along with documentation relating to the meaning of the philosophy of Maja Labo Dahu. Based on the results of the research obtained from several informant, researchers can conclude that Maja Labo Dahu as the philosophy of life of Bima society that gives positive effect to the character of society when his moral messages in Fully understood by Bima Society, Maja Labo Dahu which means "Shame with fear", lexical "Maja" means shame, "Labo" means with and can also be interpreted as and, then "Dahu" which means fear. So Maja Labo Dahu means ' shame and fear '. While the philosophical "Maja Labo Dahu" means: First, Maja; Conceptualed as a moral attitude of man to feel ' shame ' on a distorted act, or violate the laws of both religious law, state law and socio-cultural ethics reflecting the local wisdom of a community.