Claim Missing Document
Check
Articles

Found 8 Documents
Search

ANALISIS POLA MIGRASI DAN KONSUMSI RUMAH TANGGA DI DESA PESISIR TERKAIT KEMISKINAN DAN KERENTANAN PANGAN Armen Zulham; Subhechanis Saptanto; Retno E. Rahmawati; Lindawati Lindawati; Teuku Fauzi
Jurnal Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan Vol 4, No 2 (2009): DESEMBER (2009)
Publisher : Balai Besar Riset Sosial Eonomi Kelautan dan Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (242.919 KB) | DOI: 10.15578/jsekp.v4i2.5829

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pola migrasi masyarakat pesisir, mengidentifikasi determinan migrasi, mengkaji keterkaitan antara arus tenaga kerja, uang, barang dan jasa karena migrasi. Penelitian dilakukan pada bulan September-Oktober 2009 dengan menggunakan metode survey pada migran di daerah asal dan daerah tujuan migrasi. Responden yang dipilih adalah migran berdasarkan daerah asal dan daerah tujuan migrasi berjumlah 45 responden. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa migrasi dari daerah pesisir didorong oleh kelangkaan potensi ikan di perairan pesisir dan terbatasnya akses masyarakat terhadap perekonomian desa serta tersedianya pekerjaan di daerah tujuan migrasi. Keputusan bermigrasi karena jaminan pekerjaan. Pola migrasi umumnya adalah migrasi sirkulasi: mingguan dan bulanan. Migrasi itu mendorong terjadinya aliran tenaga kerja, uang dan barang antara daerah asal migrasi dan daerah tujuan migrasi. Secara ekonomi migrasi tersebut memberi dampak positif terhadap pertumbuhan perekonomian di desa asal migran dan daerah tujuan migran. Rata-rata jumlah yang bermigrasi per keluarga adalah sekitar 2 orang dan jumlah uang yang dikirim karena migrasi ke desa asal migran mencapai Rp. 500 juta per bulan. Migrasi cenderung mendorong terjadinya pengelompokanmasyarakat menurut pekerjaan dan tempat tinggal di daerah tujuan migrasi, karena adanya hubungan “patron client” antara pemilik modal (patron) dan migran (client). Migrasi merupakan salah satu alternatif masyarakat pesisir untuk keluar dari masalah kemiskinan dan memenuhi kebutuhan pangan rumah tangganya. Hasil penelitian ini merekomendasikan agar program-program bantuan termasuk corporate social responsibility (CSR) yang masuk ke desa pesisir harus dikonsolidasikan dengan modal/aset yang dihimpun oleh para migran untuk menjadi pengungkit perekonomian desa pesisir. Tittle: Analysis of Migration and Household Consumption Pattern in the Coastal Villages Related to Poverty and Food Resiliency.The purpose of this research was to study the migration pattern, to identify the determinant of migration, to investigate the dependency between labor movement, money, good and services. The data were collected in September 2009 and October 2009 by using survey method. Respondents were migrant based on migrant origin and migrant destination accounted for as 45 person. Results of the study showed as the following: migration from coastal villages where due to the depletion of fish in coastal water, limited access in local economic gain, and the availability of occupation in labor destination places. Weekly and monthly migration (periodic) pattern are common in both migrant destination and origin areas. Migration persuades the movement of labor, money, good and services between labor destination and origin places. From economic point of view, migration gives a positive impact to migrant destination and origin areas, respectively. In an average, 2 labors in each household in coastal villages were migrant, and Rp. 500 million were transfer to each respective village. Migration tends to push establishing society group according to type of recepation and residential place in the migration destination due to patron client relationship. Migration for the coastal community seems, to be one alternative to alleviate poverty and provide food for household. Results of the research recommend that aid’s programs including the corporate social responsibility (CSR) in coastal village should be consolidated with the accumulate asset of the migrant in stimulating economic development of their respective village.
ASSESSMENT KLASTER PERIKANAN (STUDI PENGEMBANGAN KLASTER RUMPUT LAUT KABUPATEN SUMENEP) Armen Zulham; Agus Heri Purnomo; Tenny Apriliani; Yayan Hikmayani
Jurnal Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan Vol 2, No 2 (2007): DESEMBER (2007)
Publisher : Balai Besar Riset Sosial Eonomi Kelautan dan Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (2527.211 KB) | DOI: 10.15578/jsekp.v2i2.5870

Abstract

Klaster adalah strategi pengembangan wilayah untuk memanfaatkan potensi ekonomi. Wacana klaster perikanan tidak lepas dari strategi tersebut, tujuannya untuk mendorong pengembangan sentra industri perikanan. Penelitian dilakukan bulan Mei 2007 pada lokasi pengembangan rumput laut di Kabupaten Sumenep yang merupakan contoh daerah sasaran pengembangan klaster rumput laut. Tujuan dari kajian ini adalah: i) mengidentifikasi dan mempelajari berbagai karakteristik konsep klaster dalam hubungannya dengan pengembangan industri perikanan; ii) mempelajari karakteristik dan hubungan unit usaha pada sentra perikanan terkait dengan pengembngan klaster perikanan dan iii) merumuskan strategi pengembangan klaster rumput laut di Sumenep. Penelitian dilakukan dengan survey melalui wawancara dengan responden. Responden yang diwawancara meliputi: pejabat pemerintah, pembudidaya rumput laut, pedagang, pengolah dan eksportir rumput laut, pengusaha jasa transportasi dan tokoh masyarakat setempat. Hasil kajian ini menunjukkan di Sumenep telah ada komponen-komponen pembentuk klaster rumput laut. Penelitian ini juga menunjukkan tejadi konflik horizontal pada usaha perdagangan dan industri pegolahan produk primer menjadi intermediate product. Pada sisi lain hubungan vertikal antar komponen usaha industri rumput laut cenderung mendorong terjadi asimetris informasi terutama antara pembudidaya rumput laut dengan pedagang. Pengkajian ini merekomendasikan kluster rumput laut di Sumenep harus dibangun berdasarkan prinsip: consumer oriented, klaster harus bersifat kolektif, dan kumulatif. Tittle: Assesment of Fisheries Cluster (Development Case of Seaweed Cluster in Sumenep District).Cluster is a strategy for regional development to support local economic potency. The opinion of fisheries cluster will be developed closed to that strategy, with aiming to establish fisheries industrial complex. Research was conducted in Sumenep (Madura) on May 2007as the target area for the establishment of the fisheries cluster complex. The purposes of this research were: i) to identify and study the fisheries industrial cluster complex characteristics related to the development of fisheries industry, ii) to study the characteristic and pattern linkages among industrial units in fisheries center related to institutional development, and iii) to generate suggested recommendation for seaweed cluster industrial complex in Sumenep district. Data were collected through survey in the respected area; the respondents covered the local government officers, seaweed farmers, seaweed processors, local traders, exporters, local transportation services and local leaders. The research findings were: there were many seaweed industry units in Sumenep which can be used as the main component to organize the establishment of the seaweed industrial cluster complex, in order to get horizontal conflict among traders and seaweed processors were existed the seaweed from the farmers. On the other hand, the vertical relationship among industrial units tend to make asymmetric information on price and product criteria between traders and seaweed farmers. This research recommends the seaweed cluster industrial complex in Sumenep can be developed on the basis of: consumer oriented, collective and cumulative approach.
STRUKTUR BISNIS KLASTER RUMPUT LAUT GORONTALO Armen Zulham; Tenny Apriliani
Jurnal Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan Vol 2, No 2 (2007): DESEMBER (2007)
Publisher : Balai Besar Riset Sosial Eonomi Kelautan dan Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (832.025 KB) | DOI: 10.15578/jsekp.v2i2.5871

Abstract

Bisnis rumput laut di Gorontalo memberi multiplier effect penting untuk masyarakat pesisir didaerah itu. Tujuan dari kajian ini adalah untuk memberi masukan tentang arah pengembangan bisnis rumput laut di Gorontalo. Penelitian dilakukan dengan tehnik Rural Rapid Appraisal, melalui wawancara dengan stakeholder pada beberapa desa di Kabupaten Gorontalo Utara dan Kabupaten Boalemo. Hasil penelitian menunjukkan tidak seluruh perairan Laut Sulawesi dan Teluk Tomini di Gorontalo sesuai sebagai lokasi budidaya rumput laut. Bisnis rumput laut di Gorontalo memerlukan penataan ruang dan kelembagaan untuk menghindari konflik dimasa depan, karena budidaya rumput laut hanya berkembang pada lokasi tertentu dan suplai rumput laut hanya diserap oleh dua pedagang besar. Rumput laut yang diperdagangkan adalah jenis Euchema cottonii. Posisi pembudidaya rumput laut cukup baik dalam mata rantai bisnis rumput laut ini. Rumput laut yang dikumpulkan oleh pedagang besar tersebut diperkirakan sekitar 70 persen dikirim keSurabaya dan sisanya dikirim Manado. Total margin pemasaran terhadap harga di Surabaya dan Manado masing-masing masing-masing berkisar antara (0,13 0,25) dan (0,10 0,22). Angka tersebut menunjukkan: pertama saat ini persaingan antar dua pedagang besar tersebut sangat kecil, kedua pengiriman rumput laut ke Surabaya lebih menarik dibandingkan mengirim rumput laut ke Manado. Pedagang besar merupakan core utama pengembangan klaster tersebut. Jika pemerintah melakukan upaya mendirikan industri SRC (Semi Refines Carragenan) di Gorontalo, tanpa mempertimbangkan peran pedagang itu maka upaya tersebut dapat merusak tatanan rantai pemasaran dan industri SRC itu sulit memperoleh bahan baku. Tittle: Business Structure of Seaweed Cluster in GorontaloSeaweed business in Gorontalo grows gradually and drives an important multiplier effect for local costal communities. The purpose of this study was to give the alternative suggestion concerning the direction of sea weeds business in Gorontalo. Research was conducted using Rural Rapid Appraisal technique, through the interview with stakeholders involved in sea weed business in several villages in North Gorontalo, and Boalemo districts of Gorontalo. The research finding indicated: only a limited space of coastal sea areas of the Sulawesi Sea and Tomini Bay can be use as a location of sea weed culture activities. The sea weed business in Gorontalo need to manage the cultivated area and institutions improvement to eliminate the future conflict, due to local sea weed demanded only by two biggest traders in Kwandang. Only Euchema cottonii dried traded and the bulk of dried sea weed distributed to Surabaya 70 percent and the rest traded to Manado. Total marketing margin of dried sea weed comparing to Surabaya and Manado prices are (0,13 0,25) and (0,10 0,22). The values indicated: first there relatively small conflict between 2 wholesalers to collect dried sea weed. Second, Surabaya market more interested comparing Manado market in sea weed trade. If the Government plan to build the SRC industry in Gorontalo with no involvement of the 2 traders, the industry will be collapse within a year due to sea weed raw material shortage.
DINAMIKA NILAI TUKAR : INTERVENSI KEBIJAKAN DALAM RANGKA PENINGKATAN KESEJAHTERAAN NELAYAN DAN PEMBUDIDAYA IKAN Armen Zulham; Subhechanis Saptanto; Maharani Yulisti; Lindawati Lindawati
Jurnal Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan Vol 6, No 1 (2011): Juni (2011)
Publisher : Balai Besar Riset Sosial Eonomi Kelautan dan Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (991.775 KB) | DOI: 10.15578/jsekp.v6i1.5752

Abstract

Nilai Tukar Rumah Tangga Perikanan (NTP) merupakan salah satu indikator ekonomi yang digunakan untuk melihat perkembangan kesejahteraan nelayan dan pembudidaya ikan. Indeks NTP mengambarkan proporsi harga yang diterima (IT) dan harga yang dibayar (IB) rumah tangga nelayan dan pembudidaya ikan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi dinamika nilai tukar dalam perspektif intervensi kebijakan peningkatan kesejahteraan nelayan dan pembudidaya ikan. Metode penelitian yang digunakan adalah metode desk study dengan menggunakan data sekunder yang diterbitkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS). Data yang digunakan adalah data bulanan indeks NTP periode 2008-2009. Metode analisis data menggunakan pendekatan ekonometrik persamaan regresi berganda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa inflasi dan nilai tukar rupiah merupakan faktor yang sangat berperan dalam mempengaruhi indeks NTP dengan R2=0,90. Hal itu berarti harga barang konsumsi harga faktor produksi dan harga output sangat berperan dalam indeks NTP. Dengan demikian informasi tersebut dapat menjadi bahan rekomendasi bagi pemerintah untuk melakukan intervensi kebijakan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan nelayan dan pembudidaya ikan. Tittle: Dynamics of Term of Trade : The Policy Intervention for Increasing Welfare of Fishers and Fish FarmersFisheries term of trade (NTP) is one of economic indicators usually use to measure the economic welfare of fishers and fish farmers. The NTP index represents the proportion of price received (IT) and price paid by fishers and fish farmers (IB). This research aims to analyze factors causing dynamic of term of trade in relation to policy intervention for increasing welfare of fishers and fish farmer. This research applied desk study method by analyzing secondary data of the Central Bureau of Statistics (BPS). This research used the monthly fisheries term of trade data for 2008 – 2009 period. An econometric approach with a quadratic regression model was used in this study. Results show that inflation an exchanger ate of IDR were an important factors enfluencing NTP index with R2 of 0,90. These mean that consumable good prices input price and output price play an important role in the NTP index. Thus, they can be used as basis for policy formulation by goverment in relation to improving welfare of fishers and fish farmer.
ANALISIS KEBERLANJUTAN USAHA BUDI DAYA RUMPUT LAUT DI SUMBA TIMUR, NUSA TENGGARA TIMUR Permana Ari Soejarwo; Risna Yusuf; Armen Zulham
Jurnal Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan Vol 14, No 1 (2019): JUNI 2019
Publisher : Balai Besar Riset Sosial Eonomi Kelautan dan Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (315.388 KB) | DOI: 10.15578/jsekp.v14i1.7815

Abstract

Keberlanjutan usaha budi daya  rumput laut di Sumba Timur dapat dipengaruhi oleh faktor ekonomi, kelembagaan dan teknologi. Untuk itu, memerlukan perencanaan yang dapat menjamin keberlanjutan usaha yang dilakukan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis keberlanjutan usaha budi daya  rumput laut dari faktor ekonomi, kelembagaan dan teknologi dengan menggunakan Rapid Appraisal For Fisheries (RAPFISH). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kondisi usaha budi daya  rumput pada faktor ekonomi mempunyai nilai indeks keberlanjutan 69,73 nilai tersebut masuk kategori cukup berkelanjutan. Atribut faktor ekonomi yang paling berpengaruh yaitu usaha budi daya  rumput laut dapat membuka lapangan pekerjaan dengan nilai perubahan root means square 8.68. Selanjutnya nilai indeks keberlanjutan usaha budi daya  rumput laut pada faktor kelembagaan yaitu 74,38 nilai tersebut masuk kategori cukup berkelanjutan. Atribut faktor kelembagaan yang paling berpengaruh yaitu unit pelayan teknis kebun bibit rumput laut dengan nilai perubahan root means square 4.27. Sedangkan nilai indeks keberlanjutan faktor teknologi pada usaha budi daya  rumput laut yaitu 60,50 nilai ini masuk kategori cukup berkelanjutan. Atribut faktor teknologi yang paling berpengaruh yaitu keberadaan industri rumput laut dengan nilai perubahan root means square 3.00. Penelitian ini menunjukkan bahwa keberlanjutan usaha budi daya rumput laut di Sumba Timur masih sangat berpotensi untuk dikembangkan melalui perencanaan serta pengelolaan terpadu antara pemerintah, sektor industri dan pembudi daya rumput laut dengan mempertimbangkan atribut-atribut yang paling berpengaruh dari faktor ekonomi, kelembagaan dan teknologi. Analysis of Seaweed Farming Business Sustainability in the East Sumba, East Nusa TenggaraThe sustainability of seaweed farming in East Sumba can be influenced by economic, institutional and technological factors. For this reason, it requires planning that can guarantee the sustainability of this business. This study aims to analyze the sustainability of seaweed farming business from economic, institutional and technological factors using Rapid Appraisal for Fisheries (RAPFISH). The results of this study indicate that the condition of seaweed farming on economic factors has a sustainability index value of 69.73, which is categorized as sufficiently sustainable. The most influential economic factor attributes is seaweed farming business that can provide employment with a root means square change value of 8.68. Furthermore, the index value of seaweed farming sustainability in institutional factors is 74.38 and categorized as sufficiently sustainable. The most influential institutional factor attribute is the technical service unit in the seaweed seed garden with a value of root means square change of 4.27. While the technological factor sustainability index value in seaweed farming is 60.50 and categorized as sufficiently sustainable. The most influential attribute of technology factor is the presence of seaweed industry with a value of root means square of 3.00. This research showed that the sustainability of seaweed farming business in East Sumba still has the potential to be developed through integrated planning and management between the government, industrial sector and seaweed farmers by considering the most influential attributes of economic, institutional and technological factors. 
STRATEGI PENGEMBANGAN INDUSTRI PERIKANAN TANGKAP DI KABUPATEN BUTON SELATAN Retno Widihastuti; Armen Zulham
Jurnal Kebijakan Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan Vol 9, No 2 (2019): DESEMBER 2019
Publisher : Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (626.891 KB) | DOI: 10.15578/jksekp.v9i2.7475

Abstract

Potensi perikanan tangkap Kabupaten Buton Selatan cukup besar meliputi jenis ikan pelagis besar dan kecil, serta demersal. Kabupaten Buton Selatan yang menjadi bagian dari Wilayah Pengelolaan Perikanan Republik Indonesia 714 (WPP RI 714), secara rata-rata mampu berkontribusi melalui produksi perikanan tangkap dengan jumlah rata-rata 35,452,429kg/tahun. Angka tersebut adalah tidak termasuk pelagis besar tuna dan cakalang (KepMenKP No.50, 2017). Kenyataannya pada tahun 2014 kontribusi Kabupaten Buton Selatan hanya sejumlah 7.308.000 kg/tahun (Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Buton Selatan, 2015). Pertimbangan karakteristik inilah, menjadikan Kabupaten Buton Selatan dipilih menjadi lokasi penelitian. Penelitian bertujuan untuk memberikan masukan berupa strategi dalam mengembangkan industri perikanan tangkap di Kabupaten Buton Selatan. Penelitian dilakukan pada bulan Oktober 2016.Data yang dikumpulkan adalah data primer dan sekunder. Pengumpulan data primer dilakukan dengan menggunakan teknik wawancara dan observasi. Analisis data dilakukan secara deskriptif kualitatif dan kuantitatif. Data kualitatif diperoleh dari informasi yang terkumpul, kemudian dikelompokkan, disusun, dan dianalisis secara deskriptif kualitatif. Data kuantitatif dianalisis dalam bentuk statistik sederhana, sedangkan untuk mengidentifikasi peluang pengembangan daerah dilakukan identifikasi USG (Urgency, Seriousness and Growth), SWOT (StrengthWeakneses Opportunity and Threat), dan QSPM (Quantitative Strategic Planning Matrix). Hasil analisis menunjukan bahwa pemanfaatan potensi perikanan tangkap di Kabupaten Buton Selatan belum optimal, oleh karenanya diperlukan kebijakan yang berbasis pada permasalahan kurangnya sarana dan prasarana perikanan tangkap yang mendukung program pengembangan sektor kelautan dan perikanan. Adapun implikasi kebijakan yang diperlukan pemerintah meliputi : a) Mempromosikan pemanfaatan sumberdaya perairan kepada investor dengan peluang dibangunnya Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI); b) Memanfaatkan seluruh armada dan alat tangkap untuk memanfaatkan PPI yang akan dibangun;  c) Mempromosikan PSKPT ke investor; serta d) Mempersiapkan Sumber Daya Manusia (SDM) dalam pengelolaan sarana dan prasarana serta potensi perikanan tangkap. Title: Strategy of Capture Fisheries Industry Development In South Buton DistrictThe potential of capture fisheries in South Buton District is quite large, including large and small pelagic fish species, and demersal fish. South Buton District which is part of the Fisheries Management Region of the Republic of Indonesia 714 (WPP RI 714) on average is able to contribute through capture fisheries production with an average number of 35.452,429kg / year. This number is not including the large pelagic tuna and skipjack. In fact, in 2014 production was only 7,308,000 kg / year (South Buton District Marine and Fisheries Data, 2014). Consider this characteristic, making South Buton District was chosen as the research location. The research aims to give input a strategy in developing the capture fisheries industry in South Buton District. The study was conducted in October 2016. Data collected are primary and secondary data. Primary data collection is done by using interview and observation techniques. Data analysis was performed descriptively qualitative and quantitative. Qualitative data were obtained from information collected, then grouped, arranged, and analyzed descriptively qualitatively. Quantitative data were analyzed in the form of simple statistics, while to identify opportunities for regional development USG (Urgency, Seriousness and Growth) identification, SWOT (Strength-Weakneses Opportunity and Threat), and QSPM (Quantitative Strategic Planning Matrix).The results of the analysis show that the utilization of the potential of capture fisheries in South Buton District is not optimal, therefore a policy that is based on the problem of the lack of capture fisheries facilities and infrastructure that supports the development of the marine and fisheries sector is needed. The policy implications required by the government include: a) Promoting the use of aquatic resources to investors with the opportunity to develop PPIs; b) Utilizing the entire fleet and fishing gear to utilize the Fish Landing Base to be built; c) PromotingPSKPT to investors; and d) Prepare Human Resources (HR) in the management of facilities and infrastructure as well as the potential of capture fisheries. 
REKLAMASI DI TELUK JAKARTA DAN PERUBAHAN SOSIAL PADA MASYARAKAT NELAYAN DI CILINCING JAKARTA UTARA Hikmah Hikmah; Armen Zulham; Zahri Nasution
Jurnal Kebijakan Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan Vol 8, No 1 (2018): JUNI 2018
Publisher : Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (744.944 KB) | DOI: 10.15578/jksekp.v8i1.6849

Abstract

Pembangunan pulau N di Teluk Jakarta telah mempengaruhi kehidupan sosial ekonomi masyarakat di Cilincing yang terkait dengan perubahan sumber pendapatan, pola aktivitas penangkapan ikan, serta sistem gender pada masyarakat perikanan. Penelitian ini merupakan studi kasus yang menggunakan metode kualitatif. Teknik pengumpulan data menggunakan metode triangulasi guna memperoleh kombinasi data yang akurat. Pemilihan informan melalui teknik bola salju dan dilakukan secara sengaja yaitu memilih orang-orang yang dianggap mengetahui secara detail mengenai gejala perubahan sosial akibat adanya pembangunan reklamasi Teluk Jakarta. Analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus-menerus sampai tuntas hingga datanya jenuh. Hasil penelitian menggambarkan adanya perubahan sosial yang terjadi akibat adanya pembangunan pulau reklamasi di sekitar Teluk Jakarta antara lain perubahan jenis sumber pendapatan, perubahan pola aktivitas penangkapan, perubahan struktur sosial masyarakat nelayan dan perubahan sistem gender. Tulisan ini merekomendasikan agar pemerintah melakukan asistensi pada masyarakat nelayan yang tidak mampu beradaptasi terhadap perubahan karena pulau reklamasi dengan program mata pencaharian alternatif. Dan bagi masyarakat nelayan yang mampu beradaptasi dengan perubahan yang ada, Harus disiapkan skema bantuan yang jelas, sehingga perekonomian masyarakat nelayan dapat berkembang.Title: Reclamation in The Jakarta Bay and Social Change of Fishing Community In the Cilincing of North JakartaThe development of the N-island of the Jakarta bay has affected on socio-economic life of the community in Cilincing, especially related to changes in income sources, patterns of fishing activities, and gender systems in fisheries communities. This research was a case study using qualitative method. Data collection techniques use a triangulation method to obtain accuracy data combinations. Informants were selected through snowball techniques and carried out intentionally was chosen for person who were considered understood in detail about the symptoms of social change due to the development of the Jakarta Bay reclamation. Qualitative data analysis was carried out interactively and ended continuously until complete until the data was saturated. Results of the study illustrate that social changes that occur due to the development of reclamation islands around the Bay of Jakarta include changes in the type of income sources, changes in patterns of fishing activities, changes in the social structure of fishing communities and changes in the gender system. This paper recommends that the government do assistant to fishermen communities who are unable to adapt to changes due to reclamation islands with alternative livelihood programs. And for fishing communities who are able to adapt to existing changes, a clear assistance scheme must be prepared, so that the economy of the fishing community can develop.
KONTRUKSI SOSIAL DALAM MEMBANGUAN BISNIS LOBSTER DI INDONESIA Armen Zulham
Jurnal Kebijakan Perikanan Indonesia Vol 10, No 1 (2018): (Mei 2018)
Publisher : Pusat Riset Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (202.518 KB) | DOI: 10.15578/jkpi.10.1.2018.43-52

Abstract

Kontruksi sosial bisnis lobster merupakan fenomena sosial yang berperan menjaga keberlanjutan bisnis lobster. Peran itu telah ditunjukkan melalui berbagai regulasi dan kelembagaan (asosiasi lobster) di Amerika Utara, Australia dan Uni Eropa. Di Indonesia asosiasi atau organisasi yang demikian belum ada. Keberadaan Permen KP No. 56/ 2016, merupakan kontruksi sosial yang penting untuk merintis pengembangan bisnis lobster Indonesia yang berkelanjutan. Tulisan ini mempelajari fenomena kontruksi sosial dari jaringan sosial bisnis lobster pada berbagai kawasan di Indonesia. Bahan tulisan ini, diperoleh dari studi pustaka, hasil survey di Simeulue tahun 2015 – 2016 dan wawancara narasumber yang terkait langsung dengan bisnis lobster pada bulan Juli 2017. Hasil analisis menunjukkan kebijakan terobosan harus dilakukan dalam mengembangkan bisnis lobster di Indonesia dengan membentuk kelembagaan Asosiasi Lobster Indonesia (ALI) atau Konsorsium Lobster Indonesia (KLI). ALI atau KLI berperan tidak hanya untuk berdagang, tetapi membantu pemerintah menjaga stok lobster dan mempromosikan teknik penangkapan/budidaya lobster, serta merancang kebijakan untuk mempengaruhi pasar global.Social construction of lobster business is a social phenomenon to maintain the sustainability of lobster business. The role has been showed by many regulation and institution (lobster associations) in North America, Australia and European Union. Such associations have not been established in Indonesia. The Ministerial Decree of Fisheries & Marine Affair No. 56/2016 is an important social construction as a pioneer to develop sustainable lobster business only in Indonesia. This paper studied the phenomenon of social construction from lobster business network in many areas in Indonesia. The source of data and information were obtained from literature study, survey in Simeulue from 2015-2016, and interview with sources directly related with lobster business in July 2017. Result analysis showed that an innovation in Indonesian lobster business policy should be made by creating Indonesian Lobster Association (ILA) or Indonesian Lobster Consotium (KLI). The role of ILA or KLI are not only related to lobster trading, but also to assist the government in maintaining lobster stock, promoting techniques of lobster cultivation, and designing policy to affect global market.