Claim Missing Document
Check
Articles

Found 13 Documents
Search

KESADARAN HUKUM MASYARAKAT DALAM KEPEMILIKAN AKTA PERKAWINAN Wayan Resmini; Abdul Sakban; Ni Putu Ade Resmayani
SELAPARANG Jurnal Pengabdian Masyarakat Berkemajuan Vol 4, No 1 (2020): November
Publisher : Universitas Muhammadiyah Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (109.812 KB) | DOI: 10.31764/jpmb.v4i1.3319

Abstract

ABSTRAKKesadaran  hukum merupakan sikap yang perlu ditanamkan kepada seluruh warga masyarakat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara untuk meningkatkan kesadaran hukum, seyogyanya dilakukan melalui penerangan dan penyuluhan hukum yang teratur atas dasar rencana yang mantap, misalnya mengenai Undang-Undang No I Tahun 1974 tentang Perkawinan.  Uraian di atas jika dihubungkan dengan realitas di lapangan, masih banyak masyarakat yang belum mematuhi hukum, hal ini dapat  dilihat dalam kepemilikan akta perkawinan, yang  merupakan kewajiban bagi kelangsungan kehidupan  suatu rumah tangga.  Peran dari Kantor Urusan Agama (KUA) bagi yang beragama Islam  dan juga Kantor Catatan Sipil bagi yang beragama diluar Islam, selaku  yang membuat akta perkawinan sangat penting. Lokasi pengabdian  pada masyarakat ini dilakukan di kecamatan Pemenang,  berjarak sekitar 9 km dari kabupaten Lombok Utara, Provinsi Nusa Tenggara Barat. Adapun tujuan kegiatan ini adalah : untuk meningkatkan kesadaran hukum masyarakat terhadap kepemilikan akta perkawinan. Metode yang dipergunakan dalam kegiatan ini adalah: penyuluhan dan tanya jawab. Dalam meningkatkan kesadaran  masyarakat terhadap kepemilikan Akta Perkawinan  di kecamatan Pemenang, kabupaten Lombok Utara  merupakan suatu hal yang harus ditingkatkan, ini membuktikan bahwa peran serta Kantor Urusan Agama dan Kantor Catatan Sipil  sangatlah diperlukan dengan melihat hasil pengamatan dan Tanya jawab pada saat dilaksanakan pengabdian pada masyarakat bahwa peran serta pemerintah belum maksimal, karena metode penyuluhan yang dilakukan selama ini belum mampu meningkatkan kesadaran masyarakat secara keseluruhan dengan melihat kenyataan yang terjadi dalam masyarakat.  Faktor ekonomi yang masih rendah membuat masyarakat tidak memiliki akta perkawinan, biaya merupakan faktor yang menjadi kendala masyarakat dalam membuat akta perkawinan,  faktor  lain yang menghambat masyarakat dalam kepemilikan akta perkawinan, yaitu  faktor kesadaran masyarakat yang masih rendah dengan melihat tingkat pendidikan masyarakatnya. Kata kunci : kesadaran hukum; kepemilikan; akta perkawinan                                           ABSTRACTLegal awareness is an attitude that needs to be instilled in all community members of the nation. Regular information and legal counseling based on a solid plan need to have existed to increase legal awareness, for example, regarding Law No. I of 1974 concerning Marriage. If the description above is related to the reality on the ground, many people have not obeyed the law. This matter can be seen in the ownership of a marriage certificate, which is an obligation for each household. The role of the Office of Religious Affairs (KUA) for those who are Muslim and also the Civil Registry Office for those who are non-Muslim, as the one who makes marriage certificates, is critical. This community service is carried out in Pemenang district, about 9 km from North Lombok district, West Nusa Tenggara Province. This activity aims to increase legal awareness of the community towards ownership of a marriage certificate. The methods used in this activity were: counseling, along with questions and answers session. In increasing public awareness of ownership of a Marriage Certificate in Pemenang, the Office of Religious Affairs and the Civil Registry Office of North Lombok Provence is needed by looking at the results of observations and questions and answers during community service. The government's participation has not been maximized because the counseling methods so far have not been able to increase public awareness as a whole by looking at the reality that occurs in society. Economic factors that still low make people not have a marriage certificate; the cost is a factor that becomes a constraint for society in obtaining a marriage certificate. These other factors hinder people from having a marriage certificate, namely the factor of community awareness that is still low by looking at the community's level of education. Keywords: legal awareness; ownership; marriage certificate
UTANG PIUTANG SETELAH TERJADINYA PERCERAIAN Wayan Resmini; Abdul Sakban; Ni Putu Ade Resmayani
SELAPARANG: Jurnal Pengabdian Masyarakat Berkemajuan Vol 5, No 1 (2021): Desember
Publisher : Universitas Muhammadiyah Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31764/jpmb.v5i1.6531

Abstract

ABSTRAK Perkawinan adalah  ikatan sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga yang bahagia dan kekal. Sayangnya, ikatan tersebut kerap berujung pada perceraian. Tanggung jawab suami dan istri terhadap utang piutang bersama setelah terjadinya perceraian dibedakan menjadi dua, yaitu utang pribadi  dan utang persatuan. Berkaitan dengan hal tersebut, perlu dilaksanakan penyuluhan untuk memberikan pemahaman dan pendidikan bagi masyarakat yang akan melakukan perceraian terutama dalam masalah hukum yuridis utang piutang. Lokasi kegiatan adalah di kecamatan Sekarbele, Kota Mataram. Metode yang dipergunakan dalam kegiatan ini adalah ceramah dan tanya jawab. Dari hasil diskusi, diketahui bahwa Masyarakat  Kecamatan Sekarbela  belum mengerti dengan masalah tersebut karena belum pernah adanya sosialisasi dari pemerintah terkait.   Umumnya, apabila terjadi perceraian, pihak perempuan tidak terlalu memikirkan hak – hak mereka. Begitu ada putusan perceraian, mereka pulang ke rumah orang tuanya dengan membawa apa yang bisa mereka bawa (pakaian dan perabot rumah tangga). Hal ini disebabkan karena masyarakatnya masih sangat sederhana kehidupannya. Disamping itu, pengaruh sistem kekerabatan patrilinial turut berperan dalam permasalahan ini. Jika pihak perempuannya yang menyebabkan terjadinya utang, maka keluarga pihak laki-laki (suaminya) yang menanggung utang tersebut dengan menceraikan istrinya (dengan kesepakatan), sebaliknya kalau yang membuat utang suami jelas itu adalah tanggung jawab sang suami. Kata Kunci: utang; piutang; perceraian ABSTRACTMarriage is a bond between husband and wife to form a happy and eternal family. Unfortunately, these bonds often lead to divorce. The responsibility of husband and wife for joint debts after the divorce is divided into two, namely personal loan and union loan. In this regard, it is necessary to conduct counseling to provide understanding and education for people going to divorce, especially in legal matters of debt and debt juridical. The location of the activity is in the Sekarbele sub-district, Mataram City. The method used in this activity is lecture, question, and answer. The discussion results show that the people of Sekarbela District do not understand this problem because there has never been any socialization from the government. Generally, when a divorce occurs, the women do not think about their rights. Once a divorce verdict happens, they return to their parents' house with what they can bring (clothes and some household furniture). This situation occurs because the people are still naive in doing their life. In addition, the influence of the patrilineal kinship system also plays a role in this problem. If the woman causes the debt, then the man's family (husband) bears the debt by divorcing his wife (by agreement). On the other hand, it is the husband's responsibility if the husband makes the debt clear. Keywords: debt; receivable; divorce
SOSIALISASI PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PEDESAAN DAN PERKOTAAN Wayan Resmini; Abdul Sakban; Ni Putu Ade Resmayani
SELAPARANG: Jurnal Pengabdian Masyarakat Berkemajuan Vol 4, No 2 (2021): April
Publisher : Universitas Muhammadiyah Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (110.376 KB) | DOI: 10.31764/jpmb.v4i2.4357

Abstract

ABSTRAKPajak adalah peralihan kekayaan dari pihak rakyat kepada kas negara untuk membiayai pengeluaran rutin dan surplusnya digunakan untuk public saving yang merupakan sumber pendapatan negara. Sedangkan pajak daerah adalah pajak negara yang diserahkan kepada daerah untuk dipungut berdasarkan peraturan perundang-undangan yang dipergunakan untuk  pembiayaan daerah sebagai badan hukum public. Tindak lanjutnya,  ditetapkan Peraturan Daerah Kota Mataram Nomor 15  Tahun 2018 tentang Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan  (PBB-P2). Peraturan Daerah   ini diharapkan menjadi landasan hukum dalam  pengenaan Pajak daerah.. Untuk itu perlu adanya sosialisasi tentang betapa pentingnya masyarakat memiliki kesadaran dalam melakukan kewajiban untuk  membayar pajak bumi dan bangunan. Karena dalam kenyataannya masyarakat  masih banyak yang belum menyadari hal tersebut. Sosialisasi  ini mengambil lokasi di Kecamatan Mataram Timur, Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat. Lokasi ini berada di dalam kota Mataram. Adapun tujuan pengabdian pada masyarakat  ini, adalah sebagai berikut: Untuk memberikan pemahaman dan pendidikan tentang : tata cara pembayaran pajak bumi dan bangunan , cara mengajukan keberatan penetapan pajak bumi dan bangunan, cara pengembalian kelebihan pembayaran pajak bumi dan bangunan oleh wajib pajak. Metode kegiatan ini dilaksanakan dengan metode ceramah , diskusi dan Tanya jawab. Tata cara Pembayaran dan Penagihan Pajak adalah sebagai berikut: Pajak yang terhutang berdasarkan SPPT harus dilunasi selambat-lambatnya 5 (lima) bulan sejak tanggal diterimanya SPPT oleh wajib pajak, Pada saat jatuh tempo pembayarannya tidak dibayar atau kurang dibayar, dikenakan sanksi administrasi  berupa bunga sebesar 2% setiap untuk jangka waktu paling lama 15 bulan sejak saat terhutangnya pajak. Tata cara mengajukan keberatan pajak yang ditentukan oleh walikota. Wajib pajak dapat mengajukan keberatan kepada Walikota atau pejabat yang ditunjuk atas sesuatu tentang: SPPT; SKPD;SKPDLB); dan SKPDN. Keberatan harus dilakukan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan sejak tanggal surat. Cara pengembalian Kelebihan pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan Atas kelebihan pembayaran pajak, Wajib pajak dapat mengajukan permohonan pengembalian kepada Walikota. Kesadaran masyarakat dalam pembayaran pajak perlu ditingkatkan, hal ini harus diperhatikan dan dimaksimalkan  oleh pemerintah daerah Kota Mataram dan instansi terkait, karena  masih banyak masyarakat belum menyadari alangkah pentingnya peran dan fungsi pajak badi pembangunan daerah.Hasil pengamatan dan Tanya jawab pada saat pelaksanaan Pengabdian  masyarakat Faktor kesadaran masyarakat yang masih rendah, informasi tentang batas akhir pembayaran pajak kurang jelas dari instansi yang terkait. Kesulitan lainnya adalah tempat pembayaran pajak juga menjadi kendala Karen jarak tempuh kurang lebih 3-4 km dari tempat tinggal. Biasanya masyarakat baru membayar pajak saat terjadinya jual beli terhadap obyek pajak. Kata Kunci: pajak; bumi, bangunan; perkotaan; pedesaan. ABSTRACTTaxes are the transfer of wealth from the people to the state treasury to finance routine expenses, and the surplus is used for public saving, which is a source of state income. Meanwhile, regional taxes are state taxes submitted to the regions to be collected based on statutory regulations used for regional financing as public legal entities. As a follow-up, the Mataram City Regional Regulation Number 15 of 2018 concerning Rural and Urban Land and Building Tax (PBB-P2) has been stipulated. This Regional Regulation is expected to become a legal basis in the imposition of regional taxes. For this reason, there is a need for socialization about how important it is for people to have awareness in carrying out their obligations to pay land and building taxes. Because in reality, there are still many people who are not aware of this. This socialization took place in the East Mataram District, Mataram City, West Nusa Tenggara. This location is in the city of Mataram. This community service's objectives are as follows: To provide understanding and education regarding procedures for paying land and building taxes, how to file objections to the determination of land and building tax, how to return overpayments of land, and to build tax by taxpayers. This activity's method is carried out using lecturing, discussion, and question and answer sessions. Procedures for Payment and Collection of Taxes are as follows: Tax payable based on the SPPT must be paid not later than 5 (five) months from the date of receipt of the SPPT by the taxpayer. At the due date, the payment is not paid or underpaid, shall be subject to administrative sanctions in the form of interest in the amount of 2% for a period of no later than 15 months from the time the tax became due. The Mayor determines the procedure for filing a tax objection. The taxpayer can file an objection to the Mayor or the appointed official regarding SPPT, SKPD, SKPDLB), and SKPDN. Objections must be made within a maximum period of 3 (three) months from the letter's date. To return the overpayment of Land and Building Tax Excess Payment upon tax overpayment, taxpayers can apply for a refund to the Mayor. Public awareness in paying taxes needs to be improved. This must be considered and maximized by the regional government of Mataram City and related agencies, because there are still many people who do not realize the importance of the role and function of taxes for regional development. The results of observations and discussions during the implementation of community service, this problem is caused by public awareness factors that are still low and lack of information about the deadline for tax payments from the relevant agencies. Another difficulty is where to pay taxes which is a constraint because the distance is approximately 3-4 km from the place of residence. Usually, people only pay taxes when the tax object is bought and sold. Keywords: tax; land; building; urban area; rural area
PENYULUHAN TENTANG PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG TERHADAP PERJANJIAN SEWA MENYEWA Wayan Resmini; Abdul Sakban; Ni Putu Ade Resmayani
SELAPARANG: Jurnal Pengabdian Masyarakat Berkemajuan Vol 3, No 2 (2020): Mei
Publisher : Universitas Muhammadiyah Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (145.836 KB) | DOI: 10.31764/jpmb.v3i2.2198

Abstract

ABSTRAKPemberian pinjaman oleh Kreditur kepada Debitur didasarkan pada  asumsi bahwa  Kreditur percaya bahwa  Debitur dapat mengembalikan utang tepat  pada waktunya. Pelunasan utang oleh Debitur kepada Kreditur tidak selalu  dapat berjalan dengan lancar ada kalanya Debitur tidak membayar utangnya  kepada Kreditur walaupun telah jatuh tempo. Debitur yang tidak mampu melunasi utangnya, maka harta kekayaan Debitur dikemudian hari menjadi jaminan atas utangnya.Pasal 1131 dan Pasal 1132 KUH Perdata telah mengatur secara khusus  mengenai hal utang piutang. Pengabdian pada masyarakat ini dilakukan di kecamatan Mataram Barat, kota Mataram Nusa Tenggara Barat. Karena lokasi ini berada di pusat kota Mataram, maka mobilitas  perekonomian sangat tinggi, oleh karena transaksi  yang berhubungan dengan masalah utang piutang  sangat memungkinkan terjadi. Untuk itu masyarakat perlu diberikan penyuluhan yang berhubungan masalah tersebut. Adapun yang menjadi tujuan dalam kegiatan  ini yaitu sebagai berikut: Untuk mengetahui pengaturan mengenai penundaan kewajiban pembayaran utang terhadap perjanjian sewa menyewa. Untuk mengetahui akibat hukum penundaan kewajiban pembayaran utang terhadap perjanjian sewa menyewa. Metode yang dipergunakan adalah penyuluhan dan tanya jawab. Pengaturan mengenai penundaan kewajiban pembayaran utang terhadap perjanjian sewa menyewa  diatur dalam Pasal 222 ayat (3) UU No. 37 Tahun 2004, Kreditur yang memperkirakan bahwa debitur tidak dapat melanjutkan membayar utang-utangnya yang sudah jatuh tempo dan dapat ditagih, dapat memohon agar kepada debitur diberi penundaan kewajiban pembayaran utang, untuk memungkinkan debitur mengajukan rencana perdamaian yang meliputi tawaran pembayaran sebagian atau seluruh utang kepada Krediturnya.Akibat hukum penundaan kewajiban pembayaran utang terhadap perjanjian sewa menyewa yaitu debitur tidak dapat melakukan tindakan kepengurusan atau memindahkan hak atas sesuatu bagian dari hartanya, jika debitur melanggar, pengurus berhak melakukan segala sesuatu untuk memastikan bahwa harta debitur tidak dirugikan karena tindakan debitur tersebut. Debitur tidak dapat dipaksa membayar utang-utangnya dan semua tindakan eksekusi yang telah dimulai guna mendapatkan pelunasan utang, harus ditangguhkan dan Debitur berhak membayar utangnya kepada semua kreditur bersama-sama menurut imbangan piutang masing-masing. Kata Kunci: Penundaan kewajiban; hutang; sewa menyewa. ABSTRACTA loan is given based on the assumption that the Creditor believes the Debtor can return the debt on time. Debt repayment might not always run smoothly. There are times when the Debtor does not pay his debt even though it is the due date. Debtors who are unable to repay their debts have a risk that their assets will become collateral for their debts in the future. Article 1131 and Article 1132 of the Civil Code have individually regulated the matters of debt payable. The community service is carried out in the sub-district of West Mataram, the city of Mataram, West Nusa Tenggara. Transactions related to debt and debt problems are highly possible here because this location is the center of the city of Mataram, and the mobility of the economy here is immoderate. For this reason, the public needs counseling related to the problem. The objectives of this activity are as follows: To find out the arrangements regarding the postponement of debt payment obligations to the lease agreement and to find out the legal consequences of the postponement of debt payment obligations to the lease agreement. The method used is counseling and group interview. The regulation concerning the postponement of the obligation to pay the debt to the lease agreement is regulated in Article 222 paragraph (3) of Law no. 37 of 2004 states that the Creditor who estimates that the Debtor cannot continue to pay his/her debts which are due and cannot be billed may request a debt obligation delay to enable the Debtor to submit a composition plan which includes offering partial or full payment of the debt to Creditors. Due to the legal delay of debt payment obligations under the lease agreement, the Debtor cannot take management actions or transfer the rights to any part of his/her property. If the Debtor violates, the management has the right to do everything to ensure that the Debtor's assets are not harmed because of the Debtor's actions. Debtors cannot be forced to pay their debts, and all execution actions that have been initiated in order to obtain debt repayment must be deferred, and the Debtor has the right to pay his debts to all creditors together according to their respective accounts. Keywords: Deferred liability; debt; rent.
Nilai-Nilai yang Terkandung pada Tradisi Paru Udu dalam Ritual Joka Ju Masyarakat Mbuliwaralau Kabupaten Ende Nusa Tenggara Timur Indonesia Wayan Resmini; Abdul Sakban; Abdurrahman Fauzan
CIVICUS : Pendidikan-Penelitian-Pengabdian Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Vol 7, No 2: September 2019
Publisher : Muhammadiyah University of Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (636.719 KB) | DOI: 10.31764/civicus.v7i2.1111

Abstract

Budaya merupakan cipta, rasa dan karsa manusia atau, dapat diartikan dengan hal-hal yang berkaitan dengan budi atau akal. Hasil akal atau pemikiran, cipta dan karya manusia merupakan suatu wujud kebudayaan yang selalu berkembang dalam masyarakat, yang dimana pemikiran, perbuatan atau tindakan-tindakan yang dilakukan oleh manusia secara terus-menerus pada akhirnyaakan melahirkan sebuah tradisi. Tradisi Paru Udu memiliki nilai yang berbeda dengan tradisi dengan daerah lainnya yang ada di Indonesia. Tujuan penelitian yaitu untuk mengetahui pelaksanaan tradisi Paru Udu dalam ritual Joka Ju di Desa Mbuliwaralau, dan nilai-nilai yang terkandung di dalam pelaksanaan tradisi Paru Udu dalam ritual Joka Ju. Subyek penelitian yaitu ketua adat, tokoh adat dan tokoh masyarakat. Metode penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif dengan pendekatan deskriptif. Teknik pengumpulan data mengunakan observasi, wawancara dan dokumentasi. Sedangkan analisis data menggunakan metode analisis kualitatif bersifat deskriptif dengan melakukan reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan. Hasil penelitian menunjukan bahwa tradisi tersebut mengandung nilai sosial, nilai budaya, dan nilai ekonomi. Nilai social meliputi nilai material nilai vital dan nilai rohani. Nilai rohani meliputi nilai religius dan nilai moral yang didalamnya terdapat nilai kerukunan, nilai musyawarah, nilai kebersamaan dan nilai gotong-royong. Culture is human creativity, taste and intention or, can be interpreted with matters relating to reason or reason. The results of reason or thought, human creativity and work is a form of culture that is always developing in society, where thoughts, actions or actions carried out by humans continuously will eventually give birth to a tradition. The Paru Udu tradition has a different value from the tradition with other regions in Indonesia. The research objective is to determine the implementation of the Paru Udu tradition in the Joka Ju ritual in Mbuliwaralau Village, and the values contained in the implementation of the Paru Udu tradition in the Joka Ju ritual. The subjects of the study were the traditional leaders, traditional leaders and community leaders. The research method used is a qualitative method with a descriptive approach. Data collection techniques using observation, interviews and documentation. While the data analysis uses descriptive qualitative analysis methods by reducing data, presenting data and drawing conclusions. The results showed that the tradition contained social values, cultural values, and economic values. Social values include material values, vital values and spiritual values. Spiritual values include religious values and moral values in which there are values of harmony, values of deliberation, values of togetherness and values of mutual cooperation..
Tinjauan Yuridis Tentang Pertimbangan Hukum Penghentian Penyidikan Terhadap Tindak Pidana dan Akibat Hukumnya (Studi Kasus di Polres Kota Bima) Wayan Resmini; Taufikurahman Taufikurahman
CIVICUS : Pendidikan-Penelitian-Pengabdian Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Vol. 7 No. 1: Maret 2019
Publisher : Muhammadiyah University of Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (489.595 KB) | DOI: 10.31764/civicus.v0i0.926

Abstract

Penahanan dilakukan dengan tujuan untuk kepentingan pemeriksaan, demi keadilan dan ketertiban dalam masyarakat, hal ini dilakukan terhadap orang yang tidak bersalah, sehingga tersangka atau terdakwa menderita lahir bathin akibat sikap tindak para aparat penegak hukum tersebut. Tujuan penelitian yaitu 1) Untuk mengetahui pertimbangan hukum penghentian penyidikan terhadap tindak pidana. 2) Untuk mengetahui akibat hukumnya jika terjadi penghentian penyidikan terhadap tindak pidana di Polres Kota Bima. Metode menggunakan penelitian empiris dengan pendekatan sosiologi hukum. Subjek penelitian yaitu staf di Polres Kota Bima. Metode pengumpulan data menggunakan observasi, wawancara dan dokumentasi. Metode analisis data menggunakan metode analisis interaktif. Hasil penelitian menunjukkan 1). Pertimbangan hukum penghentian penyidikan terhadap tindak pidana di Polres Kota Bima meliputi tidak diperoleh bukti yang cukup, peristiwa yang semula dianggap bukan tindak pidana dan penghentian penyidikan demi penegakkan hukum. Praperadilan dilakukan untuk penegakan hukum dan perlindungan hak asasi korban dalam semua tingkat pemeriksaan perkara pidana. 2) Akibat hukum jika terjadi penghentian penyidikan terhadap tindak pidana meliputi mempermudah penyidik dalam menyelesaikan kasus, sebagai kekuatan alat bukti dan mempercepat proses hukum, serta penyidik akan menilai keterangan terdakwa sebagai suatu keterangan yang mengandung unsur kebenaran dan dapat digunakan sebagai alat bukti. Jadi adanya kekuataan alat bukti yang bisa menghentikan kasus tindak pidana. The detention was carried out for examination, for the sake of justice and order in the community, this was done against innocent people so that the suspect or defendant suffered physical birth due to the attitude of the law enforcement officers. The research objectives are 1) To find out the legal considerations for terminating investigations into criminal acts. 2) To find out the legal consequences if there is a cessation of an investigation into crime in the Bima City Police Station. The method uses empirical research with a legal sociology approach. The research subjects were staff at the Bima City Police Station. Methods of collecting data using observation, interviews, and documentation. Data analysis method uses interactive analysis methods. The results of the study show 1). Legal considerations for terminating investigations into crimes in Bima City Police Station include insufficient evidence, events that were not considered criminal offenses and termination of studies for law enforcement. Pretrial is carried out for law enforcement and protection of victims' basic rights at all levels of criminal case checks. 2) The legal consequences of the termination of an investigation into a criminal offense include making it easier for the investigator to settle the case, as a force of evidence and expedite the legal process, and the investigator will assess the defendant's statement as information containing proof and can be used as evidence. So there is the power of evidence that can stop criminal cases.
Hukum Adat Manggarai Barat dalam Penyelesaian Harta Warisan Wayan Resmini; Abdul Sakban; Havivi Indriyuni
CIVICUS : Pendidikan-Penelitian-Pengabdian Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Vol 9, No 2 (2021): September 2021
Publisher : Muhammadiyah University of Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31764/civicus.v9i2.8238

Abstract

: Masyarakat Manggarai Barat merupakan masyarakat yang kental adat istiadat maupun budaya, terutama melestarikan budaya adat pembagian harta warisan untuk anak laki-laki maupun anak perempuan. Dalam budaya Manggarai ada beberapa harta warisan yang dapat dibagikan orang tua kepada anak kandungnya berupa  tanah, lembu liar, kerbau, ladang, sawah dll. Seiring meningkatnya jumlah penduduk, pengaruh globalisasi, teknologi semakin canggih dan kebijakan aturan hukum di Indonesia terutama hukum warisan dapat mempengaruhi perilaku masyarakat adat Manggarai dalam melakukan pembagian warisan kepada pewarisnya. Metode penelitian yang telah digunakan dalam penelitian adalah penelitian kualitatif dengan pendekatan yuridis normative dan studi kasus. Subyek penelitian yang telah dilibatkan dalam penelitian ini adalah tokoh adat, tokoh agama, tokoh pemuda dan tokoh masyarakat dan aparat desa. Pengumpulan data yang telah dilakukan menggunakan observasi, interview, observasi dan studi literature. Analisis data menggunakan analisis deskriptif interaktif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa masyarakat manggarai barat menganut asas patrilineal dalam pembagian harta warisan dimana pembagian harta warisan lebih banyak untuk anak laki-laki karena menurut adat manggarai anak laki-laki memiliki tanggung jawab tinggal bersama orang tuanya meskipun tidak dalam satu rumah, sementara anak perempuan tidak berikan harta warisan karena setelah anak perempuan ini menikah maka akan mendapatkan harta warisan yang ada pada suaminya. Masyarakat adat di Desa Golo Leleng sebagian menganut system mayorat laki-laki, yang apabila anak laki-laki tertua pada saat tertua  pada saat pewaris meninggal atau anak laki-laki sulung (atau keturunan laki-laki) merupakan ahli waris tunggal. Anak laki-laki tertua sebagai pengganti orang tua yang telah meninggal dunia bukanlah pemilik harta peninggalan ia berkedudukan sebagaimana dapat orang tua mempunyai kewajiban mengurus anggota keluarga yang lain yang ditinggalkan, termasuk mengurus ibu apabila ayah yang meninggal dan begitu juga sebaliknya, berkewajiban mengurus ayah apabila ibu yang meninggal.The West Manggarai community is a society that is thick with customs and culture, especially preserving the customary culture of dividing inheritance for boys and girls. In Manggarai culture, there are several inheritances that parents can share with their biological children in the form of land, wild oxen, buffalo, fields, rice fields, etc. Along with the increasing population, the influence of globalization, increasingly sophisticated technology and the rule of law in Indonesia, especially inheritance law, can influence the behavior of the Manggarai indigenous people in distributing inheritance to their heirs. The research method that has been used in this research is qualitative research with a normative juridical approach and case studies. Research subjects who have been involved in this research are traditional leaders, religious leaders, youth leaders and community leaders and village officials. Data collection has been done using observation, interviews, observations and literature studies. Data analysis used interactive descriptive analysis. The results show that the West Manggarai community adheres to the patrilineal principle in the distribution of inheritance where the distribution of inheritance is more for boys because according to Manggarai custom, boys have the responsibility to live with their parents even though they are not in the same house, while girls do not. give inheritance because after this daughter is married, she will get the inheritance that is in her husband. Indigenous peoples in Golo Leleng Village partially adhere to the male majority system, in which the eldest son is the oldest when the heir dies or the eldest son (or male offspring) is the sole heir. The eldest son as a substitute for parents who have died is not the owner of the inheritance, he is domiciled as can parents have the obligation to take care of other family members who are left behind, including taking care of the mother if the father dies and vice versa, is obliged to take care of the father if the mother who died.
Upacara Penti Dalam Masyarakat Kampung Rato di Kabupaten Manggarai Wayan Resmini; Fridolin Mabut
CIVICUS : Pendidikan-Penelitian-Pengabdian Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Vol 8, No 2 (2020): September 2020
Publisher : Muhammadiyah University of Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31764/civicus.v8i2.2862

Abstract

Masyarakat Manggarai merupakan salah satu kapital sosial yang ada dan hidup yakni lembaga adat. Lembaga adat memiliki peran penting sebagai pelaku utama atas kebudayaan dalam sebuah komunitas kecil yang kerap disebut sebagai beo/golo lonto (kampung). Beo atau sering juga disebut sebagai golo adalah suatu tempat tinggal yang dihuni oleh penduduk untuk selama-lamanya. Tujuan dalam artikel ini untuk menjelaskan upacara penti dalam masyarakat kampung rato di kabupaten manggarai. Metode penelitian yang dipakai adalah kualittaif dengan pendekatan deskriptif. Subjek penelitian berupa tokohadat, kepala desa, tokoh masyarakat dan masyarakat masnggarai. Analisis data menggunakan deskriptif analisis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa  Pertama, Upacara Penti sebagai ungkapan rasa syukur baik kepada mori Jari (Tuhan, Pencipta dan Pemilik Kehidupan) maupun pelestarian, keamanan dan hasil panen empo mede (antheirs) yang melimpah. Kedua, praktek partisipasi dan kerjasama bersama, upacara esensial, yang membagi semua orang / kelompok secara langsung atau tidak langsung dan yang bekerja sama untuk merencanakan dan berkontribusi pada keberhasilan kasus. Ketiga, dengan adat dan warisan leluhur, upacara tidak hanya sebagai cara mengucapkan terima kasih kepada warga atas hasil panennya, tetapi juga sebagai cara untuk menyimpan tradisi dan warisan leluhur. Nilai dengan demikian adalah istilah yang mengacu pada hal-hal yang baik, layak, dapat diterima, nyata, signifikan, indah dan diinginkan dalam kehidupan manusia dalam masyarakat. The Manggarai community is one of the existing and living social capitals, namely traditional institutions. Customary institutions have an important role as the main actors of culture in a small community, which is often referred to as Beo/Golo Lonto (village). Parrots or often referred to as Golo is a place to live that is inhabited by residents forever. The purpose of this article is to explain the Penti ceremony in the community of Kampung Rato in the Manggarai Regency. The research method used is a qualitative descriptive approach. The research subjects were religious leaders, village heads, community leaders, and Manggarai communities. Data analysis using descriptive analysis. The results showed that first, the Penti ceremony as an expression of gratitude both to Mori Jari (God, Creator, and Owner of Life) and the preservation, safety, and abundant yields of Empo Mede (anthers). Second, the practice of participation and cooperation together, essential ceremonies, which share all people/groups directly or indirectly and who work together to plan and contribute to the case's success. Third, with customs and ancestral heritage, ceremonies are not only a way of saying thank you to the residents for their harvest, but also as a way to save traditions and traditional heritage. Value is a term that refers to things that are good, worthy, acceptable, real, significant, beautiful, and desirable in human life in society..
Pembelajaran Literasi Civic Education untuk Menanamkan Nilai Moral Siswa Wayan Resmini; Abdul Sakban; Fitriyani Fitriyani
CIVICUS : Pendidikan-Penelitian-Pengabdian Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Vol 8, No 1 (2020): Maret 2020
Publisher : Muhammadiyah University of Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (224.672 KB) | DOI: 10.31764/civicus.v8i1.1791

Abstract

Gejala kemerosotan moral terdiri atas meluasnya kasus penyalahgunaan narkoba, pergaulan bebas, kriminalitas, kekerasan dan aneka perilaku kurang terpuji lainnya. Sisi lain, akhlak terpuji, sifat ramah, tenggang rasa, rendah hati, suka menolong, solidaritas sosial yang merupakan jati diri bangsa Indonesia seolah-olah kurang begitu melekat secara kuat dalam diri mereka sehingga rusaklah nilai moral mereka. Metode penelitian adalah penelitian kualitatif dengan pendekatan deskriptif. Metode pengumpulan data yakni observasi, wawancara, dan dokumentasi. Analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus-menerus sampai tuntas, dengan tahapan reduksi data, penyajian data dan kesimpulan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembelajaran literasi civic education untuk menanamkan nilai moral siswa sangat membutuhkan pendidikan kewarganegaraan sebagai mata pelajaran membentuk karakter kepribadian, social, dan kognitif. Pembentukan kepribadian moral tercantum dalam materi pembelajaran yang ditanamkan kepada siswa secara kontekstual. Implementasi materi pembelajaran literasi civic education untuk menanamkan nilai moral adalah dengan memberikan materi pembelajaran nilai-nilai karakter kebangsaan, aneka budaya bangsa, identitas nasional, dan hak dan kewajiban warganegara. Sedangkan untuk kegiatan di luar akademik peserta didik dapat memberikan kegiatan berupa pembinaan melalui penyuluhan, kajian islam, sosialisasi, pembinaan melalui kegiatan kesiswaan berupa KSR, Pramuka, Tapak Suci dan olah raga. Karena pembentukan nilai moral dibentukan oleh karakter kepribadian.The symptoms of moral deterioration consist of widespread cases of drug abuse, free association, criminality, violence, and various other less praiseworthy behaviors. On the other side, the moral was praised, the nature of the friendly, considerate, humble, helpful, social solidarity that is the identity of the Indonesian nation as if less so firmly inherent in them so that the moral value is damaged. The method of research is qualitative research with a descriptive approach. Data collection methods are observations, interviews, and documentation. Qualitative data analysis is done interactively and continuously until complete, with the data reduction phase, data presentation, and conclusion. The results showed that civic education literacy studies to instill the moral value of students desperately needed citizenship education as subjects to form personality, social, and cognitive characters. The formation of noble personalities was listed in the learning materials that students are contextually implanted. The implementation of civic education literacy learning materials to impart moral value is to provide material learning values of national character, diversity of the nation, national identity, and rights and obligations of citizenship. As for activities outside the academic, students can provide exercise in the form of coaching through counseling, Islamic studies, socialization, coaching through the events of the students in the way of KSR, Scout, the temple, and sports because the formation of moral values is formed by personality traits.
Kebudayaan Masyarakat Manggarai Barat: Tradisi Teing Hang Empo Wayan Resmini; Fridolina Saina
CIVICUS : Pendidikan-Penelitian-Pengabdian Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Vol 9, No 1 (2021): Maret 2021
Publisher : Muhammadiyah University of Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31764/civicus.v9i1.5814

Abstract

Tradisi adat manggarai yang dilakukan telah memperkokoh eksistensi dari agama yang dianut oleh masyarakatnya karena berbagai tradisi yang berkaitan dengan siklus kehidupan berkembang dan menjadi kuat ketika ia telah mentaradisi dan membudaya di tengah masyarakat manggari. Metode penelitian yang dipergunakan dalam penelitian ini menggunakan penelitian kualitatif, dengan pendekatan etnografi dan literatur. Subyek penelitian adalah tokoh adat, tokoh masyarakat dan masyarakat manggarai barat. Pengumpulan data menggunakan studi literature, interview, dan observasi. Studi literature yaitu artikel ilmiah, buku kebudayaan local manggarai, dan hasil penelitian. Interview dilakukan dengan melakukan wawancara dengan para tokoh adat, tokoh masyarakat yang relevan, observasi dilakukan yaitu pengamatan ketika proses palakasanaan tradisi dilakukan. Sumber data primer yaitu analisis dokumen, data sekunder yaitu artikel ilmiah, buku, majalah dan lainnya. Metode analisis data menggunakan analisis interaktif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tradisi Teing Hang Empo merupakan tradisi merupakan sesuatu yang di lakukan secara turun temurun dari nenek moyang hingga sekarang. Proses pelaksanaan Teing Hang Empo adalah (1) melaksanakan musyawarah tokoh adat, (2) menyiapkan berbagai macam kebutuhan yang harus di korbankan pada saat pelaksanaan upacara teing hang empo, (3) kebersihan, (4) melaksanakan ritual adat, (5) memakai seragam, (6) bersalaman, (7) penutupan. Jadi kebudayaan masyarakat manggarai barat tradisi teing hang empo sebagai simbol ketaataan masyarakat manggarai terhadap tuhan dan roh para leluhur terdahulu.The Manggarai traditional tradition has strengthened the existence of the religion embraced by the community because various traditions related to the life cycle develop and become strong when it has been traditionalized and entrenched in the Manggarai community. The research method used in this study uses qualitative research, with an ethnographic and literary approach. The research subjects were traditional leaders, community leaders, and the people of West Manggarai. Collecting data using literature studies, interviews, and observations. Literature studies are scientific articles, books on local Manggarai culture, and research results. Interviews were conducted by conducting interviews with traditional leaders, relevant community leaders, observations were made, namely observations when the traditional doing process was carried out. Primary data sources are document analysis, secondary data are scientific articles, books, magazines, and others. The data analysis method uses interactive analysis. The results of the study show that the Teing Hang Empo tradition is something that has been passed down from generation to generation from the ancestors until now. The process of implementing Teing Hang Empo is (1) carrying out deliberations of traditional leaders, (2) preparing various kinds of needs that must be sacrificed during the teing hang empo ceremony, (3) cleaning, (4) carrying out traditional rituals, (5) wearing uniforms, (6) shaking hands, (7) closing. So the culture of the West Manggarai community, the Teing Hang Empo tradition, is a symbol of the Manggarai people's obedience to God and the spirits of the previous ancestors.