Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search

MAKNA KOMUNIKASI SIMBOLIK SENI TARI BUJA KADANDA DI SANGGAR SENI WADU NOCU PENANA’E KOTA BIMA Ainul Yakin; Rahmi Rahmi; Yayu Rahmawati Mayangsari
Jurnal Komunikasi dan Kebudayaan Vol 8, No 1 (2021): KOMUNIKASI DAN KEBUDAYAAN
Publisher : Sekolah Tinggi Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (STISIP) Bima

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan dari dilakukan penelitian ini yaitu untuk mengetahui makna komunikasi simbolik seni tari Buja Kadanda di sanggar seni Wadu Nocu Penana’e Kota Bima. Penelitian ini dilakukan di sanggar seni wadu Nocu Penana’e Kota Bima. Dengan menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode deskriptif . Data primer diperoleh dari sumber yang telah di wawancara mandalam kepada pihak yang telah di tentukan dengan menggunakan teknik purposive sampling, disertai observasi langsung di lapangan. Data sekunder diperoleh dari pengumpulan data dokumentasi mengenai hal-hal atau variable yang berupa catatan, trasnkip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen report, lager agenda dan sebagainya, yang berhubungan dengan topik penelitian. Data yang berhasil di kumpulkan kemudian di analisis dengan menggunakan analisis interaktif dari Miles dan Huberman. Hasil penelitian yang penulis lakukan untuk mengungkap makna simbolik tari Buja Kadanda di sanggar seni Wadu Nocu Penana’e Kota Bima. Makna –makna tersebut dapat diamati dari gerak, iringan, tata rias dan tata busana yang digunakan pada tari Buja Kadanda. Tari buja kadanda bertemakan perjuangan, ada makna kekompakan yang ditunjukkan pada gerakan penyambutan. Gerakan silat (pembukaan ) mengandung makna kesatria, tanggung jawab. Gerakan inti melakukan gaya menggunakan tombak, bermakna keberanian, ketangkasan dan sebagai suatu gerakan kegagahan diri dalam melawan musuh. Gerakan penutup, bermakna memberikan tanda bahwa pertunjukkan tari Buja Kadanda akan segera berakhir. Makna iringan, makna kekompakan terlihat pada tetabuhan yang teratur. Busana Tari Buja Kadanda mengunakan pakaian prajurit (suba) melambangkan suatu karakter tokoh, meiliki makna kegagahan dan kesatriaan seorang prjurit. Nilai sosial dan Budaya, Sebagai Upacara sakral, Sebagai hiburan, Sebagai sarana pendidikan. Dapat di tarik kesimpulan dari makna yang terkandung dalam gerak, iringan, dan tata busana, bahwa tari Buja Kadanda dimaknai sebagai tarian pemberian apresiasi terhadap perjuangan dan ketangkasan prajurit dulu saat mempertahankan tanah Bima, sekaligus memberi pelajaran dan pengetahuan kepada generasi Bima, agar mejadi seorang lelaki harus bertanggung jawab, berani, gagah, dan mempunyai jiwa kesatria, dalam menangani situasi atau permasalahan yang besar.
Komunikasi Antarbudaya Suku Sasak Dengan Suku Mbojo Pada Masyarakat Transmigran Di Kecamatan Tambora Kabupaten Bima-NTB Yayu Rahmawati Mayangsari; Rahmi Rahmi
Jurnal Komunikasi dan Kebudayaan Vol 6, No 2 (2019): Komunikasi Kearifan Lokal
Publisher : Sekolah Tinggi Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (STISIP) Bima

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (586.759 KB)

Abstract

Penelitian ini berjudul “Komunikasi Antar Budaya Suku Sasak dengan Suku Mbojo (Studi Kasus Akulturasi Budaya Masyarakat Transmigran Di Kecamatan Tambora Kabupaten Bima-NTB). Dilatarbelakangi keingintahuan peneliti tentang akulturasi budaya masyarakat transmigran suku Sasak dengan suku asli Mbojo di Kecamatan Tambora. Sebab Kedua-duanya berada di dalam wilayah pemerintahan propinsi Nusa Tenggara Barat (NTB). Namun memiliki latar belakang budaya yang berbeda, dimana Suku Sasak dipengaruhi oleh Suku Bali yang bercorak Hindu-Budha sedangkan Suku Mbojo dipengaruhi Suku Bugis yang bercorak Islam. Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana akulturasi budaya yang terjalin antar Suku Sasak sebagai pendatang atau transmigran terhadap Suku Mbojo sebagai warga asli?. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui bagaimana akulturasi budaya yang terjadi antar Suku Sasak sebagai pendatang atau transmigran terhadap Suku Mbojo sebagai warga asli, untuk mengetahui bagaimana komunikasi interpersonal dan komunikasi sosial transmigran melakukan proses akulturasi, serta untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi proses akulturasi transmigran. Hasil penelitian ini bahwa suku Sasak berhasil beradaptasi dengan budaya serta kebiasaan suku Mbojo sebagai warga asli. Walaupun pada awalnya sempat merasa cemas dan tidak pasti. Namun dengan cara ikut andil dalam acara-acara suku Mbojo, menjalin kedekatan interpersonal dengan masyarakat sekitar akhirnya suku suku Sasak mulai bisa beradaptasi dan berbaur dengan masyarakat setempat. Ketika komunikasi antarbudaya suku Sasak dan Mbojo terjalin dengan baik, maka terjadilah akulturasi kedua budaya tersebut. Akulturasi yang terjadi antara lain: Akulturasi budaya materil yaitu: (1) Transmigran sudah tidak menggunakan sarung sepanjang hari di berbagai aktivitasnya dan mulai menggunakan celana untuk aktivitas-aktivitas tertentu; (2) Transmigran (suku Sasak) mulai bisa makan sayur ro’o parongge serta bentuk rumah para transmigran sesuai dengan yang disediakan oleh pemerintah; Akulturasi budaya non-material yaitu: (1) Masyarakat transmigran (suku Sasak) sudah bisa menggunakan bahasa Mbojo jika berkomunikasi dengan suku Mbojo; (2) Transmigran sudah beradaptasi dan ikut melakukan budaya weha rima yaitu budaya saling membatu misalnya pada saat panen tiba; (3) Transmigran sudah beradaptasi dan ikut melakukan budaya teka ra ne,e yaitu membantu keluarga melaksanakan hajatan dengan membawakan sesuatu berupa kue, beras atau uang yang diberikan kepada yang punya hajat (4) Transmigran sudah ikut melakukan budaya Mbolo weki yaitu kegiatan musyawarah mufakat persiapan hajatan.
STRATEGI KOMUNIKASI PEMASARAN DINAS PARIWISATA DALAM PENGEMBANGAN WISATA PANTAI KOLO DI KELURAHAN KOLO KECEMATAN ASAKOTA KOTA BIMA Rahmi Rahmi; Firdaus Firdaus; Yayu Rahmawati Mayangsari
Jurnal Ilmiah Teknik Informatika dan Komunikasi Vol. 2 No. 1 (2022): Maret : Jurnal Ilmiah Teknik Informatika dan Komunikasi
Publisher : Barenlitbangda Kabupaten Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (480.367 KB) | DOI: 10.55606/juitik.v2i1.236

Abstract

Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui strategi komunikasi pemasaran dinas pariwisata dalam pengembangan wisata pantai kolo. Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Lokasi adalah kantor Dinas Pariwisata dan Kebudayaan kota bima. Penelitian ini berlangsung selama dua bulan. Informan dalam penelitian ini adalah pegawai pada kantor Dinas Pariwisata Kota Bima. Tehnik pengumpulan data yang digunakan yaitu Obsevasi, Wawancara dan Dukomentasi. Teknis penentuan sumber data dalam penelitian ini menggunakan metode purposive sampling yang merupakan pengambilan sampel berdasarkan tujuan penelitian. Tehnik analisis data reduksi data adalah bentuk analisis yang menajamkan, menggolongkan, mengarahkan, membuang yang tidak perlu dan mengorganisasi data sedemikian rupa sehingga kesimpulan akhir dapat diverivikasi. Tehnik penyajian data, penyajian data kualitatif dapat berupa teks naratis berbentuk catatan lapangan, matriks, grafik, jaringan dan bagan. Bentuk-bentuk ini mengabungkan informasi yang tersusun dalam suatu bentuk yang padu dan mudah di raih, sehingga memudahkan untuk melihat apa yang sedanag terjadi, apakah kesimpulan sudah tepat atau sebaliknya melakukan analisis kembali. Kesimpulan banyak strategi komunikasi yang dilakukan oleh dinas pariwisata Kota Bima dalam pengembangan wisata pantai kolo. Strategi-strategi itu dianggap sangat efektif dalam memperkenalkan kolo sebagai salah satu pariwisata unggulan yang ada di kota Bima ini. Namun dalam suatu strategi komunikasi dalam pengembangan wisata pantai Kolo ada empat poin utama yang harus digunakan Dinas Pariwisata yaitu: Produk (Product), Harga (Price), Tempat (Place) dan Promosi (Promotion).