Tulisan ini bertujuan untuk menganalisis perubahan pola konsumsi pangan sumber karbohidrat di Indonesia. Analisis akan difokuskan untuk daerah perdesaan dengan petimbangan bahwa proporsi jumlah penduduk Indonesia sebagian besar berada di perdesaan sejak tahun 2002. Selain itu, masalah pembangunan pertanian terkait erat dengan pembangunan perdesaan. Sebelum menganalisis secara detail perubahan konsumsi pangan sumber karbohidrat di perdesaan, akan diuraikan terlebih dahulu gambaran umum tentang keragaan pola konsumsi dan pengeluaran rumah tangga di Indonesia. Hasil analisis dikaitkan dengan potensi pengembangan komoditas pangan non beras dengan menelaah perkembangan areal, produksi dan produktivitas komoditaspangan. Analisis dilakukan secara deskriptif dengan menggunakan data Susenas 2002-2007 yang bersumber dari BPS. Hasil analisis menunjukkan bahwa (1)Seiama Kurun waktu 2002-2007 telah terjadi perubahan pola konsumsi dan pengeluaran rumah tangga di perdesaan, perkotaan maupun Indonesia secara umum. Alokasi pengeluaran untuk makanan cenderung menurun diikutioleh meningkatnya pengeluaran untuk non makanan. Namun pangsa pengeluaran untuk makanan penduduk perdesaan masih lebih besar dari non makanan, artinya rata-rata tingkat kesejahteraan rumah tangga di perdesaan lebih rendah di banding di perkotaan. Implikasinya adalah bahwa kebijakan pembangunan nasional perlu lebih mempriotaskan pada upaya peningkatan kesejahteraan penduduk perdesaan melalui pembangunan pertanian dan perdesaan secara terintegrasi; (2) Pergeseran pola konsumsi pangan pokok rata-rata rumah tangga di perdesaan mengarah pada pangan berbahan terigu (mie). Diversifikasi pola konsumsi pangan pokok yang bertumpu pada pangan lokal (beras, jagung, ubi kayu, dan ubi jalar) di perdesaan hanya terjadi pada kelompok pendapatan rendah, sedang kelompok pendapatan tinggi justru mengarah pada pola tunggal beras dan atau beras+terigu. Hal ini perlu diwaspadai mengingat terigu berasal dari gandum yang tidak diproduksi dalam negeri, ketergantungan pada pangan imporakan mempersulit upaya mewujudkan kemandihan bahkan kedaulatan pangan nasional. Disarankan bahwa dalam upaya mendorong konsumsi pangan lokal sebagai sumber pangan karbohidrat perlu dilakukan secara sinergis penanganan di sisi produksi dan ketersediaan pangan lokal (jagung dan serealia lain serta umbi-umbian) dan sisi permintaan melalui sosialisasi, edukasi dan advokasi tentang pentingnya konsumsi beragam, seimbang dengan mempromosikan keunggulan pengembangan pangan lokal.