This Author published in this journals
All Journal Borobudur
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 5 Documents
Search

Aplikasi 3D Laser Scanner Untuk Pemetaan Topografi dan Pendokumentasian BCB Kawasan Situs Candi Gedong Songo Brahmantara Brahmantara; Pramudianto D H; Ajar Priyanto
Borobudur Vol. 3 No. 1 (2009): Jurnal Konservasi Cagar Budaya Borobudur
Publisher : Balai Konservasi Borobudur Magelang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33374/jurnalkonservasicagarbudaya.v3i1.62

Abstract

-
Kajian Pengujian Bahan Aditif Semen Untuk Aplikasi Konservasi dan Pemugaran Candi Puji Santosa; Sarman Sarman; Ajar Priyanto
Borobudur Vol. 4 No. 1 (2010): Jurnal Konservasi Cagar Budaya Borobudur
Publisher : Balai Konservasi Borobudur Magelang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33374/jurnalkonservasicagarbudaya.v4i1.78

Abstract

-
Pengembangan Perekat Alam untuk Penyambung Artefak Tahap II Leliek Agung Haldoko; Iskandar M Siregar; Yudi Suhartono; Linus Setyo Adhidhuto; Ajar Priyanto
Borobudur Vol. 11 No. 1 (2017): Jurnal Konservasi Cagar Budaya Borobudur
Publisher : Balai Konservasi Borobudur Magelang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33374/jurnalkonservasicagarbudaya.v11i1.168

Abstract

Salah satu Cagar Budaya berbahan kayu adalah artefak. Faktor fisik maupun mekanik dapat menyebabkan artefak menjadi retak atau patah. Untuk menyambung fragmen-fragmen yang patah tentunya dibutuhkan perekat. Perekat yang diuji dalam kajian ini meliputi perekat dari bahan tanin dan gondorukem. Perekat dari tanin dan gondorukem dikombinasikan dengan berbagai macam pelarut. Untuk bahan tanin digunakan pelarut aceton, etanol dan formaldehyde, sedangkan untuk bahan gondorukem digunakan pelarut tiner, minyak cat dan toluol. Pengujian daya tahan perekat dilakukan dengan siklus yang terdiri dari 3 (tiga) perlakuan, yaitu menempatkan sampel kayu yang direkat pada suhu 50°C, pada kondisi kelembaban 95% dan pada suhu kamar. Untuk pengujian kekuatan perekat dilakukan dengan pengujian kualitatif kekuatan rekat dengan beban statis dan pengujian kuat geser. Pengujian daya tahan perekat diperoleh hasil bahwa perekat dengan bahan tanin-aceton dan tanin-etanol tidak tahan terhadap kondisi kelembaban udara yang tinggi dan memiliki daya rekat yang rendah. Hal ini diketahui setelah dilakukan pengujian kualitatif dengan menggunakan beban statis. Berdasarkan pengujian kuat geser diperoleh hasil bahwa perekat gondorukem-toluol memiliki daya rekat paling besar, yaitu 14,83 kg/cm2; berturut-turut selanjutnya tanin–formaldehyde 9,95 kg/cm2; gondorukem–tiner 9,52 kg/cm2; dan gondorukem-minyak cat 4,81 kg/cm2.
KAJIAN PENGARUH INTENSITAS SUARA TERHADAP BANGUNAN CAGAR BUDAYA BERBAHAN BATU TAHAP I Linus Setyo Adhidhuto; Ronny Muhammad; Jati Kurniawan; Puji Santosa; Ajar Priyanto
Borobudur Vol. 12 No. 1 (2018): Jurnal Konservasi Cagar Budaya Borobudur
Publisher : Balai Konservasi Borobudur Magelang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33374/jurnalkonservasicagarbudaya.v12i1.180

Abstract

Kegiatan konser musik atau acara lainnya yang menggunakan sound system besar sering dilaksanakan di Candi Borobudur, Candi Prambanan serta candi-candi lainnya. Hal ini menimbulkan kekhawatiran di kalangan pelestari cagar budaya akan dampak buruk suara keras yang dihasilkan oleh speaker terhadap cagar budaya. Untuk mengetahui dampak tersebut perlu dilakukan pengukuran getaran yang timbul pada candi pada saat berlangsung konser atau acara-acara lainnya yang menggunakan sound system besar. Salah satu faktor yang menentukan besarnya getaran yang timbul akibat sumber getaran secara umum adalah redaman dan frekuensi natural. Bila sumber getaran semakin mendekati frekuensi natural candi maka resonansi getaran akan semakin besar. Untuk dapat membuktikan hal tersebut maka dilakukan percobaan getaran dalam skala laboratorium dengan sumber getaran, dalam hal ini berupa suara, dengan variasi frekuensi yang mendekati dan sama dengan frekuensi natural sampel. Setelah dilakukan pengambilan data di lapangan ternyata getaran yang timbul sangat kecil. Pengukuran data getaran pada saat konser berlangsung sepanjang tahun 2017 menunjukkan getaran yang timbul mencapai kecepatan maksimal 0,085 mm/s, sekitar 4,25 % dari batas ambang yang dikeluarkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup yaitu sebesar 2mm/s. Getaran yang kecil ini tidak dapat dijadikan acuan dalam menetapkan batas ambang kebisingan atau tingkat intensitas suara pada cagar budaya sehingga hasil dari kajian ini hanya bisa menetapkan batas ambang berdasarkan frekuensi yang diperbolehkan.
Kajian Pengaruh Intensitas Suara Terhadap Bangunan Cagar Budaya Berbahan Batu Tahap II Linus Setyo Adhidhuto; Jati Kurniawan; Nur Amri Susilo; Puji Santoso; Ajar Priyanto
Borobudur Vol. 13 No. 2 (2019): Jurnal Konservasi Cagar Budaya Borobudur
Publisher : Balai Konservasi Borobudur Magelang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33374/jurnalkonservasicagarbudaya.v13i2.210

Abstract

Kegiatan konser musik atau acara lainnya yang menggunakan sound system besar sering dilaksanakan di Candi Borobudur, Candi Prambanan serta candi-candi lainnya. Hal ini menimbulkan kekhawatiran di kalangan pelestari cagar budaya akan dampak buruk suara keras yang dihasilkan oleh speaker terhadap cagar budaya. Pada kajian tahap pertama telah dilaksanakan pengukuran getaran yang timbul pada lantai dan dinding pemikul beban candi akibat terpapar suara keras ketika berlangsung konser dan acara lainnya. Pada kajian tahap kedua ini dilakukan pengukuran getaran pada komponen batu candi bagian paling atas yang tidak menerima beban di atasnya sehingga tidak ada redaman tambahan akibat beban batu lain. Selain itu juga dilakukan percobaan getaran akibat suara dengan variasi ukuran serta susunan batu untuk dapat membuktikan terjadinya fenomena resonansi getaran. Pengukuran kecepatan getaran akibat suara konser mencapai 0,0338 mm/s, masih jauh dari batas ambang getaran kejut oleh Kementerian Lingkungan Hidup sebesar 2 mm/s. Hal ini menunjukkan bahwa dengan adanya konser musik yang berlangsung di Candi Borobudur, Candi Mendut dan Candi Prambanan pada tahun 2017 dan 2018 tidak menimbulkan getaran yang berbahaya bagi struktur candi, baik itu getaran pada lantai, komponen pemikul beban dan batu teratas. Fenomena resonansi batu pada frekuensi naturalnya bisa terjadi dengan pertimbangan bahwa batu berukuran kecil dan ringan, memiliki frekuensi natural yang rendah dalam rentang audiosonik, serta diapit batu lain dengan frekuensi natural yang mirip. Dari hasil kajian ini juga ditetapkan batas intensitas suara di depan speaker pada titik-titik yang sering digunakan sebagai panggung. Penetapan batas ambang ini didasarkan pada kesehatan manusia yang berada di lingkungan candi, mengingat kecilnya dampak suara terhadap bangunan dan struktur cagar budaya berbahan batu.