Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search

REINTERPRETASI KONSEP KAFĀ’AH (Pemahaman Dan Kajian Terhadap Maqaṣid Sharīʻah) ASHWAB MAHASIN
Al-Syakhsiyyah: Journal of Law & Family Studies Vol 2, No 1 (2020)
Publisher : Fakultas Syariah IAIN Ponorogo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21154/syakhsiyyah.v2i1.2158

Abstract

ABSTRAK ; Perkawinan merupakan salah satu aplikasi sosial dari konsep maqashid syari’ah yaitu sebagai kelanjutan dari hifdz an-nasl dengan cara menyatukan antara laki-laki dan perempuan dalam satu ikatan yang sah untuk membentuk keluarga yang bahagia. Salah satu cara yang dilakukan sebelum berlangsungkan ikatan perkawinan yaitu perlu diupayakannya mencari calon yang baik dan sesuai, maka konsep kafā’ah sangat penting untuk diketahui. Dalam konsep ini, masih terjadi perbedaan wacana dan pemahaman dalam menerapkan secara konkret dalam masyarakat antara teks dan konteks maupun normatifisme dengan historisitasnya. Walaupun kafā’ah bukan perkara yang baru dan para ulama telah banyak yang mengkaji dan ada beberapa kesepakatan tetapi dalam prakteknya perlu dikembangkan atau direorientasikan seiring perkembangan zaman dengan tetap mengacu pada tujuan syari’ah. Pemahaman konsep ini perlu adanya perpaduan teori yang pada intinya dapat diambil sebuah garis tengah bahwa konsep kafā’ah memandang pentingnya nilai kesepadanan yang dijadikan sebagai cara untuk mencari calon pasangan yang sesuai dan serasi dalam membentuk rumah tangga. Akan tetapi, konsep kafā’ah tidak boleh dijadikan sebagai langkah untuk mengetahui seseorang dengan maksud mendiskriminasi perbedaan dan melebihkan seseorang dalam hal tertetu. Dengan demikian, pensyari’ahan kafā’ah dalam perkawinan merupakan langkah antisipasi rusaknya hubungan suami-isteri setelah berlangsungkan aqad nikah sehingga dapat terbentuk keluarga yang sakinah, mawaddah wa rohmah baik dari segi sosial, ekonomi, maupun agama. Dan kafā’ah yang semula merupakan suatu ukuran kesepadanan yang mempertimbangkan agama, harta, keturunan, pekerjaan dapat dipertegas menjadi kesesuaian yang berdasarkan kecocokan dalam hati tanpa paksaan dengan diperkuatkan keserasian berkeyakinan dalam beragama untuk membangun rumah tangga yang bahagia.
“Poligami” Bentuk Ketaatan Atau Keegoisan Antara Suami Dan Istri (Kajian Surat An-Nisa Ayat 3 Dan Undang-Undang Perkawinan) Ashwab Mahasin
Khuluqiyya: Jurnal Kajian Hukum dan Studi Islam Vol. 2 No. 2 (2020): ISSN 2655-8882
Publisher : STAI Al-Hikmah 2

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (309.664 KB) | DOI: 10.56593/khuluqiyya.v2i2.51

Abstract

Pemahaman tentang “poligami” yang mungkin bisa menjadi suatu bentuk ketaatan atau keegoisan suami atau istri antara mau poligami dan tidak mau dipoligami yang dikaji melalui pemahaman ayat/nash dan undang-undang perkawinan merupakan hal yang perlu dijabarkan dalam karya ini. Pendekatan tekstual dan kontekstual digunakan untuk memahami pesan dalam nash dan undang-undang sebagai aturan dalam negara hukum sebagai bentuk ketaatan dalam beragama dan bernegara. Dengan mempertimbangkan konteks sosial - historis terhadap ayat-ayat poligami, dapat menentukan apakah pesan ayat tersebut menekankan pada poligami yang bisa diaplikasiakan secara universal atau hanya dalam konteks tertentu, dengan tetap mempertimbangkan syarat-syarat dan prosedur yang ditetapkan dalam undang-undang perkawinan. Berdasar pemahaman penulis, titik temu atau penghubung antara kedua sumber hukum baik nash maupun undang-undang, yaitu perlindungan terhadap anak-anak yatim dan wanita/janda. Hukum poligami bersifat temporal dengan tidak adanya pelarangan atau keharusan melakukannya, sehingga hanya diperbolehkan dalam konteks tertentu dan prosedur yang ketat untuk memperoleh izin di pengadilan sebagai bentuk ketaatan beragama dan bernegar. Hal ini menunjukkan baik agama maupun undang-undang menghendaki adanya praktek monogami dalam pernikahan.