Claim Missing Document
Check
Articles

Found 16 Documents
Search

Makna Agama sebagai Tradisi dalam Bingkai Filsafat Perennial Amin, Husna
Jurnal Filsafat "WISDOM" Vol 22, No 3 (2012)
Publisher : Fakultas Filsafat, Universitas Gadjah Mada Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Memikirkan serta merumuskan kembali makna agama merupakan tanggung jawab seluruh umat beragama di dunia. Hal ini dimotivasi oleh situasi dan kondisi kehidupan umat beragama saat ini sangat buruk. Agama seringkali tampil dalam wajah yang suram, keras dan kejam. Berbagai kekerasan yang muncul, hampir tidak bisa dipisahkan dengan agama, bahkan agama dianggap sebagai sumber kekerasan dan agama juga pada akhirnya yang dituntut untuk bertanggung jawab menyelesaikan persoalan tersebut. Agama kini ditantang oleh zamannya, sehingga dibutuhkan kesiapan intelektual masing-masing umat beragama untuk mempertahankan nilai kehadiran dan kesucian agama sebagai alternatif mengatasi kompleksitas masalah agama yang muncul akhir-akhir ini.Mendudukan agama pada posisi yang sebenarnya mengharuskan kita mengkaji eksistensi agama sebagai sebuah tradisi. Agama sebagai tradisi dalam bingkai Filsafat perennial merupakan sesuatu yang ada dan akan senantiasa. Agama dalam bingkai tradisi tidak hanya sekedar aturan kehidupan yang dianut umat beragama, tetapi telah menjadi fitrah hakiki kemanusiaan yang secara bersahaja ditanamkan Allah swt dalam hati manusia atau hakikat primordialnya. Tradisi adalah jantung atau inti ajaran agama yang senantiasa terjaga dan terpelihara dalam kitab suci yang lebih dikenal dengan scientia sacra perspektif Filsafat Perennial. Tulisan ini mencoba mengupas Agama sebagai tradisi dalam  bingkai Filsafat Perennial, sebuah upaya mengembalikan agama pada posisi yang sebenarnya, bukan sekedar kontruksi pemikiran, tetapi menuai tradisi sebagai inti sari agama sebagai dasar fundamental tumbuh dan berkembangnya tradisi-tradisi lainnya. Di atas tradisi sakral dan primordial inilah bangunan peradaban manusia maju dan kokoh.Kata kunci: Agama, Tradisi dan Filsafat Perennial
Makna Agama sebagai Tradisi dalam Bingkai Filsafat Perennial Amin, Husna
Jurnal Filsafat "WISDOM" Vol 22, No 3 (2012)
Publisher : Fakultas Filsafat, Universitas Gadjah Mada Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22146/jf.3094

Abstract

Memikirkan serta merumuskan kembali makna agama merupakan tanggung jawab seluruh umat beragama di dunia. Hal ini dimotivasi oleh situasi dan kondisi kehidupan umat beragama saat ini sangat buruk. Agama seringkali tampil dalam wajah yang suram, keras dan kejam. Berbagai kekerasan yang muncul, hampir tidak bisa dipisahkan dengan agama, bahkan agama dianggap sebagai sumber kekerasan dan agama juga pada akhirnya yang dituntut untuk bertanggung jawab menyelesaikan persoalan tersebut. Agama kini ditantang oleh zamannya, sehingga dibutuhkan kesiapan intelektual masing-masing umat beragama untuk mempertahankan nilai kehadiran dan kesucian agama sebagai alternatif mengatasi kompleksitas masalah agama yang muncul akhir-akhir ini.Mendudukan agama pada posisi yang sebenarnya mengharuskan kita mengkaji eksistensi agama sebagai sebuah tradisi. Agama sebagai tradisi dalam bingkai Filsafat perennial merupakan sesuatu yang ada dan akan senantiasa. Agama dalam bingkai tradisi tidak hanya sekedar aturan kehidupan yang dianut umat beragama, tetapi telah menjadi fitrah hakiki kemanusiaan yang secara bersahaja ditanamkan Allah swt dalam hati manusia atau hakikat primordialnya. Tradisi adalah jantung atau inti ajaran agama yang senantiasa terjaga dan terpelihara dalam kitab suci yang lebih dikenal dengan scientia sacra perspektif Filsafat Perennial. Tulisan ini mencoba mengupas Agama sebagai tradisi dalam  bingkai Filsafat Perennial, sebuah upaya mengembalikan agama pada posisi yang sebenarnya, bukan sekedar kontruksi pemikiran, tetapi menuai tradisi sebagai inti sari agama sebagai dasar fundamental tumbuh dan berkembangnya tradisi-tradisi lainnya. Di atas tradisi sakral dan primordial inilah bangunan peradaban manusia maju dan kokoh.Kata kunci: Agama, Tradisi dan Filsafat Perennial
Urgensi Mata Kuliah Filsafat Agama dalam Membangun Karakter Bangsa yang Beradab Husna Amin
Substantia: Jurnal Ilmu-Ilmu Ushuluddin Vol 13, No 1 (2011)
Publisher : Fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN Ar-raniry Banda Aceh

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22373/substantia.v13i1.4812

Abstract

More than two centuries, Islam accoutered with attack of civilizations andperceptions of the other world, which threatened every teaching of the religion.The attack has corrupted many parts of Islamic civilization, which were built overthe centuries. For the centuries, Islam established his political independencealmost in whole part of the world. The modern West domination over religion,philosophy, culture, art, politics, social life and others has continued penetrating the depth and width of Dar al-Islam, which has threatened not only traditional institutions of Muslim community but also Islam as a religion. Guidance and solution to overcome these problems become more difficult not only caused by the complexity and chaos of modernity but is also contributed by majority Muslim who ignore the teaching of their faith. Pragmatic-empiric lifestyle deeply brings human to forget the existential dimension of self as creation that are responsible to himself and God. It is that led to destruction of human civilization. So that it is urgent for clergies to put forward their motivation and consciousness to be universal law (moral) to gauge their activities. The nation’s characters that is supposedly in the frame of universal law as determinant of one civilization now shift to and is replaced by earthly positive-empiric law, which led a state to the destruction and the abjection. This article offers the philosophy of religion as an alternative to overcome the nation problems. Through practicing rationalphilosophical thinking (philosophy) and mystic - spiritual (religion) methods evenly in the perspective of philosophy of religion, the writer attempts to analyses  the nation problem and provide alternative thoughts to save the civilization.
Kontekstualisasi Islam Tradisional dalam Bingkai Filsafat Perennial; Studi Wacana Pluralitas dan Masa Depan Agama Husna M. Amin
Substantia: Jurnal Ilmu-Ilmu Ushuluddin Vol 12, No 1 (2010)
Publisher : Fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN Ar-raniry Banda Aceh

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22373/substantia.v12i1.3786

Abstract

Religion is a fundamental need for human being and cannot be changed by other forms, such economic is politic, culture, science etc. Religion is a symbol for giving the mean of live comprehensively. Relegion concepyually is considered an ultimate non material cocial fact. The man cannot feel any usefulnese of Religion without understanding basics corectly, rationally, the contemporary moslem schoolars studied the problem realted to religion seriously. The writing try to refocus the same thing. However, it wiil be concentrated an the vision and comprehensive understanding about iraditional Islam in Perennial Phylosophy approach. Iraditional Islam is relevan offer for solusing the problem of harmony and dialogical approach.
Ayer dan Kritik Logical-Positivism: Studi Metafisika Ketuhanan Husna Amin
Substantia: Jurnal Ilmu-Ilmu Ushuluddin Vol 17, No 1 (2015)
Publisher : Fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN Ar-raniry Banda Aceh

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22373/substantia.v17i1.4112

Abstract

Intellect as perception never falls to be perceived mind without losing a large part of its substantial real during the perception. Intellect in itself has potential to evade from any attempt to perceive things objectively. Its ability to comprehensively explain subject is illogical because human’ capacity determines discourses that reveal rejection to it such as science, which is making attempt to deeply penetrate the field of religious and theological discourses. When human could not understand the intellect in them, so how could human understand the higher state than human consciousness in the hierarchy of existence? Being in the highest state, God undeservedly goes down to the realm of human knowledge. In the other words, God understands human, but human could not expect to understand God. At the same time, in the middle of the faith wave, human acknowledge that God is an indefinite mystery and is not reality that human intellect could perceive and understand. This article explores the positivism logic of Alfred Ayer and his critic to metaphysic of God
Aktualisasi Humanisme Religius Menuju Humanisme Spiritual dalam Bingkai Filsafat Agama Husna Amin
Substantia: Jurnal Ilmu-Ilmu Ushuluddin Vol 15, No 1 (2013)
Publisher : Fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN Ar-raniry Banda Aceh

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22373/substantia.v15i1.4885

Abstract

An understanding of the universal values of human existence that does not  differ individually, an attitude humanistic into the spirit of the movement of  religious and philosophical. Humanism was born in the spectrum of modern  thought, just fight for these values. But in its development, teaching the  humanities have negative implications in addition to providing positive things for  the spirit of humanity. Behind these two spheres, it must be admitted that neither  philosophy nor religion, basically moving and growing in a single purpose, which  is to fight for and defend human life order. Both will not be meaningful, if it does  not consider the value of humanity. Religious Humanism is a philosophical  connectivity that determines the course of human life taken is objective, rational,  ethical and religious. Human freedom is a central theme religious humanism, but  the freedom he fought for freedom not absolute or medieval antithesis which  incidentally is considered balanced between religious interests and the interests of  humanity. Man is the center of reality, so everything must be returned to him and  the phenomenon of human existence is not justified interpretation of the  phenomenon that place people as marginal entities
Deradikalisasi Pemahaman Al-Qur’an (Ayat-ayat Jihad dan Qital) Husna Amin; Saiful Akmal
TAFSE: Journal of Qur'anic Studies Vol 6, No 1 (2021)
Publisher : Program Studi Ilmu Al-Qur'an dan Tafsir Fakultas Ushuluddin dan Filsafat, UIN Ar-Raniry

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (421.989 KB) | DOI: 10.22373/tafse.v6i1.9540

Abstract

This study tries to explain the verses of the Qur'an which are often used as triggers for the emergence of radical actions. Most of the verses are verses of jihad and qital. The verses in text meaning symbolize something hard, because the meaning of jihad is serious while qital means killing. However, if a deeper study is carried out, will be found that the meaning of the verse cannot be seen only textually but also must look at environmental factors when the verse was revealed and the politics at that time. Then the Arabic word has a meaning that varies according to the context of the discussion. Then the word qital does mean to kill, but the verses that contain the word can not only be seen from the outward meaning but also reviewing the historical and sociological because al-Qur'an came down gradually according to circumstances and needs of people. Studi ini mencoba untuk menjelaskan ayat-ayat al-Qur’an yang sering digunakan sebagai pemantik terhadap munculnya tindakan radikal. Sebagian besar ayat-ayat tersebut adalah ayat yang di dalamnya terdapat kata jihad dan qital. Ayat-ayat tersebut secara zahir memang melambangkan sesuatu yang bersifat keras, karena makna jihad adalah bersungguh-sungguh sedangkan qital bermakna membunuh.  Namun, jika dilakukan penelitian lebih dalam maka akan didapati bahwa makna ayat tersebut tidak bisa dilihat secara tekstual saja, tapi juga harus melihat faktor lingkungan ketika ayat tersebut diturunkan, perpolitikan pada masa itu dan kaidah-kaidah ulum al-Qur’an sebagai acuan dalam penafsiran. Dalam bahasa Arab, ada kata yang mempunyai makna yang beragam sesuai dengan konteks pembahasan. Kata qital memang berarti membunuh, namun ayat-ayat yang mengandung kata tersebut tidak bisa hanya dilihat dari makna lahiriah saja tetapi juga meninjau jejak histrori dan sosiologi waktu ketika al-Qur’an turun secara berangsur-angsur sesuai dengan keadaan dan keperluan umat.
PERAN TOKOH MASYARAKAT DALAM MENGATASI PRAKTIK MAGI HITAM DI SIMEULUE Husna Amin
Abrahamic Religions: Jurnal Studi Agama-Agama Vol 1, No 1 (2021)
Publisher : Prodi Studi Agama-Agama

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (202.303 KB) | DOI: 10.22373/arj.v1i1.9481

Abstract

Black Magi is a practice that uses supernatural powers for nefarious purposes. The practice of Black Magi is usually directed at others for various reasons, such as feelings of revenge, hate or for failing to have a girl, or simply testing the power of Black Magi science that a person who practices it has. The practice of Black Magi is usually intended to harm others, both physically and mentally. If a person is exposed to Black Magi, it can suddenly go crazy, the stomach enlarges, even until the body blisters, until it emits a foul smell and blood. The disease if it has been hit is difficult to cure. Diseases that are unpretentiously created by using the devil as a source of strength, it is very difficult to cure, so many are sick to chronic, even to death. The phenomenon of Black Magi practice is still found in Central Simeulue Subdistrict, Simeulue Regency, especially in Luan Sorip, Lauke, and Situfa Jaya Villages. the author is interested in further reviewing this. The study tries to explore how public figures view the practice of Black Magi and what efforts have been made to address it. This study is the result of field research using phenomenological approach. The data was obtained by direct observation and in-depth interviews with several community leaders, especially the victims' families. The results of this study are expected to find solutive alternatives that can be offered to the public, so that the Black Magi can at least be bridged, if it can not be eliminated.
Makna Agama sebagai Tradisi dalam Bingkai Filsafat Perennial Husna Amin
Jurnal Filsafat "WISDOM" Vol 22, No 3 (2012)
Publisher : Fakultas Filsafat, Universitas Gadjah Mada Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22146/jf.3094

Abstract

Memikirkan serta merumuskan kembali makna agama merupakan tanggung jawab seluruh umat beragama di dunia. Hal ini dimotivasi oleh situasi dan kondisi kehidupan umat beragama saat ini sangat buruk. Agama seringkali tampil dalam wajah yang suram, keras dan kejam. Berbagai kekerasan yang muncul, hampir tidak bisa dipisahkan dengan agama, bahkan agama dianggap sebagai sumber kekerasan dan agama juga pada akhirnya yang dituntut untuk bertanggung jawab menyelesaikan persoalan tersebut. Agama kini ditantang oleh zamannya, sehingga dibutuhkan kesiapan intelektual masing-masing umat beragama untuk mempertahankan nilai kehadiran dan kesucian agama sebagai alternatif mengatasi kompleksitas masalah agama yang muncul akhir-akhir ini.Mendudukan agama pada posisi yang sebenarnya mengharuskan kita mengkaji eksistensi agama sebagai sebuah tradisi. Agama sebagai tradisi dalam bingkai Filsafat perennial merupakan sesuatu yang ada dan akan senantiasa. Agama dalam bingkai tradisi tidak hanya sekedar aturan kehidupan yang dianut umat beragama, tetapi telah menjadi fitrah hakiki kemanusiaan yang secara bersahaja ditanamkan Allah swt dalam hati manusia atau hakikat primordialnya. Tradisi adalah jantung atau inti ajaran agama yang senantiasa terjaga dan terpelihara dalam kitab suci yang lebih dikenal dengan scientia sacra perspektif Filsafat Perennial. Tulisan ini mencoba mengupas Agama sebagai tradisi dalam  bingkai Filsafat Perennial, sebuah upaya mengembalikan agama pada posisi yang sebenarnya, bukan sekedar kontruksi pemikiran, tetapi menuai tradisi sebagai inti sari agama sebagai dasar fundamental tumbuh dan berkembangnya tradisi-tradisi lainnya. Di atas tradisi sakral dan primordial inilah bangunan peradaban manusia maju dan kokoh.Kata kunci: Agama, Tradisi dan Filsafat Perennial
Nilai-Nilai Filosofis Edet Sumang dalam Masyarakat Linung Bulen II, Kecamatan Bintang, Aceh Tengah Khairum Ayu Ningsih; Husna Amin
Jurnal Pemikiran Islam Vol 2, No 1 (2022): Januari-Juni
Publisher : Program Studi Aqidah dan Filsafat Islam

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22373/jpi.v2i1.13141

Abstract

The people of Kampung Linung Bulen II have a way of regulating their behavior and daily social arrangements by Islamic Shari'a values. One of them is Edet Sumang. This study aims to identify the history of the birth of Edet Sumang and its influence on the understanding of the people of Linung Bulen II, Bintang District, Central Aceh Regency. This is field research that uses descriptive research methods and a qualitative approach. primary data is obtained from interviews with predetermined informants, secondary data is obtained from the relevant literature. The results of the study show that Edet Sumang's philosophy is seen in the morals that govern people's lives, this rule is useful for guiding people's attitudes and behavior. Edet Sumang as pemeger (fence) and protector of society from things that are considered inappropriate (inappropriate). Efforts to maintain Edet Sumang are very important because Edet Sumang can have a positive influence on the lives of the people of Linung Bulen II, Bintang District, Central Aceh Regency.AbstrakMasyarakat Kampung Linung Bulen II mempunyai adat istiadat untuk mengatur pola perilaku dan tata pergaulan sehari-hari sesuai dengan nilai-nilai syari’at Islam. Salah satu adat istiadat masyarakat yang dimaksud adalah Edet Sumang. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui  sejarah lahirnya Edet Sumang serta pengaruh Edet Sumang dalam pemahaman masyarakat Linung Bulen II, Kecamatan Bintang, Kabupaten Aceh Tengah. Penelitian ini merupakan penelitian lapangan, dengan menggunakan metode penelitian deskriftif dan pendekatan kualitatif. Sumber data yang digunakan adalah data primer yang bersumber dari wawancara dengan para informan yang telah ditentukan, sementara data sekunder adalah kutipan-kutipan dari hasil penelitian yang dilakukan oleh para peneliti sebelumnya. Hasil penelitian menunjukan filosofi Edet Sumang berupa pesan yang mengatur dan mengukur aspek kehidupan masyarakat, aturan ini berguna untuk menuntun sikap, perilaku pada masyarakat itu sendiri.  Edet Sumang sebagai pemeger (Pagar) dan pelindung dirinya dari hal yang dianggap gere pantas (tidak pantas). Usaha untuk mempertahankan Edet Sumang sangat penting karena Edet Sumang dapat memberikan pengaruh positif terhadap kehidupan masyarakat Linung Bulen II, Kecamatan Bintang, Kabupaten Aceh Tengah.