Claim Missing Document
Check
Articles

Found 4 Documents
Search

Peran Extracellular polysaccharides (EPS) dalam Simbiosis Legum-Rhizobia Ramdana Sari; Retno Prayudyaningsih
Buletin Eboni Vol 14, No 2 (2017): Info Teknis Eboni
Publisher : Balai Penelitian dan Pengembangan Lingkungan Hidup dan Kehutanan Makassar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (341.21 KB) | DOI: 10.20886/buleboni.5101

Abstract

Rhizobia merupakan bakteri bintil akar yang mampu menambat nitrogen dari udara dan mengubahnya menjadi ammonia dan nitrat yang dapat dimanfaatkan langsung oleh tanaman untuk mendukung pertumbuhan dan perkembangannya. Isolat rhizobia yang diperoleh dari bintil akar sengon buto (Enterolobium cyclocarpum (Jacq.) Griseb) memiliki morfologi yang bervariasi. Koloni bakteri tertutupi lendir dengan ketebalan berbeda-beda yang disebut Extracelluler polysaccharides (EPS). Senyawa ini berperan dalam simbiosis legum dan rhizobia dalam mendukung proses pengenalan bakteri terhadap akar inang serta infeksinya, seperti yang terjadi pada akar tanaman sengon buto. Selain itu, EPS melindungi sel rhizobia dari kecaman lingkungan yang ekstrim serta pertahanan terhadap senyawa antimikrobial tanaman, membantu bakteri dalam memperoleh makanan, berperan dalam pembentukan mikroagregat dan memantapkan agregat tanah serta melindungi enzim nitrogenase yang sensitif terhadap oksigen di dalam bintil akar. 
Perkembangan Bintil Akar pada Semai Sengon Laut (Paraserianthes falcataria (L) Nielsen) Ramdana Sari; Retno Prayudyaningsih
Buletin Eboni Vol 15, No 2 (2018): Info Teknis Eboni
Publisher : Balai Penelitian dan Pengembangan Lingkungan Hidup dan Kehutanan Makassar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (971.125 KB) | DOI: 10.20886/buleboni.5163

Abstract

Pembentukan bintil akar pada legum terjadi melalui kontak molekular antara rhizobia (mikrosimbion) dengan legum (makrosimbion), seperti pada jenis sengon laut (Paraserianthes falcataria (L) Nielsen). Kontak terjadi ketika akar mensekresikan berbagai macam senyawa (eksudat akar) yang dikenali oleh bakteri sehingga mampu menginfeksi akar. Jumlah dan macam eksudat akar yang dihasilkan tanaman dipengaruhi oleh faktor biotik dan abiotik lingkungan, serta jenis dan umur tanaman. Faktor-faktor tersebut tentu saja juga berpengaruh terhadap pembentukan dan perkembangan bintil akar. Informasi pembentukan dan perkembangan bintil akar pada berbagai umur tanaman masih sangat terbatas. Tulisan ini bertujuan menjelaskan perkembangan bintil akar sengon laut pada umur semai yang berbeda. Pengamatan dilakukan setiap minggu setelah benih berkecambah untuk melihat pembentukan awal dan perkembangan bintil akar. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa sengon laut memiliki tipe bintil akar indeterminate. Awal terbentuknya bintil akar terjadi ketika semai berumur 2 minggu. Jumlah bintil akar relatif meningkat seiring bertambahnya umur semai. Rerata jumlah bintil akar semai adalah 0,33; 1,00; 3,33; 3,33; 2,67; 3,33; 5,00; 4,67; 2,33; 4,67 dan 6,33 (umur semai 2-12 minggu). Informasi awal terbentuknya bintil akar dapat menjadi dasar waktu yang tepat untuk penyapihan dan pemberian inokulum rhizobia pada sengon laut, yaitu pada minggu ke 2-3 setelah berkecambah.
Karakter Isolat Rhizobia dari Tanah Bekas Tambang Nikel dalam Memanfaatkan Oksigen untuk Proses Metabolismenya Ramdana Sari; Retno Prayudyaningsih
Buletin Eboni Vol 14, No 2 (2017): Info Teknis Eboni
Publisher : Balai Penelitian dan Pengembangan Lingkungan Hidup dan Kehutanan Makassar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (533.425 KB) | DOI: 10.20886/buleboni.5108

Abstract

Rhizobia merupakan bakteri heterotrof yang memperoleh energi dari proses penguraian bahan makanan, seperti karbohidrat (glukosa), melalui proses respirasi sel. Umumnya Rhizobia bersifat aerob yang membutuhkan oksigen sebagai aseptor elektron dalam sintesa Adenosin triphosfat (ATP). Namun demikian uji penggunaan oksigen dari 27 isolat Rhizobia menunjukkan adanya variasi dalam penggunaan oksigen. Pengujian dilakukan dengan menumbuhkan isolat pada media Yeast Extract Mannitol Agar (YEMA). Hasil pengujian menunjukkan sebanyak 7 isolat bersifat aerob obligat yang ditandai dengan adanya akumulasi pertumbuhan sel dominan pada permukaan serta kolom media dekat dari permukaan, sebanyak 7 isolat bersifat aerob fakultatif dengan pertumbuhan sel yang merata di dalam media (ditandai dengan media keruh), dan 13 isolat lainnya bersifat mikroaerofilik dengan sel tumbuh pada kolom media dekat dari permukaan. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat variasi kemampuan strain Rhizobia dalam memanfaatkan oksigen pada proses metabolismenya. Informasi mengenai sifat Rhizobia ini diperlukan dalam proses pembuatan inokulum yang akan diaplikasikan sebagai pupuk hayati pada lahan bekas tambang nikel.
MIKORIZA INDIGINOUS DI AREA YANG TERKONTAMINASI LOGAM Cr dan Cu Muhammad Akhsan Akib; Andi Nuddin; Retno Prayudyaningsih
Prosiding Seminar Nasional Sinergitas Multidisiplin Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Vol 2 (2019): Prosiding Seminar Nasional Kedua Sinergitas Multidisiplin Ilmu Pengetahuan dan Teknolo
Publisher : Yayasan Pendidikan dan Research Indonesia (YAPRI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (439.381 KB)

Abstract

Cendawan mikoriza yang mampu beradaptasi dan resisten terhadap lingkungan yang tercemar logam berat mendapat perhatian khusus bagi peneliti phitorhizoremediasi. Tujuan penelitian adalah untuk mengexplorasi mikoriza indiginous dari area yang terkontaminasi logam berat untuk dimanfaatkan sebagai starter agen hayati dalam program phytorhizoremediasi. Penelitian ini dilaksanakan dalam dua fase, yaitu; Pengambilan sampel rhizosfer Polypodium glycyrrhiza, Sumasang sp (nama lokal) dan Spathoglottis plicata di area Sumasang, Sorowako, Indonesia; Sedangkan fase lainnya adalah mengisolasi dan identifikasi spora mikoriza di Laboratorium Mikrobiologi, Balai Penelitian Dan Pengembangan Lingkungan Hidup Dan Kehutanan Makassar, Indonesia. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ditemukan tiga genus mikoriza indigenous yang mampu beradaptasi dan resistensi di area yang terkontaminasi Cr dan Cu yaitu 69,56% Acaulospora sp; 13, 69% Gigaspora sp, dan 17,39% Glomus sp. Identifikasi species mikoriza untuk ketiga genus yang ditemukan merupakan pekerjaan yang menarik dan potensial dimasa yang akan datang.