Claim Missing Document
Check
Articles

Found 7 Documents
Search

PENANGGULANGAN YANG DILAKUKAN POLSEK TAMIANG HULU DALAM PEMBERANTASAAN TINDAK PIDANA NARKOTIKA DI WILAYAH KABUPATEN ACEH TAMIANG Joel Morgan Sinaga; Wina Finely Putri Simangunsong; Muhammad Ansori Lubis; Fitriani Fitriani
JURNAL RECTUM: Tinjauan Yuridis Penanganan Tindak Pidana Vol 4 No 1 (2022): EDISI BULAN JANUARI 2022
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) Universitas Darma Agung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.46930/jurnalrectum.v4i1.1442

Abstract

Penyalahgunaan Narkotika tidak hanya membahayakan diri sendiri saja melainkan dapat berakibat yang lebih buruk, yaitu merubah tata kehidupan masyarakat yang bisa berdampak pada runtuhnya suatu negara. Narkotika dapat menjadi bom waktu bagi negara jika tidak dilakukan pencegahan semaksimal mungkin. Narkotika sangat berbahaya karena dapat merubah pola pikir, suasana hati atau dengan kata lain mempengaruhi perasaan seorang pencandu maupun yang tidak, narkoba menimbulkan efek ketergantungan fisik dan psikologis bagi seorang pencandu narkoba yang berakibat kehilangannya masa depan. Beberapa jenis golongan naekotika yang dapat membahayakan di antranya morphin, heroin, codein, ganja, cocain, hasish, dan juga shabu-shabu. Pengaturan tindak pidana narkotika dalam undang-undang narkotika sebagaimana diatur pada Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika menentukan beberapa tindak pidana narkotika, yakni dalam Pasal 111 sampai dengan Pasal 148 Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Ditentukan juga bahwa pidana yang dapat dijatuhkan berupa pidana mati, pidana penjara, pidana kurungan dan pidana denda. Pidana juga dapat dijatuhkan pada korporasi yakni berupa pencabutan izin usaha; dan/atau. pencabutan status badan hukum.
TINJAUAN HUKUM PELAKSANAAN PARATE EKSEKUSIHAK TANGGUNGAN TANAH DAN BANGUNAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN 1996 Sofian Hendrawan; Saudara Parsaoran Bako; Fitriani Fitriani
JURNAL RECTUM: Tinjauan Yuridis Penanganan Tindak Pidana Vol 4 No 1 (2022): EDISI BULAN JANUARI 2022
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) Universitas Darma Agung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.46930/jurnalrectum.v4i1.1463

Abstract

Perihal eksekusi objek hak tanggungan pada Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan memiliki dua ketentuan pokok sebagaimana tertuang di dalam Pasal 6 dan Pasal 11 ayat (2) huruf e. Pada Pasal 6 jelas memberi petunjukn pelaksanaan eksekusi Hak Tanggungan yaitu dengan penjualan sendiri oleh kreditor melalui pelelangan umum. Sedangkan pada Pasal 11 ayat (2) huruf e tidak secara spesifik memberikan petunjuk tetapi lebih secara umum dengan bunyi: “janji bahwa pemegang hak tanggungan pertama mempunyai hak untuk menjual atas kekuasaan sendiri objek hak tanggungan apabila debitor cidera janji. Mempunyai hak untuk menjual atas kekuasaan sendiri objek hak tanggungan apabila debitor cidera janji.Janji-janji eksekutorial yang dimaksudkan di sini adalah janji-janji yang dimuat di dalam APHT (Akta Pemberian Hak Tanggungan), baik yang secara langsung ataupun yang secara tidak langsung. Janji eksekutorial yang secara langsung dan tepat, digunakan untuk memperlancar proses eksekusi objek hak tanggungan dan janji tersebut dimuat di dalam APHT. Hambatan-hambatan yang timbul dalam pelaksanaan parate eksekusi atas objek jaminan hak tanggungan yang pertama adalah hambatan dari pihak debitor yang tidak kooperatif terhadap proses penjualan tidak melalui lelang. Hambatan ini muncul yaitu apabila pada tahap negosiasi, disepakati bahwa pihak debitor yang aktif mencari pembeli, tetapi pada kenyataannya ternyata debitor mempunyai itikad yang tidak baik, yaitu tidak aktif mencari pembeli dengan harapan bahwa objek hak tanggungan tidak segera dijual.Hal tersebut merupakan itikad yang tidab baik dari debitor yang telah menyalahi kesepakatan awal pada saat negosiasi dan yang selanjutnya adalah hambatan yuridis.
PENJATUHAN PIDANA PENJARA BAGI PENELANTARAN RUMAH TANGGA Fitriani Fitriani
Jurnal Yudisial Vol 14, No 3 (2021): LOCUS STANDI
Publisher : Komisi Yudisial RI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29123/jy.v14i3.448

Abstract

ABSTRAKMenurut Pasal 49 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga, pidana yang dapat dijatuhkan kepada pelaku penelantaran rumah tangga adalah pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau denda paling banyak lima belas juta rupiah. Penjatuhan pidana penjara kepada pelaku sangat tidak efektif apabila dilihat dari tujuan Pasal 4 huruf d Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004. Berdasarkan hal tersebut, dapat dirumuskan permasalahan dalam tulisan ini adalah apakah penjatuhan pidana penjara kepada pelaku penelantaran rumah tangga dalam Putusan Nomor 20/Pid.Sus/2019/PN.Lrt dapat menimbulkan dampak bagi korban tindak pidana penelantaran rumah  tangga? Metode yang digunakan dalam penulisan ini adalah metode penelitian yuridis normatif atau metode penelitian kepustakaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penjatuhan pidana penjara kepada pelaku selama tiga bulan dinilai belum tepat. Dalam pertimbangannya hakim belum sepenuhnya melihat fakta-fakta yang terdapat dalam persidangan, dan tidak memperhatikan ketentuan Pasal 4 huruf d Undang-Undang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga. Selain itu penjatuhan pidana penjara dapat memberikan dampak negatif bagi terdakwa dan korban, baik yang bersifat teknis maupun yang bersifat filosofis, pidana penjara memiliki banyak kelemahan karena sifat pidana penjara membatasi kemerdekaan bergerak. Apabila pelaku dijatuhi pidana penjara maka akan membuat korban semakin terlantar. Seharusnya hakim lebih mengupayakan mediasi dan ganti kerugian, sehingga korban tidak terlantar dengan dijatuhi terdakwa pidana. Dampak bagi korban dapat mengalami kekerasan psikologis, yaitu perasaan terancam, tidak aman, tidak terlindungi, perasaan khawatir, cemas, takut dan bisa berkembang menjadi trauma yang menghalangi dan menghambat aktivitas korban.Kata kunci: penelantaran rumah tangga; mediasi penal; dampak pidana penjara. ABSTRACTAccording to Article 49 of Law Number 23 of 2004 on the Elimination of Domestic Violence, the punishment that may be imposed on perpetrators of criminal cases of domestic negligence is a maximum of 3 (three) years imprisonment or a fine of up to fifteen million rupiahs. The imposition of imprisonment on perpetrators is so futile, in view of the purpose of Article 4 letter d of the Law. On that basis, the problem formulated in this paper is whether the imposition of imprisonment on the perpetrators of domestic negligence case in Decision Number 20/Pid.Sus/2019/PN.Lrt can lead to a certain impact on the victims. The research method used in this analysis is a normative juridical research method or library research. The results show that the imposition of three months imprisonment on the perpetrators is considered inapt. The facts in the trial sessions and the provisions of Article 4 letter d of the Law on the Elimination of Domestic Violence have not yet been fully well-thought-out by the judges in the consideration. In addition, the imposition of imprisonment can lead to negative impacts on the defendant and the victim, both technically and philosophically. Imprisonment has many drawbacks given that it limits freedom of movement. If the perpetrator is sentenced to prison, the victim will be yet more neglected. The judge should have sought more mediation and compensation, so that the victim was not neglected as a result of the defendant’s conviction. The impact on victims includes experiencing psychological violence, such as feelings of being threatened, insecure, unprotected, worried, anxious, and afraid, which can develop into trauma that causes inhibition of the victim’s activities.Keywords: domestic negligence; penal mediation; imprisonment impact. 
PERAN UNIT SABARA KEPOLISIAN RESORT KOTA MEDAN DALAM MENANGGULANGI TINDAK PIDANA PENCURIAN Daniel Bernat Soni Lumban Tungkup; Najib Mustaqim; Fitriani Fitriani; Rudolf Silaban
JURNAL RECTUM: Tinjauan Yuridis Penanganan Tindak Pidana Vol 3 No 1 (2021): EDISI BULAN JANUARI 2021
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) Universitas Darma Agung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.46930/jurnalrectum.v3i1.1907

Abstract

Klasifikasi pencurian yang bermula dari tingkat atas sampai bawah, sehingga dalam setiap peristiwa, sorotan keras terhadap pencurian terus dilancarkan, dalam rangka mengurangi tindak kriminal. Studi ini bertujuan untuk menganalisis peran Unit Sabara Kepolisian Resort Kota Medan dalam menanggulangi tindak pidana pencurian. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian penelitian yuridis normatif. Metode deskriptif adalah metode penelitian yang memusatkan perhatian pada masalah-masalah atau fenomena yang bersifat aktual pada saat penelitian dilakukan, kemudian menggambarkan fakta-fakta tentang masalah yang diselidiki sebagaimana adanya dengan interpretasi rasional dan akurat. Hasil riset menunjukkan bahwa ada beberapa faktor penghambat kepolisian ketika melakukan penanggulangan tindak pidana pencurian, salah satunya karena aturan perundang – undangan, pelaku pencurian yang ditangkap oleh kepolisian ketika di proses hingga tingkat pengadilan, hukuman yang dijatuhi kepada pelaku dinilai terlalu rendah, sehingga membuat pelaku tidak jera. Yang kedua karena luasnya wilayah dan kurangnya personil, polisi tidak dapat menjangkau keseluruhan wilayah yang menjadi tanggungjawabnya. Kekurangan anggaran juga jadi penghambat kepolisian dalam penanggulangan tindak pidana pencurian, karena anggaran yang diberikan kepada tiap tiap polsek tidak mencukupi untuk biaya operasional selama satu tahun untuk kegiatan patroli. Penindakan, penegakan hukum, bersosialisasi kepada masyarakat, patroli rutin, menempatkan personil di wilayah yang dianggap rawan akan terjadinya tindak pidana pencurian, menjadi upaya kepolisian dalam mencegah tindak pidana pencurian.
PERAN UNIT SABARA KEPOLISIAN RESORT KOTA MEDAN DALAM MENANGGULANGI TINDAK PIDANA PENCURIAN Najib Mustaqim; Daniel Bernat Soni Lumban Tungkup; Fitriani Fitriani; Rudolf Silaban
JURNAL RECTUM: Tinjauan Yuridis Penanganan Tindak Pidana Vol 4 No 2 (2022): EDISI BULAN JULI 2022
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) Universitas Darma Agung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.46930/jurnalrectum.v4i2.1740

Abstract

Klasifikasi pencurian yang bermula dari tingkat atas sampai bawah, sehingga dalam setiap peristiwa, sorotan keras terhadap pencurian terus dilancarkan, dalam rangka mengurangi tindak kriminal. Studi ini bertujuan untuk menganalisis peran Unit Sabara Kepolisian Resort Kota Medan dalam menanggulangi tindak pidana pencurian. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian penelitian yuridis normatif. Metode deskriptif adalah metode penelitian yang memusatkan perhatian pada masalah-masalah atau fenomena yang bersifat aktual pada saat penelitian dilakukan, kemudian menggambarkan fakta-fakta tentang masalah yang diselidiki sebagaimana adanya dengan interpretasi rasional dan akurat. Hasil riset menunjukkan bahwa ada beberapa faktor penghambat kepolisian ketika melakukan penanggulangan tindak pidana pencurian, salah satunya karena aturan perundang – undangan, pelaku pencurian yang ditangkap oleh kepolisian ketika di proses hingga tingkat pengadilan, hukuman yang dijatuhi kepada pelaku dinilai terlalu rendah, sehingga membuat pelaku tidak jera. Yang kedua karena luasnya wilayah dan kurangnya personil, polisi tidak dapat menjangkau keseluruhan wilayah yang menjadi tanggungjawabnya. Kekurangan anggaran juga jadi penghambat kepolisian dalam penanggulangan tindak pidana pencurian, karena anggaran yang diberikan kepada tiap tiap polsek tidak mencukupi untuk biaya operasional selama satu tahun untuk kegiatan patroli. Penindakan, penegakan hukum, bersosialisasi kepada masyarakat, patroli rutin, menempatkan personil di wilayah yang dianggap rawan akan terjadinya tindak pidana pencurian, menjadi upaya kepolisian dalam mencegah tindak pidana pencurian.
PENEGAKAN HUKUM TERHADAP PELANGGARAN PROTOKOL KESEHATAN YANG DILAKUKAN MASYARAKAT PADA MASA PANDEMI COVID-19 DI MEDAN NOMOR: 65/PID.C/2021/PN MDN. Sonya Airini Batubara; Sandro Oliver J. Simatupang; Yolanda Munthe; Andrew Defv Pelawi; Roy Agrifa Perangin Angin; Fitriani Fitriani
JURNAL RECTUM: Tinjauan Yuridis Penanganan Tindak Pidana Vol 5 No 1 (2023): EDISI BULAN JANUARI
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) Universitas Darma Agung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.46930/jurnalrectum.v5i1.2933

Abstract

Dalam mengurangi tingkat kriminalitas perlu adanya penegakan hukum di Indonesia demi menciptakan lingkungan yang kondusif. Maraknya pelanggaran hukum yang terjadi terutama selama pandemi COVID-19 menyebabkan banyak kerugian mulai dari materi hingga nyawa. Tujuan penelitian untuk mengetahui upaya lembaga penegak hukum dan sanksi yang diberikan terhadap pelanggar protokol kesehatan selama COVID-19. Metode yang digunakan dalam penelitian hukum ini adalah analisis sumber hukum tertulis yang bersifat deskriptif. Dengan memperoleh hasil bahwa masih banyak orang yang tidak mengikuti protokol kesehatan pada keramaian di tempat-tempat yang ramai hingga larut malam. Upaya satgas melakukan sosialisasi serta pemberian peringatan keras terhadap pelaku pelanggar protokol kesehatan. Satgas COVID-19 telah melakukan peringatan keras terhadap pelaku usaha di kawasan Medan Metropolitan Trade Center (MMTC) yang ditemukan terdapat pengunjung yang tidak mengikuti protokol kesehatan serta penuh, yaitu berupa penutupan kafe sementara
PENJATUHAN PIDANA MATI KEPADA PELAKU TINDAK PIDANA DITINJAU DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2023 TENTANG KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA Fitriani Fitriani
SENTRI: Jurnal Riset Ilmiah Vol. 2 No. 8 (2023): SENTRI : Jurnal Riset Ilmiah, Agustus 2023
Publisher : LPPM Institut Pendidikan Nusantara Global

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.55681/sentri.v2i8.1327

Abstract

According to the provisions of Article 100 paragraph (1) to paragraph (6) of Law Number 1 of 2023, the imposition of capital punishment on the perpetrators of criminal acts must take into account the provisions of the article, in other words, capital punishment is not immediately executed, but with a probationary period of 10 years. Based on this, the problem can be formulated, namely: How is the problem of imposing capital punishment on perpetrators of criminal acts reviewed in Article 100 of Law Number 1 of 2023 concerning the Criminal Code? The research method used in this paper is normative juridical research method. The results of the study show that the imposition of capital punishment on perpetrators of crimes based on the provisions of Article 100 is very ineffective, this is because if the judge imposes capital punishment and the death penalty is not carried out because the defendant has met the criteria of the article, the postponement of capital punishment can have an impact that causes violations of human rights, the impacts related to the postponement of execution include: the occurrence of legal uncertainty which results in death row convicts not being able to exercise their rights to be treated fairly before the law, there is discriminatory treatment, namely by differentiating the term of sentence between one death row convict with others, apart from that there are also indications of torture against death row convicts namely by imposing capital punishment plus imprisonment.