H.M Djakaria
Departemen Radioterapi RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

Published : 12 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 12 Documents
Search

Efek Dasar Radiasi pada Jaringan Arry Setyawan; H.M Djakaria
Radioterapi & Onkologi Indonesia Vol 5, No 1 (2014): Volume 5 No.1 Januari 2014
Publisher : Perhimpunan Dokter Spesialis Onkologi Radiasi Indonesia (PORI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (699.457 KB) | DOI: 10.32532/jori.v5i1.22

Abstract

Dalam pengobatan kanker menggunakan radioterapi, paparan radiasi ke jaringan normal harus menjadi pertimbangan karena efek samping kemudian akan membatasi pengobatan kanker.  Efek atau respon jaringan normal terhadap  radiasi dapat lebih mudah dipahami dengan mengetahui perbedaan tipe organisasi/struktur jaringan. Pada jaringan, terdapat mekanisme homeostasis sebagai respon kehilangan sel akibat cedera. Homeostasis menjamin repopulasi kelompok sel matur fungsional yang bertanggung jawab pada fungsi suatu organ. Sel matur fungsional relatif tidak terpengaruh oleh radiasi dan akan mati sesuai usia biologisnya.   Manifestasi klinis timbul saat terjadi kegagalan repopulasi kelompok sel ini oleh sel pada lapisan prekusor. Efek radiasi pada beberapa jaringan tubuh secara umum dapat dijelaskan dengan prinsip yang sama.
Efek Samping Radiasi pada Jantung Ngakan Putu Daksa Ganapati; H.M Djakaria
Radioterapi & Onkologi Indonesia Vol 7, No 1 (2016): Volume 7 No.1 Januari 2016
Publisher : Perhimpunan Dokter Spesialis Onkologi Radiasi Indonesia (PORI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1462.665 KB) | DOI: 10.32532/jori.v7i1.42

Abstract

Angka kejadian penyakit jantung yang diakibatkan radiasi, semakin meningkat dalam beberapa dekade terakhir, dikarenakan semakin meningkatnya angka kesintasan penderita keganasan pada daerah dada yang mendapat terapi radiasi. Jantung dahulu sempat dikatakan sebagai organ yang relatif resisten terhadap radiasi, namun saat ini dapat dijelaskan bahwa kerusakan pembuluh darah dan fibrosis merupakan mekanisme utama kerusakan jantung akibat radiasi. Berbagai penelitian telah dilakukan untuk mengetahui patofisiologi, faktor–faktor yang mempengaruhi, serta upaya untuk mencegah atau mengurangi angka kejadian gangguan jantung akibat radiasi. Salah satunya dengan menerapkan prinsip radioterapi, yaitu memberikan dosis sebesar–besarnya pada jaringan tumor, dengan memberikan dosis radiasi sekecil–kecilnya pada jaringan sehat.
Kematian Sel Akibat Radiasi Isnaniah Hasan; H.M Djakaria
Radioterapi & Onkologi Indonesia Vol 4, No 2 (2013): Volume 4 No. 2 Juli 2013
Publisher : Perhimpunan Dokter Spesialis Onkologi Radiasi Indonesia (PORI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (935.462 KB) | DOI: 10.32532/jori.v4i2.14

Abstract

Radiasi pengion adalah salah satu modalitas terapi kanker terpenting, disamping bedah dan kemoterapi. Efek radiasi terhadap sistem biologi (radiobiologi) dibagi dalam tiga fase berdasarkan skala waktu,  yakni fisika, kimia dan biologi. Pada tingkat seluler dan molekuler, kematian sel terjadi karena energi radiasi dideposit pada inti sel DNA yang menyebabkan kerusakan rantai ganda DNA, kerusakan rantai tunggal DNA, pindah silang DNA, dan kehilangan basa DNA. Pemahaman tentang mekanisme kematian sel telah berubah dari kerusakan DNA secara langsung  menjadi efek bystander.
Radioterapi pada Karsinoma Sel Basal - Fatmasari; H.M Djakaria
Radioterapi & Onkologi Indonesia Vol 8, No 2 (2017): Volume 8 No.2 Juli 2017
Publisher : Perhimpunan Dokter Spesialis Onkologi Radiasi Indonesia (PORI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (590.852 KB) | DOI: 10.32532/jori.v8i2.68

Abstract

Karsinoma sel basal (KSB) merupakan  kanker kulit yang paling sering terjadi, bersifat slow growing, invasif lokal, agresif dan destruktif  lokal, jarang bermetastasis, namun dapat menyebabkan kerusakan jaringan lokal dan cacat fungsional. Radioterapi sebagai terapi utama dalam kondisi tertentu mampu memberikan hasil yang baik. Begitu pula sebagai terapi adjuvan, radioterapi terbukti mampu menurunkan angka rekurensi dengan konsekuensi kosmetik minimal dan efek samping yang dapat ditoleransi. Oleh karena itu, pertimbangan radioterapi dalam tatalaksana KSB harus dimasukkan ke dalam pengambilan keputusan klinis dan manajemen multidisiplin.
Peran Radiasi dalam Tatalaksana Retinoblastoma Aurika Sinambela; H.M Djakaria
Radioterapi & Onkologi Indonesia Vol 8, No 2 (2017): Volume 8 No.2 Juli 2017
Publisher : Perhimpunan Dokter Spesialis Onkologi Radiasi Indonesia (PORI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (801.015 KB) | DOI: 10.32532/jori.v8i2.64

Abstract

Retinoblastoma merupakan keganasan orbita tersering pada anak. Leukokoria merupakan tanda utama pada 80% pasien, diikuti strabismus, penurunan visus, hingga perdarahan vitreus pada penyakit stadium lanjut. Retinoblstoma dapat bersifat unilateral maupun bilateral, herediter maupun non-herediter, di mana terjadi mutasi pada kedua alel gen RB1 pada lengan panjang kromosom 13 (13q14). Tujuan utama terapi retinoblastoma adalah penyelamatan hidup pasien dan tujuan sekundernya adalah penyelamatan bola mata dan fungsi penglihatan. Agar tujuan ini tercapai, diagnosis dini dan tatalaksana multimodalitas yang terdiri atas kemoterapi, terapi fokal, operasi, dan radiasi oleh tim multidisiplin diperlukan.  Laju sintasan retinoblastoma pada negara berkembang mencapai >95% namun pada negara sedang berkembang, mortalitas retinoblastoma masih tinggi, mencapai 40-70% karena keterlambatan diagnosis dan terapi.
Prinsip Umum Penatalaksanaan Reiradiasi Novita Ariani; H.M Djakaria
Radioterapi & Onkologi Indonesia Vol 4, No 2 (2013): Volume 4 No. 2 Juli 2013
Publisher : Perhimpunan Dokter Spesialis Onkologi Radiasi Indonesia (PORI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1052.094 KB) | DOI: 10.32532/jori.v4i2.15

Abstract

Penatalaksanaan reiradiasi merupakan salah satu pilihan terapi yang cukup baik pada kasus keganasan rekuren. Namun, banyak hal mendasar yang harus dijadikan pertimbangan sebelum memutuskan untuk melakukan reiradiasi; berkaitan dengan efektivitas, kualitas hidup pasien, serta kemungkinan efek samping pada jaringan normal. Berbagai literatur memberikan hasil yang bervariasi terhadap efektivitas reiradiasi, tetapi secara umum menyebutkan bahwa reiradiasi mampu laksana pada berbagai keganasan rekuren dengan efek samping jaringan sehat yang bisa ditoleransi. Makalah ini menjelaskan prinsip-prinsip umum yang menjadi pertimbangan sebelum dilakukan reiradiasi.
Peran Substansi Kimia dalam Memodifikasi Respon Radiasi Adji Kusumadjati; H.M Djakaria
Radioterapi & Onkologi Indonesia Vol 6, No 1 (2015): Volume 6 No.1 Januari 2015
Publisher : Perhimpunan Dokter Spesialis Onkologi Radiasi Indonesia (PORI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1154.831 KB) | DOI: 10.32532/jori.v6i1.29

Abstract

Radioterapi merupakan modalitas klinis yang menggunakan radiasi sinar pengion untuk mengobati pasien dengan neoplasma ganas dalam rangka kontrol lokal dan meningkatkan kualitas hidup. Rasio terapeutik didefinisikan sebagai perbandingan antara tumor control probability (TCP) dan normal tissue control probability (NTCP) yang digambarkan dalam bentuk kurva sigmoid dosis-respons. Mencapai keseimbangan optimal  antara TCP dan NTCP merupakan tujuan dari pengobatan. Peningkatan rasio terapeutik dalam rangka  optimalisasi terapi  dapat dilakukan dengan berbagai macam metode, salah satunya adalah dengan penggunaan substansi kimia yang dapat memodifikasi respons radiasi (chemical modifiers) dengan strategi antara lain: kombinasi radiasi dengan kemoterapi, penggunaan radiosensitiser dan radioprotektor,  peningkatan oksigenasi serta penggunaan terapi target (targeted therapy).
Kraniofaringioma Montesqieu Silalahi; H.M Djakaria
Radioterapi & Onkologi Indonesia Vol 8, No 1 (2017): Volume 8 No.1 Januari 2017
Publisher : Perhimpunan Dokter Spesialis Onkologi Radiasi Indonesia (PORI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1295.933 KB) | DOI: 10.32532/jori.v8i1.60

Abstract

Kraniofaringioma merupakan tumor jinak regio sella yang jarang terjadi dan penanganannya memiliki kesulitan yang tinggi karena lokasinya dan morbiditasnya, serta tingginya laju rekurensi. Di Amerika Serikat, sekitar 1,2-4,6% dari seluruh tumor intrakranial adalah kraniofaringioma. Gambaran khas untuk kraniofaringioma adalah tumor suprasella dengan komponen padat dan kistik yang dapat disertai dengan gambaran kalsifikasi. Reseksi komplit lewat pembedahan diyakini merupakan pilihan tatalaksana terbaik, walaupun sayangnya sulit tercapai. Radiasi eksterna diberikan pada reseksi subtotal dan sebagai terapi utama pada kraniofaringioma rekuren. Teknik radiasi konformal yang diberikan setelah reseksi subtotal baik dengan menggunakan dosis konvensional ataupun dengan teknik stereotactic radiosurgery (SRS) memberikan kontrol lokal yang baik dan mengurangi risiko morbiditas dibandingkan terapi pembedahan yang agresif untuk mencapai reseksi total.
Peran Radioterapi pada Primary Optic Nerve Sheath Meningioma Ericko Ekaputra; H.M Djakaria
Radioterapi & Onkologi Indonesia Vol 7, No 2 (2016): Volume 7 No.2 Juli 2016
Publisher : Perhimpunan Dokter Spesialis Onkologi Radiasi Indonesia (PORI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (847.791 KB) | DOI: 10.32532/jori.v7i2.44

Abstract

Optic Nerve Sheath Meningioma (ONSM) merupakan tumor primer dari jaringan pembungkus saraf optik. Metode diagnosis dan tatalaksana ONSM telah banyak berkembang pada beberapa tahun belakangan. Diagnosis ONSM dapat dilakukan dengan pendekatan klinis, radiologis dan biopsi pada kebanyakan kasus. Tatalaksana ONSM bergantung pada beberapa faktor. Pembedahan pada tatalaksana ONSM diasosiasikan dengan tingginya risiko kebutaan. Observasi dapat dilakukan pada pasien dengan defisit penglihatan yang ringan dan tidak progresif. Sedangkan pada kasus progresif dan lanjut, kombinasi pembedahan dan radioterapi untuk tujuan meningkatkan dan mempreservasi penglihatan, Fractionated Stereotactic Radiotherapy (FSRT) dapat digunakan.
Sarkoma Ewing Fenny Gozal; H.M Djakaria
Radioterapi & Onkologi Indonesia Vol 8, No 1 (2017): Volume 8 No.1 Januari 2017
Publisher : Perhimpunan Dokter Spesialis Onkologi Radiasi Indonesia (PORI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1214.526 KB) | DOI: 10.32532/jori.v8i1.58

Abstract

Sarkoma Ewing/ Ewing Sarcoma (ES) merupakan keganasan tulang tersering nomor dua pada anak setelah osteosarkoma. Sebagai tumor dengan derajat keganasan tinggi, seringkali ES terdiagnosis dengan kondisi lesi yang ekstensif serta tidak jarang sudah mengalami metastasis sehingga prognosis pasien menjadi buruk. Tata laksana yang tepat untuk ES menjadi tantangan bagi klinisi dalam menangani pasien. Terapi multimodalitas berupa kombinasi antara kemoterapi, pembedahan dan radioterapi menjadi pilihan terbaik dalam tatalaksana ES yang dapat meningkatkan angka 5 year survival dari pasien ES. Radioterapi dalam hal ini memiliki peranan sebagai terapi definitif, pre operatif maupun sebagai terapi adjuvan post operatif.