Claim Missing Document
Check
Articles

Found 24 Documents
Search

PENERAPAN IPTEK BAGI KELOMPOK USAHA TAHU DI SEMARANG Rochmani, Rochmani; Suliantoro, Adi; Soliha, Euis
Jurnal Abdimas Vol 18, No 1 (2014)
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LP2M), Universitas Negeri Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tahu merupakan makanan yang sering dikonsumsi oleh masyarakat. Sebagaimana kita ketahui bersama, bahwa tahu ini mengandung protein yang tinggi. Bagi sebagian besar masyarakat, untuk memenuhi kebutuhan akan protein ini mereka memilih untuk mengonsumsi tahu. Saat ini di wilayah kampung Kradenan ini ada dua pengusaha tahu, yaitu: Tahu Sumedang dan Tahu Purwokerto. Kedua usaha tahu ini memilih lokasi di Kampung Karadenan karena lokasinya dekat dengan Sungai Kaligarang sehingga kebutuhan air sumur tercukupi, pasokan bahan baku juga mudah diperoleh. Untuk tenaga kerja, mereka mengambil dari wilayah masing-masing. Tenaga kerja usaha tahu Sumedang kebanyakan adalah dari daerah Sumedang. Tenaga kerja usaha tahu Purwokerto juga kebanyakan dari daerah Purwokerto. Adapun proses produksi dari kedua usaha tahu tersebut masih tradisional. Untuk usaha tahu Purwokerto sangat membutuhkan alat pengepres tahu supaya tahu yang dihasilkan bisa padat. Alat pengepres tahu yang sekarang digunakan adalah batu sebagai pemberat untuk mengepres tahu. Selain itu kedua usaha tahu juga membutuhkan bagaimana aspek manajemen khususnya pemasaran bisa diterapkan terutama dalam menghadapi persaingan yang semakin ketat. Hasil dari penerapan iptek ini adalah adanya transfer iptek berupa alat pengepres tahu yang lebih moderen, alat pencetak tahu, dan wajan yang akan bermanfaat dalam proses produksi. Dari aspek pemasaran hasil yang diperoleh adalah adanya perluasan pasar untuk kedua Usaha Tahu.
INSTRUMEN HUKUM PIDANA DALAM PENYELESAIAN PERKARA LINGKUNGAN HIDUP DI PENGADILAN Rochmani, Rochmani; Faozi, Safik; Megawati, Wenny
Proceeding SENDI_U 2018: SEMINAR NASIONAL MULTI DISIPLIN ILMU DAN CALL FOR PAPERS
Publisher : Proceeding SENDI_U

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (537.109 KB)

Abstract

Meskipun banyak ketentuan pidana dalam undang-undang No. 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, namun tidak berarti bahwa perkara pidana lingkungan akan banyak diajukan ke Pengadilan Negeri. Instrumen hukum pidana dalam dalam penyelesaian perkara lingkungan hidup dalam praktik peradilan, hakim biasanya menggunakan instrumen hukum pidana yang diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) Penggunaan instrumen hukum pidana tersebut disamping ada hambatan dalam penyajianalat bukti, masih juga diperlukan pemikiran masalah lainnya yang tidak diatur dalam undang-undang tersebut, terutama perumusan delik lingkungan. Perumusan delik lingkungan merupakan masalah tersendiri dalampenyelesaian perkara lingkungan hidup. Apabila delik lingkungan belum bisa dirumuskan dengan betul tentu akan menyulitkan dalam menyelesaikan perkara lingkungan hidup.Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada penyelenggara hukum dalam penyelesaian perkara lingkungan yang menggunakan instrumen hukum pidana dalam dalam penyelesaian perkara lingkungan hidup di pengadilan. Penelitian ini dikaji dengan menggunakan kajian socio legal yang menekankan pembuatan deskripsi tentang realitas sosial dan hukum, serta berusaha memahami dan menjelaskan logika keterhubungan logis antara keduanya.
PENERAPAN IPTEK BAGI KELOMPOK USAHA TAHU DI SEMARANG Rochmani, Rochmani; Suliantoro, Adi; Soliha, Euis
Jurnal Abdimas Vol 18, No 1 (2014)
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LP2M), Universitas Negeri Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tahu merupakan makanan yang sering dikonsumsi oleh masyarakat. Sebagaimana kita ketahui bersama, bahwa tahu ini mengandung protein yang tinggi. Bagi sebagian besar masyarakat, untuk memenuhi kebutuhan akan protein ini mereka memilih untuk mengonsumsi tahu. Saat ini di wilayah kampung Kradenan ini ada dua pengusaha tahu, yaitu: Tahu Sumedang dan Tahu Purwokerto. Kedua usaha tahu ini memilih lokasi di Kampung Karadenan karena lokasinya dekat dengan Sungai Kaligarang sehingga kebutuhan air sumur tercukupi, pasokan bahan baku juga mudah diperoleh. Untuk tenaga kerja, mereka mengambil dari wilayah masing-masing. Tenaga kerja usaha tahu Sumedang kebanyakan adalah dari daerah Sumedang. Tenaga kerja usaha tahu Purwokerto juga kebanyakan dari daerah Purwokerto. Adapun proses produksi dari kedua usaha tahu tersebut masih tradisional. Untuk usaha tahu Purwokerto sangat membutuhkan alat pengepres tahu supaya tahu yang dihasilkan bisa padat. Alat pengepres tahu yang sekarang digunakan adalah batu sebagai pemberat untuk mengepres tahu. Selain itu kedua usaha tahu juga membutuhkan bagaimana aspek manajemen khususnya pemasaran bisa diterapkan terutama dalam menghadapi persaingan yang semakin ketat. Hasil dari penerapan iptek ini adalah adanya transfer iptek berupa alat pengepres tahu yang lebih moderen, alat pencetak tahu, dan wajan yang akan bermanfaat dalam proses produksi. Dari aspek pemasaran hasil yang diperoleh adalah adanya perluasan pasar untuk kedua Usaha Tahu.
INSTRUMEN HUKUM PIDANA DALAM PENYELESAIAN PERKARA LINGKUNGAN HIDUP DI PENGADILAN Rochmani, Rochmani; Faozi, Safik; Megawati, Wenny
Proceeding SENDI_U 2018: SEMINAR NASIONAL MULTI DISIPLIN ILMU DAN CALL FOR PAPERS
Publisher : Proceeding SENDI_U

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (537.109 KB)

Abstract

Meskipun banyak ketentuan pidana dalam undang-undang No. 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, namun tidak berarti bahwa perkara pidana lingkungan akan banyak diajukan ke Pengadilan Negeri. Instrumen hukum pidana dalam dalam penyelesaian perkara lingkungan hidup dalam praktik peradilan, hakim biasanya menggunakan instrumen hukum pidana yang diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) Penggunaan instrumen hukum pidana tersebut disamping ada hambatan dalam penyajianalat bukti, masih juga diperlukan pemikiran masalah lainnya yang tidak diatur dalam undang-undang tersebut, terutama perumusan delik lingkungan. Perumusan delik lingkungan merupakan masalah tersendiri dalampenyelesaian perkara lingkungan hidup. Apabila delik lingkungan belum bisa dirumuskan dengan betul tentu akan menyulitkan dalam menyelesaikan perkara lingkungan hidup.Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada penyelenggara hukum dalam penyelesaian perkara lingkungan yang menggunakan instrumen hukum pidana dalam dalam penyelesaian perkara lingkungan hidup di pengadilan. Penelitian ini dikaji dengan menggunakan kajian socio legal yang menekankan pembuatan deskripsi tentang realitas sosial dan hukum, serta berusaha memahami dan menjelaskan logika keterhubungan logis antara keduanya.
ASAS PIDANA PRIMIUM REMIDIUM DALAM PENEGAKAN HUKUM LINGKUNGAN HIDUP Rochmani, Rochmani; Faozi, Safik; Megawati, Wenny
Proceeding SENDI_U 2019: SEMINAR NASIONAL MULTI DISIPLIN ILMU DAN CALL FOR PAPERS
Publisher : Proceeding SENDI_U

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (714.153 KB)

Abstract

Penggunaan asas pidana yang kurang tepat dapat memperlemah penegakan hukum lingkungan. Selama ini asas yang digunakan adalah asas “ultimum remidium”. Asas ini mengamanahkan, dalam penyelesaian perkara lingkungan hidup harus dilakukan melalui penegakan hukum administrasi terlebih dahulu. Apabila instrument administrasi tidak berhasil baru bisa menggunakan instrument pidana. Hal ini akan menyadera hakim dalam penyelesaian perkara lingkungan hidup dan melemahkan dalam penegakan hukum lingkungan karena tidak bisa langsung menggunakan instrument pidana yang mempunyai efek jera dan lebih efektif. Asas pidana ”primium remidium” mengamanhakan, apabila dalam perkara lingkungan hidup menimbulkan korban sampai ada yang meninggal dunia dan kerusakan lingkungan hidup sangat berat, langsung bisa menggunakan instrument pidana tanpa melalui penegakan hukum administrasi terlebih dahulu. Asas pidana “primium remidium” lebih tepat diterapkan untuk menyelesaikan perkara lingkungan hidup di pengadilan. Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan eksistensi dan penerapan asas pidana ”primium remidium” dalam penyelesaian perkara lingkungan hidup di pengadilan. Penelitian ini dikaji dengan menggunakan kajian socio – legal, menggunakan pendekatan non doctrinal, spesifikasi penelitian bersifat kualitatif dan menggunakan analisis data kualitatif. Penerapan asas pidana “primium remidium” dalam penegakan hukum lingkungan hidup jarang diterapkan dan eksistensi asas pidana “primium remidium” dalam penegakan hukum lingkungan hidup adalah menggantikan asas pidana “ultimum remidium”. Kata kunci: penegakan, hukum, ultimum remidium, premium remidium
MEDIASI SEBAGAI ALTERNATIF PENYELESAIAN SENKETA DI LUAR PENGADILAN YANG CEPAT, SEDERHANA DAN BIAYA RINGAN Rochmani, Rochmani; Faozi, Safik; Megawati, Wenny
Proceeding SENDI_U 2020: SEMINAR NASIONAL MULTI DISIPLIN ILMU DAN CALL FOR PAPERS
Publisher : Proceeding SENDI_U

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Masih banyaknya penumpukkan atau tunggakan sengketa di pengadilan melalui peradilan umumnya, halini tidak sesuai dengan asas, peradilan cepat, sederhana, dan biaya ringan. Apabila asas tersebut belumterlaksana dengan baik akan berdampak terhadap menumpuknya sengketa di pengdilan. Dengan menumpuknyasengketa yang banyak di pengadilan berarti pencari keadilan belum dapat terlayani dengan baik. Denganbanyaknya penumpukan sengketa di pengdilan, maka perlu alternatif penyelesaian sengketa yang dapatmengurangi penumpukan sengketa di pengadilan. Pentingnya topik penelitian ini, untuk memberikan pemahamanbagi penegak hukum dan pencari kedilan bahwa penyelesaian sengketa tidak hanya melalui pengadilan, tetapidapat juga diselesaiakan di luar pengadilan melalui mediasi. Penelitian ini dikaji dengan menggunakan kajianhukum normatif, spesifikasi penelitian bersifat kualitatif, Sumber data sekunder dan menggunakan analisis datakualitatif. Sengketa yang terjadi di masyarakat tidak harus diselesaikan di pengadilan, bahkan boleh langsungdiselesaiakan dengan menggunakan mediasi sebagai alaternatif penyelesaian sengketa. Mediasi sebagaialternatif dalam penyelesaian sengketa sangat efektif untuk mengurangi penumpukan sengketa di pengadilan.Mediasi merupakan penyelesaian yang menanamkan kepada pihak yang menang tidak merasa menang dan pihakyang kalah tidak merasa pada pihak yang kalah. Jadi mediasi mengedepankan win-win solution bagi parapihak.
DIALOG HUKUM DAN PERUBAHAN SOSIAL Faozi, Safik; Rochmani, Rochmani; Suliantoro, Adi
Proceeding SENDI_U 2020: SEMINAR NASIONAL MULTI DISIPLIN ILMU DAN CALL FOR PAPERS
Publisher : Proceeding SENDI_U

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Perubahan sosial dewasa ini dikontruksi oleh hasil perpaduan perkembangan teknologi informasi dan kapitalisme internasional. Era Industri 5.0 yang berbasis teknologi dan berpusat pada perlindungan kemanusiaan menempatkan posisi hukum dalam perubahan sosial yang sangat strategis yaitu mengintegrasikan pengaruh konvergensi teknologi informasi dan ekonomi global dengan cita hukum untuk melindungi dan menyejahterakan masyarakatnya. Pada era industri 5.0 yang berbasis teknologi dan berpusat pada kemanusiaan, terbuka kemungkinan hukum justru dapat digunakan sebagai media untuk mendialogkan secara kritis nilai-nilai ketuhanan, kemanusiaan, keadilan, keberadaban, pluralitas, dan keadilan sosial.
Penerapan Surat Edaran Mahkamah Agung Mengenai Tindak Pidana Ringan Tentang Pencurian Dibawah Dua Juta Lima Ratus Ribu Rupiah Di Kota Semarang Wenny Megawati; Rochmani Richmani; Safik Faozi
Humani (Hukum dan Masyarakat Madani) Vol 9, No 2 (2019): November
Publisher : Universitas Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (380.361 KB) | DOI: 10.26623/humani.v9i2.1618

Abstract

Banyaknya perkara-perkara pencurian ringan sangatlah tidak tepat di dakwa dengan menggunakan Pasal 362 KUHP yang ancaman pidananya paling lama 5 (lima) tahun. Perkara-perkara pencurian ringan seharusnya masuk dalam kategori tindak pidana ringan (lichte  misdrijvenl) yang mana seharusnya lebih tepat didakwa dengan Pasal 364 KUHP yang ancaman pidananya paling lama 3 (tiga) bulan penjara atau denda paling banyak Rp 250,00 (dua  ratus  lima  puluh  rupiah). Namun dengan seiringnya waktu nilai Rp 250,00 sudah tidak bisa menjadi patokan karena meningkatnya harga perekonomian. Untuk itu di tahun 2012 Mahkamah agung mengeluarkan PERMA No 2 tahun 2012 tentang Penyesuaian Batasan tindak PidanaRingan dan jumlah denda dalam KUHP. Hal ini membuat penulis ingin mengetahui bagaimana Penerapan Surat Edaran Mahkamah Agung Mengenai Tindak Pidana Ringan Tentang Pencurian Dibawah Dua Juta Lima Ratus Ribu Rupiah Di Kota Semarang.Permasalahan yang diangkat yaitu seperti menghitung konsep kerugian materil barang yang dicuri/dirusak oleh Pelaku dan Otoritas dari penerapan Surat Edaran Mahkamah Agung tentang pencurian di bawah dua juta lima ratus ribu rupiah di Kota Semarang.Metode yang digunakan oleh penulis dalam membuat penelitian ini adalah metode pendekatan yuridis empiris, yaitu dengan cara melakukan pemecahan masalah dengan menganalisa kenyataan praktis dalam praktek.Menurut hasil penelitian penulis, ternyata kerugian yang dianggap sebagai tindak pidana ringan berdasarkan ketentuan Peraturan Mahkamah Agung RI Nomor 2 Tahun 2012 yaitu tidak lebih dari Rp. 2.500.000,00 dimana kerugian dari benda dihitung dari harga barang dan tidak bisa dimaknai meluas kemana-mana. Artinya hanya objeknya saja, tidak termasuk hak-hak yang melekat didalamnya, otoritas dari penerapan peraturan tersebut menjadi hak penuh majelis pengadilan karena yang mengeluarkan Perma adalah mahkamah agung, namun adanya penandatanganan Nota Kesepakatan Bersama MAHKUMJAKPOL  tentang  PERMA  Nomor  2  Tahun  2012  antara  Mahkamah Agung  Republik  Indonesia,  Menteri  Hukum  dan  HAM  Republik  Indonesia,  Jaksa Agung  Republik  Indonesia  dan  Kepolisan  Republik Indonesia  demi tercapainya sistem peradilan pidana terpadu (restoratif justice).
RELASI PENYELENGGARAAN PERADILAN PIDANA YANG CEPAT, SEDERHANA DAN BIAYA MURAH TERHADAP PELAKSANAAN PIDANA CAMBUK DI NANGROE ACEH DARUSSALAM: KONSTRUKSI TERHADAP PEMBAHARUAN RUU KUHP Safik Faozi; Rochmani; Wenny Megawati
Jurnal Komunikasi Hukum Vol 8 No 2 (2022): Agustus, Jurnal Komunikasi Hukum
Publisher : Program Studi Ilmu Hukum Fakultas Hukum dan Ilmu Sosial Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.23887/jkh.v8i2.51179

Abstract

Article 2 paragraph 4 of Law no. 48 of 2009 concerning Judicial Powers of Punishment states that trials are carried out in a simple, fast and low cost manner. This principle has been implemented in the implementation of the imposition of caning in Aceh. The implementation is in an open field and ends in 1 day. It is interesting to study from the principles of fast, simple, and low-cost justice. The execution of the caning sentence which ends in 1 day embodies the principle of a fast trial, carried out in the open field by wearing a certain size of rattan, showing a simple trial. The implementation also demonstrates the principle of low-cost justice. In the perspective of the Criminal Code Bill, the implementation of this punishment is based on living law and has been stated in the applicable law in Aceh, realizing the criminal objectives of prevention, fostering perpetrators, restoring balance, and resolving conflicts. Its rationality rests on the laws that live in Aceh, and embodies the principles of fast, simple and low-cost justice. Philosophically, this punishment is built on the basis of the Acehnese people's view of life which relies on philosophical values ​​derived from Islamic law. Sociologically, caning has been around for a long time in Acehnese society. Juridically normative based on the 1945 Constitution, the implementation of caning reflects the law that lives in society as an embodiment of customary units that apply in Acehnese society as stipulated in Article 18 B.
POLITIK KRIMINAL TERHADAP TINDAK PIDANA KEKERASAN SEKSUAL (STUDI TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN NEGERI DAN PENGADILAN TINGGI BANDUNG DENGAN TERDAKWA HERY WIRAWAN Safik Faozi; Rochmani
Jurnal Komunikasi Hukum Vol 9 No 1 (2023): Februari, Jurnal Komunikasi Hukum
Publisher : Program Studi Ilmu Hukum Fakultas Hukum dan Ilmu Sosial Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.23887/jkh.v9i1.55261

Abstract

This study aims to explain the application of criminal law to the perpetrators of criminal acts Herry Wirawan and a study of criminal politics on the application of criminal law to the Bandung District Court Decisions and Bandung High Court Decisions. The crime of sexual violence against children is very worrying. The incident of sexual violence against 13 children by Herry Wirawan, the caretaker and manager of the Islamic boarding school under the Manarul Huda Bandung Foundation, has become national news which is very unusual in attacking the conscience of humanity. Several applications of criminal law are not comprehensive and integrated. As a result, it actually adds to the victims' suffering, especially for children who have a long future ahead and become the backbone of the future. The research is normative juridical with inconcreto legal research specifications. The analysis is in the form of analytical descriptive analysis. The results of the study revealed that the defendant was sentenced to death, subject to restitution for 12 of the victim's children in the amount of Rp. 331,527,186.00, and confiscation of the defendant's foundation assets for the care of 9 children of the victim's child and the victim's child until adulthood or marriage. The application of this law replaces a life sentence, restitution imposed on the government by a first-level judge while still using the dictum of the first-level judge's decision, namely not applying chemical castration and announcing the identity of the perpetrator, a fine of IDR 500,000,000, and freezing, revocation of permits and dissolution of the Foundation. This decision embodies justice for efforts to overcome sexual violence against children and repair the suffering and losses of victims. The first criminal political study, mass media coverage can shape public perceptions of crime and punishment. Second, the imposition of punishment reflects the quality of serious prevention for overcoming sexual violence against children, and protection for victims and increasingly reflects criminal politics when it is integrated into the revocation of licenses by the Ministry of Religion. Third, prevention without sentencing is realized by including restitution penalties that show more civil sanctions, and administrative sanctions on the revocation of licenses and orders for victim care to authorized government institutions.