Claim Missing Document
Check
Articles

Found 1 Documents
Search
Journal : Sense : Journal of Film and Television Studies

Kekerasan Simbolik pada Produksi Komsit Yang Maha Luwes : Dekonstruksi Religiusitas Ketuhanan Umilia Rokhani
Sense: Journal of Film and Television Studies Vol 5, No 2 (2022)
Publisher : Institut Seni Indonesia Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24821/sense.v5i2.8272

Abstract

Produk karya sebagai produksi kultural yang membawa simbol-simbol sebagai bagian dari ekspresi pemikiran agen pemroduksi dapat mendekonstruksi kultur budaya masyarakatnya. Karya yang hadir tidak dari kekosongan budaya juga akan mengisi nilai-nilai yang hidup di tengah masyarakatnya. Salah satu nilai yang dapat turut berkembang adalah nilai-nilai ketuhanan di tengah masyarakat religius. Hal ini dibidik oleh Hompimpa Sinema Nusantara dalam karyanya Yang Maha Luwes. Dengan mengkaji tema karya sebagai bagian dari produksi karya serta menafsirkan nilai-nilai yang dapat digali, nilai-nilai ketuhanan yang ada di tengah masyarakat Indonesia yang religius dapat terdekonstruksi. Oleh karena itu, digunakan pendekatan konstruktivisme sosial yang berkaitan dengan metode production activity yang direlasikan dengan metode hermenutika radikal untuk menafsirkan karya dengan pijakan dekonstruksi Derrida sehingga dapat digunakan untuk melihat nilai-nilai ketuhanan dan menghubungkannya dengan nilai-nilai yang berkembang di masyarakat. Produksi komsit tersebut selain bertujuan untuk menunjukkan eksistensi berkarya, juga memberikan hiburan parodi sederhana kepada masyarakat. Tema terdekat yang diangkat adalah nilai-nilai ketuhanan dengan membentuk konsep parodi sederhana melalui penokohan tuhan dengan sifat-sifat manusia. Pemahaman konstruksi berpikir penikmat atas Tuhan menjadi kontras ketika diperankan dengan sifat-sifat dan kebiasaan manusia. Sekalipun masyarakat Indonesia dikatakan masyarakat religius dengan keberadaan enam agama dan berbagai aliran kepercayaan, tetapi pemahaman awam seolah menempatkan Tuhan berjarak dengan manusia sebagai hamba-Nya. Komsit ini mendekonstruksi pemahaman tersebut dengan menanggalkan dikotomi jauh – dekat, langit – bumi antara Tuhan dan manusia. Tuhan berada di mana pun hamba-Nya berada.