Claim Missing Document
Check
Articles

Found 11 Documents
Search

PENGARUH PERBEDAAN WARNA WADAH TERHADAP SINTASAN DAN PERTUMBUHAN LARVA IKAN BAUNG (Hemibagrus nemurus Blkr) Yosmaniar Yosmaniar; Imam Taufik; Sutrisno Sutrisno
Jurnal Riset Akuakultur Vol 2, No 3 (2007): (Desember 2007)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (81.142 KB) | DOI: 10.15578/jra.2.3.2007.425-429

Abstract

Penelitian warna wadah dilakukan untuk mengetahui pengaruhnya terhadap sintasan dan pertumbuhan larva ikan Baung (Hemibagrus nemurus Blkr.). Penelitian dilakukan di Instalasi Riset Lingkungan Perikanan Budidaya dan Toksikologi Cibalagung, Bogor. Wadah yang digunakan berupa 24 unit akuarium berukuran 70 cm x 40 cm x 45 cm yang diisi air sebanyak 40 L dan dilengkapi aerasi sistem sikulasi air. Hewan uji yang digunakan adalah larva ikan baung umur 1 hari yang ditebar dengan kepadatan10 ekor/L dan diberi pakan alami, yaitu artemia (ad libitum) dan dilanjutkan dengan cacing sutra (at satiation). Perlakuan berupa perbedaan warna wadah, yaitu: kontrol, merah kuning, dan biru. Waktu penelitian selama 21 hari. Hasil penelitian menunjukkan warna wadah tidak berpengaruh terhadap sintasan (18,96%; 19,12%; 18,18%; 10,50%) maupun pertumbuhan.The main purpose of this experiment was know the effect of tank colour differences on survival and growth of catfish(Hemibagrus nemurus Blkr) larvae . The experiment was conducted at Research Station Culture Fishery and Toxicology Cibalagung, Bogor. Twenty four aquaria of 70 cm x40 cm x45 cm in size with 40 L water volume were used in this experiment completed with water circulation system. Each aquarium was stocked with 10 larvae/L of catfish of one day old. The larvae was feed with Artemia salina (ad libitum) and continued with Tubifex (at satiation). Four different tank colour of aquaria were applied i.e control, red, yellow, and blue. Larvae were reared up 21 days. The result showed that colour of aqauaria wee not significantly different on and growth.
PEMELIHARAAN IKAN BETUTU Oxyeleotris marmorata Blkr DENGAN PERIODE PENYINARAN YANG BERBEDA Imam Taufik; Zafril Imran Azwar; Sutrisno Sutrisno; Yosmaniar Yosmaniar
Jurnal Riset Akuakultur Vol 1, No 3 (2006): (Desember 2006)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (515.417 KB) | DOI: 10.15578/jra.1.3.2006.431-436

Abstract

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh periode penyinaran terhadap sintasan dan perkembangan larva ikan betutu
PENGARUH PERBEDAAN SUHU AIR PADA PEMELIHARAAN BENIH IKAN BETUTU (Oxyeleotris marmorata Blkr) DENGAN SISTEM RESIRKULASI Imam Taufik; Zafril Imran Azwar; Sutrisno Sutrisno
Jurnal Riset Akuakultur Vol 4, No 3 (2009): (Desember 2009)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (95.629 KB) | DOI: 10.15578/jra.4.3.2009.319-325

Abstract

Penelitian bertujuan untuk menentukan suhu air yang optimal pada pemeliharaan benih ikan betutu dengan sistem resirkulasi air. Wadah penelitian: 16 unit bak kayu berlapis plastik (1,5 m x 0,7 m x 0,5 m) diisi air 300 L yang masing-masing menggunakan bak filter, ditempatkan dalam ruang terlindung dan dilengkapi dengan aerasi. Hewan uji: benih ikan betutu ukuran fingerling (0,65±0,118 g/ekor), padat tebar 1 ekor/5 liter air, diberi makanan alami berupa cacing dan ikan seribu secara berlebih, dengan waktu pemeliharaan 12 minggu. Perlakuan berupa perbedaan suhu air, yaitu: (a) 26oC; (b) 29oC; (c) 32oC; dan (d) 24oC–28oC. Parameter yang diukur: sintasan, pertumbuhan, dan produktivitas benih ikan betutu serta sifat fisika-kimia air pemeliharaan. Hasil pene-litian menunjukkan bahwa suhu air paling baik adalah 29oC dan 32oC dan secara nyata (P<0,05) berpengaruh terhadap sintasan, pertumbuhan, dan produktivitas ikan betutu.The objective of the research was know the optimum water temperature in rearing of sand goby fingerlings. Sixteen containers of 1.5 m x 0.7 m x 0.5 m in size were used in this experiment. Each container was stocked with 1 fish/5 L. Average fish weight of 0.65±0.118 gram. Four different water temperatures were applied i.e: (a) 26oC; (b) 29oC; (c) 32oC; and (d) 24oC-28oC. The result showed that the water temperature of 29oC and 32oC gave the best result on survival rate, growth rate, and productifity of sand goby.
PENGARUH SISTEM PERGANTIAN AIR YANG BERBEDA PADA PEMELIHARAAN BENIH IKAN BETUTU (Oxyeleotris marmorata Blkr.) Imam Taufik; Zafril Imran Azwar; Sutrisno Sutrisno
Jurnal Riset Akuakultur Vol 3, No 1 (2008): (April 2008)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15578/jra.3.1.2008.53-61

Abstract

Penelitian bertujuan untuk mengetahui sistem pergantian air yang paling baik pada pemeliharaan benih ikan betutu. Wadah penelitian: 12 unit bak kayu berlapis plastik (1,9m x 0,8m x 0,5m) diisi air 500 L, ditempatkan dalam ruang terlindung dan dilengkapi dengan aerasi. Hewan uji: benih ikan betutu ukuran bobot 0,96±0,08 g/ekor, padat tebar 1 ekor/5 liter air, diberi pakan alami secara berlebih dengan waktu pemeliharaan selama 12 minggu. Perlakuan berupa perbedaan sistem pergantian air: (a) resirkulasi, (b) semi-statis, dan (c) continous flow. Parameter yang diukur: sintasan, pertumbuhan, dan produktivitas benih ikan betutu serta sifat fisika-kimia air pemeliharaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pergantian air dengan sistem resirkulasi memberikan sintasan yang paling baik terhadap benih ikan betutu (33,0%) dibanding continous flow (28,3%) dan berbeda nyata (P<0,05) dengan sistem semi-statis (21,3%). Laju pertumbuhan spesifik benih ikan betutu antara perlakuan tidak berbeda nyata (P>0,05) dengan nilai secara berturut-turut sebesar: 1,41%; 1,31%; dan 1,50%.The aim of this experiment is to obtain the information on survival rate and growth of sand goby fries. The experiment was conducted at research station CibalagungBogor. Twelve container of 1.9m x 0.8m x 0.5m were used in this experiment, each container was stocked with 1 fish/5L of sand goby fry with 0.96±0.08 gram weight. Three different water exchange were aplied i.e (a) recirculation, (b) semi static, and (c) continous flow. Each treatment was done in three replicates. The result showed that the recirculation gave the best result on survival rate (33.0%) compared with continous flow (28.3%) and significantly different from semi static (21.3%).
PERFORMANSI BIOLOGIS CALON INDUK PATIN JAMBAL (Pangasius djambal) PADA VOLUME BAK DAN CARA AERASI BERBEDA Taufik Ahmad; Rusmansyah Rusmansyah; Sutrisno Sutrisno
Jurnal Riset Akuakultur Vol 3, No 1 (2008): (April 2008)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (672.682 KB) | DOI: 10.15578/jra.3.1.2008.63-71

Abstract

Ikan patin jambal merupakan ikan lokal yang memiliki nilai lebih, dalam rasa dan warna daging. Namun ikan ini sudah mulai jarang ditemukan dari perairan umum Jawa. Upaya pemijahan patin jambal di hatcheri telah dimulai sejak tahun 1980-an, namun kesulitan memperoleh induk menghambat kelanjutan produksi massal benih. Penelitian ini bertujuan memperoleh ukuran minimal tangki dan cara pengaliran air untuk wadah yang dapat mengakomodir secara maksimal kebutuhan biologis dalam upaya produksi induk patin jambal. Tangki yang digunakan berjumlah 4 buah berbentuk bulat untuk menjamin aliran air maksimal. Dua tangki diisi air sebanyak 10 m3 dan dua lainnya 20 m3, kedalaman air sama, yaitu 130 cm. Pada tiap ukuran tangki, dengan memanfaatkan gaya gravitasi air dialirkan ke dalam satu tangki dari bawah sedang ke dalam tangki satu lagi air dialirkan dari atas, masing-masing debit 0,6—1,0 L/detik. Percobaan dirancang menggunakan Rancangan Acak Lengkap dengan 4 perlakuan dan ulangan mengacu pada jumlah ekor ikan yang hidup pada masing-masing kolam di akhir penelitian (pseudo replicate). Calon induk berbobot 1,5 kg dan belum pernah memijah ditebar dengan komposisi 7 betina 3 jantan pada tangki 10 m3 serta 15 betina dan 5 jantan pada tangki 20 m3. Pakan diberikan tiap hari sebanyak 3% bobot biomassa. Calon induk yang dipelihara dalam tangki 20 m3 dengan aliran dari bawah bertambah 0,610%/hari-1, lebih cepat (P<0,05) dibandingkan dengan tangki lainnya. Untuk perkembangan gonad, jumlah calon induk yang mencapai TKG IV dalam tangki 20 m3, 4 jantan 1 betina, dengan aliran air di bawah lebih banyak dari yang dalam tangki lain. Terbukti bahwa tangki volume 20 m3 dan aliran air di dasar cocok bagi upaya produksi induk patin jambal pada komposisi 15 betina dan 5 jantan.Patin jambal is one of Indonesia indigenous species which is threatened to extinction in Java open water due to development progress as well as over fishing. Further mass production of patin jambal seeds in hatchery faces the unsustainable supply of spawner. Tank size and aeration technique are suspected to affect patin jambal spawner production in captivity since the fish is a riverine species. The experiment aims at providing a suitable environment for such a fish to grow to be productive spawners. Four circular concrete tanks are used to assure maximum water circulation; two tanks were filled with 10 m3 and the other with 20 m3 fresh surface water at equal depth, 130 cm. The surface water was gravitationally flowed from the surface into 2 tanks and from the bottom into 2 other tanks at 0.6-1.0 L sec-1. The fish weighted 1.5 kg each was stocked at 7 female and 3 male into each of 10 m3 tank and at 15 females and 5 males into each of 20 m3 tank.  The experimental units were arranged in a completely randomized design with pseudo replication. The fish fed commercial artificial diet at 3% of biomass weight a day. Fish in the 20 m3 tank equipped with bottom water inlet gained weight 0.601 % day-1 and consequently grew faster (P<0.05) than fish in the other tanks.  Fish in the same tank was also biologically mature faster than fish in the other tanks; four males and one male were found to reach gonad maturity stage IV which was not found in the other tanks. Obviously, a 20 m3 concrete tank equipped with bottom water inlet is suitable for patin jambal spawner production at 15 females to 5 males ratio.
TINGKAT PENCEMARAN LOGAM BERAT PADA EKOSISTEM WADUK DI JAWA BARAT (SAGULING, CIRATA, DAN JATILUHUR) Sutrisno Sutrisno; Santosa Koesoemadinata; Imam Taufik
Jurnal Riset Akuakultur Vol 2, No 1 (2007): (April 2007)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (961.86 KB) | DOI: 10.15578/jra.2.1.2007.103-115

Abstract

Ekosistem waduk di Jawa Barat (Saguling, Cirata, dan Jatiluhur) merupakan perairan yang sangat potensial bagi pengembangan usaha budi daya ikan air tawar dengan sistem keramba jaring apung (KJA). Ekosistem tersebut menghadapi ancaman masuknya cemaran logam berat dari limbah pemukiman, perkotaan, dan industri di sekitarnya, yang dapat berpengaruh negatif terhadap produktivitas perikanan di perairan tersebut. Kegiatan penelitian telah dilakukan untuk menentukan tingkat pencemaran enam logam berat (Mn, Cd, Cr, Cu, Pb, dan Fe) di ekosistem waduk di atas, untuk mendapatkan data dasar sebagai acuan dalam manajemen perikanan budi daya ikan air tawar yang rasional dan lestari di perairan tersebut. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat residu rata-rata keenam logam berat di ketiga waduk tersebut pada umumnya masih sesuai baku mutu air untuk perikanan budi daya air tawar (Peraturan Pemerintah RI  No. 82 Tahun 2001). Tingkat residu logam berat di tiga waduk adalah sebagai berikut: Cirata > Saguling > Jatiluhur. Tingkat konsentrasi logam berat Fe > Mn > Cr > Pb > Cu > Cd. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa residu logam berat dalam air < ikan < sedimen.Reservoir ecosystems in West Java (Saguling, Cirata, and Jatiluhur) are potentially suitable waterbodies for the development of floating cage culture. However these aquatic ecosystems are increasingly endangered by heavy metal pollutants introduced from the neighboring rural development, cities and industrial establishments, which may eventually effects, quantatively as well as qualitatively, the productivity of fisheries in the system. Studies to determine the residu levels of highly toxic metals (Mn, Cd, Cr, Cu, Pb, and Fe) in water, sediment and fish were carried out in the reservoirs to obtain to define the extent of heavy metal pollution in the aquatic ecosystems. Results of this study revealed that the residue level of the six heavy metals measured in the three reservoirs were still within acceptable limits for fish culture according to the water quality standard issued by the government (Indonesian Government Regulation Number 82 Year 2001). The potential metal pollution in the three reservoirs was noted as follows: Cirata > Saguling > Jatiluhur. The amounts of heavy metal concentration detected in the reservoirs were as follows: Fe > Mn > Cr > Pb > Cu > Cd. The study also demonstrated that the increase sequent of heavy metal residues in the reservoirs was: water < fish < the sediment.
PERKEMBANGAN TELUR DAN SPERMA INDUK IKAN BELIDA, Notopterus chitala YANG DIPELIHARA DI KOLAM Anang Hari Kristanto; Nuryadi Nuryadi; Yosmaniar Yosmaniar; Sutrisno Sutrisno
Jurnal Riset Akuakultur Vol 3, No 1 (2008): (April 2008)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1214.944 KB) | DOI: 10.15578/jra.3.1.2008.73-82

Abstract

Penelitian pengamatan telur dan sperma induk ikan belida (Notopterus chitala) yang dipelihara di kolam telah dilakukan dari bulan Agustus 2006—Maret 2007. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perkembangan telur dan sperma induk ikan belida yang dipelihara di kolam. Induk ikan belida dipelihara di kolam dengan pola induk betina saja, induk jantan saja, induk betina dan induk jantan secara bersama. Pengukuran dilakukan terhadap suhu harian, curah hujan, dan konduktivitas selama pemeliharaan serta melihat pengaruhnya terhadap perkembangan telur dan jumlah sperma serta motilitasnya. Selama pengamatan tujuh bulan, peningkatan curah hujan menyebabkan perubahan suhu dan konduktivitas air kolam pemeliharaan dan mempengaruhi jumlah spermatozoa dan motilitasnya demikian juga terhadap perkembangan telurnya. Induk jantan yang dipelihara secara terpisah, setiap bulannya dijumpai induk matang, sedangkan yang dicampur, pada bulan Februari dan Maret tidak dijumpai sperma matang. Pada induk betina baik yang terpisah maupun dicampur, bulan Februari dan Maret tidak dijumpai induk matang.Research on eggs and sperm development of featherback (Notopterus chitala) reared in earthen pond was conducted during August 2006—March 2007. The aim of the research was to observe the eggs and sperm development. Featherback broodstocks were reared in ponds as female only, male only, and female and male broodstock together. Measurement was done on the daily water temperature, conductivity and amount of rainfall during rearing period and also was obseved the eggs development and amount of sperms and their motilities. During the seven months of rearing, increasing the rainfall caused the alteration of temperature and conductivity of pond water. They influenced the amount of sperm and their motility and so did the eggs development. The males broodstock in separated rearing, each month was found matured sperm, while in mixed rearing, on Februari and March was not found. In female broodstock, none of matured female found during February and March.
BUDI DAYA TERPADU Cherax quadricarinatus DAN C. albertisi DENGAN PADI DALAM KOLAM TANAH Taufik Ahmad; Lilis Sofiarsih; Sutrisno Sutrisno
Jurnal Riset Akuakultur Vol 2, No 2 (2007): (Agustus 2007)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (134.134 KB) | DOI: 10.15578/jra.2.2.2007.157-165

Abstract

Produktivitas usaha budi daya Cherax spp. belum diketahui secara pasti apalagi bila dikaitkan dengan isu bahwa cherax dapat memakan benih padi. Produksi benih cherax telah dapat dilakukan di hatcheri namun masih diarahkan terutama pada usaha memproduksi udang hias, padahal cherax di beberapa negara lain telah lama diproduksi sebagai udang konsumsi dan termasuk dalam kelompok crayfish dalam perdagangan hasil perikanan dunia. Rancang bangun wadah untuk mengakomodir sifat biologi, terutama kemampuan merayap keluar wadah, kanibalisme, dan kebiasaan makan tanaman air seperti padi, dicoba diterapkan pada pembesaran cherax secara terpadu. Benih cherax umur 45 hari ditebar pada padat tebar 15 ekor/m2 kedalam bak berukuran 1 m x 1 m x 0,5 m  berpematang dan berdasar tanah. Perlakuan yang diuji spesies cherax dan penanaman padi sebagai naungan dalam kolam. Pakan diberikan sebanyak 3% bobot biomassa dalam bentuk pakan udang windu komersial. Kedalaman air dalam bak dipertahankan 10—20 cm pada pelataran dan sekitar 30—40 cm pada caren atau kobakan. Sampling dilakukan setiap 30 hari untuk mengamati pertumbuhan yang dicerminkan oleh pertambahan panjang total dan karapas serta bobot rataan individu. Pertumbuhan padi, jumlah anakan, dan bulir gabah per malai, dalam petak tempat pemeliharaan cherax yang tidak berbeda (P>0,05) dari dalam petak tanpa cherax membuktikan bahwa cherax bukan pemakan padi. Selain itu, laju bertumbuh cherax dalam petak padi campur tanaman air juga tidak berbeda (P>0,05) dari dalam petak padi. Baik C. quadricarinatus maupun C. albertisi dapat mencapai bobot 20 g selama 90 hari pemeliharaan dalam kolam tanah. Kedua spesies cherax yang diuji merupakan pembuat lobang di pematang, kedalaman lubang berkisar 20—80 cm dan dapat menimbulkan kebocoran. Budi daya C. quadricarinatus dan C. albertisi dapat dikembangkan sebagai sumber penghasilan baru tanpa kekhawatiran dapat mengganggu ketahanan pangan.Cherax spp. in Indonesia is not so well known compare to other crustaceans such as penaeids shrimp, the main aquaculture products. Since the 1990’s, the production of cherax post larvae has been intended to supply the hobbyists of ornamental crustaceans.  No data available of how large is the production of cherax in Indonesia, either for food or ornament. To provide evidence that cherax is not a padi eater, an experiment was carried out in an integrated culture with padi in 1 m x 1 m x 0.5 m earthen ponds. The cherax stocked into the ponds are C. quadricarinatus and C. albertisi, at 15 PL-45/m2 of each different pond. The water depth in each pond is maintained at 30—40 cm on the perimeter ditch. The feed, grower penaeids shrimp feed, is given at 3% biomass weight when necessary. The cherax is sampled every 30 days for total and carapace length as well as individual weight. Number and weight of grain produced and numbers of paddy seedling are the variable observed to monitor padi growth. The number of grains and seedling in cherax ponds which is not significantly different (P>0.05) from those in ponds without cherax indicating that cherax is not padi eater. Either C. quadricarinatus or C. albertisi achieved maximum individual weight of 20 g in 90 days rearing period. Both of the cherax are dyke hole maker, but tend to causing seepage. The depth of the hole ranges from 20—80 cm, just enough for the cherax to hide just after moulting. Obviously, cherax culture could be developed as a new source of income for the farmers and would not cherax is not padi eater. Either C. quadricarinatus or C. albertisi achieved maximum individual weight of 20 g in 90 days rearing period. Both of the cherax are dyke hole maker, but tend to causing seepage. The depth of the hole ranges from 20—80 cm, just enough for the cherax to hide just after moulting. Obviously, cherax culture could be developed as a new source of income for the farmers and would not threaten the production rice, the Indonesian staple food.
FITOREMEDIASI KOLAM PEMELIHARAAN IKAN DENGAN MEMANFAATKAN SAYURAN Nuryadi Nuryadi; Sutrisno Sutrisno; Dewi Puspaningsih
Media Akuakultur Vol 4, No 1 (2009): (Desember 2009)
Publisher : Pusat Riset Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (50.266 KB) | DOI: 10.15578/ma.4.1.2009.50-53

Abstract

Limbah domestik yang mengandung N dan P apabila kadarnya melebihi kemampuan perairan untuk mengurainya, akan memicu pertumbuhan organisme tertentu secara berlebihan dan mengakibatkan ketidakseimbangan ekosistem perairan. Kondisi tersebut apabila tidak ditanggulangi akan mengakibatkan menurunnya kualitas perairan yang akan menurunkan produktivitas dan keanekaragaman hayati perairan tersebut. Arah pembangunan perikanan budidaya air tawar mulai berubah ke arah peningkatan efisiensi penggunaan lahan dan air untuk memproduksi ikan bersih dan sehat dikonsumsi. Teknik fitoremediasi terbukti mampu mengurangi penggunaan lahan dan air dalam kolam sistem tertutup, selain resirkulasi pada sistem akuaponik. Teknik fitoremediasi lebih hemat energi dibanding sistem akuaponik yang kerjanya sangat tergantung dari kerja pompa air, sehingga penggunaan sistem ini dapat mencakup daerah yang lebih luas, terutama di daerah yang belum terjangkau listrik. Fitoremediasi juga dapat memberikan andil dalam pemenuhan pangan yang sehat dengan menghasilkan ikan dan sayuran organik yang bermanfaat.
STUDI PENGARUH SUHU AIR TERHADAP AKTIVITAS BAKTERI BIOREMEDIASI (N TTROSOMONAS DAN N TTROBACTER) PADA PEMELIHARAAN BENIH IKAN PATIN SIAM (Pangasius hypopthalmus) Imam Taufik; Sutrisno Sutrisno; Parwatining Yuliati; Hambali Supriyadi; Siti Subandiyah; lrvan Muthalib
Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia Vol 11, No 7 (2005): (Vol. 11 No. 7 2005)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, BRSDM KP.

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (6069.39 KB) | DOI: 10.15578/jppi.11.7.2005.59-66

Abstract

Studi pengaruh suhu dalam aktivitas bakteri bioremediasi telah diamati dalam rangka menanggulangi penurunan kualitas air pada budi daya ikan patin siam, sehingga mampu meningkatkan sintasan dan memacu pertumbuhan. Wadah yang digunakan berupa 15 akuarium kaca (70 x 40 x 45 cm3) dilengkapi dengan aerasi. Benih ikan patin ukuran 0,2 g/ekor yang digunakan sebagai hewan uji diberi pakan buatan dengan kandungan protein 40% sekenyangnya, dan frekuensi pemberian 3 kali.