Raden Roro Sri Pudji Sinarni Dewi
Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan

Published : 3 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search

TRANSMISI GEN PhGH DAN PERFORMA PERTUMBUHAN IKAN LELE AFRIKA (Clarias gariepinus) TRANSGENIK GENERASI KETIGA Huria Marnis; Bambang Iswanto; Selny Febrida; Imron Imron; Raden Roro Sri Pudji Sinarni Dewi
Jurnal Riset Akuakultur Vol 11, No 3 (2016): (September 2016)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (566.376 KB) | DOI: 10.15578/jra.11.3.2016.225-234

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi transmisi transgen PhGH dan performa ikan lele Afrika transgenik generasi ketiga (F3) yang meliputi pertumbuhan, rasio efisiensi konversi pakan, konsentrasi hormon pertumbuhan dan hormon IGF-I. Ikan lele transgenik F3 telah diproduksi dengan meyilangkan ikan lele transgenik F2 dengan non-transgenik. Deteksi transgen (PhGH) dilakukan menggunakan metode PCR. Analisis hormon pertumbuhan dan hormon insuline-like growth factor (IGF-I) menggunakan sampel serum darah dan metode enzyme linked immunosorbent assay (ELISA). Hasil penelitian menunjukkan bahwa ikan lele transgenik F3 yang digunakan pada pengujian ini terdeteksi positif membawa transgen dengan ukuran fragmen gen sebesar 1.500 bp. Transmisi transgen dari induk F2 ke F3 berkisar 0-75%. Pertumbuhan bobot populasi ikan lele transgenik F3 lebih tinggi 51,26% dibandingkan dengan ikan lele non-transgenik (P<0,05). Pertumbuhan bobot populasi ikan transgenik mencapai 484±60,3 g, sedangkan pertumbuhan bobot ikan non-transgenik 319,98±65,3 g. Nilai rasio konversi pakan ikan lele transgenik F3 sebesar 0,89 sedangkan non-transgenik 1,30. Hal ini menunjukkan bahwa efisiensi pakan ikan lele transgenik F3 lebih tinggi dibandingkan dengan ikan non-transgenik (P<0,05). Ikan lele transgenik mempunyai konsentrasi hormon pertumbuhan (5,67±2,65 ng/mL) yang lebih tinggi (P<0,05) jika dibandingkan dengan ikan lele non-transgenik (3,00±1,41 ng/mL). Ikan lele transgenik juga memiliki kandungan hormon IGF-I (6,63±0,11 ng/mL) lebih tinggi (P<0,05) dibandingkan dengan ikan lele non-transgenik (5,38±0,63 ng/mL). Tingginya konsentrasi hormon pertumbuhan dan hormon IGF-I dapat mewakili performa pertumbuhan dan efisiensi penggunaan pakan pada ikan lele transgenik.The aim of this study was to determine the transmission of a transgene (PhGH) and to evaluate the performance of F3 transgenic African catfish, such as body weight, feed conversion ratio (FCR), growth hormone and IGF-I hormone profile. F3 transgenic were produced by mating F2 transgenic with non-transgenic fish. Detection of transgene was performed using PCR method. Analysis of the growth hormone and the insulin-like growth factor-I (IGF-I) hormone were conducted by enzyme linked immunosorbent assay (ELISA) method using serum samples. The results showed that the transgenic catfish F3 was positive carrying the transgene 1.500 bp. Transgene transmission from F2 to F3 ranged zero to 75%. The performance of F3 transgenic African catfish was significantly better 51.26% than that the non-transgenic (P<0.05). The body weight of transgenic population (484±255.25 g) was higher than that non-transgenic (319.98±165.27 g). FCR of transgenic fish (0.89) was lower than that non-transgenic (1.30). The growth hormone level of transgenic (5.67±2.65 ng/mL) was higher than that non-transgenic (3.00±1.41 ng/mL), IGF-I hormone level of F3 transgenic (6.63±0.11 ng/mL) was also higher than that non-transgenic (5.38±0.63 ng/mL). High level of growth hormone and IGF-I hormone represented both growth performance and efficiency of feed utilization of transgenic African catfish.
PRODUKTIVITAS DAN PROFITABILITAS BUDIDAYA IKAN LELE (Clarias gariepinus) HASIL SELEKSI DAN NON-SELEKSI PADA PEMELIHARAAN DI KOLAM TANAH Raden Roro Sri Pudji Sinarni Dewi; Bambang Iswanto; Irsyaphiani Insan
Media Akuakultur Vol 11, No 1 (2016): (Juni 2016)
Publisher : Pusat Riset Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (338.47 KB) | DOI: 10.15578/ma.11.1.2016.11-17

Abstract

Ikan lele (Clarias gariepinus) merupakan salah satu komoditas budidaya air tawar yang populer di Indonesia. Berbagai upaya dilakukan untuk meningkatkan produktivitas ikan lele di antaranya melalui perbaikan kualitas genetik. Upaya peningkatan kualitas genetik ikan lele untuk mempercepat pertumbuhan dilakukan melalui proses seleksi. Pengujian performa ikan lele hasil seleksi (strain Mutiara) pada skala komersial dilakukan dengan membandingkannya dengan strain non-seleksi (strain Paiton). Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk membandingkan produktivitas dan profitabilitas budidaya ikan lele hasil seleksi dan non-seleksi yang dibesarkan di kolam tanah pada skala komersial. Ikan lele ukuran sekitar 2,5 g dipelihara di kolam tanah berukuran 50 m2 dengan kepadatan 200 ekor/m2. Pemeliharaan dilakukan sampai ikan mencapai ukuran panen (sekitar 100 g). Hasil penelitian menunjukkan bahwa ikan hasil seleksi memiliki laju pertumbuhan spesifik lebih tinggi (5,75 ± 1,25 g/hari), konversi pakan lebih rendah (0,90 ± 0,08), dan periode pemeliharaan lebih singkat (68 ± 13 hari) dibandingkan ikan non-seleksi (4,33 ± 0,70 g/hari; 1,09 ± 0,01; 90 ± 12 hari). Berdasarkan analisis bioekonomi, budidaya pembesaran ikan lele hasil seleksi mampu menekan biaya produksi hingga Rp2.365,00/kg dan mendatangkan rasio keuntungan (61,09 ± 5,17%) hampir dua kali lipat lebih tinggi dibandingkan non-seleksi (32,54 ± 4,12%).African catfish (Clarias gariepinus) is one of the freshwater aquaculture commodity that are popular in Indonesia. Various attempts had been conducted to increase its productivity including through genetic quality improvement. Efforts to improve the genetic quality of African catfish on growth trait was conducted by selection method. Evaluation the performance of improved strain of African catfish (Mutiara strain) on a commercial scale was done by comparing with local (non-improved) strain (Paiton strain). The purpose of this study was to compare the productivity and profitability of farming of improved strain and local strain of African catfish that were cultured in earthen ponds on commercial scale. African catfish with the size of about 2.5 g, were cultured in earthen pond measuring 50 m2 with a density of 200 fish/m2. Culture period was carried out until the fish reach harvest size (about 100 g). The results showed that improved strain showed a higher specific growth rate (5.75 ± 1.25 g/day), lower feed conversion ratio (0.90 ± 0.08), and shorter rearing period (68 ± 13 days) when compared to local strain (4.33 ± 0.70 g/day; 1.09 ± 0.01; 90 ± 12 days). Based on bioeconomy analysis, farming of improved strain reduced the production cost about 2,365 IDR/kg and achieved almost doubled benefit ratio (61.09 ± 5.17%) than local strain (32.54 ± 4.12%).
KELAYAKAN UMUM DAN TEKNIS PENGEMBANGAN KAWASAN SENTRA INDUSTRI BUDIDAYA IKAN NILA DI KABUPATEN MUSI RAWAS Raden Roro Sri Pudji Sinarni Dewi; Estu Nugroho; Fatriyandi Nur Priyatna; Sugiyono Sugiyono
Jurnal Kebijakan Perikanan Indonesia Vol 10, No 2 (2018): (November) 2018
Publisher : Pusat Riset Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (77.772 KB) | DOI: 10.15578/jkpi.10.2.2018.99-106

Abstract

Penetapan kawasan industri budidaya ikan nila merupakan salah satu sarana untuk mengembangkan industri yang berwawasan lingkungan serta memberikan kemudahan dan daya tarik untuk berinvestasi. Kabupaten Musi Rawas sebagai produsen ikan nila terbesar di Indonesia berpotensi untuk dikembangkan sebagai kawasan sentra industri budidaya ikan nila. Tujuan penelitian ini adalah untuk menentukan kesenjangan kondisi eksisting dan kondisi ideal pada aspek kelayakan umum dan teknis Kabupaten Musi Rawas yang berpotensi untuk dikembangkan sebagai kawasan sentra industri budidaya ikan nila. Diharapkan agar kawasan industri yang dikembangkan sesuai dengan tata ruang, meminimalisasi dampak negatif dan mengembangkan dampak positif terhadap lingkungan hidup, berdaya guna dan berhasil guna, sehingga pada gilirannya mampu menarik peluang investasi bagi pengembangan industri di daerah. Aspek yang dianalisis meliputi aspek kelayakan umum dan kelayakan teknis. Aspek kelayakan umum meliputi: dimensi infrastruktur, masyarakat dan bisnis, sumberdaya, kelembagaan, teknologi, kebijakan, dan pemasaran. Aspek kelayakan teknis meliputi pembenihan, pembesaran di kolam air deras, pembesaran di kolam air tenang, dan pengolahan produk perikanan. Berdasarkan analisis kesenjangan, Kabupaten Musi Rawas termasuk dalam kategori SEDANG, yaitu secara umum dan teknis Kabupaten Musi Rawas memiliki beberapa kriteria sebagai sebuah kawasan sentra industri budidaya ikan nila namun masih diperlukan adanya pengembangan pada beberapa hal seperti: optimalisasi balai benih ikan, penerapan teknologi tepat guna dan peningkatan pemasaran produk hasil perikanan didukung kebijakan yang menfasilitasi kebutuhan akan meningkatkan kelayakan sebagai lokasi sentra industri budidaya ikan nila. Rekomendasi kebijakan yang perlu diambil oleh pemerintah pusat dan daerah untuk pengembangan kawasan sentra industri di Kabupaten Musi Rawas diantaranya melalui optimalisasi peranan balai benih ikan, transfer teknologi tepat guna, diversifikasi produk olahan, penguatan potensi pasar melalui promosi, penguatan kelembagaan produksi, pengolah dan pemasaran hasil perikanan, dan resolusi konflik pemanfaatan dan pengelolaan air irigasi untuk kebutuhan pertanian dan perikanan.Determination of area for Tilapia culture will be meaningful for business development, eco-friendly, sustainability, and attractiveness by the investor. Musi Rawas Regency as the largest tilapia producer in Indonesia is highly potential areas to be developed as a center of tilapia farming industry. The purpose of this study is to determine the general and technical feasibility condition of Musi Rawas Regency which will be developed as a center of tilapia farming industry. It is expected that industrial zones developed in accordance with the spatial plan, will minimize the negative impact to the environment, efficient and effective so that the ability to attract opportunities for industrial development in the region. Aspects analyzed for general eligibility were infrastructure, society and business, resources, institutions, technologies, policies, and market. The aspect of the techniques is the feasibility of hatchery, farmings in flowing water pond, stagnant water ponds, and fish product processing. Based on the gap analysis, Musi Rawas Regency is belonged to the moderate category, in which generally and technically Musi Rawas Regency already has several criteria as a center of tilapia industry but still a need for development on several items such as optimization of the hatchery, application of appropriate technology and enhancement of marketing for fishery products supported by the facilitating policy. Required policy recommendations to be implemented by the central and regional governments for the development of industrial centers in Musi Rawas Regency are optimization of fish seed center, transfer of appropriate technology, diversification of fish products, strengthening of the market potential through promotion, strengthening of production institutions, fish product processing and marketing, and resolution of utilization and management of irrigation water for agricultural and fishery needs.