Zainuddin Zainuddin
Fakultas Hukum Universitas Samudra

Published : 9 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 9 Documents
Search

Recording Siri's Marriages In Obtaining Legal Certainty (Reflections on the rise of Siri marriages in Aceh) Zainuddin Zainuddin; Zaki Ulya
Syariah: Jurnal Hukum dan Pemikiran Vol 21, No 1 (2021)
Publisher : Universitas Islam Negeri Antasari Banjarmasin

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (263.947 KB) | DOI: 10.18592/sjhp.v1i1.3276

Abstract

Abstract:Fenomena pernikahan sirri marak terjadi di Indonesia, termasuk di Aceh. Pernikahan sirri dilakukan secara tersembunyi dengan hanya diketahui oleh beberapa orang saksi, serta tidak dilakukan pencatatan nikah pada pejabat yang berwenang. Pelaksanaan pernikahan sirri dinilai sah menurut agama namun tidak sah menurut negara. Amanah Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 menegaskan setiap pernikahan wajib dilakukan pencatatan. Guna menanggulangi maraknya pernikahan sirri di Aceh, Pemerintah Aceh telah melakukan pembahasan atas Rancangan Qanun Aceh Tahun 2019 tentang Hukum Keluarga, dimana setiap warga yang melakukan nikah sirri dapat dicatat pada pejabat yang berwenang. Dan, dalam rancangan qanun tersebut pula diberikan hak untuk nikah poligami. Tujuan penulisan artikel ini adalah untuk membahas pengaturan hukum pernikahan sirri dalam rancangan qanun hukum keluarga sehingga dapat bertujuan meminimalkan pernikahan sirri di Aceh. Dan, orientasi rancangan qanun keluarga dalam meningkatkan kesadaran masyarakat guna meminimalkan pernikahan sirri di Aceh. Hasil kajian menunjukkan bahwa pencatatan pernikahan sirri di Aceh dapat diselenggarakan pasca ditetapkan putusan peradilan dan berdasarkan Rancangan Qanun Aceh tentang Hukum Keluarga menyebutkan setiap pihak yang menikah diwajibkan melakukan pencatatan atas pernikahannya. Faktor terjadinya pernikahan sirri diakibatkan kurangnya pemahaman masyarakat tentang pentingnya pencatatan nikah dan terkait pengaturan poligami sebagai jalan keluar pernikahan sirri dapat dikaji ulang oleh pemerintah Aceh sebelum disahkan.Kata Kunci: Pencatatan Nikah, Nikah Sirri, Kepastian Hukum  Abstract: The phenomenon of Sirri marriage is rife in Indonesia, including in Aceh. Sirri marriages are conducted in secret with only a few witnesses known, and marriage records are not made to the authorized official. The implementation of Sirri marriage is considered legal according to religion but not legal according to the state. The mandate of Law Number 1 of 1974 emphasizes that every marriage must be registered. In order to cope with the rise of Sirri marriages in Aceh, the Government of Aceh has been discussing the 2019 Aceh Qanun Draft on Family Law, whereby every citizen who engages in Sirri marriage can be recorded with the authorized official. And, in the draft qanun also given the right to polygamy marriage. The purpose of writing this article is to discuss the Sirri marriage legal arrangements in the draft family law qanun so that it can aim to minimize Sirri marriages in Aceh. And, the orientation of the family qanun design in raising public awareness to minimize Sirri marriages in Aceh. The results of the study show that the registration of Sirri marriages in Aceh can be held after a judicial ruling is stipulated and based on the Aceh Qanun Draft on Family Law, it is stated that each married party is required to make a record of his marriage. The factor of sirri marriages is due to the lack of public understanding of the importance of marriage registration and related to the regulation of polygamy as a way out of sirri marriages can be reviewed by the Aceh government before being legalized.Keywords:Marriage Registration, Sirri Marriage, Legal Certainty.  
DOMEIN VERKLARING DALAM PENDAYAGUNAAN TANAH DI ACEH Zainuddin Zainuddin; Zaki Ulya
Jurnal Hukum Samudra Keadilan Vol 13 No 1 (2018): Jurnal Hukum Samudra Keadilan
Publisher : Fakultas Hukum, Universitas Samudra

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (127.989 KB) | DOI: 10.33059/jhsk.v13i1.699

Abstract

Pengaturan mengenai domein verklaring (hak menguasai negara) diatur dalam Pasal 33 Ayat (3) UUD Tahun 1945 yang kemudian diatur lebih lanjut dalam UU No. 5 Tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Agraria. Undang-undang ini merupakan sebuah reformasi hukum dalam bidang agraria. permasalahan tanah terlantar merupakan permasalahan yang marak terjadi di Indonesia, termasuk di Aceh. Prihal yang menarik dikaji dalam hal hak menguasai negara dibidang pertanahan khusus di Aceh adalah masih berlakunya tiga sistem hukum yang berbeda di Aceh serta munculnya kelembagaan Badan Pertanahan Aceh dan Baitul Mal yang memiliki wewenang untuk mengelola dan mendayagunakan hak atas tanah tersebut.
PENEGAKAN HUKUM PEMBAYARAN PAJAK HOTEL TERHADAP RUMAH KOS DI KOTA LANGSA Wahyu Efendi; Zainuddin Zainuddin; Zaki Ulya
Meukuta Alam : Jurnal Ilmiah Mahasiswa Vol 3, No 1 (2021): Meukuta Alam : Jurnal Ilmiah Mahasiswa
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Samudra

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33059/ma.v3i1.88

Abstract

Perkembangan saat ini rumah kos di induksi sebagai hotel sebagaimana disebutkan dalam Pasal 1 angka 10 Qanun Kota Langsa Nomor 9 Tahun 2010 tentang Pajak Hotel dan Restoran sehingga rumah kos lebih dari dari 10 (sepuluh) kamar dapat dijadikan objek pajak hotel. Sementara itu di Kota Langsa di temukan rumah kos yang lebih dari 10 kamar dan tidak ada yang membayar pajak dengan alamat di Gampong Sidodadi, Gampong Matang Seulimeng, Gampong Baro dan Langsa Kota. Penelitian menggunakan metode penelitian yuridis empiris yaitu penelitian hukum yang mengkaji, menganalisa perilaku hukum individu atau masyarakat dalam kaitannya dengan hukum dan sumber data yang digunakan berasal dari data primer. Pengaturan hukum mengenai penarikan pembayaran pajak hotel terhadap rumah kos yang ada di Kota Langsa dilaksanakan berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, Qanun Kota Langsa Nomor 9 Tahun 2010 tentang Pajak Hotel dan Restoran. kategori rumah kos berawal dari penentuan subjek pajak (pengguna rumah kos), objek pajak (rumah kos), wajib pajak (pemilik rumah kos), tarif pajak yang bernilai 10 % dari pendapatan rumah kos, pemungutan pajak dilakukan dengan cara self assessment. Penegakan hukum terhadap pembayaran pajak hotel rumah kos yang ada di Kota belum dilakukan dikarenakan belum pernah ada peringatan baik secara lisan maupun tertulis dari dinas terkait  serta belum ada penyuluhan sama sekali kepada pemilik rumah kos dan belum ada satupun pemilik rumah kos yang dikenakan denda.
PERTANGGUNG JAWABAN PIHAK GROSIR SEBAGAI PELAKU USAHA YANG MENJUAL ATAU MENGEDARKAN MAKANAN KADALUARSA DI WILAYAH KOTA LANGSA Neni Ratnasari; Zainuddin Zainuddin; Fatimah Fatimah
Meukuta Alam : Jurnal Ilmiah Mahasiswa Vol 2, No 1 (2020): Meukuta Alam : Jurnal Ilmiah Mahasiswa
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Samudra

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33059/ma.v2i1.46

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pertanggung jawaban pihak grosir selaku pelaku usaha yang menjual alat atau mengedarkan makanan kadaluarsa. Lokasi penelitian ini dilaksanakan di Grosir Kota Langsa dan metode pengumpulan data melalui studi kepustakaan dan studi lapangan (wawancara) yang disebut juga dengan metode Yuridis empiris. Sesuai dengan Pasal 19 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang perlindungan konsumen menyatakan bahwa “Pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran, dan/atau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang dan/atau jasa yang dihasilkan atau yang diperdagangkan”. Akan tetapi, walaupun sudah ada Undang-Undang yang mengatur mengenai tanggung jawab pelaku usaha terhadap makanan kadaluarsa, dan adanya badan yang berwenang seperti salah satunya badan pengawas obat dan makanan (BPOM) untuk mengawasi makanan maupun minuman yang beredar. Kenyataannya di Kota Langsa sendiri masih banyak ditemukan produk makanan dan minuman yang telah melewati batas kadaluarsa akan tetapi masih diperjual belikan dipasaran olehpelaku usaha. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana penerapan Undang-Undang perlindungan konsumen terhadap produk makanan dan minuman kadaluarsa dan bagaimana peran badan pengawas obat dan makanan (BPOM) terhadap produk makanan dan minuman yang beredar di masyarakat.
PENDAFTARAN PRODUK USAHA TERASI YANG BELUM TERDAFTAR BADAN PENGAWASAN OBAT DAN MAKANAN DI LANGSA Jannatul Husna; Fuadi Fuadi; Zainuddin Zainuddin
Meukuta Alam : Jurnal Ilmiah Mahasiswa Vol 3, No 1 (2021): Meukuta Alam : Jurnal Ilmiah Mahasiswa
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Samudra

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33059/ma.v3i1.89

Abstract

Peraturan Badan Pengawasan Obat dan Makanan Nomor 27 Tahun 2017 Tentang Pendaftaran Pangan Olahan menjelaskan bahwa pelaku usaha industri rumah tangga wajib mendaftarkan usahanya dan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen diatur tentang perbuatan yang dilarang bagi pelaku usaha yaitu memproduksi atau memperdagangkan barang dan/atau jasa yang tidak sesuai dengan aturan yang ada. Faktor-faktor belum terdaftar produk terasi ke BPOM adalah ekonomi yang umumnya para pelaku usaha memiliki perekonomian rendah, penyuluhan tidak dilakukan secara rutin membuat pelaku usaha tidak mendaftarkan usahanya ke Dinas Kesehatan dan BPOM,kesadaran pelaku usaha akan pentingnya memiliki izin, dan proses pendaftaran yang di anggap rumit oleh pelaku usaha membuat pelaku usaha enggan mendaftarkan usahanya. Hambatan  terhadap pendaftaran produk olahan rumah tangga terasi dari BPOM dikarenakan kurangnya bantuan untuk membantu perekonomian pelaku usaha, tidak adanya penyuluhan dari dinas terkait, ruminya proses pendaftran produk. Upaya yang harus dilakukanyaitu memberi bantuan khusus untuk pelaku usaha yang ingin mendaftrakan produknya, pihak terkait melakukan penyuluhan rutinkegampong dan memudahkan proses pendaftaran produk industri rumah tangga.
EFEKTIFITAS PENYELESAIAN SENGKETA BATAS TANAH MELALUI MUSYAWARAH GAMPONG ( Studi Di Gampong Paya Bujok Tunong Kec Langsa Baro) Rizky Orlando S.; Zainuddin Zainuddin; Fatimah Fatimah
Meukuta Alam : Jurnal Ilmiah Mahasiswa Vol 3, No 1 (2021): Meukuta Alam : Jurnal Ilmiah Mahasiswa
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Samudra

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33059/ma.v3i1.94

Abstract

Tanah merupakan salah satu aset berharga yang bernilai tinggi bagi masyarakat khusunya di indonesia. Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960 Tentang kepemilikan tanah menjelasakan bahwa “tanah dapat dipunyai oleh orang-orang, baik sendiri maupun secara bersama-sama dengan  orang lain serta badan-badan hukum. Dalam masalah  pesengketaan antar pemilik tanah, tidak jarang para pihak yang bersengketa memilih untuk menyesaikan secara non litigasi atau di luar pengadilan yaitu melalui kantor desa lewat kepala desa baik diselesaikan melalui musyawarah antar para pihak yang  bersengketa atau diselesaikan dengan hukum adat yang berlaku di desa setempat.
KAJIAN YURIDIS LABELISASI HALAL PRODUK MAKANAN TERASI DI LANGSA Alja Ancika Sari; Fuadi Fuadi; Zainuddin Zainuddin
Meukuta Alam : Jurnal Ilmiah Mahasiswa Vol 2, No 2 (2020): MEUKUTA ALAM : JURNAL ILMIAH MAHASISWA
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Samudra

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33059/ma.v2i2.71

Abstract

Jaminan Produk Halal itu sendiri diatur dalam pasal 4 Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014. Produk olahan makanan terasi yang berkembang di Kota Langsa diproduksi dalam jumlah yang besar dan tidak mencantumkan label halal sebagai produk makanan yang telah lulus uji halal nya, Hasil penelitian menunjukkan bahwa penyebab peredaran produk makanan terasi yang tidak berlabelkan halal adalah biaya pendaftaran yang terlalu mahal, kurangnya pemahaman tentang Undang-Undang Jaminan Produk Halal dan tidak melaporkan usaha pada instansi terkait. Sedangkan upaya yang dapat dilakukan adalah hendaknya instansi terkait dan pelaku usaha saling bekerja sama termasuk Majelis Permusyawaratan Ulama agar mensosialisasikan tentang Undang-Undang Jaminan Produk Halal agar pelaku usaha lebih mudah untuk mendaftarkan usahanya dan untuk mendapatkan label halal pada produk yang akan di pasarkan
TANGGUNGJAWAB DEBITUR KEPADA KREDITUR TERHADAP PERJANJIAN KREDIT PEMILIKAN RUMAH (KPR) YANG DI ALIHKAN (Studi Penelitian di Kota Langsa) Teuku Faturisha Medana; Zainuddin Zainuddin; Fatimah Fatimah
Meukuta Alam : Jurnal Ilmiah Mahasiswa Vol 2, No 2 (2020): MEUKUTA ALAM : JURNAL ILMIAH MAHASISWA
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Samudra

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33059/ma.v2i2.76

Abstract

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2011 Tentang Perumahan dan Pemukiman yaitu dalam Pasal 55 ayat (2) dikatakan bahwa dalam hal dilakukan pengalihan kepemilikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dan huruf c. Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah bersifat Yuridis Empiris. Kredit Pemilikan Rumah KPR dapat dilihat dalam Pasal 1320 ayat (1) KUHPerdata, yang menyatakan bahwa suatu perjanjian sah jika terdapat kesepakatan diantara para pihak pihak. Adapun tanggungjawabnya yaitu memberikan pembiyaan kepada kreditur agar pembiayaan dapat dilakukan dengan mudah, cepat dan efesien, tanggungjawab selanjutnya mengenai wanprestasi yaitu tidak terlaksananya apa yang sudah disepakati. Dampak dari debitur yaitu pengalihan kredit yaitu debitur tidak melaksanakan haknya kepada kreditur, sanksi yang diberikan oleh kreditur berupa pencacatan nama oleh pihak bank. Upaya tanggungjawab debitur yaitu Pihak Bank memanggil pihak debitur untuk menyelesaikan segala hak si kreditur, membuat perjanjian baru antara debitur lama dan debitur baru atas pengalihan kredit rumah.
STUDI ANALISIS PERBEDAAN PENETAPAN HARGA GANTI RUGI PENGADAAN TANAH UNTUK RUANG TEBUKA HIJAU KOTA LANGSA Ade Julia Paramitha Army; Zainuddin Zainuddin; Zaki Ulya
Meukuta Alam : Jurnal Ilmiah Mahasiswa Vol 1, No 2 (2019): Meukuta Alam : Jurnal Ilmiah Mahasiswa
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Samudra

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33059/ma.v1i2.22

Abstract

Menurut Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Kepentingan Umum yang tersebar dinyatakan dalam beberapa Pasal  bahwa setiap tanah yang yang akan dimanfaatkan untuk pembangunan kepentingan umum oleh pemerintah daerah akan diberikan ganti rugi yang layak dan adil. Penilaian besarnya nilai ganti rugi dilakukan oleh tim penilai (KJPP) yang disampaikan oleh ketua pengadaan tanah. Berdasarkan penilaian KJPP penilaian ganti rugi atas tanah PTPN-I seluas 31 Hektar yang digunakan untuk Ruang Terbuka Hijau Kota Langsa sebesar Rp. 3.060.128.824,- namun pihak PTPN-I menilai Rp. 90.031.520.000,- akibatnya ada ketidak sesuaian besaran nila ganti rugi yang diajukan oleh KJPP dengan nilai yang diminta oleh PTPN-I dan akibatnya perselisihan tersebut pihak PTPN-I mengajukan gugutan Kepengadilan Negeri Langsa. dengan Nomor Register 13/Pdt.G/2018/PN Lgs. terhadap perkara tersebut pihak pengadilan memutuskan menolak permohonan nilai ganti rugi yang diajukan PTPN-1 (penggugat).