Gartika Sapartini
Departemen Ilmu Kesehatan Anak, Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran/RS Dr. Hasan Sadikin, Bandung

Published : 10 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 4 Documents
Search
Journal : Majalah Kedokteran Bandung

Distribusi Subtipe Juvenile Idiopathic Arthritis di Bandung Ghrahani, Reni; Setiabudiawan, Budi; Sapartini, Gartika; Puspasari, Hesti
Majalah Kedokteran Bandung Vol 44, No 2 (2012)
Publisher : Faculty of Medicine, Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1507.875 KB)

Abstract

Juvenile idiopathic arthritis (JIA) merupakan penyakit reumatik kronik tersering pada anak yang terjadi sebelum usia 16 tahun. Penelitian ini bertujuan mengevaluasi profil penderita yang didiagnosis JIA. Dilakukan penelitian deskriptif retrospektif terhadap penderita JIA yang datang ke Divisi Alergi Imunologi Departemen Ilmu Kesehatan Anak Rumah Sakit Dr. Hasan Sadikin Bandung pada periode Januari 2006–Oktober 2011 berdasarkan rekam medis. Didapatkan 28 penderita JIA terdiri atas 10 anak laki-laki dan 18 anak perempuan, dengan rentang usia 2–14 tahun, usia rata-rata 8,25±3,62 tahun. Sebanyak 14 penderita JIA merupakan tipe oligoartritis persisten, 6 tipe sistemik, 5 tipe poliartritis, dan terdapat 1 orang penderita poliartritis tipe dewasa. Pada pemeriksaan laboratorium, didapatkan 2 penderita dengan faktor reumatoid positif dan 14 penderita negatif. Terapi yang diberikan obat antiinflamasi nonsteroid sebagai protokol terapi standar, steroid, dan disease modifying anti-rheumatic drugs (metotreksat). Terdapat 3 penderita meninggal yang semuanya merupakan tipe sistemik. Simpulan, sebagian besar JIA merupakan tipe oligoartritis persisten, lebih banyak ditemukan pada anak perempuan dibandingkan dengan laki-laki. Kasus kematian terjadi pada JIA tipe sistemik. Sebagian besar penderita memberikan respons yang baikterhadap protokol terapi standar. [MKB. 2012;44(2):101–5].Kata kunci: Anak, juvenile idiopathic arthritis, subtipe Distribution of Juvenile Idiophatic Arthritis Subtypes in BandungJuvenile idiopathic arthritis (JIA) is the most common chronic rheumatic disease in children which begin before 16 years of age. The objective of this study was to evaluate the profile of patients who diagnosed as JIA. The descriptive retrospective study was done to patients with JIA who came to Allergy Immunology Division, Department of Child Health Dr. Hasan Sadikin Hospital Bandung during January 2006–October 2011 period, based on the medical records. There were 28 patients with JIA consisted of 10 boys and 18 girls, age ranged 2–14 years, with mean age of onset of 8.25±3.62 years. There were 14 patients with persistent oligoarthritis type, 6 patients with systemic type, 5 patients with polyarthritis type and 1 patient with polyarthritis adult type. The laboratory data showed 2 patients with positive rheumatoid factor and 14 patients were negative. Non-steroidal anti-inflammatory drugs >as standard protocol therapy, steroids and disease modifying anti-rheumatic drugs (methotrexate) were used for treatment. There were 3 patients with systemic type death. In conclusions, most of JIA cases were persistent oligoathritis type, girls more than boys, and all death cases were systemic JIA. Most of cases had satisfactory therapeutic outcomes with standard protocol therapy. [MKB. 2012;44(2):101–5].Key words: Children, juvenile idiopathic arthritis, subtypes DOI: http://dx.doi.org/10.15395/mkb.v44n2.78
Pola Antibodi Antinuklear Sebagai Faktor Risiko Keterlibatan Sistem Hematologi Lupus Eritematosus Sistemik pada Anak Ghrahani, Reni; Setiabudiawan, Budi; Sapartini, Gartika
Majalah Kedokteran Bandung Vol 47, No 2 (2015)
Publisher : Faculty of Medicine, Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (165.35 KB)

Abstract

Lupus eritematosus sistemik (LES) adalah penyakit autoimun kronik yang melibatkan berbagai sistem organ ditandai dengan produksi berbagai autoantibodi. Penyakit ini memiliki manifestasi klinis yang sangat bervariasi. Antibodi antinuklear diketahui memiliki pola-pola tertentu yang diduga berkorelasi dengan keterlibatan sistem organ tertentu pada LES. Penelitian ini dilakukan untuk melihat hubungan pola antibodi antinuklear (ANA) dengan  keterlibatan berbagai sistem organ pada anak yang menderita LES. Studi potong lintang dilakukan terhadap 93 anak dengan diagnosis LES yang datang ke Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran/Rumah Sakit Dr. Hasan Sadikin Bandung, pada periode September 2006–April 2015. Analisis data dilakukan dengan uji chi kuadrat dan uji-t. Subjek terdiri atas 85 (91%) perempuan dan 8 (9%) laki-laki, dengan rasio perempuan:laki-laki adalah 10,6:1. Usia rata-rata adalah 10,5±3 tahun dan rentang usia 2–17 tahun. Pola ANA terbanyak adalah speckled (58%) dan homogen (19%). Subjek dengan pola ANA homogen lebih berisiko mengalami keterlibatan hematologi yaitu anemia (OR 4,8; IK 95%: 1,1–19) dan leukopenia (OR 3,9; IK 95%: 2,0–7,5) dibanding subjek dengan pola ANA bukan homogen. Tidak didapatkan hubungan pola ANA dengan keterlibatan sistem organ lain. Titer antidsDNA pada subjek dengan pola ANA homogen lebih tinggi dibanding subjek dengan pola ANA bukan homogen (p=0,02). Simpulan, subyek dengan pola ANA homogen memiliki risiko lebih besar mengalami keterlibatan hematologi dibanding dengan pola ANA yang lain. [MKB. 2015;47(2):124–28]Kata kunci: Keterlibatan sistem organ, lupus eritematosus sistemik, pola antibodi antinuklear (ANA)Antinuclear Antibody Pattern as a Risk Factor in Hematological System Involvement in Pediatric Systemic Lupus ErythematosusAbstractSystemic lupus erythematosus (SLE) is a chronic autoimmune disease that can involve any organ system with the evidence of autoantibody production. The disease has a wide range of clinical manifestation. Antinuclear antibody is known to have particular staining patterns and suspected have a correlation with multiorgan involvement. The objective of this study was to define  antinuclear antibody (ANA) staining pattern correlation from multiorgan involvement in 93 children with SLE. This was a cross-sectional study conducted at the Department of Child Health, Faculty of Medicine, Universitas Padjadjaran/Dr. Hasan Sadikin General Hospital Bandung during the period of September 2006 to April 2015. Data were analyzed using chi-square test and t-test. This study involved 93 children with SLE, consisted of 85 (91%) females and 8 (9%) males, with a ratio of 10.6:1. Mean age was 10.5±3 years with age range of 2 to 17 years. The most frequent ANA staining patterns were speckled (58%) and homogenous (19%). Subjects with homogenous pattern have a higher hematology involvement risk, which are anemia (OR: 4.8, CI 95%, 1.1–19) and leukocytopenia (OR 3.9, 95% CI 2.0–7.5). Subjects with homogenous ANA pattern had a higher titer of anti-dsDNA than those with other patterns (p=0.02). In conclusion, subjects with homogenous pattern have a higher hematology involvement risk. [MKB. 2015;47(2):124–28]Key words: Antinuclear antibody staining pattern, multisystem organ involvement, systemic lupus erythematosus  DOI: 10.15395/mkb.v47n2.571
Kadar IgE Total pada Anak Obesitas Dengan atau Tanpa Riwayat Penyakit Atopik dalam Keluarga Setiabudiawan, Budi; Ghrahani, Reni; Sapartini, Gartika; Rayani, Putria; Amelinda, Citra
Majalah Kedokteran Bandung Vol 45, No 2 (2013)
Publisher : Faculty of Medicine, Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (721.139 KB)

Abstract

Prevalensi obesitas dan penyakit atopik anak, khususnya usia sekolah meningkat pada dekade terakhir ini. Penyakit atopik diperantarai oleh IgE serta dipengaruhi faktor genetik dan lingkungan. Resistensi leptin pada obesitas berkaitan dengan stimulasi TH2 yang berpengaruh pada produksi IgE. Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui hubungan kadar IgE total dengan obesitas pada anak dengan atau tanpa riwayat penyakit atopik dalam keluarga. Penelitian potong lintang ini dilaksanakan pada periode April–September 2010 yang melibatkan 160 anak usia 6–11 tahun pada beberapa sekolah dasar di Bandung. Terdapat 4 kelompok yaitu kelompok 1: obesitas dengan riwayat penyakit atopik dalam keluarga, 2: gizi normal dengan riwayat penyakit atopik dalam keluarga, 3: obesitas tanpa riwayat penyakit atopik dalam keluarga, 4: gizi normal tanpa riwayat penyakit atopik dalam keluarga. Pemeriksaan kadar IgE total dengan metode Electro-chemiluminescene Immunoassay (ECLIA). Kemaknaan data kategorik diuji dengan Uji chi-kuadrat, berdasarkan p<0,05. Kadar IgE total tinggi pada tiap kelompok masing-masing 30 (83%), 24 (60%), 21 (54%), dan 11 (28%) anak (p<0,001). Pada kelompok riwayat penyakit atopik dalam keluarga, kadar IgE total tinggi pada anak obesitas lebih banyak [30 anak (83%)] dibandingkan dengan gizi normal [24 anak (60%)] (p=0,025). Pada kelompok tanpa riwayat penyakit atopik dalam keluarga, kadar IgE total tinggi pada anak obesitas [21 anak (54%)] lebih banyak dibandingkan dengan gizi normal [11 anak (28%)] (p=0,017). Disimpulkan kadar IgE total tinggi lebih banyak pada anak obesitas dibandingkan dengan gizi normal dengan dan tanpa riwayat penyakit atopik dalam keluarga. [MKB. 2013;45(2):130–34]Kata kunci: Anak, IgE total, obesitas, riwayat atopik keluargaTotal IgE Levels in Childhood Obesity With or Without Family Historyof Atopic DiseaseThe prevalence of obesity and atopic disease in children, especially at school age increased in the last decade. Diseases mediated by IgE and atopy were influenced by genetic and environmental factors. Leptin resistance in obesity is associated with stimulation of TH 2 which affects the production of IgE. The purpose of this study was to determine the relationship of total IgE levels with obesity in children with or without family history of atopic disease. A cross-sectional study was conducted in the period April-September 2010, which involved 160 children aged 6–11 years at several elementary schools in Bandung. There are 4 groups: group 1: obese with family history of atopic disease, 2: normal nutrition with family history of atopic disease, 3: obese without family history of atopic disease, 4: normal nutrition without family history of atopic disease. Examination of total IgE levels were done by ECLIA method. Significance categorical data were tested by Chi-Square test, based on p <0.05. High total IgE levels in each group, respectively 30 (83%), 24 (60%), 21 (54%), and 11 (28%) children (p<0.001). In the group with family history of atopic disease, total IgE levels in obese children were higher [30 children (83%)] compared with normal nutrition [24 children (60%)] (p=0.025). In the group without family history of atopic disease, high total IgE levels in obese children [21 children (54%)] were higher than the normal nutrition [11 children (28%)] (p = 0.017). Inferred high total IgE levels more in obese children compared with normal nutrition with and without a history of atopic disease in the family. [MKB. 2013;45(2):130–34]Key words: Atopy, family history, obesity, total IgE level DOI: http://dx.doi.org/10.15395/mkb.v45n2.87
Laporan Kasus: Penyakit Kawasaki Atipikal Budi Setiabudiawan; Reni Ghrahani; Gartika Sapartini; Mohamad Yanuar Anggara; Herry Garna
Majalah Kedokteran Bandung Vol 43, No 3
Publisher : Faculty of Medicine, Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Penyakit Kawasaki merupakan penyebab utama kelainan jantung dapatan yang sering ditemukan pada anak. Di Indonesia, penyakit ini masih sangat jarang didiagnosis karena dianggap masih jarang dan belum diketahui secara luas. Dua laporan kasus berikut merupakan laporan kasus anak perempuan dan laki-laki, masing-masing berusia 17 bulan dan 3 tahun. Keduanya datang dengan demam yang persisten lebih dari 5 hari dan hanya memenuhi 3 kriteria klasik penyakit Kawasaki, yakni mata merah dan disertai dengan perubahan mukosa bibir serta ekstremitas. Penderita kemudian didiagnosis sebagai penyakit Kawasaki atipikal. Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan peningkatan C-reactive protein dan laju endap darah disertai gambaran ekokardiografi yang normal. Kedua anak diberikan imunoglobulin intravena (IGIV) dengan dosis 2 gram/kgBB dosis tunggal dan aspirin dosis 80 mg/kgBB/hari. Penderita mengalami perbaikan setelah 1 hari mendapat terapi kombinasi tersebut. Disimpulkan bahwa pengobatan dengan kombinasi IGIV dan aspirin memberikan respons yang baik pada penyakit Kawasaki atipikal. [MKB. 2011;43(3):146–52].Kata kunci: Aspirin, imunoglobulin intravena, penyakit Kawasaki atipikal Case Reports: Atypical Kawasaki DiseaseKawasaki disease is the most common cause of acquired heart disease in children. In Indonesia the disease is rare to diagnosed, because of difficulty in diagnosis and not widely known. These were 2 case reports about a girl and a boy age 17 months and 3 years, who came with persistent fever more than 5 days and only fulfilled 3 criteria of Kawasaki disease, which are red eyes, changes in lips, mucose of oral and extremities. They were diagnosed as atypical Kawasaki disease. Laboratory examinations showed an increased of C-reactive protein and erythrocyte sedimentation rate with normal echocardiography. The patients were improved after treated with 2 grams per bodyweight of intravenous immunoglobulin (IVIG) and 80 mg per bodyweight of aspirin. The patients were better after one day combination therapy. In conclusion that atypical Kawasaki disease has good response to combination of IVIG and aspirin. [MKB. 2011;43(3):146–52].Key words: Aspirin, atypical Kawasaki disease, intravenous immunoglobulin DOI: http://dx.doi.org/10.15395/mkb.v43n3.61