Claim Missing Document
Check
Articles

Found 9 Documents
Search

Penyuluhan Hukum Anti Korupsi di Lingkungan SMA Muhammadiyah 1 Pontianak Anshari Anshari; Heru Yudi Kurniawan
Al-Khidmah Vol 1, No 1 (2018): AL-KHIDMAH (Agustus)
Publisher : Universitas Muhammadiyah Pontianak

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1020.158 KB) | DOI: 10.29406/al-khidmah.v1i1.1060

Abstract

Corruption in Indonesia is growing very rapidly, corruption is widespread everywhere and happens systematically. Often corruption is done with sophisticated engineering and utilizing modern technology. The prevention and prevention of corruption can take the form of various kinds, one of which is to instill an anti-corruption culture through anti-corruption counseling in adolescents, youth, and / or students in school. In order to improve the nation's morals, the strengthening of aspects through an anti-corruption culture from an early age is a crucial task for the academic community as a form of community service, nation and state. Through anti-corruption counseling in schools (in this case Muhammadiyah 1 Pontianak High School), it is expected that the younger generation (students or students) are able to absorb the material from the anti-corruption education. This is done to increase students' knowledge about what factors a person commits corruption, about prohibitions and criminal threats against someone who commits corruption, behavior, morality and morals of a person in life in society.
URGENSI ANCAMAN HUKUMAN PIDANA MATI PADA PELAKU TINDAK PIDANA KORUPSI (ANALISIS YURIDIS NORMATIF TERHADAP KEBIJAKAN HUKUM PIDANA/PENAL POLICY SANKSI PIDANA MATI DI INDONESIA) Anshari Anshari; M Fajrin
Res Judicata Vol 3, No 1 (2020)
Publisher : Fakultas Hukum, Universitas Muhammadiyah Pontianak

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (467.609 KB) | DOI: 10.29406/rj.v3i1.2101

Abstract

Diskursus tentang hukuman mati selalu menjadi bahan diskusi yang hangat di berbagai kalangan masyarakat. Adanya permintaan untuk menerapkan hukuman atau sanksi pidana mati dalam beberapa penanganan kasus seperti Tindak Pidana Korupsi, illegal logging, serta kasus-kasus narkotika dan psiktropika, terus bergulir. Di samping itu dalam Rancangan (RUU) KUHP yang terbaru, walaupun lebih selektif dan terbatas hukuman ini masih dipergunakan. Pidana mati merupakan pidana yang banyak menimbulkan pertentangan pendapat, baik pro maupun kontra. Dewasa ini ada negara yang masih mempertahankan pidana mati dalam peraturan perundang-undangannya dan melaksanakannya, tetapi ada negara yang sama sekali menghapuskannya dari undang-undangnya, dan ada negara yang di dalam undang-undangnya masih menyebut adanya pidana tersebut, akan tetapi secara de facto tidak pernah melaksanakan.Dalam kodifikasi hukum pidana Indonesia yakni Kitab Undang-undang Hukum Pidana yang selanjutnya disebut KUHP, terdapat beberapa ketentuan tentang kejahatan yang dapat dikenakan sanksi hukuman mati atau pidana mati. Tak terkecuali di luar kodifikasi, atau kualifikasi tindak pidana khusus seperti tindak pidana di bidang narkotika dan psikotropika; kejahatan terhadap kemanusiaan; tindak pidana terorisme; dan Tindak Pidana Korupsi. Di Indonesia, tindak pidana korupsi berkembang sangat pesat, korupsi meluas ada dimana-mana dan terjadi secara sistematis. Seringkali korupsi dilakukan dengan rekayasa yang canggih dan memanfaatkan teknologi modern. Fakta dengan meningkatnya kasus-kasus Korupsi pejabat negara seakan membangun paradigma lama masyarakat bahwa korupsi tidak akan pernah selesai di Negara ini. Wacana permintaan masyarakat agar pemerintah menerapkan pidana mati terhadap koruptor kembali mencuat, namun tentang sanksi pidana mati tetap menjadi kontroversial atas pelaksanaannya.Ancaman hukuman mati kepada pelaku tindak pidana korupsi diatur dalam Pasal 2 Undang-undang No. 31 Tahun 1999 juncto Undang-undang 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Namun, hingga hari ini tidak seorangpun warga negara Indonesia yang terbukti melakukan tindak pidana korupsi, dikenakan hukuman mati yang sudah diatur tersebut. Di sisi lain, angka korupsi di Negara ini semakin meningkat, meresahkan dan membuat semakin terpuruknya kesejahteraan masyarakat. Maka dari itu penting untuk dilakukan penelitian ini, agar diketahui efektivitas dan fungsi, serta dapat mengukur tafsiran dan/atau rumusan yang tegas dalam kebijakan formulasi hukum pidana (penal policy) terhadap ancaman hukuman pidana mati pada pelaku tindak pidana korupsi.
Prosedur Penetapan Adanya Tindak Pidana Ujaran Kebencian (Hate Speech) Oleh Penyidik/Penyelidik (Studi Kasus Pada Pelaporan Dugaan Tindak Pidana Ujaran Kebencian Di Polda Kalimantan Barat) Anshari Anshari; M. Fajrin
Res Judicata Vol 1, No 2 (2018)
Publisher : Fakultas Hukum, Universitas Muhammadiyah Pontianak

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (386.255 KB) | DOI: 10.29406/rj.v1i2.1237

Abstract

Di tengah lajunya jaringan komunikasi di dunia, segala macam bentuk informasi demikian cepat, mudah, atau gambang didapatkan. Kurangnya filter terhadap informasi yang berkembang mengakibatkan kecemasan masal akan dampak dari benturan-benturan kepentingan (conflict of interest) pada masyarakat dunia (international community). Dampak konkrit dari benturan tersebut adalah stabilitas keamanan dan ketertiban dalam kehidupan masyarakat di suatu Negara, yang mana salah satu penyebabnya adalah Ujaran Kebencian (Hate Speech). Hal ini patut menjadi perhatian serius oleh Pemerintah (Eksekutif, Legislatif, dan Yudikatif) sebagai penjaga pilar demokrasi dalam kehidupan berbangsa. Diskursus soal ujaran kebencian yang menjadi perhatian di Indonesia beberapa tahun belakangan ini semakin krusial, seiring berjalannya penegakan hukum dan perlindungan atas Hak Asasi Manusia (HAM) yang merupakan komitmen bersama rakyat Indonesia kepada dunia. Semua pihak sepakat bahwa ujaran kebencian memiliki dampak terhadap harkat dan martabat manusia serta dalam aspek kemanusiaan. Ujaran kebencian bisa mendorong terjadinya kebencian kolektif, pengucilan, penghasutan, diskriminasi, kekerasan, dan bahkan pada tingkat yang paling mengerikan adalah pemusnahan atau pembantaian terhadap suatu kelompok baik itu dalam aspek budaya, etnis, ras, dan agama yang menjadi sasaran ujaran kebencian. Dalam beberapa tahun terakhir (2015-2017) telah terjadi banyak pelaporan terhadap kasus ujaran kebencian, baik di Indonesia secara umum, maupun di Kalimantan Barat. Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) merupakan salah satu institusi penegak hukum di Indonesia yang berkomitmen untuk mencegah dan menegakkan hukum terhadap aspek ujaran kebencian ini. Komitmen tersebut diejawantahkan melalui Surat Edaran Nomor: SE/6/X/2015 tentang Penanganan Ujaran Kebencian (Hate Speech). Namun, dalam penegakan hukum seringkali ditemukan ketidakseimbangan dalam penanganan sebuah perkara oleh Penyidik/Penyelidik di Institusi Kepolisian. Beberapa kasus yang menjadi konsumsi publik, seringkali ditemukan berhenti di tengah jalan terhadap kasus-kasus tersebut. Tidak lagi terdengar tindak lanjut sampai dengan tahap ajudikasi. Maka dari itu penting untuk dilakukan penelitian terhadap bagaimana proses penetapan tindak pidana ujaran kebencian di Indonesia, khususnya d Kalimantan Barat. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana prosedur penetapan adanya tindak pidana ujaran kebencian di Polda Kalimantan Barat, dengan terpublikasinya beberapa kasus pelaporan terhadap dugaan tindak pidana tersebut. Penelitian ini merupakan penelitian yuridis normatif yang bersifat socio-legal research, dengan menggunakan dan mengkaji norma hukum yang berlaku dihubungkan dengan fakta-fakta yang ditemukan dalam penelitian.
EFEKTIVITAS PENERAPAN KONSEP DIVERSI DAN RESTORATIVE JUSTICE DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK (TELAAH YURIDIS EMPIRIK TERHADAP KASUS DELINKUENSI ANAK DI PENGADILAN NEGERI PONTIANAK) Anshari Anshari; Nina Niken Lestari; Anisa Agustina
Res Judicata Vol 4, No 1 (2021)
Publisher : Fakultas Hukum, Universitas Muhammadiyah Pontianak

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29406/rj.v4i1.2501

Abstract

Delinkuensi atau kenakalan dari kelompok anak dan remaja kian marak dan berkembang, dengan berbagai jenis perilaku menyimpang yang dilakukan. Anak yang berkonflik hukum (Juvenile Deliquency) biasanya masih duduk di bangku tingkat sekolah ataupun sudah mulai mencari pekerjaan. Sedangkan sekolah atau lembaga pendidikan merupakan ujung tombak penyelesaian konflik anak tanpa kekerasan, atau lingkungan pembentuk budaya dan moralitas. Di sisi lain, pengangguran dan ketidakseimbangan antara pekerjaan dan keahlian merupakan masalah lain dari kelompok remaja dan kelompok dewasa-muda. Perilaku menyimpang (pelanggaran aturan hukum pidana) adalah antara lain karena tidak terpenuhinya “rising expectations” mereka yang timbul karena meningkatnya perkembangan ekonomi. Penerapan aturan-hukum pidana dalam Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA) dikenal adanya konsep Diversi. Diversi adalah pengalihan penyelesaian perkara anak dari proses peradilan pidana ke proses di luar peradilan pidana. Sedangkan tujuan dari Diversi adalah mencapai perdamaian antara korban dan anak, menyelesaikan perkara anak di luar proses peradilan, menghindarkan anak dari perampasan kemerdekaan, mendorong masyarakat untuk berpartisipasi, menanamkan rasa tanggung jawab kepada anak. Semua proses Diversi tersebut dilakukan dengan melakukan pendekatan Keadilan Restoratif (Restorative Justice). Namun, keberhasilan dan kegagalan proses diversi dapat dilihat dari proses dan hasil musyawarah yang dilakukan, begitupula hambatan-hambatan yang timbul dalam pelaksanaan diversi terhadap anak yang berhadapan dengan hukum (pidana). Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis dan mengetahui bagaimana proses pelaksanaan diversi di wilayah hukum Pengadilan Negeri Pontianak, disertai dengan kendala atau hambatan-hambatan yang dihadapi dalam melaksanakan diversi dan keadilan restoratif. Maka dari itu urgensi dari penelitian ini, pentingnya untuk mengetahui  “Efektivitas Penerapan Konsep Diversi dan Restorative Justice dalam Sistem Peradilan Pidana Anak (Telaah Yuridis Empirik Terhadap Kasus Delinkuensi Anak di Pengadilan Negeri Pontianak)”.
Sosialisasi Peran dan Posisi Angkatan Muda Muhammadiyah (AMM) Pada Pemilu 2019 di Kalimantan Barat Anshari Anshari; M. Fajrin; Nina Niken Lestari
Jurnal Buletin Al-Ribaath Vol 16, No 1 (2019): Buletin Al-Ribaath
Publisher : Universitas Muhammadiyah Pontianak

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1028.762 KB) | DOI: 10.29406/br.v16i1.1524

Abstract

Dalam kontestasi politik bangsa (pesta demokrasi), Persyarikatan Muhammadiyah mempertegas posisi netralnya terhadap kekuatan-kekuatan politik praktis. Muhammadiyah tidak berafiliasi dan tidak mempunyai hubungan organisatoris dengan kekuatan-kekuatan politik atau organisasi manapun. Muhammadiyah senantiasa mengembangkan sikap positif dalam memandang perjuangan politik dan menjalankan fungsi kritik sesuai dengan prinsip amar ma’ruf nahi munkar demi tegaknya sistem politik kenegaraan yang demokratis dan berkeadaban. Maka, Sosialisasi terhadap Peran dan Posisi Angkatan Muda Muhammadiyah (AMM) Pada Pemilu 2019 di Kalimantan Barat penting untuk dilaksanakan. Diharapkan agar generasi muda Muhammadiyah di Indonesia, atau di Kalimantan Barat khususnya mengetahui posisi strategis kader Muhammadiyah sebagai organisatoris atau kelembagaan maupun secara person atau individu dalam menentukan sikap, pilihan, dan tindakan dalam rangka menghadapi tahun politik di Pemilu 2019.
Penyuluhan Hukum Anti Korupsi bagi Aparatur Sipil Negara di Lingkungan Kantor Wilayah (Kanwil) Kementerian Agama Provinsi Kalimantan Barat Anshari Anshari
Al-Khidmah Vol 6, No 1 (2023): AL-KHIDMAH (Agustus)
Publisher : Universitas Muhammadiyah Pontianak

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29406/al-khidmah.v6i1.5803

Abstract

Di Indonesia, korupsi berkembang sangat pesat, korupsi merajalela dan terjadi secara sistematis. Seringkali korupsi dilakukan dengan rekayasa yang canggih dan memanfaatkan teknologi modern. Fakta-fakta kasus Tindak Pidana Korupsi yang dilakukan pejabat negara kemudian menjadikan paradigma lama itu menjadi nyata. Bahwa pemberantasan kasus korupsi sulit diberantas secara bersama. Sementara itu, para koruptor tidak hanya menduduki posisi teratas pada tingkat pemerintahan eksekutif di tingkat nasional, provinsi, kota, dan kabupaten, akan tetapi juga berada di tingkat hirarki paling bawah, yakni desa yang dipilih langsung oleh rakyat. Oleh karena itu penting untuk mencegah dan mengurangi pengaruh buruk Tindak Pidana Korupsi yang kasusnya dipublikasikan secara bebas di media massa oleh Pemerintah. Sosialisasi dan/atau penyuluhan tentang Undang-Undang Anti Korupsi merupakan salah satu cara untuk mencegah meluasnya tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh oknum aparatur sipil negara, dalam hal ini salah satu prioritas pencegahannya adalah di Kementerian negara Republik Indonesia. Sebab, kementerian sebagai alat kelengkapan negara merupakan parameter yang menjalankan roda pemerintahan serta mengelola dan menggunakan uang negara (APBN) yang bersumber dari rakyat. Oleh karena itu, sosialisasi atau penyuluhan anti korupsi di Kementerian Agama merupakan salah satu solusi konkrit untuk mencegah dan mengurangi korupsi di Indonesia. Kegiatan penyuluhan anti korupsi ini bertujuan untuk memberikan pemahaman tentang bahaya laten korupsi serta cara pencegahan dan pemberantasannya.
Penerapan Sanksi Tindak Pidana Asusila Oleh Pengadilan Militer I-05 Pontianak (Putusan Nomor 53-K/Pm.I-05/Ad/Ix/2017) Anshari Anshari; Azzahra Lalili Firdaus Tupan; Nina Niken Lestari
Res Judicata Vol 6, No 1 (2023)
Publisher : Fakultas Hukum, Universitas Muhammadiyah Pontianak

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29406/rj.v6i1.5953

Abstract

ABSTRACKThe military has privileges in the field of law by having its own legal rules, one of which is the Military Criminal Law as a material law that is stipulated and enforced against the Indonesian National Armed Forces (TNI). At the formal level, the Military Criminal Code (KUHPM) is used. The proceedings in the Military Court are regulated in Law Number 31 of 1997 concerning Military Courts. There are also criminal cases where the perpetrator is a soldier, one of which is immoral crime which in this study is used in decision number 53-K/PM.I-05/AD/IX/2017 to critically explain the procession of first-level military court proceedings. The purpose of this study is to find out the procedures for criminalizing TNI Soldiers according to Law Number 31 of 1997 concerning Military Justice. The settlement process was carried out at the 1-05 Pontianak Military Court. In order to find out the settlement process carried out at the Pontianak 1-05 Military Court. This type of research is empirical research, using a qualitative approach, data collection techniques used by interviews, data analysis techniques with qualitative analysis. The results of this study, the State will provide sanctions to any perpetrators of violations such as criminal acts, the Military Court also has a criminal and criminal system that is guided by the Criminal Procedure Code (KUHAP) and Law Number 31 of 1997 concerning Military Courts. There are differences in the process of criminal proceedings in the General Court and the Military Court which perhaps many civil society do not know about. In decision number 53-K/PM-I.05/AD/IX/2017 it explains the process of settling an immoral crime case committed by a TNI soldier and the settlement is in accordance with the rules that apply to Law number 31 of 1997 concerning Justice Military.
Penyuluhan Hukum Dampak Beredarnya Berita Hoax dan Pencegahannya di Situasi Covid-19 Melalui Sosial Media Anshari Anshari
Jurnal Buletin Al-Ribaath Vol 20, No 1 (2023): Buletin Al-Ribaath
Publisher : Universitas Muhammadiyah Pontianak

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29406/br.v20i1.5802

Abstract

Dalam beberapa tahun pandemi Covid-19 memutus semua aktivitas normal kehidupan sosial yang selama ini berjalan. Dengan membatasi keramaian dan kerumunan, maka berdampak pada pesatnya peningkatan penggunaan jaringan komunikasi digital (informasi dan transaksi elektronik). Penggunaan komputer dan internet yang begitu masif mengakibatkan banyak masalah terhadap perubahan pola interaksi masyarakat. Salah satu permasalahan yang muncul adalah tersebarnya berita bohong atau fake news atau disebut dengan “Hoax/Hoaks”. Hal ini harus menjadi perhatian serius Pemerintah (Eksekutif) serta lembaga Legislatif dan Yudikatif, sebagai penjaga pilar demokrasi dalam kehidupan berbangsa. Apalagi untuk mengantisipasi daerah pedesaan yang sebagian besar belum memiliki kemampuan yang memadai untuk memanfaatkan pesatnya laju teknologi informasi.
EFEKTIVITAS PELAKSANAAN PERSIDANGAN VIRTUAL (ONLINE) PADA PEMERIKSAAN PERKARA PIDANA DI WILAYAH HUKUM PENGADILAN NEGERI PONTIANAK Anshari Anshari
Jurnal Restorative Vol 1, No 1 (2023): JURNAL RESTORATIVE VOLUME 1 NO. 1
Publisher : Muhammadiyah Makassar University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

n social life in recent years (2019-2021), due to the Covid-19 outbreak, a new term has emerged called New Normal, namely the application of social distancing or physical distancing health protocols. The implementation of these health protocols in Indonesia in the past year has had an impact on people's work routines and social interactions. The risk of community infection with the spread of Covid-19 has formed a new habit for many people, such as wearing masks in their daily lives, sitting or standing while keeping their distance, limiting interactions or prohibiting crowds or crowds, to the maximum use of information technology as a means of communication or interaction. Furthermore, drastic changes occur in a short span of time, the reality of life changes unfolds with many challenges. One of them is included in the world of justice in Indonesia. In the Criminal Justice System in Indonesia, so far, of course, it has taken advantage of conventional media, such as the courtroom and its devices, limited communication tools, and other means of examination in court proceedings. Since its launch in 2018 the application of electronic case administration (e-Court) has drastically changed the paradigm which initially required the parties to come directly to the court to register their cases. E-Court is regulated in the Republic of Indonesia Supreme Court Regulation (Perma) Number 1 of 2019 concerning Electronic Administration of Cases and Trials in Courts. Whereas in criminal cases, Virtual (Online) Trials are regulated in Perma RI Number 4 of 2020 concerning Administration and Trial of Criminal Cases in Courts Electronically. However, e-Court itself has not been regulated in the Criminal Procedure Code (KUHAP) as a general provision of criminal procedural law in Indonesia, what should be avoided is that there is a legal vacuum in the formal criminal law. Because this is closely related to the effectiveness of examinations in court hearings, proof by presenting witnesses, experts, evidence. Therefore it is important to conduct research on "The Effectiveness of Implementation of Virtual Trials (Online) in Examining Criminal Cases in the Legal Area of the Pontianak District Court".Keywords: Virtual Trial, Online, Criminal Case, Pontianak District Court