Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search

Gereja dan krisis kebebasan beragama di Indonesia Agustina Raplina Samosir; Reymond Pandapotan Sianturi; Ejodia Kakunsi
KURIOS (Jurnal Teologi dan Pendidikan Agama Kristen) Vol 8, No 2: Oktober 2022
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Pelita Bangsa, Jakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30995/kur.v8i2.583

Abstract

In SETARA's account, cases of intolerance against churches in a decade (2007-2016) reached the highest number compared to other houses of worship, namely 186 cases. Unfortunately, the attitude of the church tends to be passive towards this reality. We see that the issue of intolerance to the church does not seem to be a common problem with churches, especially mainstream Protestant churches. On the other hand, especially in Christian-majority areas, the church is repressive towards religious freedom in its environment. To that end, we will first review the church's attitude towards cases of intolerance towards the church. Next, we will analyze these attitudes with Catherine Keller's postcolonial perspective to criticize and even reconstruct the church's idea of transformative religious freedom amid various cases of intolerance in Indonesia. This can be done by dissecting the four main issues we offer, namely the traditional conflict culture, neglect by the state, the rise of Islam, and the indifference of churches to various cases of intolerance in Indonesia.AbstrakDalam catatan SETARA, kasus intoleransi terhadap gereja dalam satu dekade (2007-2016) mencapai angka tertinggi dibanding rumah-rumah ibadah lainnya yakni 186 kasus. Sayangnya, sikap gereja cenderung pasif terhadap realitas ini. Kami melihat bahwa persoalan intoleransi terhadap gereja tampaknya belum menjadi persoalan bersama gereja-gereja terutama gereja Protestan mainstream. Di pihak lain, terutama di wilayah mayoritas Kristen, gereja malah bersikap represif terhadap kebebasan keberagamaan di lingkungannya. Untuk itu, pertama-tama kami akan meninjau sikap gereja terhadap kasus-kasus intoleransi terhadap gereja. Selanjutnya, kami akan menganalisis sikap tersebut dengan perspektif poskolonial Catherine Keller untuk mengkritisi bahkan merekonstruksi gagasan gereja tentang kebebasan beragama yang transformatif di tengah-tengah berbagai kasus intoleransi di Indonesia. Hal ini dapat dilakukan dengan membedah empat isu utama yang kami tawarkan yakni budaya konflik tradisional, pembiaran oleh negara, kebangkitan Islam, dan ketidakpedulian gereja-gereja terhadap berbagai kasus intoleransi di Indonesia.
PENDAMPINGAN PASTORAL BUDAYA BAGI KOMUNITAS PENENUN DI DESA PANSUR NAPITU KECAMATAN SIATAS BARITA KABUPATEN TAPANULI UTARA Sianturi, Reymond Pandapotan; Sibarani, Yosua; Limbong, Nurelni; Manullang, Priska; Simamora, May Rauli
Community Development Journal : Jurnal Pengabdian Masyarakat Vol. 5 No. 1 (2024): Volume 5 No 1 Tahun 2024
Publisher : Universitas Pahlawan Tuanku Tambusai

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31004/cdj.v5i1.24795

Abstract

Ulos dikenal sebagai ekspresi kasih-sayang, maka dikenal ungkapan mangulosi. Dalam adat Batak, mangulosi (memberikan ulos) melambangkan pemberian kehangatan dan kasih sayang kepada penerima ulos. Proses revitalisasi perlu dilakukan dengan hati-hati agar tidak menghilangkan nilai-nilai yang terkandung dalam kain ulos itu sendiri. Metode pendampingan pastoral budaya bagi komunitas penenun di desa Pansur Napitu adalah pemaparan atau penjelasan materi, diskusi, dan tanya jawab secara tatap muka (on site). Pembicara menyampaikan hal-hal penting seperti: (a) Pentingnya pemasaran berbasis  e-commerce  (b) Pemasaran  berbasis  marketplace  (c) Mengembangkan keunggulan daya saing bisnis melalui pasar global (d) cara pembuatan zat pewarna alami dari tumbuh-tumbuhan sekitar. Penyampaian materi didukung oleh tampilan visual berupa  slide power point dan alat peraga yang dipersiapkan oleh pembicara. Para peserta aktif dalam kegiatan diskusi dan tanya. Pembicara  juga  memberikan kesempatan kepada perwakilan peserta untuk berbagi pengalaman mengenai pembuatan dan penjualan ulos tenun. Kegiatan pengabdian ini memberikan manfaat bagi mitra. Mitra membagikan manfaat berupa wawasan yang bertambah dan bangkitnya semangat untuk tetap tekun melestarikan tenun ulos.