Claim Missing Document
Check
Articles

Found 23 Documents
Search

KOMUNIKASI QUR’ANI Mahbub Junaidi
DAR EL-ILMI : Jurnal Studi Keagamaan, Pendidikan dan Humaniora Vol 4 No 2 (2017): Oktober
Publisher : Fakultas Agama Islam Universitas Islam Darul 'Ulum Lamongan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (635.011 KB)

Abstract

Abstrak: Komunikasi dilakukan oleh setiap orang yang ingin menyampaikan sesuatu, baik berupa ide/ gagasan maupun informasi. Komunikasi yang dilakukan oleh seseorang berbeda dengan yang dilakukan oleh orang lain. disamping itu, proses komunikasi selalu menghubungkan beberapa variable yang saling mempengaruhi, baik dalam diri komunikator, komunikan, media, maupun situasi waktu dan tempat mereka melakukan komunikasi tersebut. Berhubungan dengan itu, menarik untuk dikaji apa yang diajarkan al-Qur’an tentang berkomunikasi. Hal ini secara jelas diungkap oleh al-Qur’an dengan membicarakan bahkan “mengajarkan” cara berkomunikasi yang berbeda-beda. Secara garis besar terdapat enam model penggunaan bahasa untuk komunikasi dalam al-Qur’an, yaitu Qoulan Ma’rufa, Qoulan Maisura, Qoulan Sadida, Qoulan Baligha, Qoulan Layyina dan Qoulan Karima. Adapun secara teori, komunikasi Qur’ani mengandung beberapa unsur dasar komunikasi, yaitu komunikator, pesan dan komunikan. Sedangkan model komunikasi yang ada tersebut lebih dekat pada komunikasi model Aristoteles, lebih-lebih dalam term qoulan layyina. Di samping itu, ada pula yang lebih dekat (cenderung) pada komunikasi model S-R. Adapun mengenai efektifitas komunikasi qur’ani dapat dibuktikan secara konkrit, salah satunya terlihat dengan berimannya para tukang sihir Fir’aun, yaitu beriman kepada Tuhannya Musa dan Harun.
Manusia dalam berbagai Perspektif Mahbub Junadi
DAR EL-ILMI : Jurnal Studi Keagamaan, Pendidikan dan Humaniora Vol 4 No 1 (2017): April
Publisher : Fakultas Agama Islam Universitas Islam Darul 'Ulum Lamongan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (337.664 KB)

Abstract

Abstrak:Manusia merupakan makhluk yang tidak terwujud dengan sendirinya melainkan keberadaannya ada yang menciptakan. Menurut pendapat jumhur dan hampir seluruh mufassir menyebut Adam sebagai makhluk/manusia pertama yang kemudian diikuti penciptaan istrinya (Hawa) yang kemudian berkembang biak memenuhi bumi. Al-Qur’an tidak menjelaskan secara detail dan terperinci setidaknya apa yang ada dan disinggung dalam al-Qur’an tentang wujud fisik manusia adalah kebenaran dari Tuhan yang terbukti secara ilmiah. Adapun memahami manusia secara spritual (jiwa, nafs, roh) bukanlah hal yang sederhana, bahkan amat rumit. Hingga sekarang belum ada yang bisa membuktikannya secara ilmiah selain dari gejala-gejalanya saja. Informasi tentang jiwa dan roh tersebut di dalam al-Qur’an dijelaskan dalam kadar yang berbeda. Setidaknya ada 3 hal yang menyebabkan ruh dan jiwa berbeda, perbedaan pertama, pada substansinya. Jenis dan ruh berbeda dari segi kualitas dzatnya : jiwa digambarkan sebagai dzat yang bisa berubah-ubah kualitas, naik turun, jelek dan baik, kotor dan bersih, dan seterusnya. Sedangkan ruh digambarkan sebagai dzat yang selalu baik dan suci, berkualitas tinggi. Perbedaan kedua antara jiwa dan ruh adalah fungsinya. Jiwa digambarkan sebagai “sosok” yang bertanggung jawab atas segala dzat yang selalu baik dan berkualitas tinggi, sebaliknya hawa nafsu adalah dzat yang berkualitas rendah dan selalu mengajak kepada keburukan, sedangkan jiwa adalah dzat yang bisa memilih kebaikan dan keburukan tersebut. Maka jiwa harus bertanggung jawab terhadap pilihannya. Dan perbedaan ketiga, perbedaan itu ada pada sifatnya, dimana jiwa merasakan kesedihan, kekecewaan, kegembiraan, kebahagiaan, ketentraman, ketenangan dan kedamaian. Sedangkan ruh bersifat stabil dalam kebaikan tanpa mengenal perbandingan. Ruh adalah kutub positif dari sifat kemanusiaan sebagai lawan dari sifat setan yang negatif
TAKHRIJ HADITS “LA YAQRA’ AL-JUNUB” Mahbub Junaidi
DAR EL-ILMI : Jurnal Studi Keagamaan, Pendidikan dan Humaniora Vol 5 No 1 (2018): April
Publisher : Fakultas Agama Islam Universitas Islam Darul 'Ulum Lamongan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (402.263 KB)

Abstract

Hadits sebagai sumber hukum islam kedua setelah al-Qur’an menjadi penting dikaji dan diteliti. Baik penelitan tersebut menyangkut otentisitas atau orisinilitas hadits yang dimaksud atau menyangkut konten/isi di dalamnya. Untuk menentukan otentisitas tersebut jama’ difahami terdapat istilah naqd al-sanad dan naqd al-matan, yaitu kritik sanad dan kritik matan. Sebagai contoh adalah hadits tentang larangan menyentuh dan membaca al-Qur’an bagi orang yang junub dan haidl. Sebagain orang mengatakan hadits tersebut lemah atau dhoif, sebagian mengatakan hasan dan sebagian mengatakan shohih atau setidaknya shohih lighoirihi. Tulisan ini mencoba untuk sedikit melihat hadits tersebut dari aspek sanad atau naqd sanad-nya. Kritik sanad ini penting -walaupun tidak dapat merinci secara detail dan dalam-, setidaknya gambaran umum tentang posisi dan kualitas hadits tersebut dapat diketahui.
PEMIKIRAN KALAM SYEKH ABDUL QODIR AL-JAILANI Mahbub Junaidi
DAR EL-ILMI : Jurnal Studi Keagamaan, Pendidikan dan Humaniora Vol 5 No 2 (2018): Oktober
Publisher : Fakultas Agama Islam Universitas Islam Darul 'Ulum Lamongan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (387.384 KB)

Abstract

Di akhir abad V dan awal abad VI yang berada dalam pergolakan poltik yang hebat memberikan pengaruh tersendiri dalam karakter berfikir maupun pola hidup masyarakat, tidak terkecuali para tokoh dan ulama muslim. Kenyataan ini tidak menyeret Abdul Qadir ke dalam kelamnya kebodohan dan ketidak berdayaan. Justru keadaan ini menjadikannya pribadi yang penuh dengan keyakinan, optimis dan senentiasa membangun jiwa maupun keilmuanAl-Jailani mengajarkan: berbagai disiplin ilmu keislaman, seperti Tauhid, Fiqih, Tafsir, hingga Tasawuf. Dalam bidang Tauhid ia mengajarkan secara garis besar ketauhidan yang dibangun olehnya sama dengan konsep Ahlu Sunnah wal jama’ah. Dalam masalah kenabian ia mengharuskan umat islam harus meyakini Muhammad bin Abdullah adalah Rasulullah dan pemimpin para Rasul serta penutup para Nabi, tidak ada nabi sesudahnya. Tentang kiamat, ia mengajarkan akan ada pembalasan bagi seluruh manusia. Ruh para syuhada’ dan orang-orang mukmin akan datang menemui jasadnya lagi ketika peniupan ruh yang kedua ke bumi untuk klarifikasi dan penghitungan amal. Dalam hal Bid’ah ia menegaskan, bahwa tidak ada keberuntungan hingga umat islam mengikuti al-Kitab dan al-Sunnah. Lebih lanjut ia menegaskan pentingnya mengikuti ulama’ dalam memahami nash-nash al-Qur’an dan sunnah. Terhadap pemimpin ia mengajarkan konsep kehidupan sosial politik Aahlu Sunnah wal Jama’ah, bahwa umat harus mendengar dan mentaati pemimpin Islam, mengikuti mereka, shalat di belakang mereka, baik pemimpin yang adil, jahat, maupun lalim, baik orang yang menggantinya maupun orang yang yang mewakilinya.
AKHLAK DALAM PRESPEKTIF SEJARAH Mahbub Junaidi
DAR EL-ILMI : Jurnal Studi Keagamaan, Pendidikan dan Humaniora Vol 6 No 1 (2019): April
Publisher : Fakultas Agama Islam Universitas Islam Darul 'Ulum Lamongan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (322.335 KB)

Abstract

Akhlak sudah ada dan muncul sejak adanya manusia pertama kali. Dengan kata lain akhlak telah menjadi tatanan normatif yang mengatur kehidupan manusia pertama tersebut dalam beriteraksi dengan Tuhan dan lingkunganya. Lebih jauh dapat dimaknai, bahwa akhlak muncul bersamaan dengan munculnya manusia pertama kali, walaupun akhlak belum terdefinisikan secara ilmiah saat itu. Namun demikian, secara ilmiah belum ada penyeledikian akhlak pada masa nabi Adam tersebut. Kabar yang sampai kepada umat manusia periode berikutnya hanya melalui wahyu dan kitab suci agama-agama samawi. Nabi-nabi menceritakan dan menjelaskan apa yang disampaikan Tuhan melalui wahyu untuk menjadi pelajaran bagi umatnya masing-masing di setiap periode nabi. Apabila ditinjau secara Ilmiah, penyelidikan akhlak untuk pertama kali dilakukan oleh filosof yunani yang bernama Socrates (murid Phytagoras). Pada mulanya para filosof Yunani tidak banyak yang memperhatikan hal ini (akhlak), kebanyakan mereka disibukkan dalam menyelidiki alam raya, asal usul dan gejala di dalamnya. Setelah itu akhlak mengalami perkembangan pesat dari generasi ke generasi hingga lintas peradaban dan bangsa
IBN AL-ATSIR DAN METODENYA DALAM MENYUSUN JÂMI’ AL-USHÛL FÎ AHÂDÎTS AL-RASÛL Mahbub Junaidi
DAR EL-ILMI : Jurnal Studi Keagamaan, Pendidikan dan Humaniora Vol 6 No 2 (2019): Oktober
Publisher : Fakultas Agama Islam Universitas Islam Darul 'Ulum Lamongan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (400.453 KB)

Abstract

Perkembangan peradaban Islam, khususnya tentang kemajuan keilmuan cukup berkembang pada zaman keemasan. Yang demikian terbukti dengan berbagai karya ulama pada masa-masa kemasan hingga masa kemunduran Islam. Kajian tersebut cukup menyeluruh, dalam kajian al-Qur’an lahir puluhan kitab tafsir, demikain pula kajian hadits, yang juga melahirkan kitab-kitab induk dalam disiplin hadits. Dalam kajian hadits ini, melahirkan kitab-kitab induk juga melahirkan kitab-kitab turunan dengan metode, manhaj, dan model sendiri-sendiri. Diantara kitab turunan tersebut ada yang menggunakan metode kamus, seperti Jami al-Shaghir, Jami al-Ushul fi ahadits al-Rasul dan sebagainya. Penyusunan kitab Jâmi al-Ushûl fî Ahâdîts al-Rasûl ini oleh Ibn al-Atsir tidak dapat dipisahkan dengan seorang ulama, yaitu Ruzain bin Mu’awiyah al-Sirqasthi, yang menulis kitab yang serupa sebelumnya. Kitab tersebut mengumpulkan hadits-hadits yang ada dalam Shahih Bukhari, Shahih Muslim, Sunan Tirmidzi, Sunan Abu Dawud dan Sunan al-Nasa’i. Ketika membaca dan menela’ah kitab tersebut, Ibn al-Atsir menemukan terlalu banyaknya hadits. Di samping itu, ia juga mendapatkan ketidaksistematisan dalam karya tersebut. Setelah selesai mengkaji dan menela’ah kitab tersebut, Ibn al-Atsir berushasa menyusun kembali kitab serupa dengan menambahkan hal-hal yang dirasa penting, termasuk hadits-hadits yang ada di dalam Kitab Al-Muwaththa. Di samping itu, Ibn al-Atsir juga membuat sistematika yang berbeda, yang lebih sederhana dan mudah, dengan tujuan untuk memudahkan para pengkaji hadits. Mengenai nama yang dipilih, pada dasarnya hanya Ibn al-Atsir, penulis Jâmi al-Ushûl fî Ahâdîts al-Rasûl, yang paling mengetahui alasan utama pemilihan atau pemberian nama kitabnya dengan nama tersebut.
IBNU THUFAIL Mahbub Junaidi
DAR EL-ILMI : Jurnal Studi Keagamaan, Pendidikan dan Humaniora Vol 7 No 1 (2020): April
Publisher : Fakultas Agama Islam Universitas Islam Darul 'Ulum Lamongan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Pada masa keemasan Islam, banyak terlahir pemikir besar di dunia Islam, salah satunya Ibnu Thufail. Ia merupakan salah satu pemikir (baca:Filosof) besar islam pada abad pertengahan itu. Pemikirannya terletak pada karyanya yaitu kisah fiksi Hayy Ibn Yaqzhan. Dalam kisah itu, dia menyatakan pandangan filsafatnya tentang alam semesta, Tuhan, agama, moral, manusia dan wataknya, budaya masyarakat formal serta adanya keserasian antara agama dan filsafat. Dia juga mencoba untuk menjelaskan tentang kemampuan manusia untuk hidup sendiri dan mandiri, tanpa adanya bantuan bahasa, agama, budaya dan tradisi yang mewarnainya, artinya semua hal yang disebutkan diatas itu tidak sepenuhnya selalu mempengaruhi perkembangan akal manusia. Dalam cerita roman Hayy bin Yaqzhan tersebut, Ibn Thufail juga mencoba membuktikan kebenaran tesis kesatuan kebijaksanaan rasional dan mistis melalui kisah fiktif, bahwa manusia dengan segala kelemahannya dapat saja berkomunikasi dengan Tuhan dengan kekuatan akalnya (filsafat) maupun dengan kekuatan kalbunya (tasawuf).
PEMIKIRAN ETIKA RONGGOWARSITO Mahbub Junaidi
DAR EL-ILMI : Jurnal Studi Keagamaan, Pendidikan dan Humaniora Vol 7 No 2 (2020): Oktober
Publisher : Fakultas Agama Islam Universitas Islam Darul 'Ulum Lamongan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Sebagai pujangga Jawa, nama Ranggowarsito cukup populer di masyarakat. Hal ini meyebabkan banyak orang mengenal serat karya Ronggowarsito. Sebagian mereka membaca dan mendalamai secara agademis, namun sebagian lain hanya mengetahui riwayat pujangga Jawa tersebut sebagai “cerita” atau dongeng rakyat. Raggawarsita sebagai seorang pujangga banyak menghasilkan karya sastra. Hal ini disebabkan ia memiliki kelebihan dalam bidang ini, ditdukung oleh profesinya sebagai seorang pujangga. Salah satu muridnya, Ki Padmosusastro memberikan komentar terkait kepujanggan Ronggowarsito. Ki Padmosusastro mengatakan “Cekakipun guru kulo puniko paud sanget, kepingin kulo niru iketipun (ukara), nanging setengah pejah”. Terdapat beberapa karya Ronggowarsito yang sebagiannya sampai pada kita dan sebagian besar lainnya masih berbentuk manuskrip. Diantara karya-karyanya antara lain: Ajidarma, Ajidarma-ajinirmala, Ajipamasa, Budayana, Babad iteh, Babon serat Pustaka raja, Cakrawati, Cemporet, Darmasarana, Dasanamaning Utusan, Hidayat Jati, Jaka Lodang, Jayengbaya, Jatipsara, Kalitida, Kracik Pawukon Ageng, Kawi-Javanshe Woordenbooek, Matnyanarparta, Mardalawagu, Pambeganing Nata Binatara, Panji Jayengtilem, Pamoring Kawulo Gusti, Paramayoga, Partakaraja, Pawarsakan, Purrusangkara, Purwagnyana, Purwa Wasana, Pakem Pustaka Raja Purwo, Paramasastra, Patisan Kina ing Kediri, Purwaning Pawukon Ageng, Rerepan Sekar Tengahan, Sabda Jati, Sabda prawana, Sabdatama, Salasilah, Sariwahana, Sidawakya, Sejarah pari sawuli, dll. Tulisan ini tidak dimaksudkan untuk menyajikan semua pemikirannya secara utuh dan menyeluruh, namun difokuskan pada percikan pemikiran filsafat etik Ranggawarsito.
STUDI KRITIS TAFSIR AL-MANAR KARYA MUHAMMAD ABBDUH DAN RASYID RIDLA Mahbub Junaidi
DAR EL-ILMI : Jurnal Studi Keagamaan, Pendidikan dan Humaniora Vol 8 No 1 (2021): April
Publisher : Fakultas Agama Islam Universitas Islam Darul 'Ulum Lamongan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Al-Qur’an, dalam tradisi pemikiran Islam, telah melahirkan sederetan teks turunan yang demikian luas dan mengagumkan yang disebut Tafsir. Tafsir al-Qur’an adalah penjelasan tentang maksud firman-firman Allah sesuai dengan kemampuan manusia. Kecenderungan manusia juga berbeda-beda, sehingga apa yang dihidangkan dari pesan-pesan ilahi dapat berbeda antara yang satu dengan yang lain. Meminjam bahasa Komaruddin Hidayat, bahwa perkembangan kajian al-Qur’an dengan berbagai macam corak, aliran, dan metodologinya, bagaikan “ledakan nuklir” yang memancarkan getaran dimana radiasinya tidak semakin melemah, melainkan malah menguat dan melahirkan pusat-pusat pusaran baru. Dalam beberapa kajian terhadap kitab tafsir, Tafsir Al-Manar karya bersama Muhammad Abduh dan Rasyid Ridla dianggap sebagai peletak dasar tafsir modern. Dalam pembahahasan Tafsir Al-Manar inilah tulisan ini difokuskan, walaupun tidak menutup kemungkinan menyinggung tafsir yang lain. Artinya, hal-hal yang berhubungan dengan Tafsir Al-Manar akan sebisa mungkin dibahas dalam kajian ini secara konprehensip. Hal ini bertujuan untuk dapat melihat dan menilai karya ini dengan obyektif dan adil. Tentang penulisan tafsir al-Manar, bahwa Muhammad Abduh menenulis Tafsir al-Manar hanya sampai pada surah al-Nisa’ ayat 126, kemudian diteruskan oleh Rasyid Ridla. Adapun manhaj sumber penafsiran: Dilihat dari sumber penafsiran bahwa Tafsir al-Manar pada dasarnya lebih merupakan wujud dari bentuk iqtiran; Manhaj cara penjelasan; Penjelasan dalam Tafsir al-Manar ini menurut penulis termasuk dalam kategori muqarin atau perbandingan; Manhaj dari segi keluasan penjelasan: Dilihat dari aspek luas tidaknya penjelasan terhadap ayat-ayat yang ditafsirkan Tafsir al-Manar dapat dikategorikan dalam kelompok tafsir yang memiliki penjabaran yang luas; Manhaj dari segi tertib ayat; Tafsir al-Manar dapat digolongkan sebagai tafsir yang mengikuti metode tahlili, bukan nuzuli atau maudlu’i. Naz’ah: Dilihat dari segi naz’ah atau coraknya, Tafsir al-Manar dapat dikategorikan sebagai tafsir yang bercorak adabi- ijtimai atau sosial-kemasyarakatan.
KONSEP SYAFAAT DALAM ISLAM Telaah Kritis atas Hadits Nabi Tentang Syafaat di Hari Kiamat Mahbub Junaidi
DAR EL-ILMI : Jurnal Studi Keagamaan, Pendidikan dan Humaniora Vol 8 No 2 (2021): Oktober
Publisher : Fakultas Agama Islam Universitas Islam Darul 'Ulum Lamongan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Kepercayaan terhadap hari akhirat merupakan salah satu rukun Islam. Dalam agama samawi terakhir ini, ajaran tentang kehidupan akhirat merupakan salah unsur utama, karena di dalamnya menyangkut pembalasan akan surga dan neraka. Artinya, bahwa di akhirat akan ada kehidupan kedua setelah manusia menjalani kehidupan di dunia ini sebagai kehidupan pertama dan terbatas. Kehidupan akhirat akan berhubungan dengan surga dan neraka, dimana keadaan setiap manusia di sana akan ditentukan bagaimana kehidupannya di dunia. Perhitungan amal akan dilakukan untuk memberi ganjaran atas amal manusia selama hidup di dunia. Amalam kebaikan akan dibalas kebaikan/surga dan keburukan akan diganjar dengan keburukan/neraka. Di antara pembahasan hisab/perhitungan amal manusia yang berakhir pada pembalasan surga atau neraka tersebut terdapat aspek lain yang menarik yaitu konsep syafaat. Syafaat sendiri secara sederhana dapat diartikan sebagai pertolongan di hari kiamat. Pada saat itulah kasih sayang Allah Swt kepada hamba-hamba-Nya nampak nyata. Kepada orang beriman yang taat, Allah memberikan balasan kenikmatan berupa surga sedangkan bagi orang beriman yang banyak melakukan dosa masih diberi pertolongan Allah berupa syafaat melalui hamba-hamba pilihanNya yang diberikan hak kepada mereka khususmya Nabi Muhammad Saw. Beberapa kelompok dalam Islam pun berbeda pendapat tentang syafaat.sebagian kelompok menilak konsep syafaat dan sebagian lain, khususnya ahlussunnah wal jama’ah menerima dan meyakini adanya syafaat. Tulisan ini akan membaca term syafaat presektif hadits dengan beberapa analisis di dalamnya.