I MADE SUTARGA
Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas Udayana

Published : 16 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 16 Documents
Search

Identifikasi Penyebab Diare di Kabupaten Karangasem, Bali I N. Sujaya; N.P. Desy Aryantini; N.W. Nursini; S.G. Purnama; N.M.U. Dwipayanti; I G. Artawan; I M. Sutarga
Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional Vol. 4 No. 4 Februari 2010
Publisher : Faculty of Public Health Universitas Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (229.638 KB) | DOI: 10.21109/kesmas.v4i4.180

Abstract

Pada Februari hingga Maret 2008 terjadi kejadian luar biasa muntah berak (diare) di Kabupaten Karangasem Bali. Tercatat sekitar 600 orang mengalami muntaber dan 5 orang meninggal dunia. Ini merupakan kejadian KLB muntaber pertama kali di Bali serta belum diketahui patogen penyebab diare tersebut. Tujuan penelitian ini adalah mengidentifiaksi penyebab diare di Karangasem serta kemungkinan rantai penularannya. Penelusuran penyebab KLB dilakukan denganmenganalisis sampel air yang diambil dari sumber air umum, cubang/sumur penduduk, bahan makanan, serta rectal swab penderita dengan kombinasi tek-nik pemupukan kuman dan PCR spesifik dengan target gen pembentuk toksin pada Escherichia coli. Dengan melakukan kultur pada sampel makanan diperoleh bahwa 11 dari 21 sampel makanan positif mengandung E. coli. Dari sampel yang positif E. coli, 2 sampel yang diambil di rumah penderita muntaber ter-deteksi gen pembentuk shiga like toxin tipe I dan II pada E. coli. Deteksi gen pengkode shiga like toxin tipe I juga terdeteksi pada penderita dan beberapa sampel air dari cubang penduduk. Hal ini menunjukkan bahwa E. coli pembentuk shiga ike toxin tipe I merupakan penyebab KLB di Karangasem. Lebih lan-jut diperoleh bahwa pita shiga like toxin tipe I dan tipe II. E. coli strain Karangasem berbeda dengan strain EHEC sehingga strain Karangasem ini kemungkinan merupakan strain E. coli patogen baru yang terjadi akibat perubahan genetik pada E. coli pembentuk shiga like toxin yang ditemukan di Bali. Kata kunci : Diare, Escherichia coli, shiga like toxinAbstractIn February to March 2008, Bali was shocked by the outbreak of diarrhea in Karangasem District, Bali. It was recorded that 600 people were having diarrhea and 5 people were died due to the disease. This outbreak was the first time happened in Bali and the causing pathogen was not yet identified. The aim of this study was to identify the causing pathogen of diarrhea in the outbreak case in Karangasem, as well as to identify the possible transmitting pathway. The tracking of outbreak cause was carried out by analyzing water sample taken from communal clean water source, private clean water reservoir, food sample, as well as rectal swab of the patient with the combination of pathogen enrichment technique and specific PCR with Escherichia coli as the target of toxin forming agent. Based on the culture growth from food samples, it was found that 11 from 21 samples were E. colipositive. From samples that E. colipositive, 2 sam-ples that were taken from patient’s house were detected a shiga like toxic forming gene, type I and II on the E. coli. The similar shiga like toxin forming genetype I was also detected on samples from patient and samples from water of private family cubang. This shows that E. colithat forms shiga like toxin type I was the diarrhea causing pathogen in this particular outbreak in Karangasem. Furthermore, it was found out that the ribbon formed by shiga like toxin type I and II differ from the strain of EHEC. Thus, it is possible that the strain found in Karangasem was a new strain of E. colipathogen due to genetic transformation on shiga like toxin forming E. colithat was found in Bali. Key words : Diarrhea, Escherichia coli , shiga like toxin
KARAKTERISTIK PENDERITA HEPATITIS C DI PROVINSI BALI TAHUN 2018 – 2019 Dwitya Arum Sari; I Made Sutarga
ARCHIVE OF COMMUNITY HEALTH Vol 8 No 2 (2021): Agustus 2021
Publisher : Program Studi Sarjana Kesehatan Masyarakat Universitas Udayana Berasosiasi Dengan Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24843/ACH.2021.v08.i02.p02

Abstract

ABSTRAK Berdasarkan data WHO tahun 2015, sebanyak 1% atau 71 juta orang di seluruh dunia terinfeksi virus hepatitis C (HCV). Berdasarkan hasil Riskesdas 2013, Provinsi Bali merupakan salah satu dari 5 Provinsi dengan prevalensi hepatitis C tertinggi di Indonesia. Penelitian yang dilakukan di Klinik VCT-CST RSUP Sanglah Denpasar menunjukkan sebanyak 83,3% responden dengan anti HCV positif berjenis kelamin laki-laki dengan rerata usia responden 29 tahun. Selain faktor risiko medis, faktor lain seperti sosiodemografi juga memiliki peranan penting dalam perkembangan penyakit hepatitis C. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh informasi mengenai karakteristik penderita hepatitis C di Provinsi Bali tahun 2018 – 2019. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kuantitatif dengan menggunakan rancangan cross sectional. Populasi target dari penelitian ini adalah penderita Hepatitis C yang menjalani pengobatan di Rumah Sakit Layanan Hepatitis C (RSUP Sanglah) Provinsi Bali tahun 2018 – 2019. Data yang diambil merupakan data penderita Hepatitis C yang tercatat dalam Sistem Informasi Hepatitis dan PISP (SIHEPI) Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Penelitian ini menunjukkan bahwa penderita hepatitis terbanyak berasal dari kelompok umur 31 – 40 tahun (34.23%) serta di dominasi oleh laki-laki (70.27%). Terdapat 17.12% penderita Hepatitis C yang memiliki status koinfeksi dan 62.16% penderita Hepatitis C mengalami sirosis. Sebanyak 69.63% penderita Hepatitis C telah menjalani pengobatan secara lengkap dengan 87.50% diantaranya dinyatakan SVR. Dari seluruh penderita Hepatitis C dalam penelitian ini, masih banyak (84.68%) penderita yang tidak melakukan pemeriksaan SVR saat 3 atau 6 minggu setelah menjalani pengobatan. Kata Kunci : Hepatitis C, VHC, karakteristik ABSTRACT WHO estimates that in 2015 as many as 1% or 71 million people worldwide were infected with the hepatitis C virus (HCV). Based on the results of Riskesdas 2013, Bali Province is one of the 5 Provinces with the highest prevalence of hepatitis C in Indonesia. Research conducted at the VCT-CST Clinic at Sanglah Central General Hospital in Denpasar showed 83.3% of respondents with anti-HCV positive were men with an average age of 29 years. Besides medical risk factors, other factors such as sociodemography also have an important role in the development of Hepatitis C. This research aims to obtain information about the characteristics of hepatitis C sufferers in Bali Province in 2018 - 2019. This research is a descriptive quantitative study using a cross-sectional design. The target population of this study is Hepatitis C sufferers who are undergoing treatment at the Hepatitis C Service Hospital (RSUP Sanglah) Bali Province in 2018 - 2019. The data taken is data on Hepatitis C sufferers recorded in the Hepatitis C Information System (SIHEPI) of the Ministry of Health of Republic Indonesia. This study shows that most hepatitis sufferers come from the age group 31-40 years (34.23%) and are dominated by men (70.27%). There are 17.12% of Hepatitis C sufferers who have co-infected status and 62.16% of Hepatitis C sufferers have cirrhosis. As many as 69.63% of people with Hepatitis C have undergone complete treatment with 87.50% of them declared SVR. Of all Hepatitis C sufferers in this study, there were still many (84.68%) patients who did not undergo an SVR examination at 3 or 6 weeks after undergoing treatment. Keywords : Hepatitis C, HCV, characteristics
GAMBARAN EPIDEMIOLOGI KEJADIAN CAMPAK DI KABUPATEN BADUNG PROVINSI BALI TAHUN 2014-2019 Ni Made Rai Riastini; I Made Sutarga
ARCHIVE OF COMMUNITY HEALTH Vol 8 No 1 (2021): April 2021
Publisher : Program Studi Sarjana Kesehatan Masyarakat Universitas Udayana Berasosiasi Dengan Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24843/ACH.2021.v08.i01.p12

Abstract

ABSTRAK Kegiatan surveilans yang dilakukan setiap tahun melaporkan lebih dari 11.000 kasus suspek campak di Indonesia. Suspek campak juga banyak ditemukan di Kabupaten Badung dari tahun 2014-2019. Diawali pada angka 499 kasus suspek pada tahun 2014 hingga hanya 21 kasus suspek di tahun 2019. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran epidemiologi kejadian campak di Kabupaten Badung tahun 2014 – 2019. Jenis penelitian ini adalah epidemiologi deskriptif dengan desain cross sectional. Sumber data penelitian ini adalah Surveilans Campak berbasis individu (Case Based Measles Surveillance) Dinas Kesehatan Kabupaten Badung tahun 2014-2019. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kejadian campak pada tahun 2014-2019 cenderung mengalami penurunan dengan kejadian tertinggi di tahun 2014 dan terendah di tahun 2019. Kejadian campak tertinggi di Kabupaten Badung terjadi di Kecamatan Kuta Selatan. Periode tahun 2014-2019, kejadian campak tertinggi pada kelompok umur 5-9 tahun dan didominasi pada jenis kelamin laki-laki. Ditemukan fenomena menarik dimana kejadian campak lebih banyak terjadi pada penderita dengan status telah diimunisasi. Saran bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Badung melakukan kampanye imunisasi MR kembali untuk meningkatkan pembentukan imunitas masyarakat. Kata kunci: Epidemiologi, Campak, Surveilans
STATUS IMUNISASI DAN KETEPATAN PEMBERIAN IMUNISASI CAMPAK PADA ANAK BALITA DI DAERAH YANG PERNAH MENGALAMI KLB CAMPAK NUSA PENIDA Anak Agung Gede Rudhi Arsana; Made Pasek Kardiwinata; I Made Sutarga
ARCHIVE OF COMMUNITY HEALTH Vol 6 No 1 (2019): Juni 2019
Publisher : Program Studi Sarjana Kesehatan Masyarakat Universitas Udayana Berasosiasi Dengan Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (670.305 KB) | DOI: 10.24843/ACH.2019.v06.i01.p07

Abstract

ABSTRAK Campak merupakan salah satu dari penyakit menular yang dapat dicegah dengan imunisasi. Pada tahun 2016, diketemukan KLB campak di Pulau Nusa Penida, Kabupaten Klungkung. Secara geografis wilayah pulau Nusa Penida sendiri merupakan wilayah dengan daratan yang terpisah dengan pulau Bali, sehingga jika terjadi suatu kasus maka akan lebih mudah menyebar karena interaksi penduduk hanya sekitaran wilayah pulau tersebut. Padahal cakupan imunisasi dasar campak diwilayah tersebut pada tahun 2015 dan 2016 sudah melebihi target cakupan Nasional, yaitu 90%. Imunisasi campak seharusnya dapat memberikan kekebalan seumur terhadap serangan penyakit campak sehingga tidak menimbulkan KLB pada suatu wilayah. Tujuan penelitian ini untuk melihat gambaran status imunisasi, ketepatan pemberian imunisasi campak dan kejadian campak pada anak balita didaerah yang pernah mengalami KLB. Desain penelitian ini menggunakan rancangan deskriptif Cross Sectional. Sampel dalam penelitian ini adalah Anak Balita, dan yang menjadi responden adalah Ibu, dengan jumlah 70 sampel. Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini yaitu Systematic Random Sampling. Hasil penelitian pada anak balita di daerah yang pernah mengalami KLB campak Nusa Penida, Kabupaten Klungkung menunjukkan bahwa 17,14% anak balita di daerah tersebut pernah mengalami campak. Berdasarkan status imunisasi, sebagian besar anak balita telah mendapatkan imunisasi dasar campak 74,29%, namun masih terdapat anak yang mengalami kejadian campak klinis dengan proporsi 3,85%. Sedangkan untuk ketepatan pemberian imunisasi, sebagian besar anak balita telah diberikan imunisasi dasar campak dengan tepat waktu yaitu usia 9-11 bulan 68,57%, namun masih terdapat anak balita yang mengalami kejadian campak klinis dengan proporsi 2,08%. Kejadian campak klinis pada anak balita lumayan tinggi, sangat perlu dilakukan konfirmasi uji laboratorium untuk memastikan kasus tersebut sehingga tepat dalam pengobatannya. Perlu adanya sosialisasi kepada masyarakat akan informasi mengenai pentingnya pemberian imunisasi yang harus diberikan tepat pada waktunya untuk mencegah terjadinya campak. Kata kunci: Status Imunisasi, Ketepatan Pemberian Imunisasi, Campak ABSTRACT One of the infectious diseases that can be prevented by immunization. In 2016, a measles outbreak was discovered on Nusa Penida Island, Klungkung Regency. Geographically, the island of Nusa Penida is an area with land separated from the island of Bali, so that if a case occurs it will be easier to spread because it deals with residents only around the island. Meanwhile, basic immunization seen in the region in 2015 and 2016 has exceeded the National achievement target of 90%. Immunization seems to provide immunity against disease that seems to affect outbreaks in a region. The purpose of this study was to see an overview of immunization status, accuracy of immunization and measles events in children under five years old who have experienced outbreaks. The design of this study used a cross sectional descriptive design. The sample in this study were toddlers, and the respondents were mothers, with a total of 70 samples. The sampling technique in this study is Systematic Random Sampling. The results of research on toddlers in areas that have used outbreaks of measles Nusa Penida, Klungkung Regency show that 17.14% of children under five in this area have experienced measles. Based on immunization status, most children under five have received basic measles immunization 74.29%, but still are children who have experienced clinical measles with a contribution of 3.85%. As for the accuracy of immunization, most children under five have been given basic immunization that looks right at the age of 9-11 months 68.57%, but still contains children under five who have clinical measles events with a proportion of 2.08%. Clinical incidence in children under five is high, it is necessary to conduct laboratory tests to ensure the case is right for treatment. There is a need for information dissemination to the public about the importance of immunization that must be given exactly when it has to be approved for release. Keywords: Immunization Status, Accuracy in Providing Immunizations, Measles
ANALISIS FAKTOR RISIKO KEJADIAN INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT PADA BALITA DI WILAYAH KERJA UPT. PUSKESMAS MENGWI III TAHUN 2016 I Gde Arya Dhioxa Darmawan; I Made Sutarga
ARCHIVE OF COMMUNITY HEALTH Vol 8 No 3 (2021): Desember 2021
Publisher : Program Studi Sarjana Kesehatan Masyarakat Universitas Udayana Berasosiasi Dengan Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24843/ACH.2021.v08.i03.p05

Abstract

ABSTRAKISPA adalah penyakit pernafasan akut yang berisiko mengakibatkan kematian pada anak usia balita. Beberapa faktor penyebab ISPA pada balita antara lain, jenis kelamin, status gizi dan imunisasi balita, keadaan fisik rumah, pendidikan ibu balita dan perilaku keluarga. Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang berisiko menjadi penyebab kejadian ISPA pada balita di wilayah kerja UPT. Puskesmas Mengwi III Badung Bali. Penelitian ini menggunakan studi kasus kontrol berpasangan. Berdasarkan analisis faktor risiko balita yang jenis atap rumahnya tidak memenuhi syarat 2 kali lebih berisiko terkena ISPA. Balita dengan keluarga yang menggunakan anti nyamuk bakar 3 kali lebih berisiko terkena ISPA. Balita dengan keluarga yang menggunakan kayu bakar untuk memasak 7 kali lebih berisiko terkena ISPA. Faktor risiko ISPA pada balita dalam wilayah kerja UPT. Puskesmas Mengwi III adalah jenis atap rumah yang tidak memenuhi syarat, penggunaan anti nyamuk bakar, dan penggunaan kayu bakar untuk memasak.Kata Kunci: ISPA, Balita, Faktor Risiko.
KONDISI LINGKUNGAN DI DAERAH YANG PERNAH MENGALAMI KEJADIAN LUAR BIASA JAPANESE ENCEPHALITIS Nurhidayah Nurhidayah; Made Sutarga; Made Pasek Kardiwinata
ARCHIVE OF COMMUNITY HEALTH Vol 4 No 1 (2017): Juni (2017)
Publisher : Program Studi Sarjana Kesehatan Masyarakat Universitas Udayana Berasosiasi Dengan Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (420.184 KB) | DOI: 10.24843/ACH.2017.v04.i01.p10

Abstract

ABSTRAKDesa Canggu adalah daerah yang mengalami wabah Japanese encephalitis (JE) pada tahun 2015, dengan kasus klinis JE sebanyak 18 kasus. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kondisi lingkungan, pencegahan JE di Desa Canggu. Penelitian ini adalah desain cross-sectional deskriptif. Teknik pengambilan sampel menggunakan quota sampling, dari 7 dusun di Desa Canggu diambil masing-masing 22 responden untuk dijadikan sampel dalam penelitian untuk memenuhi sampel kuota minimum yang diperlukan. Sampel penelitian ini adalah responden yang tinggal dalam radius 100 meter dari kandang babi. Jumlah responden dalam wawancara adalah sebanyak 151 orang yang terdiri dari 17 kasus JE dan 134 non JE. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 82,84% responden memiliki lingkungan yang berisiko, sedangkan responden yang tinggal di dekat sawah 14,28% terinfeksi JE dan responden yang di sekitar lingkungannya terdapat genangan kotor 28,57% terinfeksi JE. Kesimpulan dari penelitian ini adalah sebagian besar responden memiliki lingkungan yang berisiko. Di mana sebagian besar dari mereka berada dekat dengan lapangan. Disarankan agar pemerintah memberikan pendidikan atau konseling secara adil kepada masyarakat di Desa Canggu, tidak hanya yang pernah mengalami gejala klinis JE tetapi juga masyarakat berisiko tinggi.Kata kunci: Japanese encephalitis, Kondisi Lingkungan, KLB
SISTEM PEMELIHARAAN ANJING SEBAGAI SALAH SATU HEWAN PENULAR RABIES PADA PENDERITA RABIES DI PROVINSI BALI TAHUN 2011 pasek kardiwinata; Made Sutarga; made subrata; Putu Suariyani
ARCHIVE OF COMMUNITY HEALTH Vol 1 No 1 (2012): Juni (2012)
Publisher : Program Studi Sarjana Kesehatan Masyarakat Universitas Udayana Berasosiasi Dengan Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (151.409 KB) | DOI: 10.24843/ACH.2012.v01.i01.p08

Abstract

The number of cases of dog bites in the province of Bali has been a rise high enough. 2009, thenumber of dog bites 21 806 bite, the amount of gain VAR as many as 18 825 people, as many as27 people died. October 16, 2010 the number of bites as much as 44 629 bites, which get the VARas many as 38 982 people, as many as 62 people died. According Disnak (2010) maintance systemof dog conducted by the Balinese tend to be untied so the dogs are freely to enter and out of thehouse. An objective to be achieved in this study was to determine the system of dog maintancewhich is one of the animals transmi! ing rabies (HPR) in patients with rabies in Bali.The study design used was descriptive cross-sectional. The population in this study were all patients who die from the bite of HPR in Bali in 2010-2011, the sample was part of the patientpopulation rabies recorded in Bali Provincial Health O?  ce in 2010-2011 with a porpusivesampling techniquePeople with rabies who had HPR were 35.4%, HPR which were not given VAR about 63.6%, andmostly were detachable cages. The reason of  had dogs were to guard the house and hobbyists.Dogs that bite the sample were not known who were the owner / wild, so a$ er the bite were notknown its existence, it is di?  cult to observe, there were also death but were killed only a smallpart due to illnessIt showed that the mantaince system of dog were not good. The results of this study can be usedas a reference to  the stakeholders in order to prevent disease, especially rabies in dogs and themaintenance system. Future studies on rabies vaccination coverage in dogs and the preventionmodel in order to reduce the incidence of rabies in the Bali.
KARAKTERISTIK PENGELOLA PROGRAM PENGENDALIAN PENYAKIT PNEUMONIA BALITA DI PUSKESMAS SE-KABUPATEN GIANYAR Ni Kadek Ayu Srinadi; I Made Sutarga
ARCHIVE OF COMMUNITY HEALTH Vol 7 No 1 (2020): Juni 2020
Publisher : Program Studi Sarjana Kesehatan Masyarakat Universitas Udayana Berasosiasi Dengan Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (314.717 KB) | DOI: 10.24843/ACH.2020.v07.i01.p02

Abstract

ABSTRAK Pneumonia merupakan bentuk terparah ISPA yang secara khusus menyerang paru-paru dan dapat menular dengan cepat. Pneumonia adalah penyakit yang disebabkan kuman pneumococcus, staphylococcus, streptococcus dan virus. Cakupan penemuan pneumonia di Kabupaten Gianyar 28,8% sehingga masih dibawah target nasional sebesar 80% dengan permasalahan yang dihadapi yaitu deteksi kasus yang masih rendah karena belum adanya pelatihan untuk pengelola program pengendalian penyakit pneumonia dan perilaku pengelola program pneumonia dalam praktik penemuan kasus pneumonia memiliki peranan yang sangat penting sehingga perlu digambarkan karakteristik pengelola program pengendalian penyakit pneumonia di puskesmas se-Kabupaten Gianyar. Desain crossectional bersifat deskriptif yang dilakukan untuk menggambarkan karakteristik pengelola program pengendalian penyakit pneumonia balita di 65 puskesmas pembantu yang ada di Kabupaten Gianyar. Hasil penelitian menunjukkan sebagian besar responden berumur <40 tahun (60,0%) dengan seluruh responden berjenis kelamin perempuan yang berpendidikan terakhir D3 (100,0%). Selain itu, sebagian besar responden dalam penelitian tidak pernah mendapatkan pelatihan sebanyak (96,9%) akan tetapi sebagian besar responden memiliki pengetahuan, sikap dan praktik yang baik atau sesuai standar. Diperlukan pelatihan yang serta keaktifan dalam mengikuti pelatihan tersebut. Kata Kunci: Karakteristik pengelola program, pneumonia, Gianyar ABSTRACT Pneumonia is the worst form of ISPA that specifically attack the lungs and can spread quickly. Pneumonia is a disease which are caused by microbe pneumococcus, staphylococcus, streptococcus and virus. The scope of pneumonia detection in Gianyar regency still below national target of 28,8% with the problem is faced which are case detection that is still low because there is no training for the worker of pneumonia control program and the behavior of the worker of pneumonia control program in practice of case pneumonia detection has an important role that make it is necessary to describe the characteristics of worker of pneumonia control program at health center in Gianyar regency. The study design in this study is descriptive crossectional design that done to describe the characteristics worker of toddler pneumonia control program at 65 auxiliary health center in Gianyar Regency. The results showed that the majority of respondents were <40 years old (60,0%) with a history of D3 education of 65 people (100,0%). In addition, most of the respondents in the study never received training as many as people (96,9%) but most of the respondents had good or standard knowledge, attitudes and practices.Training is needed as well as active in participating in the training. Key Word : Characteristics of managers program, pneumonia, Gianyar
KEPATUHAN MINUM OBAT PADA PASIEN DIABETES MELITUS TIPE 2 DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS TABANAN II TAHUN 2019 Ida Ayu Putu Mita Diantari; I Made Sutarga
ARCHIVE OF COMMUNITY HEALTH Vol 6 No 2 (2019): Desember 2019
Publisher : Program Studi Sarjana Kesehatan Masyarakat Universitas Udayana Berasosiasi Dengan Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (430.596 KB) | DOI: 10.24843/ACH.2019.v06.i02.p04

Abstract

ABSTRAK Presentase kematian akibat diabetes di Indonesia merupakan yang tertinggi kedua setelah Sri Lanka. Salah satu perilaku pengendalian DM yaitu kepatuhan minum obat. Kepatuhan pengobatan yang rendah dapat mengakibatkan peningkatan penyakit komplikasi dan risiko rawat inap. Puskesmas Tabanan II merupakan puskesmas yang memiliki jumlah kunjungan pasien DM tipe 2 terbanyak di Kabupaten Tabanan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat kepatuhan minum obat pada pasien DM tipe 2 di wilayah kerja Puskesmas Tabanan II. Desain penelitian merupakan observasional deskripstif dengan menggunakan rancangan studi cross sectional untuk menggambarkan kepatuhan minum obat pada pasien DM tipe 2 di wilayah kerja Puskesmas Tabanan II. Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan metode systematic random sampling. Penelitian ini menggunakan analisis inferensial berupa analisis univariat dan analisis bivariat. Sampel dalam penelitian ini yaitu pasien DM tipe 2 di wilayah kerja Puskesmas Tabanan II. Hasil analisis memperlihatkan bahwa dari 69 responden, 52 responden (75,36%) dikategorikan patuh dan 17 responden (24,64%) sisanya dikategorikan tidak patuh. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor yaitu umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, pekerjaan, jenis obat yang dikonsumsi, lama menderita DM, dan dukungan keluarga. Disarankan agar puskesmas dapat meningkatkan edukasi terkait pentingnya dukungan keluarga kepada keluarga pasien DM tipe 2 agar kepatuhan minum obat dapat meningkat. Kata Kunci : Diabetes Melitus, Kepatuhan Minum Obat, Dukungan Keluarga
INISIASI KADER DESA PEDULI KESEHATAN REPRODUKSI (KDPKR) SERTA DETEKSI DINI KANKER LEHER RAHIM DI DESA PENGOTAN KABUPATEN BANGLI BALI N.W. Septarini; D.P.Y. Kurniati; I.A.D. Wiryanthini; I.W.G.A.E. Putra; I.M. Sutarga
Buletin Udayana Mengabdi Vol 16 No 3 (2017)
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (185.69 KB)

Abstract

Desa Pengotan berada di wilayah Kecamatan Bangli Kabupaten Bangli yang terdiri dari 8 dusun. Pada tahun 2009 memiliki proporsi rumah tangga miskin (RTM) terbanyak di Kecamatan Bangli. Berdasarkan data terbaru dari kantor Kepala Desa terdapat 1.026 KK miskin. Tujuan dari kegiatan ini untuk meningkatkan pemahaman mengenai pentingnya kesehatan reproduksi serta pembentukan kader desa peduli kesehatan reproduksi pada wanita usia subur (WUS) di Desa Pengotan, Kabupaten Bangli. Kegiatan ini merupakan kegiatan pengabdian kepada masyarakat dengan menggunakan 2 metode. Metode pertama teknik pelatihan kepada anggota masyarakat yang kemudian menjadi kader kesehatan reproduksi di banjar. Kedua, metode pemeriksaan /deteksi dini kanker leher rahim dengan metode IVA. Pengabdian berlangsung pada Bulan Juli-september 2016. Terbentuk kader kesehatan reproduksi di Desa Pengotan (24 Kader). Hasil post test yang dilaksanakan 2 minggu setelah pelaksanaan didapatkan hasil 100% kader (N=20) mempunyai pengetahuan yang baik tentang kesehatan reproduksi. Delapan belas (18) WUS ikut serta dalam pemeriksaan IVA, 3 diantaranya mendapatkan hasil positif IVA. Ketiganya kemudian dirujuk ke puskesmas setempat untuk mendapatkan pengobatan selanjutnya (crytherapi). Kegiatan ini disambut baik oleh warga Desa Pengotan. Para kader kesehatan reproduksi yang terbentuk (KDPR) sepakat untuk melanjutkan informasi yang didapatkan selama pelatihan kepada warga di banjar. Puskesmas Bangli menyatakan pemeriksaan IVA ini akan diagendakan secara rutin.