Claim Missing Document
Check
Articles

Found 7 Documents
Search

Hubungan Tingkat Pengetahuan tentang Makronutrien dengan Kecukupan Dan Keseimbangan Asupan Makronutrien Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 Wardatu, Aggra; Kurniati, Ardesy Melizah; Puspita Rasyid, Riana Sari; Husin, Syarif; Oswari, Liniyanti D
Sriwijaya Journal of Medicine Vol. 2 No. 2 (2019): Sriwijaya Journal of Medicine
Publisher : Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (623.579 KB)

Abstract

Diabetes melitus (DM) merupakan penyakit gangguan metabolik menahun akibat pankreas tidak dapat memproduksi cukup insulin atau tubuh tidak dapat menggunakan insulin secara efektif. Penatalaksanaan DM dimulai dengan menerapkan pola hidup sehat (terapi nutrisi medis dan aktivitas fisik) bersamaan dengan intervensi farmakologi. Terapi nutrisi medis berupa pengaturan diet yang seimbang dan sesuai dengan kebutuhan kalori dan zat gizi masing-masing individu. Untuk mencapai diet yang seimbang dan jumlah yang sesuai dengan kebutuhan kalori maka pasien DM harus mempunyai pengetahuan gizi yang baik terkait penyakitnya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara tingkat pengetahuan tentang makronutrien dengan kecukupan dan keseimbangan asupan makronutrien pasien DM tipe 2. Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan desain cross-sectional, dilakukan di Puskesmas Sako Palembang pada bulan November-Desember 2018. Sampel pada penelitian ini adalah pasien DM tipe 2 yang berobat di Puskesmas Sako Palembang. Data diperoleh dengan cara wawancara langsung pada pasien kemudian dianalisis dengan uji Chi Square. Hubungan tingkat pengetahuan tentang makronutrien dengan kecukupan asupan makronutrien pasien DM tipe 2, didapatkan nilai p=0,000 (p<0,05) dan hasil analisis mengenai hubungan tingkat pengetahuan tentang makronutrien dengan keseimbangan asupan makronutrien pasien DM tipe 2 didapatkan nilai p=0,000 (p<0,05). Terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat pengetahuan tentang makronutrien dengan kecukupan dan keseimbangan asupan makronutrien pasien DM tipe 2.
SKRINING THALASSEMIA BETA MINOR PADA MAHASISWA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA Medina Athiah; Safyudin Safyudin; Liniyanti Daniel Oswari
JURNAL KEDOKTERAN DAN KESEHATAN Vol 8, No 2 (2021)
Publisher : Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32539/V8I2.13257

Abstract

Berdasarkan data dari World Health Organization (WHO) tahun 2001, terdapat 7% populasi di seluruh dunia yang merupakan karier thalassemia atau penderita thalassemia minor. Di Indonesia, frekuensinya pun cukup tinggi yaitu 3-10%. Pada thalassemia beta minor defek hanya terjadi pada salah satu rantai beta sehingga gejalanya ringan, bahkan dapat tidak bergejala sama sekali. Permasalahan baru akan muncul apabila kedua orang tua merupakan karier karena terdapat risiko sebesar 25% untuk memiliki anak dengan thalassemia mayor. Klinis yang asimptomatis inilah yang menyebabkan thalassemia beta minor menjadi sulit terdeteksi sehingga penting untuk dilakukan skrining pada masyarakat untuk mencegah terjadinya kasus thalassemia baru. Tujuan dari penelitian ini yaitu melakukan skrining untuk mengetahui prevalens tersangka thalassemia beta minor pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya. Desain penelitian ini adalah deskriptif kuantitatif dengan pendekatan cross sectional. Penelitian dilakukan di Palembang, Indonesia. Terdapat 143 subjek yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Dilakukan pemeriksaan hematologi rutin sehingga dapat diketahui nilai hemoglobin, jumlah eritrosit, MCV, dan RDW-CV untuk selanjutnya dilakukan penghitungan Indeks Mentzer dan Indeks RDW. Tersangka thalassemia beta minor pada penelitian ini harus memenuhi kriteria MCV <80 fL, Indeks Mentzer <13, dan Indeks Mentzer <220. Terdapat 17 subjek (11,9%) dengan nilai MCV <80 fL, 7 subjek (4,9%) dengan nilai Indeks Mentzer <13, dan 51 subjek (35,7%) dengan nilai Indeks RDW <220. Subjek yang memenuhi ketiga kriteria tersangka thalassemia beta minor tersebut sebanyak 7 orang sehingga prevalens tersangka thalassemia beta minor adalah 4,9%.
Hubungan Kualitas Tidur dengan Indeks Prestasi Kumulatif Mahasiswa Sekolah Tinggi Ilmu Farmasi Bhakti Pertiwi Palembang Puput Eka Sari; Liniyanti D Oswari; Sadakata Sinulingga
Majalah Kedokteran Sriwijaya Vol 49, No 2 (2017): Majalah Kedokteran Sriwijaya
Publisher : Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36706/mks.v49i2.8378

Abstract

Kualitas tidur dikatakan baik apabila tidak menunjukkan berbagai tanda kekurangan tidur dan tidak mengalami masalah dalam tidurnya. Kondisi kurang tidur pun banyak ditemui dikalangan dewasa muda terutama mahasiswa yang nantinya bisa menimbulkan banyak efek, seperti berkurangnya konsentrasi belajar dan gangguan kesehatan. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan kualitas tidur dengan indeks prestasi kumulatif mahasiswa Sekolah Tinggi Ilmu Farmasi Bhakti Pertiwi Palembang.Penelitian ini merupakan penelitian analitik observasional yang dilakukan pada bulan Juli-Desember 2016. Populasi penelitian adalah mahasiswa STIFI sebanyak 107 orang dari 3 angkatan. Data didapatkan dengan menggunakan kuesioner Pittsburgh Sleep Quality Index. Hasil yang diperoleh di analisis dengan uji statistik Chi-square menggunakan IBM SPSS 22.Mahasiswa dengan kualitas tidur buruk sebanyak 61 (57%) orang. Mahasiswa STIFI didominasi dengan mahasiswa yang memiliki IPK memuaskan 84 (78,5%) orang. Ada hubungan bermakna antara kualitas tidur dengan indeks prestasi kumulatif mahasiswa Sekolah Tinggi Ilmu Farmasi Bhakti Pertiwi Palembang (p=0,037). Ditemukan adanya hubungan antara kualitas tidur dengan indeks prestasi kumulatif mahasiswa dengan nilai p=0,037.
Perbedaan Kadar Profil Lipid Pasien Penyakit Ginjal Diabetik dan Non-diabetik yang menjalani Hemodialisis Triza Ahmad Praramadhan; Kemas Ya’kub; Liniyanti D. Oswari
Majalah Kedokteran Sriwijaya Vol 49, No 2 (2017): Majalah Kedokteran Sriwijaya
Publisher : Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36706/mks.v49i2.8503

Abstract

Penyakit ginjal kronik merupakan penyakit yang menjadi penyebab kematian terbanyak keempat di Indonesia. Penyakit ginjal kronik terbagi menjadi penyakit ginjal diabetik dan non-diabetik, yang keduanya dapat menimbulkan komplikasi lain, seperti dislipidemia. Dislipidemia pada penyakit ginjal diabetik diduga lebih parah dibandingkan dengan penyakit ginjal non-diabetik karena mekanisme dislipidemia juga terjadi pada penyakit diabetes mellitus.  Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis perbedaan kadar profil lipid pasien penyakit ginjal diabetik dan non-diabetik yang menjalani hemodialisis.Penelitian deskriptif analitik dengan desain potong lintang yang dilakukan di RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang pada November 2016. Populasi dan sampel pada penelitian ini adalah pasien penyakit ginjal kronik yang menjalani hemodialisis pada bulan September-November 2016 yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Data yang diperoleh dianalisis dengan uji t-Test tidak berpasangan menggunakan SPSS versi 22. Penelitian ini mendapatkan 99 pasien penyakit ginjal kronik yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi yang terdiri dari 68,7% pasien penyakit ginjal non-diabetik dan 31,3 % pasien penyakit ginjal diabetik. Pada penelitian ini mayoritas (54,5%) pasien penyakit ginjal kronik yang menjalani hemodialisis adalah laki-laki dan paling banyak (30,3%) berusia 58-65 tahun. Hasil uji beda t-Test tidak berpasangan terhadap kedua kelompok penelitian ini diperoleh nilai p= 0,564 (p>0,05) pada kadar kolesterol total, p= 0,116 (p>0,05) pada kadar HDL,  p= 0,623 (p>0,05) pada kadar LDL, dan p= 0,538 (p>0,05) pada kadar trigliserida.Simpulan: Tidak ada perbedaan yang signifikan dalam hal profil lipid antara pasien penyakit ginjal diabetik dan non-diabetik. Faktor risiko dislipidemia yang lain perlu dianalisis pada penelitian selanjutnya. 
Comparison of Blood Pressure and Blood Glucose Levels in Chronic Kidney Failure Patients Before and After Hemodialysis Treatment in RSMH Palembang Opel Berlin; Liniyanti D Oswari; Susilawati Susilawati
Majalah Kedokteran Sriwijaya Vol 51, No 2 (2019): Majalah Kedokteran Sriwijaya
Publisher : Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36706/mks.v51i2.8540

Abstract

Gagal ginjal kronik ditandai dengan menurunnya fungsi ginjal secara ireversibel yang telah berlansung lebih dari tiga bulan dengan nilai laju filtrasi glomerulus kurang dari 15 ml/menit/1,73m2. Hemodialisis merupakan salah satu terapi pengganti ginjal yang paling sering dilakukan, namun hemodialisis memiliki komplikasi terhadap perubahan tekanan darah dan kadar gula darah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbandingan tekanan darah dan kadar gula darah pada pasien gagal ginjal kronik sebelum dan sesudah hemodialisis di unit hemodialisis RSUP dr. Mohammad Hoesin Palembang. Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan desain longitudinal menggunakan pengukuran berulang. Subjek penelitian adalah 74 pasien gagal ginjal kronik yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Data penelitian diperoleh melalui data primer (pengukuran dan wawancara) dan dianalisis menggunakan Paired T-Test dan Wilcoxon. Rata-rata tekanan darah sebelum hemodialisis adalah 150,14 ± 30,045 mmHg (sistolik) dan 83,99 ± 16,469 mmHg (diastolik) serta sesudah hemodialisis adalah 159,66 ± 33,570 mmHg (sistolik) dan 86,35 ± 15,534 mmHg (diastolik). Rata-rata kadar gula darah sebelum hemodialisis adalah 161,61 ± 80,750 mg/dl serta sesudah hemodialisis adalah 131,51 ± 49,430 mg/dl. Hasil uji Paired T-Test menunjukkan perbandingan tekanan sistolik yang signifikan (p = 0,007), sedangkan hasil uji Wilcoxon menunjukkan perbandingan diastolik yang tidak signifikan (p = 0,193) dan perbandingan kadar gula darah yang signifikan (p = 0,000). Terdapat perbandingan tekanan darah sistolik yang signifikan, tekanan darah diastolik yang tidak signifikan, dan kadar gula darah yang signifikan sebelum dan setelah hemodialisis pada pasien gagal ginjal kronik di RSUP dr. Mohammad Hoesin Palembang.
Mean Differences of Total Cholesterol Levels among Vegetarians and Non-Vegetarians at Maha Vihara Maitreya Duta Palembang, Indonesia Lathifah Nudhar; Subandrate Subandrate; Susilawati Susilawati; Liniyanti Oswari
Folia Medica Indonesiana Vol. 56 No. 3 (2020): September
Publisher : Universitas Airlangga

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (310.999 KB) | DOI: 10.20473/fmi.v56i3.24555

Abstract

Total cholesterol level is one of the risk factor of cardiovascular disease. The proportion rate of hypercholesterolemia in Indonesia remains high, numbering around one third of (35,9%) Indonesians. Hypercholesterolemia is a modifiable risk factor, one of early measures that can be taken to prevent hypercholesterolemia is nutritional intervention. A dietary pattern high in plant sources and lower fat consumption has been recommended by several health organisation for prevention of hypercholesterolemia. This study was intended to determine mean difference of cholesterol level between vegetarian and nonvegetarian in Maha Vihara Maitreya Duta Palembang. This was an observational analytical study with cross-sectional design. A total of 173 subjects at Maha Vihara Maitreya Duta Palembang was included which consist of 80 Vegetarian and 93 Nonvegetarian. Measurement of total cholesterol level was done using rapid diagnostic test (RDT) Autocheck® Multi Monitoring System and parametric Independent T Test was chosen as method of statistical analysis. p <0.001 indicates significant differences of total cholesterol level between vegetarian (172,51± 39,05 mg/dL ) and nonvegetarian (228,67±68,07 mg/dL) groups. The mean differences of total cholesterol of vegetarian group is 56,16 mg/dl lower than non vegetarian groups. A significant differences exist in total cholesterol level between vegetarian and non vegetarian group at Maha Vihara Maitreya Duta Palembang. Vegetarian groups has lower total cholesterol level compared to nonvegetarian.
Association between Body Mass Index, Waist Circumference and Gastroesophageal Reflux Disease Questionnaire Scores: A Cross-Sectional Study Aurel Feodora Tantoro; Alwi Shahab; Syarif Husin; Ratna Maila Dewi Anggraini; Liniyanti D. Oswari
Natural Sciences Engineering and Technology Journal Vol. 2 No. 1 (2022): Natural Sciences Engineering and Technology Journal
Publisher : HM Publisher

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.37275/nasetjournal.v2i1.14

Abstract

The prevalence of gastroesophageal reflux disease (GERD) has continued to increase in Asian countries in recent decades. Many studies have revealed that obesity in general or abdominal obesity causes a significant increase in the risk of GERD symptoms. This study aimed to determine the relationship between body mass index (BMI) and waist circumference with the incidence of GERD in the adult population of Palembang city. This study was observational research with a cross-sectional design. The population was all adults (≥20 years) of Palembang. The number of samples was 400 people. Data were taken from a self-completed questionnaire, distributed through social media, then analyzed using logistic regression analysis. Among 400 subjects in the study, there were 81 subjects (20.3%) diagnosed with GERD, 43 subjects (10.8%) were overweight, 79 subjects (19.8%) were obese, and 160 subjects(40%) had abdominal obesity. There was a significant relationship between obesity and diagnosis of GERD (p=0,001; OR =2,799; CI 95% = 1,545-5,069). In contrast, there was no significant relationship between being overweight and diagnosis of GERD. There was also no significant relationship between abdominal obesity and diagnosis of GERD. Obesity has a significant association with the diagnosis of GERD, but the absence of an association between overweight and diagnosis of GERD implies that increased BMI is not an independent risk factor in diagnosis of GERD.