Dono Wahyuno
Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat

Published : 4 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 4 Documents
Search

IDENTIFIKASI DAN KARAKTERISASI Sclerotium rolfsii Sacc. PENYEBAB PENYAKIT BUSUK BATANG NILAM (Pogostemon cablin Benth) ., Sukamto; Wahyuno, Dono
Buletin Penelitian Tanaman Rempah dan Obat Vol 24, No 1 (2013): Buletin Penelitian Tanaman Rempah dan Obat
Publisher : Balittro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

ABSTRAKBeberapa penyakit tanaman nilam (Pogostemon cablin) seperti penyakit layu bakteri (Ralstonia solanacearum), penyakit budok (Synchytrium pogostemonis), dan penyakit nematoda parasit (Meloidogyne, Pratylenchus, dan Radopholus), serta penyakit kelompok Potyvirus merupakan salah satu kendala dalam usahatani nilam. Akhir-akhir ini, di pembibitan dan lapang saat musim hujan, banyak tanaman nilam ditemukan membusuk pangkal batangnya, terdapat miselium berwarna putih dan sklerotia pada bagian batang yang sudah busuk. Tujuan penelitian ini adalah mengidentifikasi patogen penyebab, mempelajari biologinya, dan kisaran inangnya. Patogen penyebab diperoleh dengan isolasi, dimurnikan, dan ditumbuhkan pada media Agar Kentang Dekstrosa (AKD). Karakteristik morfologi jamur penyebab diamati di bawah mikroskop majemuk. Biologi jamur penyebab diamati dengan cara menumbuhkan pada media AKD yang diinkubasi pada berbagai suhu. Kisaran inangnya dipelajari dengan meletakkan potongan miselia pada tanaman yang diuji. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa jamur membentuk miselia berwarna putih, ada klam koneksi dan sklerotium berwarna cokelat, serta berbentuk lonjong-bulat berukuran 0,8-1,84 mm. Jamur penyebab diidentifikasi sebagai Sclerotium rolfsii, mempunyai suhu optimum pertumbuhan antara 20-28oC, terhambat pada suhu 35oC, dan tidak tumbuh pada suhu 5oC. Hasil inokulasi buatan menunjukkan bahwa cendawan S. rolfsii dapat menginfeksi nilam varietas Lhokseumawe, Sidikalang, Tapaktuan, nilam jawa, serta tanaman cabe, jagung, tomat, dan kacang hijau. Ini merupakan laporan pertama yang menyatakan adanya Sclerotium rolfsii pada tanaman nilam di Indonesia.Kata kunci: karakterisasi, identifikasi, Pogostemon cablin, Sclerotium rolfsii, penyakit busuk batang
EFEKTIVITAS MULSA LIMBAH TANAMAN ATSIRI DAN PESTISIDA NABATI MENGENDALIKAN SERANGAN Crocidolomia binotalis ., Wiratno; Wahyuno, Dono; Willis, Mahrita
Buletin Penelitian Tanaman Rempah dan Obat Vol 24, No 2 (2013): Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat
Publisher : Balittro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

ABSTRAKLimbah hasil penyulingan tanaman atsiri berpotensi sebagai mulsa dan repelen (penolak) hama serangga, sehingga perlu dilakukan penelitian. Penelitian ini bertujuan untuk memanfaatkan mulsa dari limbah tanaman atsiri yang dikombinasikan dengan aplikasi pestisida nabati untuk mengendalikan Crocidolomia binotalis pada tanaman brokoli. Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan Manoko, Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat (Balittro) sejak Maret sampai Agustus 2011. Penelitian dirancang dalam acak kelompok, dengan sembilan perlakuan dan diulang tiga kali. Perlakuan terdiri dari limbah nilam dan serai wangi yang dikombinasikan dengan aplikasi insektisida nabati BP1 (formula minyak cengkeh, serai wangi dan temulawak) dan BP2 (formula minyak cengkeh, serai wangi dan jarak pagar) serta insektisida kimia sebagai pembanding, dan tanpa aplikasi (kontrol). Pengamatan dilakukan terhadap tingkat kerusakan tanaman akibat serangan hama C. binotalis, produksi tanaman, kadar N tanah dan populasi mikroba di dalam tanah sebelum tanam dan sesudah panen. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kombinasi aplikasi limbah tanaman atsiri dengan insektisida nabati berbahan aktif eugenol, sitronellal dan xanthorizol (BP1) berbeda nyata positif dengan perlakuan kontrol tetapi berbeda nyata negatif dibandingkan dengan kombinasi aplikasi insektisida sintetis terhadap kerusakan akibat serangan C. binotalis. Perlakuan insektisida mampu memberikan kenaikan hasil 14% lebih tinggi dibanding kontrol. Kenaikan produksi yang tertinggi dihasilkan oleh perlakuan kombinasi aplikasi limbah nilam dengan insektisida sintetis yaitu sebesar 40%. Aplikasi limbah tanaman atsiri tidak menaikkan secara nyata unsur N, tetapi memberikan kontribusi yang nyata unsur K terutama aplikasi limbah nilam. Aplikasi limbah nilam berpengaruh terhadap pertumbuhan dan produksi brokoli.Kata kunci: Crocidolomia binotalis, limbah atsiri, brokoli, pestisida nabati
EFEKTIVITAS MULSA LIMBAH TANAMAN ATSIRI DAN PESTISIDA NABATI MENGENDALIKAN SERANGAN Crocidolomia binotalis Willis, Mahrita; ., Wiratno; Wahyuno, Dono
Buletin Penelitian Tanaman Rempah dan Obat Vol 24, No 2 (2013): Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat
Publisher : Balittro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

ABSTRAKLimbah hasil penyulingan tanaman atsiri berpotensi sebagai mulsa dan repelen (penolak) hama serangga, sehingga perlu dilakukan penelitian. Penelitian ini bertujuan untuk memanfaatkan mulsa dari limbah tanaman atsiri yang dikombinasikan dengan aplikasi pestisida nabati untuk mengendalikan Crocidolomia binotalis pada tanaman brokoli. Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan Manoko, Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat (Balittro) sejak Maret sampai Agustus 2011. Penelitian dirancang dalam acak kelompok, dengan sembilan perlakuan dan diulang tiga kali. Perlakuan terdiri dari limbah nilam dan serai wangi yang dikombinasikan dengan aplikasi insektisida nabati BP1 (formula minyak cengkeh, serai wangi dan temulawak) dan BP2 (formula minyak cengkeh, serai wangi dan jarak pagar) serta insektisida kimia sebagai pembanding, dan tanpa aplikasi (kontrol). Pengamatan dilakukan terhadap tingkat kerusakan tanaman akibat serangan hama C. binotalis, produksi tanaman, kadar N tanah dan populasi mikroba di dalam tanah sebelum tanam dan sesudah panen. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kombinasi aplikasi limbah tanaman atsiri dengan insektisida nabati berbahan aktif eugenol, sitronellal dan xanthorizol (BP1) berbeda nyata positif dengan perlakuan kontrol tetapi berbeda nyata negatif dibandingkan dengan kombinasi aplikasi insektisida sintetis terhadap kerusakan akibat serangan C. binotalis. Perlakuan insektisida mampu memberikan kenaikan hasil 14% lebih tinggi dibanding kontrol. Kenaikan produksi yang tertinggi dihasilkan oleh perlakuan kombinasi aplikasi limbah nilam dengan insektisida sintetis yaitu sebesar 40%. Aplikasi limbah tanaman atsiri tidak menaikkan secara nyata unsur N, tetapi memberikan kontribusi yang nyata unsur K terutama aplikasi limbah nilam. Aplikasi limbah nilam berpengaruh terhadap pertumbuhan dan produksi brokoli.Kata kunci: Crocidolomia binotalis, limbah atsiri, brokoli, pestisida nabati
Pengendalian Terpadu Busuk Pangkal Batang Lada WAHYUNO, DONO
Perspektif Vol 8, No 1 (2009): Juni 2009
Publisher : Puslitbang Perkebunan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/p.v8n1.2009.%p

Abstract

ABSTRAKLada (Piper nigrum L) merupakan komoditi rempah yang penting untuk meningkatkan pendapatan petani di  Indonesia.    Daerah  pusat  pengembangan  lada, banyak terdapat di Lampung, Bangka dan akhir-akhir ini berkembang di Kalimantan. Penyakit busuk pangkal batang (BPB) yang disebabkan oleh cendawan Phytophthora capsici merupakan kendala dalam budidaya lada di Indonesia. Penyakit ini telah tersebar luas hampir di semua pertanaman lada di Indonesia. Naskah  ini  menguraikan  kemajuan  penelitian  dan pengalaman di lapang terhadap usaha pengendalian BPB.  Pengendalian yang lazim dilakukan oleh petani adalah menggunakan fungisida sintetik.  Pengendalian dengan cara kimia sering dilakukan saat harga lada tinggi, dan sebaliknya petani tidak memelihara kebunnya dengan baik saat harga lada turun. Akibatnya, BPB menjadi masalah yang serius pada banyak  pertanaman  lada  untuk  saat  ini.  P.  capsici mempunyai spora yang dapat bergerak dan berenang secara aktif pada lapisan air yang terdapat pada tanah. Hal tersebut membuat Phytophthora mudah tersebar melalui tanah yang terkontaminasi, bagian tanaman yang terserang atau terbawa oleh aliran air yang ada dipermukaan tanah. Phytophthora asal lada mempunyai dua tipe kawin, yaitu A1 dan A2 yang memungkinkan mereka untuk melakukan reproduksi secara seksual di daerah-daerah dimana kedua tipe kawin tersebut ada. Hasil perkawinan seksual memungkinkan Phytophthora lada menghasilkan turunan yang lebih ganas daripada induknya  yang  sudah  ada.  Usaha  untuk  mengembangkan   komponen   teknologi   pengendalian   telah dilakukan dengan mengedepankan pengendalian BPB yang ramah lingkungan, murah dan dapat dilakukan oleh  petani  lada. Komponen teknologi yang telah dikembangkan meliputi kultur teknis, aplikasi agen hayati  dan  kimia apabila  terjadi ledakan serangan, serta usaha untuk menciptakan tanaman tahan. Memadukan komponen teknologi  tersebut tidak dapat memusnahkan semua P. capsici yang ada di dalam tanah,  tetapi  mampu  menekan  perkembangan  dan penyebarannya  apabila  dilakukan secara baik dan benar, sehingga kehilangan hasil dapat ditekan dan penggunaan fungisida   dapat diminimalkan. Saran implementasi  IPM meliputi peningkatan keragaan vigor tanaman dengan menerapkan budidaya anjuran,menekan  perkembangan  populasi  P.  capsici melalui aplikasi agen hayati, seperti Trichoderma; sedangkan pemakaian fungisida hanya dilakukan sebagai pilihan terakhir kalau perkembangan penyakit semakin serius, serta peningkatan pengetahuan petani melalui berbagai  pelatihan teknis,  Untuk memaksimalkan implementasi  IPM  memerlukan  keterlibatan  secara aktif semua pihak terkait, termasuk petani, departemen terkait, dan peneliti.Kata kunci: Busuk pangkal  batang, lada, IPM, Phytophthora, Piper nigrum ABSTRACTIntegrated  Control  of  Foot  Rot  Disease  of Black PepperBlack  pepper  (Piper  nigrum)  is  important  crop  for increasing  farmer  income  in  Indonesia.  Traditional pepper  planting  areas  are  Lampung  and  Bangka-Belitung provinces, as well as new planting areas in Kalimantan  provinces.  Foot  rot  disease  caused  by Phytophthora capsici is the main constraint in pepper cultivations  in  these  areas.  The  disease  is  widely distributed  in  almost  all  pepper  cultivations.  This paper describes information on the research progresses on   foot   rot   disease   control   methods   and   field experiences on controlling the disease on black pepper. Control method of the foot rot disease by farmers is commonly using synthetic fungicides.  This practice was only applied when the price of pepper is high. Otherwise, farmers only applied minimal cultivation practices.  As the result, the foot rot disease becomes more   serious   problem   on   pepper   plantations throughout Indonesia. Spores of P. capsici is actively swiming on water film, therefore, the fungus is easily disseminates   through   contaminated   soil,   diseased planting materials or running water of soil surface. The fungus has two mating types, A1 and A2 that makes  sexual  reproduction  possible  in  some  areas where   both   mating   types   exist.   The   sexual reproduction may produce progenies that are more virulent than their parents. Therefore, it is important to minimize    distribution    of    planting    materials contaminated with the different matting types into a certain location to prevent new strain of P. capsici. Attempts to control the disease have been conducted with  focusing  on  technologies  that  is  eco-friendly, cheap and simple (easy to be handled and adopted by farmers).   The   eco-friendly   technologies   included improving cultural practices, application of biological control   agents,   and   fungicide   is   applied   when necessary.  An initial effort to find resistant or tolerant black   pepper   varieties   had   also   been   studied. Integrated pest management (IPM) by combining those available  technologies  will  not  eradicate  P.  capsici totally, but it will reduce the population of the fungus to a certain level that lessens the damage or yield lost. Implementation of the IPM includes increasing plants vigor through conducting proper planting activities followed by suppressing of fungal population through incorporating  of  biological  control  agent,  such  as Trichoderma;  while  fungicide  application  is  the  last resort,  as  well  as  improving  farmers  knowledge various  technical  trainings.  To  maximize  the  IPM implementation   by   farmers,   it   requires   active participation    from    all    involved    stakeholders, government official services and researchers.Keywords: Foot rot disease, black pepper, Phytophthora, Piper nigrum, IPM