Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search

Reexamining the Story of Islam and Nation States in Southeast Asia Dadang Darmawan; Yohanes Slamet Purwadi
FOCUS Vol. 3 No. 1 (2022): Focus
Publisher : Parahyangan Catholic University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (175.25 KB) | DOI: 10.26593/focus.v3i1.5822

Abstract

This article will try to find out why Islam in Indonesia is able to unite various diverse ethnic groups in a unitary state without significant friction? While in Malaysia Islam gives spirit to Malay ethnicity to become the dominant element in all aspects of national and state life without being dragged into chauvinism? Why is it that Islam which is ethnical with certain ethnicities in the Philippines has become a serious deterrent to nationality in both countries? Three cases that together involved elements of Islam, ethnicity and nationalism but showed different manifestations of reaction. In each case Islam plays a different position and function, as a unifying Indonesia, the spirit of Malaysia and undermining the Philippines.
Memahami Konstruksi Nalar Epistemologi Etnik: Sebuah Kajian Filosofis Elvy Maria Manurung; Yohanes Slamet Purwadi; Ignatius Bambang Sugiharto
Jurnal Ledalero Vol 21, No 1 (2022): Jurnal Ledalero
Publisher : Institut Filsafat dan Teknologi Kreatif Ledalero

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (873.187 KB) | DOI: 10.31385/jl.v21i1.258.71-86

Abstract

In the 21st century, due to its incessant auto-criticism, the orientation of science is split into two. On the one hand, the monolythic tendency of positivism -with its physicalistic paradigm- is still prevalent. On the other, the tendency of openess toward the complexity of reality is also thriving. The latter would include the openess toward non physical variables or even toward esoteric experience. At this junction, the concept ofethnoepistemology is worth considering. With regard to this, this article seeks to see the fundamental differences between the universal-scientific epistemology and ethnoepistemology. Ethnoepistemology is examined in terms of its local ontological-worldview, which mostly is spiritual in character.  It was found out that the local worldview generates a particular knowledge, with specific logic, method and vocabulary of its own. Complemented with some case-studies, the article comes up with the idea that the mistery of the world can be accessed from many points of view, resulting in different kinds of knowledge. That said, while scientific epistemology is not the only possible one, ethnopistemology can upgrade itself by learning from the work-ethos of scientific epistemology.  Key words: episteme, worldview, logic, interdependency, holistic, experiential
Metafisika Keterbatasan dan Pluralisme Agama Menurut John Hick Yohanes Slamet Purwadi
Hanifiya: Jurnal Studi Agama-Agama Vol 6, No 1 (2023)
Publisher : Program Studi Studi Agama-Agama Pascasarjana UIN Sunan Gunung Djati Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15575/hanifiya.v6i1.24854

Abstract

Artikel ini membahas konsep metafisika keterbatasan sebagai basis bagi pluralisme perspektif John Hick. Metode kualitatif jenis study literature digunakan dalam penelitian ini. Data diperoleh dari sumber-sumber primer dan sekunder yang relevan dengan topik penelitian. Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsep metafisika keterbatasan memainkan peran penting dalam pemikiran John Hick tentang pluralisme agama. Menurut Hick, keberagaman agama dan keyakinan adalah suatu keniscayaan dalam kondisi keterbatasan manusia dalam mencapai kebenaran yang mutlak. Oleh karena itu, konsep keterbatasan ini menjadi dasar bagi pandangan pluralis Hick. Hick berpendapat bahwa setiap agama memiliki akses terbatas dalam memahami kebenaran mutlak, dan pandangan pluralis mengakui bahwa masing-masing agama memiliki kebenaran dan nilai yang berbeda-beda. Namun, pandangan ini juga menunjukkan bahwa kebenaran mutlak dapat dipahami secara lebih utuh melalui dialog dan pengalaman antaragama. Dalam konteks ini, Hick mengembangkan teori relativitas agama dan mengusulkan bahwa keberagaman agama tidak bertentangan dengan kebenaran mutlak. Sebaliknya, keberagaman agama dapat menjadi jalan menuju pengalaman kebenaran yang lebih dalam dan universal. Kesimpulannya, jurnal ini menyajikan pandangan Hick tentang pluralisme agama berdasarkan konsep metafisika keterbatasan. Studi literature yang dilakukan dalam penelitian ini mengungkapkan bahwa keberagaman agama dan keyakinan dapat dipahami dan dihargai secara lebih baik melalui dialog dan pengalaman antaragama, yang merupakan jalan menuju pemahaman yang lebih utuh tentang kebenaran mutlak.