Claim Missing Document
Check
Articles

Found 23 Documents
Search

Institutionalising diasporic Islam: multiculturalism, secularism and the integration of Muslim immigrants in Britain Wardana, Amika
Indonesian Journal of Islam and Muslim Societies Vol 3, No 1 (2013): Indonesian Journal of Islam and Muslim Societies
Publisher : State Institute of Islamic Studies (STAIN) Salatiga

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

The integration of Muslim immigrants in Western countries especially Britain hasattracted wider attention both from academia, policymakers and public in gen-eral. Their different religion (i.e. Islam) has been regarded as the crucial factorsin the process contextualised by the socio-political circumstances of the hostsociety and the existence transnational link to the home country encouragingthem to reproduce and transplant their ethno-religious tradition in diaspora. Thearticle addresses the interplay between, on the one hand, the strong and weak-ness of the politics of multiculturalism and the secularisation and desecularisationof British society, and on the other, the institutionalisation of Islam in Britain amidstthe persistent internal divisions and fragmentations of minority Muslim immi-grant communities. As the result, Muslim immigrants have set up an ethno-reli-gious integration trajectory through their own established socio-religious institu-tions and associations in parallel with the host country social and political ones.Integrasi  imigran  Muslim  di  negara-negara  Barat  khususnya  Inggris  telahmemeroleh perhatian luas baik dari kalangan akademisi, pembuat kebijakan dan publik pada umumnya. Keragaman agama mereka (termasuk Islam) dipandangsebagai faktor penting dalam proses yang dikontekstualisasi oleh lingkungan sosio-politik masyarakat setempat dan hubungan transnasional yang ada dengan negaraasal yang mendorong mereka mereproduksi dan mentransplantasi tradisi etno-religi mereka di diaspora. Artikel ini memaparkan hubungan saling pengaruhantara  kekuatan  dan  kelemahan  politik  multikulturalisme  di  satu  sisi,  daninstitusionalisasi Islam di Inggris yang melahirkan pembagian dan fragmentasiinternal di kalangan komunitas imigran Muslim minoritas di sisi lain. Akibatnya,imigran Muslim telah membangun peta integrasi etno-religi melalui lembaga-lembaga dan asosiasi-asosiasi sosio-religi mereka yang sudah mapan paraleldengan lembaga dan asosiasi social dan politik negara setempat.
Encountering Muslim ‘Others’: Indonesians in the Muslim Diaspora of London Wardana, Amika
KOMUNITAS: INTERNATIONAL JOURNAL OF INDONESIAN SOCIETY AND CULTURE Vol 6, No 2 (2014): Komunitas, September 2014
Publisher : Universitas Negeri Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15294/komunitas.v6i2.3078

Abstract

The article investigates the social relations between Indonesian immigrants and the multicultural Muslim community in London by examining the applicability of the Ummah concept, in the context of the diaspora. The Muslim diaspora, though their similarity of faith, has always contained internal diversity and fragmentation. Likewise, different religious trajectories of Muslim immigrants as illustrated by Indonesians in London have been identified to shape different understandings of unity and diversity of Muslims, which forge different forms of social relation with fellow Muslim immigrants in the city. The traditionalist London Indonesians have trivialized the unity of Muslim in diaspora through daily encounters yet maintained inevitable different ethnic affinities and religious-sectarian affiliations as a wall dividing them altogether. The revivalist Indonesians have construed the diasporic unity of Muslims as an idealized-normative concept that should be realized socially, culturally and politically by suppressing internal ethnic, national and religious-sectarian fragmentations. While the secularist Indonesians have shown an apathetic position to the implausibility of the diasporic unity of Muslims due to its irreconcilable perceived internal diversities and divisions.Artikel ini menelaah pola relasi sosial antara imigran Indonesia dengan masyarakat Muslim multikultural di London dengan menguji kesesuaian konsep kesatuan Ummat Islam dalam konteks diaspora. Meskipun memiliki persamaan iman, diaspora Muslim selalu terbangun dalam perbedaan internal dan perpecahan. Demikian pula dengan arah perkembangan religiusitas imigran Muslim yang beraneka-ragam termasuk yang berasal dari Indonesia yang pada akhirnya membentuk beberapa pola relasi sosial dengan komunitas Muslim lainnya di kota ini. Kelompok Muslim Indonesia tradisional menganggap biasa konsep kesatuan Ummat Islam dalam perjumpaan sehari-hari dengan komunitas Muslim lainnya sehingga tetap menjaga jarak berdasarkan perbedaan etnis dan afiliasi tradisi keagamaannya. Kelompok Muslim Indonesia revivalist memahami kesatuan Ummat sebagai konsep ideal yang perlu direalisasikan dalam kehidupan sosial, budaya dan politik sekaligus mengubur potensi perpecahan karena perbedaan etnis dan tradisi keagamaan. Sebaliknya, kelompok imigran Indonesia sekuler menunjukkan sikap apatis terhadap kesatuan Ummat karena adanya perbedaan dan perpecahan internal Ummat Islam yang tidak mungkin didamaikan.
Encountering Muslim ‘Others’: Indonesians in the Muslim Diaspora of London Wardana, Amika
KOMUNITAS: International Journal of Indonesian Society and Culture Vol 6, No 2 (2014): Komunitas, September 2014
Publisher : Universitas Negeri Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15294/komunitas.v6i2.3078

Abstract

The article investigates the social relations between Indonesian immigrants and the multicultural Muslim community in London by examining the applicability of the Ummah concept, in the context of the diaspora. The Muslim diaspora, though their similarity of faith, has always contained internal diversity and fragmentation. Likewise, different religious trajectories of Muslim immigrants as illustrated by Indonesians in London have been identified to shape different understandings of unity and diversity of Muslims, which forge different forms of social relation with fellow Muslim immigrants in the city. The traditionalist London Indonesians have trivialized the unity of Muslim in diaspora through daily encounters yet maintained inevitable different ethnic affinities and religious-sectarian affiliations as a wall dividing them altogether. The revivalist Indonesians have construed the diasporic unity of Muslims as an idealized-normative concept that should be realized socially, culturally and politically by suppressing internal ethnic, national and religious-sectarian fragmentations. While the secularist Indonesians have shown an apathetic position to the implausibility of the diasporic unity of Muslims due to its irreconcilable perceived internal diversities and divisions.Artikel ini menelaah pola relasi sosial antara imigran Indonesia dengan masyarakat Muslim multikultural di London dengan menguji kesesuaian konsep kesatuan Ummat Islam dalam konteks diaspora. Meskipun memiliki persamaan iman, diaspora Muslim selalu terbangun dalam perbedaan internal dan perpecahan. Demikian pula dengan arah perkembangan religiusitas imigran Muslim yang beraneka-ragam termasuk yang berasal dari Indonesia yang pada akhirnya membentuk beberapa pola relasi sosial dengan komunitas Muslim lainnya di kota ini. Kelompok Muslim Indonesia tradisional menganggap biasa konsep kesatuan Ummat Islam dalam perjumpaan sehari-hari dengan komunitas Muslim lainnya sehingga tetap menjaga jarak berdasarkan perbedaan etnis dan afiliasi tradisi keagamaannya. Kelompok Muslim Indonesia revivalist memahami kesatuan Ummat sebagai konsep ideal yang perlu direalisasikan dalam kehidupan sosial, budaya dan politik sekaligus mengubur potensi perpecahan karena perbedaan etnis dan tradisi keagamaan. Sebaliknya, kelompok imigran Indonesia sekuler menunjukkan sikap apatis terhadap kesatuan Ummat karena adanya perbedaan dan perpecahan internal Ummat Islam yang tidak mungkin didamaikan.
Analisis kebijakan pendidikan untuk anak jalanan di Kota Yogyakarta Syahrul, Syahrul; Wardana, Amika
Harmoni Sosial: Jurnal Pendidikan IPS Vol 4, No 2 (2017): September
Publisher : Program Pascasarjana Universitas Negeri Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (645.808 KB) | DOI: 10.21831/hsjpi.v4i2.10388

Abstract

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui: (a) kebijakan pendidikan untuk anak jalanan, (b) implementasi kebijakan pendidikan untuk anak jalanan, dan (c) dampak kebijakan pendidikan pada anak jalanan di Kota Yogyakarta. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif. Subjek penelitian ditentukan dengan teknik purposive sampling terdiri atas anak jalanan, Dinas Pendidikan Kota Yogyakarta, Dinas Sosnakertrans Kota Yogyakarta, PKBM Anak Mandiri, PKBM Reksonegaran, dan Rumah Singgah Ahmad Dahlan. Data penelitian dikumpulkan melalui wawancara mendalam, observasi, catatan lapangan, dan analisis dokumen. Data penelitian ini dianalisis menggunakan teknik analisis kualitatif bergerak dalam lingkaran di antara pengumpulan data, pengorganisasian data, pembacaan/memoing, deskripsi, klasifikasi, penafsiran, dan penyajian/ visualisasi. Hasil penelitian ini adalah: (1) kebijakan pendidikan layanan khusus untuk mengentaskan anak dari jalanan melalui pendidikan informal dan nonformal sudah tidak relevan lagi dengan realitas kehidupan di Kota Yogyakarta; (2) implementasi “akuntabilitas jalur pendek” oleh Dinas Sosnakertrans Kota Yogyakarta menyalurkan bantuan secara langsung ke rekening masing-masing anak jalanan, sedangkan “akuntabilitas jalur panjang” oleh Dinas Pendidikan Kota Yogyakarta menyalurkan bantuan untuk anak jalanan melalui perantara pengelola PKBM/rumah singgah; (3) kebijakan pendidikan berdampak pada anak jalanan yang sudah mulai berkurang di Kota Yogyakarta,Kata kunci: kebijakan pendidikan, anak jalanan, Yogyakarta ANALYSIS OF EDUCATION POLICY FOR STREET CHILDREN IN YOGYAKARTAAbstactThe study aims to investigate (a) the education policy for street children, (b) the implementation of education policy for street children, and (c) the effect of education for street children in Yogyakarta. This study employed the qualitative approach. The research subjects consisting of street children, Head of Education in Yogyakarta, Head of Social, Manpower and Transmigration in Yogyakarta, PKBM Anak Mandiri, PKBM Reksonegaran, and Rumah Singgah Ahmad Dahlan. The data was collected through in-depth interview, observation, field notes, and document analysis. Meanwhile, the data was analyzed using qualitative analysis in one circle among data collection, data categories, memoing, descriptive, clasification, intepretation, and visualisation. The result of studi are follows: (1) a particular service in education policy which eradicates children from street through informal and non-formal education is not relevant with the life reality in Yogyakarta; (2) the implementation of “short path accountability” made by the Head of Social, Manpower and Transmigration is to distribute donation directly into the account of street children. Otherwise, the implementation of “long path accoutability” made by the head of education in Yogyakarta is to distribute donation for street children through the organizer of PKBM/Rumah singgah; (3) the education policy affects the eradication of number of homeless children in Yogyakarta.Keywords: education policy, street children, Yogyakarta
The prevalence of diabetes mellitus and relationship with socioeconomic status in the Indonesian population Indrahadi, Deri; Wardana, Amika; Pierewan, Adi Cilik
Jurnal Gizi Klinik Indonesia Vol 17, No 3 (2021): Januari
Publisher : Minat S2 Gizi dan Kesehatan, Prodi S2 IKM, FK-KMK UGM

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22146/ijcn.55003

Abstract

Background: The prevalence of diabetes mellitus is increasing globally and remains debated. Objective: This study examines the association of socioeconomic status with the prevalence of diabetes mellitus in Indonesia. Methods: This study used a cross-sectional design. Data obtained from the 2014 Indonesia Family Life Survey (IFLS), a nationally representative population survey data, which polled 30,497 individuals age 16 years and over in 13 provinces in Indonesia. Logistic regression models were used to estimate odds ratios (OR) and 95% confidence intervals (CI) for the prevalence of diabetes mellitus with socioeconomic status. Results: Education level, employment status, age, and hypertension are related to the prevalence of diabetes mellitus. According to educational level, individuals with lower education level were more likely to have diabetes mellitus than those who had a higher level of education (OR=1.42; 95% CI: 1.21-1.67), higher risk was also found in those who were unemployed (OR=1.55; 95% CI: 1.33-1.82). Besides, age and hypertension were independent factors for a higher prevalence of diabetes mellitus, age >55 (OR=4.71; 95% CI: 4.06-5.46), hypertension (OR=5.86; 95% CI: 5.00-6.87). Diabetes mellitus also show significantly higher among individuals living in urban areas compared to individuals living in rural areas (OR=2.13; 95% CI: 1.78-2.55). Conclusions: Socioeconomic status has a significant association with the prevalence of diabetes mellitus among people above 15 years old in Indonesia. The government needs to design a preventive program to control this disease by considering the risk factors that may lead to the development of diabetes mellitus in Indonesia.
The impact of sociodemographic factors on academic achievements among high school students in Indonesia Deri Indrahadi; Amika Wardana
International Journal of Evaluation and Research in Education (IJERE) Vol 9, No 4: December 2020
Publisher : Institute of Advanced Engineering and Science

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.11591/ijere.v9i4.20572

Abstract

This study aimed to examine the effect of sociodemographic, student and school factors on the academic achievement of high school students in Indonesia. Using the cross-sectional survey data from the 2015 Indonesian Family Life Survey (IFLS) particularly involving 1,421 respondents (of the academic performances during their school years), the study run multiple regression analysis to examine the influences of their parents’ sociodemographic, students and other school-related factors on their academic achievements during their school years. As the results, it was revealed that the sociodemographic factors, students and schools predict significantly academic achievement of students in Indonesia. The results provided feedback to students and parents, schools and education policymakers in improving student academic achievement.
Institutionalising diasporic Islam: multiculturalism, secularism and the integration of Muslim immigrants in Britain Amika Wardana
Indonesian Journal of Islam and Muslim Societies Vol 3, No 1 (2013): Indonesian Journal of Islam and Muslim Societies
Publisher : IAIN Salatiga

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.18326/ijims.v3i1.31-72

Abstract

The integration of Muslim immigrants in Western countries especially Britain hasattracted wider attention both from academia, policymakers and public in gen-eral. Their different religion (i.e. Islam) has been regarded as the crucial factorsin the process contextualised by the socio-political circumstances of the hostsociety and the existence transnational link to the home country encouragingthem to reproduce and transplant their ethno-religious tradition in diaspora. Thearticle addresses the interplay between, on the one hand, the strong and weak-ness of the politics of multiculturalism and the secularisation and desecularisationof British society, and on the other, the institutionalisation of Islam in Britain amidstthe persistent internal divisions and fragmentations of minority Muslim immi-grant communities. As the result, Muslim immigrants have set up an ethno-reli-gious integration trajectory through their own established socio-religious institu-tions and associations in parallel with the host country social and political ones.Integrasi  imigran  Muslim  di  negara-negara  Barat  khususnya  Inggris  telahmemeroleh perhatian luas baik dari kalangan akademisi, pembuat kebijakan dan publik pada umumnya. Keragaman agama mereka (termasuk Islam) dipandangsebagai faktor penting dalam proses yang dikontekstualisasi oleh lingkungan sosio-politik masyarakat setempat dan hubungan transnasional yang ada dengan negaraasal yang mendorong mereka mereproduksi dan mentransplantasi tradisi etno-religi mereka di diaspora. Artikel ini memaparkan hubungan saling pengaruhantara  kekuatan  dan  kelemahan  politik  multikulturalisme  di  satu  sisi,  daninstitusionalisasi Islam di Inggris yang melahirkan pembagian dan fragmentasiinternal di kalangan komunitas imigran Muslim minoritas di sisi lain. Akibatnya,imigran Muslim telah membangun peta integrasi etno-religi melalui lembaga-lembaga dan asosiasi-asosiasi sosio-religi mereka yang sudah mapan paraleldengan lembaga dan asosiasi social dan politik negara setempat.
Makna dan Nilai Spiritual Musik Hadrah pada Komunitas Hadrah El-Maqoshid Arum Mei Nursyahida; Amika Wardana
Dimensia: Jurnal Kajian Sosiologi Vol 9, No 1 (2020): Dimensia: Jurnal Kajian Sosiologi
Publisher : Pendidikan Sosiologi FIS UNY

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21831/dimensia.v9i1.38927

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui makna dan nilai spiritual yang terkandung dalam musik hadrah pada komunitas hadrah El-Maqoshid, serta melihat bagaimana komodifikasi hadrah merubah makna dan nilai spiritual pada komunitas hadrah El-Maqoshid. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif deskriptif dengan teknik pengumpulan data menggunakan wawancara, observasi, dan dokumentasi. Dalam penelitian ini, informan penelitian ditentukan menggunakan teknik purposive sampling. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa makna dan nilai spiritual musik hadrah yang ada pada komunitas hadrah El-Maqoshid tidak mengalami perubahan akibat terjadinya komodifikasi. Makna dan nilai spiritual tersebut meliputi ritual pemujaan, sarana bersyiar dan berdakwah, penyampaian doa, kekuatan jiwa, sarana hiburan, dan eksistensi religius. Tidak dapat dipungkiri dan secara tidak sadar, komunitas hadrah El-Maqoshid memang melalukan komodifikasi agama khususnya pada musik hadrah. Namun, yang perlu digarisbawahi bahwa komodifikasi tersebut dilakukan untuk kepentingan dan kesejahteraan anggota El-Maqoshid. Hampir semua keberlangsungan kegiatan El-Maqoshid didukung oleh proses komodifikasi tersebut.
Dukungan Sosial Bagi Warga Penderita Gangguan Jiwa di Jogonalan Kidul, Tirtonirmolo, Kasihan, Bantul Arsitha Kumalasari; Amika Wardana; Aris Martiana
Dimensia: Jurnal Kajian Sosiologi Vol 8, No 1 (2019): Dimensia: Jurnal Kajian Sosiologi
Publisher : Pendidikan Sosiologi FIS UNY

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21831/dimensia.v8i1.35566

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bentuk dukungan sosial bagi warga penderita gangguan jiwa di Jogonalan Kidul, Tirtonirmolo, Kasihan, Bantul. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif deskriptif. Teknik pengumpulan data dengan observasi, wawancara, dan dokumentasi. Informan di dalam penelitian ini adalah keluarga dari penderita gangguan jiwa, tetangga sekitar tempat tinggal penderita gangguan jiwa, dan pemerintah setempat. Informan dipilih menggunakan teknik purposive sampling. Keabsahan data diperiksa dengan menggunakan teknik triangulasi sumber. Teknik analisis data menggunakan model interaktif Miles dan Huberman yang meliputi tahap pengumpulan data, reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dukungan sosial bagi warga penderita gangguan jiwa di Jogonalan Kidul, Tirtonirmolo, Kasihan, Bantul diberikan oleh pihak keluarga, masyarakat, maupun pemerintah setempat. Dukungan sosial paling banyak diberikan oleh keluarga adalah dukungan instrumental. Dukungan sosial yang diberikan oleh masyarakat paling banyak adalah dukungan kelompok. Sedangkan dukungan sosial dari pemerintah setempat paling banyak adalah dukungan informasi.
Mairil dan Perkembangan Orientasi Seksual Alumni Santri Pondok Pesantren Mohammad Fajrul Fikri; Amika Wardana
Dimensia: Jurnal Kajian Sosiologi Vol 8, No 1 (2019): Dimensia: Jurnal Kajian Sosiologi
Publisher : Pendidikan Sosiologi FIS UNY

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21831/dimensia.v8i1.35567

Abstract

Penelitian ini bermaksud untuk mengetahui bagaimana mairil yang ada di pesantren dalam mengonstruksi perkembangan orientasi seksual santri ketika berada di pesantren maupun setelah lulus dari pesantren. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif untuk mendeskripsikan mengenai santri yang mairil (mirip gay) yang ada di pesantren. Informan penelitian ini berjumlah sebanyak 8 orang yang dipilih dengan menggunakan teknik snowball sampling yang mana alumni santri merupakan berjenis laki-laki dan pernah berperilaku gay di pesantren. Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan melalui wawancara. Teknik validitas data menggunakan triangulasi. Teknik analisis data dalam penelitian ini menggunakan analisis model interaktif Miles dan Huberman yaitu mulai dari pengumpulan data, reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa identitas santri yang mairil (mirip gay) di pesantren ini tidak terlahir sebagai seorang gay. Identitas ini dibangun di lingkungan pesantren melalui proses mengenal, memelajari, hingga akhirnya meniru santri lain yang santri yang mairil (mirip gay), yang kemudian memengaruhi bentuk orientasi maupun perilaku seksual santri di pesantren. Santri yang mairil (mirip gay) yang dilakukan oleh santri termanifestasi dalam beragam bentuk hingga dapat dikatakan sebagai perilaku gay yang meliputi mencitul (mencubit pipi), menyipok (mencium pipi/leher), hingga melakukan aktivitas seksual berupa nyempet (menyelipkan alat kelamin ke sela-sela paha). Santri yang mairil (mirip gay) di pesantren merupakan hal yang biasa terjadi, sehingga hal itu tidak berdampak pada kehidupan sosial santri baik saat berada di pesantren maupun setelah keluar dari pesantren, karena apa yang dialami santri merupakan pergeseran orientasi seksual karena adanya perkembangan psikologis dan emosional yang dapat memengaruhi seksualitas, sehingga seseorang dapat berperilaku homoseksual atau heteroseksual dalam kurun waktu tertentu.